Pesan Rahbar

Home » » Menggali Rahasia Do'a Nabi khidir; Bab XI: Penjara dan Belenggu Manusia

Menggali Rahasia Do'a Nabi khidir; Bab XI: Penjara dan Belenggu Manusia

Written By Unknown on Thursday, 20 October 2016 | 21:24:00


Ya Allah, besar nian bencanaku, berlebihan sudah kejelekan keadaanku, rendah benar amal-amalku, sungguh berat benar belengguku, angan-angan panjang telah menahan manfaat dariku, dunia telah memperdayaku dengan tipuannya, dan diriku (telah teperdaya) lantaran ulahnya dan karena kelalaianku.

Wahai Tuanku, kumohon kepada-Mu demi kemuliaan-Mu, janganlah kejelekan amal dan perangaiku menjadi penghalang doaku dari-Mu. Dan janganlah Engkau ungkap rahasiaku yang tersembunyi, yang Engkau ketahui. Janganlah Engkau segerakan siksa atas perbuatanku (yang aku lakukan) dalam kesendirianku, dari jeleknya perbuatanku dan kejahatanku, dan berkekekalannya aku dalam dosa dan kebodohanku, dan banyaknya nafsu dan kelalaianku. Ya Allah, demi kemulian-Mu, sayangi aku dalam segala keadaan dan kasih aku dalam segala perkara.


Penafsiran Etimologis

Kata farth memiliki arti mendahului, sedangkan jika kata ini menggunakan bentuk if’âl, yakni menjadi afrata, maka ia memiliki arti berlebihan dan melampaui batas. Sedangkan jika menggunakan bentuk taf’îl yakni menjadi farrata, maka ia memiliki arti terlalu kurang dan tidak mencapai batas yang selayaknya. Oleh karena itu, Amirul Mukminin Ali bin Abi Thalib berkata, “Orang yang bodoh itu, mufrith (berlebihan dan melampaui batas) atau mufrath (terlalu kurang).”

Dalam kalimat ini digunakan bentuk if’âl dan juga bentuk taf’îl, yang pada kalimat pertama memiliki arti berlebihan dan melampau batas dalam melakukan kejelekan sedangkan pada kalimat kedua memiliki arti terlalu kurang dalam melaksanakan tugas dan kewajiban.

Kata amal memiliki arti harapan dan sifat ini merupakan suatu sifat yang terpuji karena merupakan lawan dari putus asa. Akan tetapi, jika berlebihan, itu sangatlah tercela, karena akan (menjadikan seseorang) melalaikan akhirat, sehingga akhirnya disebut dengan angan-angan panjang.

Kata gharur dengan fat-hah pada huruf ghain digunakan untuk sesuatu yang sifatnya menipu (memperdaya); yang nampaknya indah dan menyenangkan namun hakikatnya jelek dan buruk. Allah berfirman:

Hai manusia sesungguhnya janji Allah adalah benar, maka sekali-kali janganlah kehidupan dunia memperdayakan kamu dan sekali-kali janganlah setan yang pandai menipu, sampai memperdayakan kamu tentang Allah. (Fâthir: 5)

Sedangkan kata ghurur dengan dhammah pada huruf gha’in adalah kebatilan dan kejahatan itu sendiri –baik yang bersifat materi dan duniawi atau selainnya- yang akan menjadikan manusia tertiup dan terperdaya. Allah berfirman:

Kehidupan dunia tidak lain hanyalah kesenangan yang memperdayakan. (Âli ‘Imrân: 185)

Sedangkan maghrur adalah seorang yang tertipu dan terperdaya oleh berbagai bisikan itu. Dan kata jinayat adalah dampak yang tidak menyenangkan terhadap seseorang atau sesuatu yang pada dasarnya ia tidak layak untuk menerimanya.

Jika jinayat diartikan sebagai perantara untuk menipu dan memperdaya, maka diperlukan suatu penafsiran dan penjabaran sebagai berikut:

Nafsu ammarah adalah pen-jinayat (penyebab munculnya dampak yang tidak menyenangkan). Allah berfirman:

... karena sesungguhnya nafsu itu selalu menyuruh kepada kejahatan, kecuali nafsu yang diberi rahmat oleh Tuhanku. (Yusuf: 53)

Namun, di sini bukan berarti bahwa jinayat-nya merupakan sarana untuk menipu. Oleh karena itu, sebaiknya kata ini (bi-jinayatiha) dibaca dengan bi-khiyanatiha di mana kata ini memiliki arti dengan tipuannya.

Kata mithal berasal dari kata dasar (mashdar) mathala, mumathilatan, yang memiliki arti menganggap ringan dan menunda-nunda pekerjaan dari waktunya. Dan kata perintah dalam kalimat ini adalah muqaddar (dikira-kirakan, sekalipun tidak tertulis dalam kalimat itu). Jadi, kalimat tersebut adalah demikian: mathil mithali ya sayyidi (anggaplah ringan kelalaianku, wahai Tuanku).


Syarah dan Penjelasan

Pertama, dalam kalimat ini, sesuatu yang amat diinginkan adalah terkabulnya doa, karena ia mengetahui bahwa perbuatan buruk dan tercela merupakan penghalang bagi sampainya doa ke sisi Allah.

Kedua, sang pendoa memohon –lantaran “perbuatan buruk” yang telah dilakukan pada kesendiriannya- agar Allah tidak membuka dan mempermalukannya di depan umum. Sebab ini adalah azab yang langsung dan merupakan seburuk-buruk azab. Dalam hal ini, sang pendoa menyadari betapa berlebihan kejelekan amal perbuatan yang telah ia kerjakan; senantiasa dalam kebodohan dan perbuatan dosa, senantiasa mengumbar hawa nafsu, dan memang layak untuk mendapatkan azab itu (dipermalukan didepan umum).

Ketiga, memohon kemurahan dan belas kasih Allah, pada setiap keadaan, dan pada setiap perbuatan. Di sini, sesuatu yang dijadikan sebagai sumpah adalah kemuliaan Allah Swt dan dengan jelas kemuliaan itu sangat ia minta dan harapkan.

Sebelum sang pemohon masuk pada permintaan yang lain, terlebih dahulu ia telah memohon maaf dan ampunan atas berbagai perbuatan buruk, kebodohan, banyaknya nafsu dan kelalaian. Bahwa semua itu tidak dilakukan berdasarkan kesengajaan dan penentangan, namun dikarenakan tipuan dunia dan keberadaannya dalam cengkeraman berbagai sifat yang tercela, tenggelam dalam angan-angan panjang, tipu muslihat nafsu ammârah, dan ia menyadari bahwa ia harus memohon ampun. Permohonan ini merupakan suatu permohonan yang baik, berlindung kepada Yang Mahabaik, bersumpah dengan sesuatu yang baik pula, dan ia juga memohon sesuatu yang baik dari-Nya.

Mungkin dapat dikatakan bahwa berbagai kalimat ini, dari sudut doa di antara berbagai doa yang ada, merupakan kalimat yang terbaik. Alhasil, susunan dan bentuk kalimat-kalimat yang ada dalam doa ini merupakan puncak kefasihan dan keindahan. Inilah sekelumit penjelasan dan penafsiran dari berbagai kalimat yang amat menakjubkan itu. Akan tetapi, penjelasan yang lebih rinci adalah sebagai berikut.

Tidak ada sesuatu yang lebih buruk dan lebih menyedihkan bagi manusia melebihi dipenjara di alam materi. Juga, tidak ada yang lebih buruk bagi manusia melebihi terbelenggu dalam hawa nafsu dan kemaksiatan serta bebagai sifat tercela, juga menjadi budak hawa nafsu dan setan. Dalam hal ini, tidak ada kebahagiaan bagi manusia yang melebihi keterbebasan diri dari penjara alam materi dan bebas dari belenggu nafsu yang menyesatkan, untuk kemudian selalu bergantung dan bersandar kepada Allah Swt. Berkaitan dengan alam materi ini, Allah menegaskan dalam firnan-Nya:

Sesungguhnya Kami telah menawarkan amanat, kepada langit, bumi, dan gunung-gunung, maka semuanya enggan untuk memikulnya dan mereka takut akan mengkhianatinya, dan dipikullah amanat itu oleh manusia. Sesungguhnya manusia itu amat zalim dan amat bodoh. (al-Ahzâb: 72)

Oleh karena itu, sebagian besar ayat al-Quran mengingatkan bahwa dunia ini teramat hina dan kemegahannya hanyalah tipuan belaka. Ya, dosa-dosa, penentangan, pembangkangan, dan berbagai sifat tercela merupakan penjara. Manusia tidak mungkin dapat meraih kesempurnaan, melainkan dengan membebaskan dirinya dari berbagai belenggu yang mengikat dirinya. Allah Swt berfirman:

Ketahuilah bahwa sesungguhnya kehidupan dunia hanyalah permainan dan senda gurau, perhiasan dan bermegah-megah antara kamu, serta berbangga-bangga tentang banyaknya harta dan anak... Dan kehidupan dunia tidak lain hanyalah kesenangan yang menipu. (al-Hadîd: 20)

Dan barangsiapa berpaling dari peringatan-Ku, maka sesungguhnya baginya penghidupan yang sempit. (Thâhâ: 124)

Dan orang-orang kafir senantiasa ditimpa bencana disebabkan perbuatan mereka sendiri atau bencana itu terjadi dekat tempat kediaman mereka. (al-Ra’d: 31)

Maka orang-orang yang mendirikan bangunannya di atas dasar takwa kepada Allah dan keridhaan-Nya itu yang baik ataukah orang-orang yang mendirikan bangunannya di tepi jurang yang runtuh, lalu bangunannya itu jatuh bersama-sama dengannya ke dalam neraka Jahanam? Dan Allah tidak memberikan petunjuk kepada orang-orang yang zalim. (al-Taubah: 109)

Dan adapun orang-orang yang di dalam hati mereka ada penyakit, maka keburukan yang ada pada diri mereka semakin bertambah. (al-Taubah: 125)

Dalam ayat yang lain Allah berfirman:

Sesungguhnya telah Kami pasang belenggu di leher mereka, lalu tangan mereka (diangkat) ke dagunya, maka karena itu kepala mereka tertengadah. Dan Kami letakkan di hadapan mereka dinding dan di belakang, mereka dinding, dan Kami tutup (mata) mereka sehingga tidak melihat. (Yâsîn: 8-9)

Oleh karena itu, Anda menyaksikan al-Quran menegaskan bahwa perangai buruk itu adalah belenggu dan rantai, dan berbagai kemaksiatan itu adalah penjara yang gelap gulita. Amirul Mukminin Ali bin Abi Thalib menyatakan dalam doanya, “Ya Allah, besar sudah bencanaku, berlebihan sudah kejelekan keadaanku, rendah benar amal-amalku, berat benar belengguku.”

Inti pembicaraan di sini adalah bahwa perbuatan buruk dan keji manusia adalah laksana penjara, dan sifat-sifat buruknya itu laksana rantai dan belenggu. Selagi manusia tidak membebaskan dirinya dari berbagai perbuatan dan sifat hina tersebut, ia tidak mungkin mampu menemukan jalan menuju kerajaan lagit dan bumi (malakût al-samâwât wa al-ardh). Nabi Isa as berkata, “Seorang yang belum dilahirkan sebanyak dua kali, ia tidak akan mampu memasuki kerajaan langit dan bumi; kelahiran dari (rahim) ibu dan kelahiran (keluar dari) kehidupan materi.”

Oleh karena itu, pertama kali seekor burung akan bertelur, kemudian telur itu dierami induknya sampai menetas, dan setelah itu sang induk akan mengajarinya untuk terbang. Manusia yang sebenarnya adalah, setelah dilahirkan ibunya, mesti memecahkan kulit telur materi dirinya sehingga dapat terbang menuju Kerajaan yang tinggi. Dengan demikian, ia akan merasakan kehidupan yang baik (thayyibah). Allah Swt berfirman:

Barangsiapa yang mengerjakan amal shalih, baik laki-laki maupun perempuan dalam keadaan beriman, maka sesungguhnya akan Kami berikan kepadanya kehidupan yang baik. (al-Nahl: 97)

Pada dasarnya, kehidupan ini adalah kembali kepada Allah. Dalam al-Quran disebutkan:

Hai jiwa yang tenang, kembalilah kepada Tuhanmu dengan hati yang puas lagi diridhai-Nya. (al-Fajr: 27- 28)

Dan kehidupan ini adalah berhijrah menuju Allah, dan Allah pun telah menyediakan pahala atasnya. Allah Swt berfirman:

Barangsiapa keluar dari rumahnya dengan maksud berhijrah kepada Allah dan Rasul-Nya, kemudian kematian menimpanya (sebelum sampai ke tempat yang dituju), maka sungguh telah tetap pahalanya di sisi Allah. Dan adalah Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang. (al-Nisâ’: 100)

Sesungguhnya orang-orang yang beriman dan berhijrah serta berjihad dengan harta dan jiwanya pada jalan Allah dan orang-orang yang memberikan tempat kediaman dan pertolongan (kepada orang-orang muhajirin) mereka itulah orang yang benar-benar beriman. Mereka memperoleh ampunan dan rezeki (nikmat) yang mulia. (al-Anfâl: 74)

Dari ayat pertama dapat ditarik suatu kesimpulan tentang adanya maqâm takhliah, yaitu ayat yang berbunyi: tsumma yudrikuhu al-maut (kemudian kematian menimpanya), yang artinya adalah mematikan nafsu ammarâh-nya. Sedangkan maqâm tajalliah adalah yang terdapat, pada ayat kedua yang berbunyi: walladzîna âwau wa nasharû (dan orang-orang yang memberikan tempat kediaman).

Sungguh indah ungkapan penyair ini:

Manusia telah sampai pada tempat
di mana tidak melihat selain Allah
Menyaksikan sampai sebtitas mana tempat kemanusiaan
Jika binatang buas ini membunuh materi (tabiat)nya
Seluruh umurnya senantiasa
hidup kekal dengan jiwa kemanusiaan
Kau tlah lihat burung yang terbang,
bebaskan dirimu dari belenggu hawa nafsu
Agar kau saksikan bagaimanakah
kemanusiaan terbang melayang-layang


Catatan Penting

Yang perlu diingat dan diperhatikan adalah bahwa cukup banyak belenggu, penjara, dan berbagai perkara yang dapat memperdaya anak Adam. Di sini kami akan menyebutkan perkara-perkara yang terpenting―Amirul Mukminin Ali pada bagian dari doanya ini telah menyebutkan sebagiandi antara berbagai perkara tersebut.


1. Nafsu ammârah

Nafsu ini merupakan sisi kebinatangan manusia. Sebab, anak Adam memiliki dua sisi dan dua dimensi pada dirinya: Pertama, sisi maknawiah dan malakût, yang terkadang disebut dengan aqal, ruh, dada, hati, dan terkadang batin, dan dalam al-Quran disebut ruh Allah:

Maka apabila Aku telah menyempurnakan bentuknya, dan telah meniupkan ke dalamnya ruh (ciptaan)Ku, maka tunduklah kamu kepadanya dengan bersujud. (al-Hijr: 29)

Dan karena sisi ini pula, maka anak Adam yang merupakan khalifah (wakil) Allah di muka bumi menjadi dihormati oleh para malaikat dan mereka pun bersujud di hadapannya. Allah Swt berfirman:

Sesungguhnya Aku hendak menjadikan seorang khalifah di muka bumi. (al-Baqarah: 30)

Sedangkan sisi dan dimensi lain (kedua) manusia adalah berupa materi atau nâsut, yang biasa disebut dengan nafsu ammârah. Al-Quran menyatakan: ...karena sesungguhnya nafsu itu selalu menyuruh kepada kejahatan. (Yusuf: 53) Sisi dan dimensi materi manusia juga mencakup berbagai ungkapan ini: halû’ (keluh kesah lagi kikir), jahûl (amat bodoh), ‘ajûl (tergesa-gesa), zhalûm (amat zalim), dan lain-lain. Allah berfirman dalam al-Quran:

Sesungguhnya manusia diciptakan bersifat keluh kesah lagi kikir. (al-Ma’ârij: 19)

Dan adalah manusia bersifat tergesa-gesa. (al-Isrâ’: 11) Sesungguhnya manusia sangat lalim dan sangat ingkar akan (nikmat Allah). (Ibrahim: 34)

Dan manusia adalah makhluk yang banyak membantah. (al-Kahfi: 54)

Sesungguhnya manusia itu amat zalim dan amat bodoh. (al-Ahzâb: 72)

Bahkan manusia hendak membuat maksiat terus menerus. (al-Qiyâmah: 5)

Sesungguhnya manusia benar-benar melampaui batas. (al-‘Alaq: 6)

Sesungguhnya manusia itu benar-benar dalam kerugian. (al-‘Ashr:2)

Oleh karena itu, jika seseorang menggunan sisi yang satu, maka ia akan terbang menuju alam malakût, dan jika ia menggunakan berbagai sisi yang lain, maka ia pun akan terjerumus ke dalam lembah kehinaan yang lebih rendah dari binatang: Sesungguhnya binatang yang paling buruk di sisi Allah ialah orang-orang yang pekak dan tuli yang tidak menggunakan akalnya. (al-Anfâl: 22) Alhasil, nafsu ammârah ini adalah penjara yang sangat gelap dan belenggu yang amat kuat


2. Dosa dan perbuatan maksiat

Berkaitan dengan permasalahan ini, Allah telah menegaskan dalam al-Quran:

Maka apakah orang-orang yang dibukakan Allah dada (hati)nya untuk (menerima) agama Islam lalu ia mendapat cahaya dari Tuhannya (sama dengan orang yang membatu hatinya)? Maka kecelakaan yang besarlah bagi mereka yang telah membatu hatinya untuk mengingat Allah. Mereka itu dalam kesesatan yang nyata. (al-Zumar: 22)

Maka sekali-kali tidak (demikian) sebenarnya apa yang selalu mereka usahakan itu menutup hati mereka. (al-Muthaffifîn: 14)

Bangunan yang mereka dirikan itu senantiasa menjadi pangkal keraguan dalam hati mereka, kecuali bila hati mereka itu telah hancur. (al-Taubah: 110)

Barangsiapa yang dikehendaki Allah mendapat petunjuk-Nya, niscaya Dia melapangkan dadanya untuk (memeluk agama) Islam. Dan barangsiapa yang dikehendaki Allah kesesatannya, niscaya Allah menjadikan dadanya sesak lagi sempit, seolah-olah ia sedang naik ke langit. Begitulah Allah menimpakan siksa kepada orang-orang yang tidak beriman. (al-An’âm: 125)

Maka pernahkah kamu melihat orang yang menjadikan hawa nafsunya sebagai tuhannya dan Allah membiarkannya sesat sesuai dengan ilmu-Nya, dan Allah telah mengunci mati pendengaran dan hatinya, dan meletakkan tutupan atas penglihatannya? Maka siapakah lagi yang akan memberikan petunjuk sesudah Allah (membiarkan sesat)? Maka mengapa kamu tdak mengabil pelajaran? (al-Jâtsiah: 23)

...akan tetapi orang yang melapangkan dadanya untuk kekafiran, maka kemurkaan Allah menimpanya dan baginya azab yang besar. Yang demikian itu disebabkan karena sesungguhnya mereka mencintai kehidupan di dunia lebih dari akhirat, dan bahwasannya Allah tiada memberi petunjuk kepada kaum yang kafir Mereka itulah orang-orang yang hati, pendengaran, dan penglihatannya, telah dikunci mati oleh Allah, dan mereka itulah orang-orang yang lalai. (al-Nahl: 108)


3. Lalai (ghaflah)

Ini merupakan penjara yang paling gelap dan belenggu yang amat kuat. Allah Swt berfirman:

Dan sesungguhnya Kami jadikan untuk (isi) neraka Jahanam kebanyakan dari jin dan manusia, mereka mempunyai hati, tetapi tidak dipergunakannya untuk memahami (ayat-ayat Allah), mereka mempunyai mata (tetapi) tidak dipergunakannya untuk melihat (tanda-tanda) kekuasaan Allah, dan mereka mempunyai telinga (tetapi) tidak dipergunakannya untuk mendengar (ayat-ayat Allah). Mereka itu sebagai binatang ternak, bahkan mereka lebih sesat lagi. Mereka itulah orang-orang yang lalai. (al-A’râf: 179)

Mereka itulah orang-orang yang hati, pendengaran dan penglihatannya telah dikunci mati oleh Allah dan mereka itulah orang-orang yang lalai. (al-Nahl: 108)


4. Angan-angan panjang

Ini merupakan bencana dan malapetaka yang memenjarakan manusia, dan tidak membiarkan manusia untuk mencapai dan meraih apa yang bermanfaat baginya. Sebagaimana, telah diungkapkan oleh Amirul Mukminin Ali bin Abi Thalib dalam doanya yang mulia ini, “Angan-angan panjang telah menahan manfaat dariku.” Allah Swt juga berfirman dalam Kitab suci-Nya:

Biarkan mereka (di dunia) makan dan bersenang-senang dan dilalaikan oleh angan-angan (kosong), maka kelak mereka akan mengetahui (akibat perbuatannya). (al.-Hijr: 3)

Rasulullah saww dan Amirul Mukminin Ali bin Abi Thalib bersabda: “Sesungguhnya yang paling aku takutkan pada diri kalian ada dua perkara: mengikuti hawa nafsu dan angan-angan panjang. Adapun mengikuti hawa nafsu akan menghalangi (Anda dari) kebenaran, dan adapun angan-angan panjang akan (menjadikan Anda) melupakan akhirat.”


5. Sifat hina dan tercela

Dalam hal ini, al-Quran telah menyatakan dalam berbagai ayatnya bahwa sifat-sifat itu merupakan rantai dan belenggu yang mengikat manusia.

Dan tanah yang baik, tanaman-tanamannya tumbuh subur dengan seizin Allah, dan tanah yang jelek (tidak subur) hasil tanamannya adalah jelek pula. (al-A’râf: 58)

Katakanlah: “Tiap-tiap orang berbuat menurut caranya sendiri”.(al-Isrâ’: 84)

Al-Quran secara tegas menyatakan bahwa pengutusan para nabi adalah demi melepaskan dan membebaskan manusia dari berbagai belenggu yang mengikat kaki dan tangannya. Lebih dari 11 sumpah terdapat pada sural al-Syams, di mana barangsiapa yang menyucikan jiwanya maka ia telah meraih kemenangan dan barangsiapa yang mengotori (jiwa)nya, maka ia akan menjadi rendah dan hina. Dalam surat ini dijelaskan bahwa Kaum Tsamud tidak mempercayai ucapan nabinya dan menganggap ucapan nabinya adalah dusta belaka. Lantas mereka membantai unta betina itu dan tidak merasa takut akan akibat dari perbuatannya hingga akhirnya mereka pun dibinasakan Allah. Al-Quran menyatakan bahwa sifat dan perbuatan tercela semacam itu mernpakan belenggu yang mengikat kaki dan tangan mereka.


6. Setan

Setan merupakan makhluk yang senantiasa berusaha untuk menipu dan memperdaya manusia dengan berbagai macam cara. Dalam usahanya ini, setan telah bersumpah dihadapan Allah untuk terns melakukan itu sampai hari kiamat tiba. Al-Quran menceritakan sumpah setan kepada Allah Swt tersebut:

Sesungguhnya jika Engkau memberi tangguh kepadaku sampai hari kiamat, niscaya benar-benar akan aku sesatkan keturunannya, kecuali sebagian kecil. (al-Isrâ’: 62)

Kemudian Allah Swt merijawab permintaan dan rencana jahat setan itu sebagai betikut:

Pergilah, barangsiapa di antara mereka yang mengikuti kamu, maka sesungguhnya neraka Jahanam balasanmu semua, sebagai satu pembalasan yang cukup. Dan hasutlah siapa yang kamu sanggupi di antara mereka ajakanmu, dan kerahkanlah terhadap mereka pasukan berkuda dan pasukanmu yang berjalan kaki dan berserikatlah dengan mereka tentang harta dan anak-anak dan beri janjilah mereka. Dan tidak ada yang dijanjikan oleh setan kepada mereka melainkan tipuan belaka. (al-Isrâ’: 63-64)

Dalam ayat yang lain, setan memapatkan usaha jahatnya terhadap manusia itu sebagai berikut

Iblis menjawab, “Karena Engkau telah menghukum saya tersesat, saya benar-benar akan menghalangi mereka dari jalan Engkau yang lurus, kemudian saya akan mendatangi mereka dari muka dan dari belakang, dari kanan dan dari kiri. Dan Engkau tidak akan mendapati kebanyakan mereka beryukur (kepada Engkau).” (al-A’râf: 16-17)

Dalam usaha jahatnya ini, setan bahkan menipu dan mengelabui manusia agar lupa terhadap Allah. Dalam hal ini, Allah menegaskan kepada manusia:

Hai manusia, sesungguhnya janji Allah adalah benal; maka sekali-kali janganlah kehidupan dunia mem-perdayakan kamu dan sekali-kali janganlah setan yang pandai menipu, sampai memperdayakan kamu tentang Allah. (Fâthir: 5)


7. Dunia

Yang dimaksud dengan dunia adalah segala sesuatu yang dengannya manusia merasakan kenikmatan. Atau, pada umumnya adalah kecenderungan terhadap harta, kedudukan, kesehatan, rasa aman, isteri, anak, dan berbagai perkara lainnya yang manusia cenderung dan condong kepadanya. Dalam arti yang umum, dunia ini tidak lain hanyalah perantara, dan perantara itu sendiri bukan berarti baik dan bukan pula buruk, namun kecenderungan dan kebencian terhadapnya itulah yang menentukan baik dan buruknya.

Dengan kata lain, jika sarana dan perantara ini dipergunakan untuk keburukan (kejahatan), maka akan menjadi buruk dan jahat serta menjadi sarana tipuan bagi manusia, sehingga ia berpaling dari kehidupan akhirat. Seandainya sarana dan perantara ini dipergunakan untuk meraih kehidupan akhirat, menetapkan yang haq, dan menolak yang batil, maka ia akan menjadi suatu kebaikan dan akan menghantarkan pada kebahagiaan di dua kehidupan, dunia dan akhirat.

Di sini kita akan menggabungkan berbagai keterangan yang ada dalam banyak ayat al-Quran dan hadis yang menyatakan bahwa dunia adalah penyebab bencana dan kesengsaran, dengan berbagai keterangan yang menyatakan bahwa dunia ini merupakan penyebab bagi kebahagiaan di dua kehidupan, dunia dan akhirat.

Terdapat ayat dan riwayat yang secara umum menyatakan bahwa dunia ini adalah hina dan tercela. Allah Swt berfirman:

Kehidupan dunia tidak lain hanyalah kesenangan yang memperdayakan. (Ali ‘Imrân: 185)

Hai manusia sesungguhnya janji Allah adalah benar, maka sekali-kali janganlah kehidupan dunia memperdayakan kamu dan sekali-kali janganlah setan yang pandai menipu, sampai memperdayakan kamu tentang Allah. (Fâthir: 5)

Barangsiapa yang menghendaki keuntungan di akhirat akan Kami tambah keuntungan itu baginya, dan barangsiapa yang menghendaki keuntungan di dunia Kami berikan kepadanya sebagian dari keuntungan dunia, dan tidak ada baginya suatu bagian dari keuntungan di akhirat. (al-Syûrâ: 20)

Dan janganlah harta benda dan anak-anak mereka menarik hatimu. Sesungguhnya Allah menghendaki akan mengazab mereka di dunia dengan harta dan anak-anak itu dan agar melayang nyawa mereka dalam keadaan kafir. (al-Taubah: 85)

Dan masih banyak lagi ayat-ayat yang terdapat dalam al- Quran yang berisikan pembahasan semacam ini.

Amirul Mukminin Ali bin Abi Thalib berpesan dalam Nahj al-Balâghah, “Dunia itu tidak ubahnya seperti seekor ular, yang secara lahir ia lembut namun didalam tubuhnya terdapat racun yang mematikan. Orang yang bodoh akan tertarik kepadanya, sedangkan orang yang berakal akan menghindarinya.”

Dan masih banyak lagi hadis dan riwayat yang datangnya dari Ahlul Bait, yang berisikan pembahasan semacam itu. Akan tetapi, ada beberapa ayat dan riwayat yang menjelaskan bahwa dunia ini merupakan rahmat dan karunia dari sisi Allah; kemurahan, kebaikan, anugerah, balasan dan pahala bagi hamba yang berbuat baik, diciptakan untuk hamba-hamba-Nya, kenikmatan dari berbagai kenikmatan Ilahi, kefakiran dan kemiskinan adalah tercela, dari seterusnya. Allah Swt, berfirman:

Dan apabila Kami rasakan kepada manusia suatu rahmat, sesudah bahaya menimpa mereka, tiba-tiba mereka mencari tipu daya untuk (menentang) tanda-tanda kekuasaan Kami. (Yunus: 21)

Diwajibkan atas kamu, apabila seorang di antara kamu kedatangan (tanda-tanda) maut, jika ia meninggalkan harta yang banyak, berwasiat untuk ibu-bapak dan karib-kerabatnya secara makruf, (ini adalah) kewajiban atas orang-orang yang bertakwa. (al-Baqarah: 180)

Sekali-kali janganlah orang-orang yang bakhil dengan harta yang Allah berikan kepada mereka dari karunia-Nya menyangka, bahwa kebakhilan itu adalah baik baginya. Sebenarnya kebakhilan itu adalah buruk bagi mereka. (Ali ‘Imrân: 180)

Dan demikianlah Kami memberi kedudukan kepada Yusuf di negeri Mesir; (ia berkuasa penuh) pergi ke mana saja ia kehendaki di bumi Mesir itu. Kami melimpahkan rahmat Kami kepada siapa yang Kami kehendaki dan Kami tidak menyia-nyiakan pahala, orang-orang yang berbuat baik. (Yusuf: 56)

Katakanlah, “Siapakah yang mengharamkan perhiasan (yang diberikan) Allah yang telah dikeluarkan-Nya untuk hamba-hamba-Nya dan (siapa pulakah yang mengharamkan) rezeki yang baik?” Katakanlah, “Semuanya (disediakan) bagi orang-orang yang beriman dalam kehidupan dunia, khusus (untuk mereka saja) di hari kiamat.” (al-A’râf: 32)

Dan di antara mereka ada orang yang berdoa, “Ya Tuhan Kami, berilah kami kebaikan di dunia dan kebaikan di akhirat dan peliharalah kami dari siksa neraka. (al-Baqarah: 201)

bertakwa, pastilah Kami limpahkan kepada mereka berkah dari langit dan bumi; tetapi mereka mendustakan (ayat-ayat Kami), maka Kami siksa mereka disebabkan perbuatannya. (al-A’râf: 96).

Dan janganlah kamu serahkan kepada orang-orang yang belum sempurna akalnya, harta (mereka yang ada dalam kekuasaanmu) yang dijadikan Allah sebagai pokok kehidupan. (al-Nisâ’: 5),

Amirul Mukmini Ali bin Abi Thalib berkata, “Wahai anakku! Aku khawatir kepadamu akan kefakiran, maka berlindunglah kamu kepada Allah darinya (kefakiran). Sesungguhnya kefakiran itu mengurangi agama, merusak akal, (dan) menyeru pada kesengsaraan.”

Beliau juga berkata, “Kefakiran adalah kematian yang sangat besar.” Beliau juga berpesan, “Ketahuilah bahwa sesungguhnya kepapaan itu adalah bagian dari balâ’ (musibah), dan yang lebih berat dari kepapaan adalah penyakit jasmani, dan yang lebib berat dari penyakit jasmani adalah penyakit hati.

Allah Swt berfirman:

Dan carilah pada apa yang telah dianugerahkan Allah kepadamu (kebahagiaan) negeri akharat, dan janganlah kamu meluplakan bagianmu dari (kenikmatan) duniawi. (al-Qashâsh: 77)

Dan masih banyak lagi ayat, hadis, dan riwayat yang berisikan keterangan dan pemyataan semacam itu.

Adapun bentuk penggabungan antara keterangan yang menyatakan bahwa “dunia adalah hina dan tercela” dengan keterangan yang menyatakan bahwa “dunia adalah baik dan terpuji” adalah sebagaimana yang telah kami paparkan, yakni bahwa dunia ini merupakan perantara atau sarana. Pabila berbagai kenikmatan yang ada di dunia ini digunakan untuk hal-hal yang diridhai Allah, maka itu baik dan terpuji. Dan seandainya digunakan untuk hal-hal yang dilarang Allah, maka itu adalah hina, tercela, dan buruk.

Argumen dan dalil dari penggabungan kedua bentuk pernyataan itu cukup banyak, diantaranya adalah firman Allah:

Dijadikan indah pada (pandangan) manusia kecintaan pada apa-apa yang diingini, yaitu: wanita-wanita, anak-anak, harta yang banyak dari jenis emas dan perak, kuda pilihan, binatang-binatang ternak dan sawah ladang. Itulah kesenangan hidup di dunia; dan di sisi Allah-lah tempat kembali yang baik (surga). (Ali ‘Imrân: 14)

Oleh karena itu, Anda dapat menyaksikan bahwa yang tercela itu adalah kecintaan pada dunia dan bukan dunia itu sendiri. Allah berfirman dalam surat al-Takatsur:

Bermegah-megahan telah melalaikan kamu, sampai- sampai kamu mendatangi kubur (untuk menghitung jumlah keluarga yang terkubur dalam kubur itu,―penerj.). (al-Takatsur: 1-2)

Semua perbuatan ini merupakan perbuatan yang dalam hadis dan riwayat dianggap sebagai perbuatan yang salah dan menyimpang. Dalam Nahj al-Balâghah juga dikatakan, “Barangsiapa yang hatinya dikuasai oleh perasaan cinta dunia, maka hatinya akan dihinggapi oleh tiga perkara: khayalan yang tidak membiarkan ia merasa bebas, keserakahan yang tidak akan meninggalkannya, dan angan-angan yang tidak dapat ia raih.”

Allah Swt berfirman:

Mereka bergembira dengan kehidupan di dunia, padahal kehidupan dunia itu (dibanding dengan) kehidupan akhirat, hanyalah kesenangan (yang sedikit). (al-Ra’d: 26)

Di sini, Anda dapat menyaksikan bahwa perasaan senang dan cinta terhadap dunia merupakan sifat yang tercela. Allah Swt berfirman:

Hai orang-orang yang beriman, janganlah harta-hartamu dan anak-ttnakmu melalaikan kamu dari mengingat Allah. Barangsiapa yang berbuat demikian maka merekalah orang-orang yang rugi. (al-Munâfiqûn: 9)

Di sini, Anda juga dapat menyaksikan bahwa terdapat perkecualian berkenaan dengan dunia; dunia yang tercela adalah yang menyebabkan manusia melalaikan Allah. Allah Swt berfirman:

(yaitu) orang-orang lebih menyukai kehidupan dunia daripada kehidupan akhirat. (Ibrahim: 3)

Sekali-kali janganlah orang-orang yang bakhil dengan harta yang Allah berikan kepada mereka dari karunia-Nya menyangka, bahwa kebakhilan itu adalah baik baginya. Sebenarnya kebakhilan itu tldalah buruk bagi mereka.(Ali ‘Imrân: 180)

Di sini dijelaskan bahwa bakhil dan kikir akan harta dunia adalah suatu sifat dan perbuatan yang tercela, sedangkan harta dunia itu sendiri merupakan anugerah dan karunia Ilahi. Allah Swt berfirman:

Itulah orang-orang yang membeli kehidupan dunia dengan (kehidupan) akhirat, maka tidak akan diringankan siksa terhadap mereka dan mereka tidak akan ditolong. (al-Baqarah: 86)

Di sini Anda juga dapat menyaksikan bahwa mengorbankan akhirat demi meraih dunia adalah suatu perbuatan yang tercela, dan bukannya substansi dunia itu sendiri yang tercela. Allah Swt berfirman:

Kecelakaanlah bagi setiap Pengumpat lagi pencela, yang mengumpulkan harta dan menghitung-hitungnya, ia mengira bahwa hartanya itu dapat mengekalkannya sekali-kali tidak! Sesungguhnya ia benar-benar akan dilemparkan ke dalam Huthamah. (al-Humazah:1-4)

Di sini, Anda juga dapat mengetahui dengan jelas bahwa rasa ketergantungan dan keterikatan terhadap harta dunia adalah perbuatan yang amat tercela dan bukan substansi dunia itu sendiri yang tercela.

Dan masih banyak lagi keterangan dan penjelasan semacam ini yang terdapat dalam ayat, hadis, dan riwayat, yang semua itu lebih dari 1.000 contoh.

Inti dari keterangan dan penjelasan ini adalah bahwa apabila dunia ini dimanfaatkan sesuai dengan keridhaan Allah, maka itu merupakan kemuliaan dan kebaikan. Sedangkan jika dimanfaatkan untuk kepentingan setan, maka itu merupakan keburukan dan kehinaan.

Imam Ja’far al-Shadiq berkata, “Allah berfirman kepada Nabi Musa: ‘Wahai Musa! Sesungguhnya dunia ini adalah tempat pembalasan, dan terkutuklah ia (dunia) dan apa saja yang ada di dalamnya kecuali yang untuk-Ku.’”

Masih banyak lagi pembahasan yang berkaitan dengan masalah dunia dan akhirat, dan untuk lebih jelasnya anda dapat merujuk pada buku kami yang berjudul: “Muwâzanah Islâmî bain al-Dunya wa al-Âkhirah.”


8. Teman yang jahat

Teman yang jahat benar-benar merupakan penipu manusia, terutama bila ia adalah seorang yang berilmu. Oleh karena itu, anda mesti benar-benar berhati-hati dan menjauhkan diri darinya. Mengapa? Karena Allah Swt berfirman:

Dan (ingatlah) hari (ketika) orang yang zalim itu menggigit dua tangannya seraya berkata, “Aduhai kiranya (dulu) aku mengambil jalan (yang lurus) bersama Rasul. Kecelakaan bersarlah bagiku; kiranya aku (dulu) tidak menjadikan si fulan jadi ternan akrab(ku). Sesungguhnya ia telah menyesatkan aku dari al-Quran ketika al-Quran telah datang kepadaku. Dan setan itu tidak akan menolong manusia. Berkatalah Rasul, “Ya Tuhanku, sesungguhnya kaumku telah menjadikan al-Quran ini sesuatu yang tidak diacuhkan.” (al-Furqân: 28-30)

Katakanlah, “Aku berlindung kepada Tuhan manusia. Raja manusia. Sembahan manusia, dari kejahatan (bisikan) setan yang biasa bersembunyi, yang membisikkan (kejahatan) ke dalam hati manusia, dari jin dan manusia. (al-Nâs: 1-6)

Imam Ja’far al-Shadiq berkata, “Hindarkanlah diri Anda berteman dengan orang-orang jahat. Sesungguhnya yang demikian itu menyebabkan kamu dicurigai oleh orang-orang yang baik.”


9. Kebodohan

Kebodohan adalah musuh pengetahuan. Kebodohan sendiri terdiri dari bermacam-macam bentuk dan rupa yang semuanya adalah tercela.

1. Melakukan suaatu perbuatan sesuka hati dan mengikuti tuntutan hawa nafsu tanpa didasari penentangan dan pembakangan terhadap perintah Allah. Kebodohan semacam ini tatkala sang pelaku telah menyalurkan hawa nafsunya ia akan merasa menyesal dan bersalah.

Perbuatan semacam ini disebut dengan “kebodohan” lantaran ia tidak mengetahui dan tidak memperhatikan dampak perbuatan buruk yang telah dilakukannya. Berdasaran ini maka seorang pemuda yang kurang dalam hal pengalaman disebut dengan jâhil (orang yang bodoh). Ayat di bawah ini menjadi perhatian khusus Allah Swt, di mana Dia berfirman :

Sesungguhnya tobat di sisi Allah hanyalah tobat bagi orang-orang yang mengerjakan kejahatan lantaran kejdhilan, yang kemudian mereka bertobat dengan segera, maka mereka itulah yang diterima Allah tobatnya; dan Allah Maha Mengetahui lagi Mahabijaksana. (al-Nisâ’:17)

2. Kebodohan tunggal, dimana seorang yang bodoh tidak menyadari kebodohan dari kekurangannya itu. Ini sebagaimana yang terdapat pada masyatakat awam. Kebodohan semacam ini dari sudut pandang manapun adalah tercela. Sebagaimana, kebodohan seseorang dalam mengenal dirinya sendiri dan juga Tuhannya, yang pengetahuannya itu tidak lebih hanyalah setetes air di lautan yang luas. Allah Swt berfirman:

Sesungguhnya mausia itu amat zalim dan amat bodoh. (al:Ahzâb: 72)

Dengan demikian, orang yang pandai harus menghadapi orang-orang yang bodoh ini dengan bahasa yang halus sehingga dapat mengajari dan membimbing mereka. Allah berfirman:

...dan apabila orang-orang jahil menyapa mereka, mereka tetap mengucapkan salam. (al-Furqân: 63)

Kebodohan semacam ini juga merupakan sebuah penjara, Amirul Mukminin Ali bin Abi Thalib berkata, “Orang yang bodoh itu mufrith (terlalu kurang) atau mufrath (amat berlebihan dan melampaui batas).” Orang semacam ini bahkan beranggapan bahwa kesalahan yang telah dikerjakannya merupakan sebuah kebaikan dan akan mendatangkan pahala. Ini biasa terjadi pada masyarakat awam.

Dalam Nahj al-Balâghah diceritakan bahwa Muawiyah membangun sebuah masjid. Berita ini sampai kepada Imam Ali yang kemudian menulis surat kepadanya, “Celakalah dirimu, janganlah Engkau berzina dan jangan pula Engkau bersedekah.” (Pada masa jahiliah ada seorang wanita yang pekerjaannya adalah berzina dan hasil dari perbuatannya itu ia sedekahkan).

Imam Ja’far al-Shadiq berkata, “Saya menyaksikan seorang yang dikenal ahli berbuat baik. Ia mencuri lalu ia sedekahkan hasil curiannya itu. Dan, ia berniat mengamalkan firman Allah yang berbunyi :

Barangsiapa membawa amal yang baik maka baginya (pahala) sepuluh kali lipat amalnya; dan barangsiapa yang membawa perbuatan yang jahat maka ia tidak diberi pembalasan melainkan seimbang dengan kejahatannya. (al-An’âm: 160)

3. Jahil muraddad adalah seorang yang jahil (bodoh) dan ia menyadari kebodohan dan keraguan-raguannya itu. Pabila orang semacam ini selalu berusaha untuk menghilangkan kebodohan itu, dengan menggali kedalaman pengetahuan, maka keadaannya akan menjadi semakin baik. Namun, jika tidak ada keinginan untuk mengubah keadaan dirinya dan mendalami ilmu pengetahuan, maka keadaannya akan semakin parah. Al-Quran yang mulia menyifati orang semacam ini sebagai berikut:

Lemparkanlah olehmu berdua ke dalam neraka Jahanam semua orang yang sangat ingkar dan keras kepala, yang sangat menghalangi kebajikan, melanggar batas lagi ragu-ragu. (Qâf: 24-25)

Bangunan yang mereka dirikan itu senantiasa menjadi pangkal keraguan dalam hati mereka, kecuali bila hati mereka itu telah hancur. (al-Taubah: 110)

4. Jahil murakkab (ganda) adalah seorang yang bodoh dan yakin bahwa dirinya adalah seorang yang pandai. Keadaan orang semacam ini jauh lebih buruk dari berbagai kondisi orang-orang sebelumnya. Penyakit ini merupakan penyakit yang amat sulit dan parah, dan akan mendapatkan balasan di kedua alam (dunia dan akhirat). Allah berfirman:

Katakanlah: “Apakah akan Kami beritahukan kepadamu tentang orang-orang yang merugi dalam perbuatannya?” Yaitu orang-orang yang sia-sia perbuatannya dalam kehidupan dunia, sedangkan mereka menyangka bahwa mereka telah berbuat sebaik-baiknya.” (al-Kahfi: 103-104)

(Ingatlah) hari (ketika) mereka semua dibangkitkan Allah, lalu mereka bersumpah kepada-Nya (bahwa mereka telah beriman) sebagaimana mereka bersumpah kepadamu; dan mereka menyangka bahwa sesungguhnya (sumpah itu) ada gunanya. Ketahuilah, bahwa sesungguhnya merekalah orang-orang pendusta.

(Sadeqin/Berbagai-Sumber-Lain/ABNS)
Share this post :

Post a Comment

mohon gunakan email

Terkait Berita:

Index »

KULINER

Index »

LIFESTYLE

Index »

KELUARGA

Index »

AL QURAN

Index »

SENI

Index »

SAINS - FILSAFAT DAN TEKNOLOGI

Index »

SEPUTAR AGAMA

Index »

OPINI

Index »

OPINI

Index »

MAKAM SUCI

Index »

PANDUAN BLOG

Index »

SENI