Pesan Rahbar

Home » » Bung Hatta dan Pelajar Indonesia; Memekikkan Indonesia Merdeka di Negeri Penjajah

Bung Hatta dan Pelajar Indonesia; Memekikkan Indonesia Merdeka di Negeri Penjajah

Written By Unknown on Wednesday, 9 March 2016 | 16:48:00

Foto : www.berdikarionline.com

“Dengan membuat analisa perimbangan kolonial dan pertentangan kepentingan antara Nederland dan Indonesia, ia (Perhimpunan Indonesia) menarik kesimpulan bahwa Indonesia akan memperoleh kemerdekaannya hanya dengan kekerasan… adalah hukum sejarah bahwa lahirnya suatu bangsa selalu bersamaan dengan cucuran darah dan air mata… cepat atau lambat, setiap bangsa yang dijajah akan merebut kembali kemerdekaannya, itu adalah hukum besi sejarah dunia.” (Pledoi “Indonesia Merdeka”, Mohammad Hatta)


Dari Hindia Menjadi Indonesia

Pada awalnya, gagasan “nama” Indonesisch (Indonesia) diperkenalkan sebagai pengganti indisch (Hindia) oleh Prof Cornelis van Vollenhoven (1917). Sejalan dengan itu, inlander (pribumi) diganti dengan indonesiër (orang Indonesia). Pada September 1922, saat pergantian ketua antara Dr. Soetomo dan Herman Kartawisastra organisasi ini berubah nama menjadi Indonesische Vereeniging. Saat itu istilah “Indonesier” dan kata sifat “Indonesich” sudah tenar digunakan oleh para pemrakarsa Politik Etis.

Para anggota Indonesische juga memutuskan untuk menerbitkan kembali majalah Hindia Poetra dengan Mohammad Hatta sebagai pengasuhnya. Majalah ini terbit dwibulanan, dengan 16 halaman dan biaya langganan seharga 2,5 gulden setahun. Penerbitan kembali Hindia Poetra ini menjadi sarana untuk menyebarkan ide-ide antikolonial. Dua edisi pertama, Hatta menyumbangkan tulisan kritik mengenai praktik sewa tanah industri gula Hindia Belanda yang merugikan petani.

Indische Vereeniging atau Perhimpunan Hindia adalah organisasi pelajar dan mahasiswa Hindia di Negeri Belanda yang berdiri pada tahun 1908. Indische Vereeniging berdiri atas prakarsa Soetan Kasajangan Soripada dan R.M. Noto Soeroto yang awalnya hanya menyelenggarakan pesta-pesta dansa dan menggelar mimbar-mimbar pidato.

Baru pada tahun 1913, bermula sejak Tjipto Mangoenkoesoemo dan Soewardi Soerjaningrat (Ki Hajar Dewantara) bergabung, mulailah diskursus-diskursus serius dan konstruktif mengenai masa depan Indonesia. Mereka mulai menyadari betapa pentingnya organisasi tersebut bagi bangsa Indonesia. Semenjak itulah vereeninging ini memasuki kancah politik. Terbitlah sebuah buletin yang diberi nama Hindia Poetera, namun isinya belum memuat tulisan-tulisan bernada politik secara terang-terangan.

Perhimpunan Indonesia, sekira tahun 1924-1927. Ali Sastroamidjojo, Mohammad Hatta (belakang), Soebardjo (duduk di tengah), Budhiarto, Sunario, Wirjano Projodikaro, dan lain-lain. (Foto: historia.id)

Saat Iwa Koesoemasoemantri menjadi ketua pada 1923, Indonesische mulai menyebarkan ide non-kooperasi yang mempunyai arti berjuang demi kemerdekaan tanpa bekerjasama dengan Belanda. Tahun 1924, saat M. Nasir Datuk Pamoentjak menjadi ketua, nama majalah Hindia Poetra berubah menjadi Indonesia Merdeka. Tahun 1925 saat dipimpin oleh Soekiman Wirjosandjojo, nama organisasi ini resmi berubah menjadi Perhimpunan Indonesia (PI).

Perhimpunan Indonesia adalah organisasi pertama anak bangsa yang menyandang nama Indonesia serta meletakkan cita-cita kemerdekaan sebagai tujuan politiknya.


Pledoi Indonesia Merdeka

September 1927, Mohammad ditangkap di Den Haag dan dibawa ke penjara Casiusstraat, bersama dengan Ali Sastroamidjojo, Abdul Madjid, dan Nazir Pamuntjak. Tuduhan kepada mereka, menjadi anggota perkumpulan terlarang, terlibat dalam pemberontakan dan menghasut khalayak umum untuk menentang kerajaan Belanda. Salah satu yang dijadikan barang bukti adalah hubungannya dengan Semaun, tokoh yang dianggap bertanggungjawab terhadap pemberontakan komunis 1926 di Hindia Belanda, dan sejumlah edisi majalah Indonesia Merdeka.

Mohammad Hatta, mahasiswa Indonesia yang memimpin Perhimpunan Indonesia (Indonesische Vereniging), yang masih berusi 26 tahun, membuat pidato pembelaan. Pidato yang tidak sekedar menggugat kekejaman pemerintah penjajah Belanda di Indonesia tetapi lebih tegas lagi menuntut “Indonesia Merdeka” (Indonesia Vrij) yang menjadi judul pidato pembelaannya.

Hatta menjadi Voorzitter (Ketua) PI terlama yaitu sejak awal tahun 1926 hingga 1930, sebelumnya setiap ketua hanya menjabat selama setahun. Perhimpunan Indonesia kemudian menggalakkan secara terencana propaganda tentang Perhimpunan Indonesia ke luar negeri Belanda.

Tokoh-tokoh lain yang menjadi anggota organisasi ini antara lain: Achmad Soebardjo, Soekiman Wirjosandjojo, Arnold Mononutu, Soedibjo Wirjowerdojo, Prof Mr Sunario Sastrowardoyo, Sastromoeljono, Abdul Madjid, Sutan Sjahrir, Sutomo, Ali Sastroamidjojo, serta tokoh-tokoh pergerakan yang lain.

Pada 1926, Mohammad Hatta diangkat menjadi ketua Perhimpunan Indonesia/Indische Vereeniging. Di bawah kepemimpinannya, PI memperlihatkan perubahan. Perhimpunan ini lebih banyak memperhatikan perkembangan pergerakan nasional di Indonesia.

(Empat-Pilar-MPR/ABNS)
Share this post :

Post a Comment

mohon gunakan email

Terkait Berita: