Pesan Rahbar

Home » » WNI Mengisahkan Perbedaan Suriah Sebelum dengan Masa Perang

WNI Mengisahkan Perbedaan Suriah Sebelum dengan Masa Perang

Written By Unknown on Sunday, 11 October 2015 | 19:03:00


Keindahan Suriah sebelum perang sipil digambarkan dari penuturan WNI yang pernah tinggal di negara yang dahulunya aman dan banyak kemudahan.

Kisah berikut dikutip dari Liputan6.com, Sabtu 5 Januari 2013. Digambarkan, Suriah dahulunya negara yang selain aman, warga negaranya sejahtera.

Pertempuran sengit antara militer pemerintah dan pasukan pemberontak di Suriah terus bergulir. Perang saudara yang terjadi sejak Maret 2011 ini telah menewaskan sedikitnya 60 ribu warga sipil yang tak bersalah.

Keadaan kota-kota yang dulu aman sejahtera penuh dengan aktivitas warga, kini menjadi sepi mencekam. Keindahan Suriah kini hanya tinggal sebuah kenangan akibat gejolak yang dipicu ‘demam Arab Upspring’.

“Dulu, sebelum ada pemberontak, perjalanan paling indah adalah naik bus dari Damaskus ke Aleppo melewati Homs dan Hama. Semuanya ditempuh (hanya) 5 jam, dan pastinya singgah di Danau Ashi, menikmati makanan Homs. Tapi kini, perjalanan itu bisa ditempuh 15 jam,” tulis salah seorang warga negara Indonesia (WNI) di Damaskus, Saief Alemdar, dalam pesan dari akun Facebook-nya kepada


Staf Konsuler dan Protokol KBRI di Damaskus itu menceritakan, kota-kota di Suriah yang dulu ramai kini menjadi sepi. Keamanan pun super ketat. Setiap orang yang melintas akan digeledah ‘serapat’ mungkin.

“(Sebelumnya), tidak ada seorangpun yang menanyakan identitas ataupun siapa kamu sepanjang perjalanan. (Kini) sepanjang Aleppo Homs, jalanan dijaga oleh tentara pemberontak. Jangankan nama, tas kecilpun dibongkar,” ungkapnya.

Sementara itu, lanjut Saief, ketika warga sipil atau asing memasuki Jalan Homs-Damaskus, ia akan berhadapan dengan tentara pemerintah yang memeriksa di setiap pos jaga yang ada.

“Setelah itu kita memasuki jalan Homs-Damaskus. Kali ini tentara pemerintah yang berkuasa di setiap check-point,” Sambungnya.

Alumni Sastra Arab di Universitas Kaftaro Syariah Qanun Damascus itu juga menjelaskan bagaimana perbedaan Suriah 2 tahun lalu dengan sekarang.

“Dua tahun lalu, saat tentara Suriah masih di Barak, negara ini aman. (Saat) Kami berjalan jam 2 malam dari Damaskus ke Hasakeh di perbatasan Turki, Tak seorangpun memberhentikan mobil kami dan bertanya ‘mana paspormu?’, ” tuturnya.

“Owh…. malangnya nasibmu Syriaku… Anakmu sendiri yang mengobrak-abrik keindahanmu, keramahanmu. Sedangkan musuhmu disana tersenyum melihatmu jatuh berdarah sambil mengangkat gelas minuman,” cheer up!things will be Okay.”

Sejak 26 Desember 2012, Kedutaan Besar Republik Indonesia (KBRI) di Damaskus, Suriah, dinyatakan dalam status darurat. Hingga saat ini WNI yang masih berada di Suriah ada sekitar 1.000 jiwa.

“Sejak tahun 2012 kami sudah mengadakan progam evakuasi besar-besaran. Dari total 12.500 jiwa, sudah ada sekitar 12.000 yang dipulangkan ke Indonesia sampai saat ini,” ujar Lalu Muhammad Iqbal, Direktur Perlindungan Warga Negara Indonesia dan Badan Hukum Indonesia Kementerian Luar Negeri Indonesia, Kamis, 8 Oktober 2015.

Meski, masih adanya praktik perdagangan manusia yang menyebabkan masuknya WNI ke wilayah Suriah, Kementerian Luar Negeri Indonesia setiap minggunya melakukan pemulangan WNI secara rutin ke Indonesia. Hal ini untuk menghindari adanya korban WNI akibat perang sipil.

(Satu-Islam/ABNS)
Share this post :

Post a Comment

mohon gunakan email

Terkait Berita:

Index »

KULINER

Index »

LIFESTYLE

Index »

KELUARGA

Index »

AL QURAN

Index »

SENI

Index »

SAINS - FILSAFAT DAN TEKNOLOGI

Index »

SEPUTAR AGAMA

Index »

OPINI

Index »

OPINI

Index »

MAKAM SUCI

Index »

PANDUAN BLOG

Index »

SENI