Pesan Rahbar

Home » » GHIBAH (MEMBICARAKAN ORANG LAIN) YANG DIPERBOLEHKAN)

GHIBAH (MEMBICARAKAN ORANG LAIN) YANG DIPERBOLEHKAN)

Written By Unknown on Wednesday 9 July 2014 | 23:03:00



Oleh: Sholeh Basalamah

Ketahuilah bahwa ghibah (mengumpat) itu diperbolehkan untuk tujuan yang benar menurut hukum agama, berkisar ada enam alasan Sebagai berikut:

Pertama, mengadukan kedzaliman orang lain. Maka diperbolehkan bagi orang yang teraniaya untuk mengadukan kedzaliman orang lain kepada penguasa dan hakim serta lainnya, yang mempunyai kekuasaan atau kemampuan untuk memberinya keadilan terhadap orang yang mendzaliminya. Maka ia berkata, “Si fulan telah mendzalimi aku dengan berbuat begini.”.

Kedua, meminta tolong untuk mengubah kemungkaran dan mengembalikan orang yang durhaka ke jalan yang benar. Maka ia katakan kepada orang yang ia harapkan kemampuannya untuk menhilangkan kemungkaran, “Si fulan berbuat begini, maka cegahlah dia”, dan semacam itu. Tujuannya ialah berusaha menghilangkan kemungkaran. Jika ia tidak bertujuan begitu, maka hukumnya haram.

Ketiga, meminta fatwa. Maka ia berkata kepada mufti, “Aku didzalimi oleh ayahku atau suamiku atau si fulan dengan berbuat begini. Apakah ia boleh melakukan itu dan apa caraku untuk membebaskan diri darinya dan memperoleh hakku serta menolak kedzaliman,” dan sebagainya. Ini boleh untuk keperluan tertentu. Akan tetapi yang lebih berhati-hati dan lebih utama adalah ia katakan, “Apa pendapatmu tentang seseorang atau seorang suami yang berbuat begini.” Maka ia berhasil mencapai sasarannya tanpa penentuan. Mesikupun demikian, penentuan itu boleh.

Keempat, memperingatkan kaum muslimin dari kejahatan dan menasehati mereka. Hal itu ada bermacam-macam, contohnya mengeritik para periwayat hadist dan para saksinya. Hal itu boleh menurut para ‘ijma kaum muslimin, bahkan wajib bila ada keperluan. Diantaranya lagi, saat bermusyawarah dalam mengawinkan seseorang atau bersekutu dagang atau menitipkan sesuatu pada seseorang atau bila ingin bertetangga. Orang yang diajak bermusyawarah tidak boleh menyembunyikan keadaannya, tetapi ia boleh menyeebutkan kejelekan-kejelekan yang ada pada orang lain dengan niat nasihat.
 
Diantaranya yang lain lagi, apabila melihat orang yang hendak belajar agama sering mndatangi ahli bid’ah atau seorang fasik untuk mengambil ilmu darinya dan takut pelajar itu mendapat bahaya dengan pelajarannya. Maka ia harus menasehatinya dengan menjelaskan keadaannya, asalkan itu bertujuan menasehatinya, karena mengikuti ahli bid’ah dan kau fasik merupakan perbuatan yang salah.

Termasuk juga boleh menilai seorang pemimpin yang mempunyai program jabatan namun tidak dijalankannya dengan semestinya, karena orang bodoh dan fasik itu tidak layak dipilih sebagai pemimpin. Maka hal itu wajib diberitahukan kepada masyarakat, agar mereka dapat mengganti dengan pemimpin lain yang memenuhi syarat kepemimpinan.

Kelima, apabila seorang menampakkan kefasikan atau bid’ah secara terang-terangan. Seperti orang yang minum khamar, merampas harta orang lain, memungut pajak yang mengumpulkan harta secara aniaya dan melakukan perbuatan terrcela secara terang-terangan. Maka hal itu boleh disebutkan, sedangkan kejelekan lainnya tidak boleh disebutkan, kecuali ada sebab lain yang memperbolehkannya. 

Keenam, untuk tujuan mengenalkan seseorang yang sudah dikenal dengan julukan semisal si pincang, si tuli, si buta, si juling dan lainnya. Maka boleh mengenalkan mereka dengan julukan itu, dan haram menyebutnya bila dengan maksud menghina, andaikata hanya bisa dikenalkan dengan julukan itu, maka hal itu lebih utama. 

Demikian inilah yang disepakati para ulama tentang bolehnya ghibah atau membicarakan keburukan orang lain, yang sesuai dengan ketentuan syariat.
Share this post :

Post a Comment

mohon gunakan email

Terkait Berita: