Pidato Presiden Soekarno saat Konferensi Asia Afrika (Foto: gurusejarah.com)
Selasa, 28 Desember 1954. Sore itu, suasana Bogor berbeda dari hari-hari biasanya. Ratusan bendera dari beragam negara menghiasi bibir Jalan Juanda. Ribuan masyarakat yang berkerumun di trotoar tampak seperti ‘pagar hidup’ bagi Kebun Raya.
Mereka antusias menunggu kedatangan iring-iringan mobil yang membawa lima pemimpin negara, termasuk sang Proklamator Soekarno ke Istana Bogor. Mereka rencananya hendak menjalani Konferensi Panca Negara (KPN) selama empat hari (28-31 Desember 1954).Kelima kepala pemerintahan itu adalah Jawaharlal Nehru (India), Mohammad Ali Bogra (Pakistan), U Nu (Birma), dan Sir John Lionel Kotelawala (Seilon/Ceylon/Sri Lanka), serta Ali Sastroamidjojo (Indonesia).
Menolak Fakta Pertahanan Versi Amerika
Gagasan AS untuk membentuk fakta Pertahanan Asia Tenggara (SEATO: South East Asia Treaty Organization) mendapat tentangan dari Burma, Pakistan, Srilanka, India, dan Indonesia. Perdana Menteri (PM) dari lima negara tersebut lalu menggelar pertemuan di Kolombo pada 28 April-2 Mei 1954 untuk mencari solusi Indocina. Mereka memandang gagasan AS lebih mengarah ke perang, ketimbang mewujudkan perdamaian. Mereka juga menegaskan tidak ingin berkubu ke salah satu blok, baik Barat maupun Timur.
Konfrensi Kolombo berhasil melahirkan tiga keputusan:
1) Indocina (Vietnam) harus dimerdekakan dari penjajahan Prancis,
2) Menuntut kemerdekaan bagi Tunisia dan Maroko,
3) Menyetujui diadakannya KAA dan menugaskan Indonesia menyelenggarakan konfrensi tersebut.
Konfrensi Kolombo diikuti oleh wakil lima Negara (Pakistan, Sri Lanka, India, Indonesia, dan Burma) sehingga disebut Konfrensi Panca Negara.
Bersandar kepada realitas bahwa campur tangan blok Barat dan Timur tak hanya terjadi di Indocina, Ali Sastroamidjojo, PM Indonesia saat itu, mengusulkan penyelenggaraan konferensi lebih besar dengan melibatkan lebih banyak negara di Asia-Afrika. Dia berusaha menghimpun negara di Asia-Afrika untuk bersama-sama meredakan ketegangan dunia.
Tanpa menggubris keberatan Indonesia dan Burma, akhirnya AS benar-benar membentuk SEATO pada 8 September 1954 di Manila, Filipina. SEATO terdiri dari AS, Perancis, Inggris, Australia, Pakistan, Thailand, dan Filipina.
Pertemuan Bogor, Konfrensi Panca Negara II
Setelah terselenggaranya Konfrensi Kolombo, pihak Indonesia kemudian bertindak sebagai tuan rumah pertemuan lima Negara yang dilaksanakan di Bogor pada tanggal 28-29 Desember 1954. Negara-negara yang hadir dalam Konfrensi Bogor kemudian disebut negara Pemrakarsa KAA.
Konfrensi Bogor berhasil merumuskan empat hal yang berkaitan dengan persiapan Konferensi Asia-Afrika serta empat tujuan pokok Konfrensi Asia-Afrika, hasil keputusan ini dikenal dengan “delapan butir komunike konferensi Bogor”. Keputusan-keputusan tersebut adalah:
a. Konfrensi Asia Afrika akan diselenggarakan di Bandung pada tanggal 18-24 April 1955.
b. Menetapkan negara-negara yang akan diundang sebagai peserta Konfrensi Asia Afrika.
c. Menetapkan kelima negara peserta konfrensi Bogor sebagai negara sponsor.
d. Penetapan rancangan agenda acara konfrensi serta merumuskan pokok-pokok tujuan KAA.
Empat tujuan pokok Konfrensi Asia Afrika I yaitu:
1) Memajukan kerja sama antara bangsa-bangsa Asia Afrika demi kepentingan bersama.
2) Meninjau masalah-masalah sosial, ekonomi, dan kebudayaan.
3) Memecahkan masalah kedaulatan nasional, rasialisme, dan kolonialisme.
4) Memperkuat kedudukan dan peranan Negara-negara Asia-Afrika dalam usaha pendamaian dunia.
Harian People’s World di San Francisco menyambut baik rencana KAA yang dirumuskan dalam Konfrensi Bogor. “Pendek kata, konferensi bangsa Asia dan Afrika bermaksud untuk menyelesaikan mereka punya masalah-masalah yang bersifat baik, lebih dari pada bikinan angan-angan Dulles,” tulis People’s World, 30 Desember 1954.
Konfrensi Bogor merupakan tonggak penting penyelengaraan Kongres Asia Afrika sebagai konsolidasi antar negara (Bangsa) dalam perjuangan melawan belenggu imperialisme. Seperti yang terekam dalam autobiografi Ali Sastroamidjojo yang berjudul “Tonggak-Tonggak di Perjalananku”. Ali Sastroamidjojo selaku Perdana Menteri Indonesia menegaskan kepada empat perdana menteri yang hadir, Indonesia telah menempuh jalur diplomatik kepada negara-negara yang bakal diundang dalam Konferensi Asia-Afrika (KAA).
“Maksud konferensi tersebut ialah untuk membicarakan persiapan-persiapan terakhir daripada Konferensi Asia-Afrika yang telah disetujui dengan lebih tegas oleh empat perdana menteri daripada ketika saya mengusulkannya di dalam Konferensi Colombo,” begitu ungkapan dalam autobiografinya.
Upaya tersebut dilakukan bukan semata karena Indonesia menjadi penggagas KAA, tapi juga lantaran tiap negara yang akan diundang punya politik luar negeri yang berbeda-beda dan punya hubungan dengan negara lain yang tak selalu sama. Dalam aspek-aspek persiapan lainnya, para perdana menteri tak banyak bersilang pendapat. Mereka mendukung penuh langkah-langkah yang telah diambil Indonesia. Konferensi juga merumuskan tujuan KAA, yakni: mengusahakan kerja sama antara bangsa-bangsa Asia dan Afrika, membina hubungan bersahabat antara mereka sebagai tetangga baik; membicarakan soal-soal sosial, ekonomi, dan kebudayaan; kedaulatan nasional, soal-soal rasialisme dan kolonialisme; serta sumbangan apa yang mereka dapat berikan untuk memajukan perdamaian dan kerja sama dunia.
(Berbagai-Sumber/Empat-Pilar-MPR/ABNS)
Post a Comment
mohon gunakan email