Rizieq Shihab. (Foto: REUTERS/Beawiharta)
Kuasa hukum Rizieq Shihab, Sugito Atmo Pawiro membenarkan bahwa kliennya kini tak lagi bebas bergerak di Arab Saudi seperti yang dinyatakan Gerakan Nasional Pengawal Fatwa (GNPF) Ulama.
Rizieq tak bisa lagi leluasa ke luar Mekkah untuk berceramah atau menerima tamu dalam jumlah besar di Arab Saudi.
“Habib Rizieq diperlakukan sebagai tahanan rumah, tidak bisa kemana-mana, hanya di Mekkah,” kata Sugito kepada CNNIndonesia.com, Selasa (25/7).
Pernyataan Sugito senada dengan pernyataan Anggota Tim Advokasi GNPF Ulama Nasrullah Nasution yang mengatakan sebelumnya Rizieq masih bisa keluar Arab Saudi setiap tiga bulan sekali sebagai syarat tetap berada di negara tersebut. Tapi, saat ini tidak bisa.
Sugito menduga ada permintaan dari ‘Orang kuat’ di Indonesia agar membatasi gerak tokoh Front Pembela Islam (FPI) itu di Arab Saudi.
“Imigrasi Arab Saudi yang membatasi, Kalau dibilang cekal agak aneh juga, karena biasanya kalau dicekal di Arab seharusnya ditahan. Tapi ini dicekal tapi tak ditahan,” katanya.
Akibatnya, menurut Sugito, Rizieq tak bisa lagi berceramah di depan umat dalam skala besar, dan gerak-geriknya dibatasi.
“Orang kuat dari Indonesia itu, saya duga meminta imigrasi Arab Saudi, mencekal tapi tak usah ditahan,” katanya.
GNPF Ulama telah mengadukan hal itu ke DPR dan meminta Imam Besar Front Pembela Islam itu dilindungi.
GNPF Ulama menilai jika Rizieq melanggar ketentuan tinggal di Arab Saudi, maka seharusnya sudah lama dideportasi. Apalagi Rizieq sudah tinggal 1,5 tahun di Arab Saudi.
“Tapi sampai detik ini tidak ada deportasi dan beliau tidak bisa keluar dari Arab Saudi dan kami mencurigai ini ada pihak-pihak yang memiliki kepentingan untuk mencegah atau datang kembali ke Indonesia,” ujar Nasrullah Nasution.
Wakil Ketua DPR Fadli Zon menyatakan pihaknya bakal menindaklanjuti laporan GNPF Ulama untuk menyampaikan ke Kementerian Luar Negeri, Kapolri, dan Kepala BIN. Sebab, menurutnya, kasus pencegahan dan pencekalan yang dialami Rizieq agak aneh.
Rizieq berada di Arab Saudi sejak Mei 2017, dua minggu setelah polisi menetapkannya sebagai tersangka kasus dugaan konten pornografi. Namun, tahun 2018 Polisi kemudian menerbitkan SP3 kasus tersebut.
Menanggapi itu, Kepala Divisi Humas Polri Irjen Setyo Wasisto menyatakan pencekalan Rizieq di luar negeri bukan urusan Kepolisian Republik Indonesia.
“Saya bilang bukan urusannya polisi dan bukan urusan polisi Indonesia,” kata Setyo di Mabes Polri, Jakarta Selatan, Rabu (26/9).
Setyo mengungkapkan setiap negara memiliki hak untuk mencekal seseorang, termasuk Arab Saudi. Sementara negara lain tidak boleh intervensi atas pencekalan yang dilakukan pemerintah sesuatu negara terhadap seseorang.
“Kewenangan pemerintah Arab Saudi kita enggak bisa intervensi karena di luar kewenangan kita,” ujar Setyo.
“Apalagi polisi Indonesia kita enggak bisa ikut campur dengan polisi sana. Sama juga dengan polisi sana ikut campur sini (Indonesia) enggak bisa,” lanjut Setyo.
Selanjutnya, Setyo pun menerangkan pencekalan antarnegara kewenangan keimigrasian. Dan, sambungnya, Polri pun tak bisa campur tangan untuk mengatur kebijakan imigrasi Arab Saudi.
“Polri tidak punya kewenangan masalah keimigrasian, apalagi itu imigrasi Arab Saudi jadi enggak ada kaitannya,” tutup dia.
Di satu sisi, Kedutaan Besar Republik Indonesia (KBRI) untuk Arab Saudi pun membantah laporan pencekalan atau pembatasan pergerakan Rizieq tersebut. KBRI disebutkan juga tak menerima pemberitahuan pencekalan itu dari pemerintah kerajaan Arab Saudi.
“Soal pencekalan KBRI belum menerima nota verbal pemberitahuan dari Saudi,” kata Duta Besar RI untuk Saudi, Agus Maftuh Abegebriel, saat dikonfirmasi CNNIndonesia.com, Rabu (26/9).
Melanjutkan pernyataannya, Agus berkata, “Kami menunggu informasi dari pihak Saudi karena yang tahu izin tinggal/visa masih berlaku atau tidak adalah otoritas Saudi. Kami tidak memiliki data tersebut.”
Agus mempertanyakan klaim tersebut karena meski tak terlibat masalah hukum, seluruh warga asing, termasuk korps diplomatik di Saudi, sulit untuk berorganisasi, apalagi mengumpulkan massa.
“Ceramah di Saudi memang tidak sebebas di Indonesia. Kami yang punya kekebalan diplomatik saja tidak bisa seenaknya mengumpulkan orang banyak lalu kita ceramah di wilayah otoritas Saudi. Kecuali kegiatan itu dilakukan di dalam kompleks KBRI, baru kita bisa sebebas-bebasnya mengumpulkan WNI untuk ikut ceramah dan lain-lain,” katanya.
Sementara itu, hingga saat ini, Kedutaan Besar Arab Saudi di Indonesia belum dapat memenuhi permintaan konfirmasi dari CNNIndonesia.com
(CNN-Indonesia/Suara-Islam/Berbagai-Sumber-Lain/ABNS)
Post a Comment
mohon gunakan email