Pesan Rahbar

Home » » Menggali Rahasia Do'a Nabi khidir; Bab XIX: Pembangkang, Menciptakan Neraka

Menggali Rahasia Do'a Nabi khidir; Bab XIX: Pembangkang, Menciptakan Neraka

Written By Unknown on Thursday, 20 October 2016 | 20:08:00


Mahasuci Engkau, duhai Tuhanku, dengan segala puji bagi-Mu, akankah Engkau dengar di sana suara hamba muslim yang terpenjara lantaran keingkarannya, yang merasakan siksa karena kedurhakaannya, karena dosa (dan) kenistaannya? Ia merintih kepada-Mu dengan mengharap rahmat-Mu, ia menyeru-Mu dengan lidah ahli tauhid-Mu, ia bertawasul kepada-Mu dengan rububiyyah-Mu.

Duhai Pelindungku, bagaimana mungkin ia kekal dalam siksa, padahal ia berharap pada kebaikan-Mu yang terdahulu. Mana mungkin neraka kan menyakitinya, padahal ia mendambakan karunia dan kasih-Mu. Mana mungkin jilatan apinya mengurungnya, padahal Engkau mengetahui kelemahannya. Mana mungkin ia jatuh bangun di dalamnya, padahal Engkau mengetahui ketulusannya.

Mana mungkin Zabaniyah menghempaskannya, padahal ia memanggil-Mu, ya Rabbî. Mana mungkin ia mengharapkan karunia pembebasan darinya, lantas Engkau meninggalkannya di sana. Tidak, tidak

demikian itu sangkaku kepada-Mu dan sungguh dari karunia-Mu tidak dikenal (adanya perlakuan) semacam itu. Tidak seperti itu perlakuan-Mu terhadap orang-orang yang mengesakan-Mu, melainkan kebaikan dan karunialah (yang Engkau berikan kepadanya).

Dengan yakin aku berani berkata, kalaulah bukan karena keputusan-Mu untuk menyiksa orang yang mengingkari-Mu dan putusan-Mu untuk mengekalkan disana orang-orang yang melawan-Mu, tentu Engkau jadikan api seluruhnya sejuk dan damai; tidak akan ada lagi di situ tempat tinggal dan menetap bagi siapapun. Tetapi Mahasuci nama-nama-Mu, Engkau telah bersumpah untuk memenuhi neraka dengan orang-orang kafir, dari golongan jin dan manusia seluruhnya.

Engkau akan mengekalkan di sana kaum penentang. Engkau, dengan segala kemuliaan puji-Mu, Engkau telah berkata, setelah menyebut nikmat yang Engkau berikan, “Apakah orang mukmin seperti orang kafir, sungguh tidak sama mereka itu.”


Penafsiran Etimologis

Kalimat afaturâka merupakan fi’il mudhari’ majhul (kata kerja kalakini yang pelakunya tidak disebutkan), yang berasal dari akar kata arâ-yurâ. Dan nâ’ib fâ’il (penganti subyeknya) adalah dhamîr (kata ganti) yang merupakan obyek kedua dan itu adalah huruf kâf. Maksudnya adalah apakah Engkau sendiri telah menyaksikan? Oleh karena itu, pengingkaran dalam bentuk pertanyaan ini memiliki arti bahwa hal itu mustahil akanterjadi.

Kalimat subhânaka merupakan isim masdhar (kata benda dasar) yang memiliki arti suci. Di sini (kalimat ini) dapat (digunakan) sebagai ungkapan atas rasa takjub, sebagaimana firman Allah: Mahasuci Engkau (wahai Tuhan kami), ini adalah dusta besar. (al-Nûr: 16) Dapat pula ini (digunakan) untuk menjauhkan dan menyucikan Allah dari berbagai cacat dan cela, sebagaimana yang diungkapan setelah kalimat tersebut. Alhasil, apapun arti yang ada, itu merupakan sebuah penegasan.

Kalimat bihamdika memiliki arti saya senantiasa memuji-Mu. Di sini (kalimat ini) juga merupakan sebuah penegasan dan hendak menyatakan bahwa seseorang yang senantiasa memuji-Mu tidaklah layak untuk disiksa dalam api neraka.

Kata sijn dan habs, keduanya memiliki satu makna, keduanya adalah sinonim.

Kata athbâq merupakan bentuk jamak dari kata thabaq, yang memiliki arti berbagai kondisi. Di sini maksudnya adalah peringkat tinggi dan rendahnya derajat panas api. Sebagaimana, hal itu juga digunakan untuk menyifati neraka Jahanam, yang memiliki beberapa tingkatan.

Kata jurm memiliki arti dosa, dan kata mujrimîn adalah orang-orang yang berbuat dosa.

Kata jarîrah memiliki arti kejahatan (jinâyah). Kata ini juga tercantum dalam sebuah doa, “Wahai Yang tidak menghukum atas kejahatan dan tidak pula menyingkap tirai (yang menutupi perbuatan jahat).”

Kata dhajjah memilki arti tangisan dan jeritan.

Kata yataqalqal berasal dari kala qalqalah yang memiliki arti bergerak dari atas ke bawah dan sebaliknya.

Kata zajr memiliki arti mencegah, menghalangi dengan keras, yakni memukul seseorang demi mencegahnya mengulangi suatu perbuatan.

Kata zabâniyyah merupakan bentuk jamak dari kata zaban yang memiliki arti mendorong, melemparkan. Huruf ya’ pada kata tersebut menunjuKkan pelaku (fâ’il)nya, dan maksudnya adalah malaikat yang bersikap keras.

Kata haihât merupakan isim fâ’il (kata benda kerja) yang memiliki arti sungguh amat jauh (tidak mungkin), namun mengandung sebuah penegasan.

Kata fabilyaqîni berkaitan dengan kata aqtha’u, namun digunakan untuk penegasan bagi ungkapan yang telah disebutkan sebelumnya. Kata aqtha’u itu sendiri merupakan sebuah penegasan.

Kata jahd memiliki arti mengingkari sesuatu setelah mengetahuinya dan melakukan pengingkaran dengan sengaja.

Kata mafar dan muqâm merupakan sebuah tempat yang ditempati oleh manusia.

Kata tathawwul berasal dari kata thaul yang maksudnya adalah kelanggengan kenikmatan dan kemuliaan.


Syarah dan Penjelasan

Setelah peminta (dâ’î) mengungkapkan hujah ‘irfâni dan mengadukan keadaan dirinya kepada-Nya, ia memaparkan di sisi-Nya dan ia juga mengancam-Nya (dengan ancaman ‘irfâni), lalu ia memuji dan memuliakan Zat yang dicipta, serta menetapkan bahwa Dia adalah Zat. yang suci dan bersih dari segala cacat dan cela. Kemudian, ia menyatakan bahwa dirinya adalah hamba yang senantiasa menyibukkan diri dalam memuji-Nya, merendah dan menghinakan diri di hadapan-Nya, serta mengharapkan rahmat-Nya. Dalam hal ini, sambil menampakkan kehinaan dan mengharapkan rahmat, ia sekali lagi mengeluarkan hujah ‘irfâni dan ini merupakan sebuah karya seni yang indah dalam hal menyusun kalimat.

Di akhir penggalan doa ini, untuk menenangkan hatinya, ia mengungkapkan sebuah kalimat dan memaparkan sebuah pemyataan bahwa Jahanam itu hanya diperuntukkan bagi mereka yang menentang dan membangkang; seorang hamba yang senantiasa mengharapkan curahan rahmat dan karunia tidaklah layak tinggal di dalamnya.

Selanjutnya, ia juga mengeluarkan sebuah argumen dan hujah lain, yaitu bahwa janji Allah adalah benar dan Dialah yang menjanjikan surga kepada orang-orang yang beriman.

Demi penegasan terhadap janji tersebut, ia menyatakan bahwa orang-orang fasik itu tidaklah sama dengan orang-orang beriman.

Oleh karena itu, kalimat dan ungkapan yang ada dalam doa ini sangatlah indah dan amat memperhatikan kesopanan dan tatacara dalam memohon dan meminta, yakni dengan cara memaparkan hujah ‘irfâni, dan hujah ini juga dapat dianggap sebagai hujah burhâni (alasan yang argumentatif).

Selain itu, dari berbagai penjelasan yang terdapat dalam doa dan berbagai ayat al-Quran mengenai sifat neraka Jahanam, neraka itu menghancurleburkan hati dan membuat mereka tercekam rasa takut yang luar biasakami berlindung kepada Allah darinya. Ia memiliki berbagai peringkat, pintu, dan lubang yang dalam. Alhasil, para penghuni neraka berada dalam berbagai macam penjara serta diikat dengan berbagai macam belenggu. Allah Swt berfirman:

Sesungguhnya orang-orang munafik (ditempatkan) pada tingkatan yang paling bawah dari neraka, dan kamu sekali-kali tidak akan mendapatkan seorang penolong pun bagi mereka. (al-Nisâ’: 145)

...ketika belenggu dan rantai dipasang di leher mereka, seraya mereka diseret ke dalam air yang sangat panas, kemdian mereka di bakar dalam api. (al-Mu’min: 71-72)

(Allah berfirman kepada para malaikat), “Tangkaplah ia lalu belenggulah tangannya. Kemudian masukanlah ia ke dalam api neraka yang menyala-nyala. Kemudian belitlah ia dengan rantai yang panjangnya tujuh hasta. Sesunguhnya ia tidak beriman kepada Allah yang Mahabesar. Dan juga ia tidak menyuruh memberi makan orang miskin. Maka tiada teman baginya di sini pada hari ini. Dan tiada (sedikit) makanan pun (baginya) kecuali darah dan nanah. Tidak ada yang memakannya kecuali orang-orang yang berdosa. (al- Hâqqah:30-37)

Selain itu, Jahanam memiliki berbagai penjaga, yakni para malaikat yang memiliki wajah marah dan murka. Mereka akan menyiksa para penghuni neraka tersebut dengan sangat keras. Allah Swt berfirman:

...kelak Kami akan memanggil malaikat Zabaniyyah. (al-‘Alaq: 18)

...dan demi (rombongan) yang melarang dengan keras (perbuatan maksiat). (al-Shafât: 2)

Hai orang-orang yang beriman, peliharaiah dirimu dan keluargamu dari api neraka yang bahan bakarnya adalah manusia dan batu; penjaganya malaikat-malaikat yang kasar, keras dan tidak mendurhakai (perintah) Allah terhadap apa yang diperintahkan-Nya kepada mereka dan selalu mengerjakan apa yang diperintahkan. Hai orang-orang kafir, janganlah kamu mengemukakan uzur pada hari ini. Sesungguhnya kamu hanya diberi balasan menurut apa yang kamu kerjakan. (al-Tahrîm: 7)

Dari ayat di alas dapat ditarik sebuah kesimpulan bahwa neraka Jahanam tercipta dari perbuatan manusia sendiri selama hidup di duma ini dan para malaikat akan menjalankan tugasnya masing-masing. Mereka tidak merasa iba dan kasihan dalam melaksanakan tugasnya.

Oleh karena itu, tidak benar jika dikatakan bahwa neraka Jahanam ini bertentangan dengan rahmat dan karunia Ilahi. Sebab, neraka Jahanam merupakan hasil ciptaan manusia sendiri, yang berasal dari amal perbuatannya semasa berada di dunia. Belenggu yang mengikat mereka adalah sifat-sifat tercela yang ada pada diri mereka sendiri. Allah Swt berfirman:

Sesungguhnya telah Kami pasang belenggu di leher mereka, lalu tangan mereka (diangkat) ke dagunya, maka karena itu kepada mereka tertengadah. (Yâsîn:8)

Makanan dan minuman penghuni neraka Jahanam berasal dari jenis-jenis perbuatan manusia sendiri. Allah sama sekali tidak akan berbuat zalim kepada mereka dan balasan yang Dia berikan tidak lain hanyalah akibat dari perbuatan mereka sendiri. Dalam dalam hal ini, al-Quran berulang kami menyatakan:

Sesungguhnya Allah tidak berbuat zalim kepada manusia sedikitpun, akan tetapi manusia itulah yang berbuat zalim kepada dirinya sendiri. (Yûnus: 44)

Selain itu, siapasaja yang membuat sedih dan sengsara sesamanya, akan disiram dengan air mendidih dan lehernya akan dibelenggu. Allah Swt berfirman:

...maka orang kafir akan dibuatkan untuk mereka pakaian-pakaian dari api neraka. Disiramkan air yang mendidih ke atas kepala mereka. Dengan air itu dihancurluluhkan segala apa yang ada dalam perut mereka dan juga kulit (mereka). Dan (disediakan) untuk mereka cambuk-cambuk dari besi. Setiap kali mereka hendak keluar dari neraka karena kesengsaraan mereka, mereka dikembalikan ke dalamnya, (kepada mereka dikatakan), “Rasai-lah azab yang membakar ini.” (al-Hajj: 22)

Demikian pula, siapapun yang membuat kehidupan orang lain menjadi getir dan menderita akan mendapatkan makanan zaqqûm dan hamîm. Allah Swt berfirman:

Sesungguhnya pohon zaqqûm itu, makanan orang yang banyak berdosa. (Ia) seperti kotoran minyak yang mendidih dalam perut, seperti mendidihnya air yang amat panas. Pegangalah ia kemudian seretlah ia ke tengah-tengah neraka. Kemudian tuangkanlah di atas kepalanya siksaan (dari) air yang amat panas. (Katakanlah kepadanya), “Rasakanlah, sesungguhnya kamu orang yang perkasa lagi mulia.” (al-Dukhân: 43-49)

Dan, siapasaja yang menjatuhkan harga diri orang lain, maka pada hari kiamat, wajahnya akan menjadi legam. Tidak diragukan lagi, perbuatan itulah yang akan membuat wajah mereka menjadi hitam. Allah Swt berfirman:

Dan pada hari kiamat kamu akan melihat orang-orang yang berbuat dusta terhadap Allah, mukanya menjadi hitam. Bukankah ada dalam neraka Jahanam itu tempat bagi orang-orang yang menyombongkan diri. (al-Zumar: 60)

Muka mereka dijilat api neraka, dan mereka di dalam neraka itu terkelupas bibirnya. (al-Mu’minûn: 104)

(Maksud ayat di atas adalah bahwa bibir-bibir mereka akan mengerut sementara mulutnya terbuka, sehingga nampaklah gigi-gigi mereka)

Barangsiapa yang meneror dan menakut-nakuti masyarakatdalam bentuk apapunniscaya akan mendengar jeritan penghuni neraka Jahanam dan ia akan merasa amat ketakutan. Allah Swt berfirman:

Apabila neraka itu melihat mereka dari tempat yang jauh, mereka mendengar kegeramannya dan suara nyalanya. Dan apabila mereka dilemparkan ke tempat yang sempit di neraka itu dengan terbelenggu, mereka di sana mengharapkan kebinasaan. (al-Furqân: 13)

Pergilah kamu mendapatkan naungan yang mempunyai tiga cabang; yang tidak melindungi dan tidak pula menolak api neraka. Sesungguhnya neraka itu melontarkan bunga api sebesar dan setinggi istana. Seolah-olah ia iringan unta yang kuning. (al-Mursalât: 30-31)

Maksudnya, pergilah masuk ke dalam neraka yang apinya berkobar-kobar dan berwarna kuning, merah, dan hijau. Di dalamnya sama sekali tidak ada tempat untuk berlindung, dan kobaran apinya setinggi istana dengan warna kuning keemasan, laksana warna tubuh unta.

Tak diragukan lagi, sebagaimana yang tercantum dalam ayat dan riwayat, siksaan ini adalah siksaan yang bersifat jasmaniah. Namun, siksaan ruhani jauh lebih pedih lagisebagaimana telah disinggung sekilas dalam pembahasan sebelumnya.

Selain dari yang kami paparkan, dalam al-Quran sendiri terdapat pembahasan tentang bentuk siksaan ruhani. Allah Swt berfirman:

Sesungguhnya orang-orang yang berdosa, adalah mereka yang menertawakan orang-orang yang beriman... Maka pada hari ini, orang-orang yang beriman menertawakan orang-orang kafir. (al-Muthaffifîn: 29 dan 34)

Dan (ingatlah) hari (di waktu) Allah menyeru mereka, seraya berkata, “Di manakah sekutu-sekutu-Ku yang dahulu kamu katakan?” (al-Qashâsh: 62)

Dan penghuni-penghuni surga berseru kepada penghuni-penghuni neraka, “Sesungguhnya, kami benar-benar telah memperoleh apa yang dijanjikan Tuhan kepada kami. Maka apakah kamu telah memperoleh dengan sebenarnya azab yang dijanjikan Tuhan kepadamu?” Mereka (penghuni neraka) menjawab, “Betul.” Kemudian seorang (malaikat) penyeru mengumumkan di antara kedua golongan itu, “Kutukan Allah ditimpakan kepada orang-orang yang zalim.” (al-A’râf: 44)

Dan penghuni neraka menyeru penghuni surga, “Berikanlah kepada kami sedikit air atau makanan yang telah direzekikan Allah kepadamu.” Mereka (penghuni surga) menjawab, “Sesunguhnya Allah telah mengharamkan keduanya itu atas orang-orang kafir (yaitu) orang-orang yang menjadikan agama mereka sebagai main-main dan senda gurau, dari kehidupan dunia telah menipu mereka.” Maka pada (hari kiamat) ini, Kami melupakan mereka sebagaimana mereka melupakan pertemuan mereka dengan hari ini, dan (sebagaimana) mereka selalu mengingkari ayat-ayat Kami. (al-A’râf: 51)

Dalam al-Quran, masih banyak lagi ayat yang berisikan pembahasan semacam ini.


Penutup

Dari berbagai ungkapan dan kalimat dalam penggalan doa ini, kita dapat memahami bahwa sebenarnya neraka memang dikhususkan bagi para penentang dan pembangkang. Jika bukan lantaran mereka, maka apinya akan menjadi dingin dan damai serta tidak akan ada yang masuk ke dalamnya. Akan tetapi, Allah telah bersumpah bahwa Jahanam akan dipenuhi oleh para penentang dan pembangkang. Oleh karena itu, mau tidak mau, di sini terdapat suatu topik pembahasan yang mesti dipaparkan secara singkat.

1. Nampaknya, ungkapan Amirul Mukminin Ali bin Abi Thalib, “...tentu Engkau jadikan api scluruhnya sejuk dan damai, tidak akan ada lagi di situ tempat tinggal dan menetap bagi siapapun (Laja’alta al-nâra kullahâ bardan wa salâman wamâ kâna li’ahadin fîhâ maqarran walâ muqâman),” maksudnya adalah jika bukan lantaran hukum dan ketetapan Ilahi bahwa panasnya api neraka dikarenakan para penentang dan pembangkang (mu’ânidîn), maka amal perbuatan buruk yang datangnya dari mereka yang bukan penentang dan pembangkang tidak akan mendapatkan balasan siksaan, dan api (tersebut) akan menjadi dingin dan damai (bardan wa salâman).

Dan, api neraka itu (dapat menjadi dingin bagi orang-orang yang berdosa) dengan perantaraan tobat, rahmat, atau syafaat. Sebagaimana, dengan perantaraan tobat, Allah Swt akan mengubah berbagai keburukan menjadi kebaikan. Allah Swt berfirman:

...kecuali orang-orang yang bertobat, beriman, dan mengerjakan amal shalih, maka mereka itu kejahatannya diganti Allah dengan kebajikan. Dan adalah Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang. (al-Furqan: 70)

Allah Swt, dengan perantaraan tobat, akan mengubah berbagai keburukan menjadi kebaikan dan apiyang terwujud akibat perbuatan buruk bahkan yang merupakan substansi dari perbuatan buruk itu sendiriakan menjadi dingin dan damai (bardan wa salâman). Dengan begitu. tidak ada seorang pun yang menjadi penghuni dalam api tersebut.

2. Sumpah Allah Swt, yang tercantum dalam berbagai ayat suci-Nya, adalah bahwa Jahanam akan dipenuhi oleh orang-orang yang telah mendapatkan hujah yang sempurna, diciptakan bagi orang-orang yang ingkar (kafir), dan sekiranya tidak ada para pembangkang, penentang, dan kafir, maka ia juga tidak akan tercipta. Allah Swt berfirman:

Sesungguhnya barangsiapa di antara mereka yang mengikuti kamu (setan), benar-benar Aku akan mengisi neraka Jahanam dengan kamu semuanya. (al- A’râf: 18)

Kalimat Tuhanmu (keputusan-Nya) telah ditetapkan, “Sesungguhnya Aku akan memenuhi neraka Jahanam dengan jin dan manusia (yang durhaka) semuanya.” (Hûd: 119)

...akan tetapi telah pasti keterangan daripada-Ku, “Sesungguhnya akan Aku penuhi neraka Jahanam dengan jin dan manusia bersama-sama.” (al-Sajdah: 13)

Allah berfirman, “(Maka Akulah) yang benar dan hanya kebenaran sajalah yang Ku-katakan, sesungguhnya Aku pasti akan memenuhi neraka Jahanam dengan jenis kamu dan dengan orang-orang yang mengikuti kamu di antara mereka semuanya.” (Shad: 84-85)

Oleh karena itu, Anda dapat melihat, bahwa Allah Swt, dengan perantaraan huruf lâm qasam (lam untuk sumpah), telah bersumpah dan menegaskan: Sesungguhnya Aku pasti akan memenuhi neraka Jahanam... (la’amlanna jahannama). Kemudian ditambah lagi dengan penegasan: dan hanya kebenaran sajalah... (falhaqqu). Yakni, sumpah ini adalah benar dan hakiki. Kemungkinan, dapat dikatakan, di sini dijelaskan bahwa Jahanam diperuntukkan bagi mereka yang memperoleh hujah sempurna lalu melakukan penentangan dan disediakan bagi mereka yang mengikuti jalan setan. Allah Swt juga telah mengeluarkan peringatan dalam berbagai ayat-Nya, di antaranya adalah:

...peliharalah dirimu dari neraka yang bahan bakarnya manusia dan batu, yang disediakan bagi orang-orang kafir. (al-Baqarah: 24)

...dan supaya Dia mengazab orang-orang munafik, laki-laki dan perempuan, dan orang-orang musyrik, laki-laki dan perempuan, yang berprasangka buruk terhadap Allah. Mereka akan mendapat giliran (kebinasaan) yang amat buruk dan Allah memurkai dun mengutuk mereka serta menyediakan bagi mereka neraka Jahanam. Dan (neraka Jahanam) itulah seburuk-buruk tempat kembali. (al-Fath: 6)

Sebagaimana, yang telah kita ketahui, dari berbagai ayat yang ada dalam al-Quran, bahwa surga itu disediakan bagi orang-0rang yang beriman. Allah Swt berfirman:

Berlomba-lombalah untuk mendapatkan ampunan dari Tuhanmu dan surga yang luasnya seluas langit dun bumi, yang disediakan bagi orang-orang yang beriman kepada Allah dan Rasul-Rasul-Nya. Itulah karunia Allah, diberikan-Nya kepada siapa yang dikehendaki-Nya. Dan Allah mempunyai karunia yang besar. (al-Hadîd: 21)

3. Dari berbagai ayat, riwayat, dan ucapan serta pernyataan para filosof dan ‘ârif dapat ditarik sebuah kesimpulan bahwa siksaan di akhirat khusus untuk para penentang dan pembangkang (muânidîn), sebagaimana diisyaratkan Amirul Mukminin Ali bin Abi Thalib dalam doa yang mulia ini. Sekaitan dengan masalah ini, masih banyak lagi pembahasan yang dapat dipaparkan, namun saya hanya akan memaparkan sebagian saja.


Pengelompokan Manusia dari Sisi Akidah dan Perbuatan

Manusia, dari sisi akidah dan perbuatan, terbagi menjadi tiga golongan.

1. Orang-orang yang mengetahui kebenaran lalu mengingkari dan menolaknya. Kelompok ini juga enggan menerima kebenaran, dengan dasar penentangan, pembangkangan, dan permusuhan. Mereka suka melakukan perbuatan buruk juga dengan dasar penentangan, pembangkangan, dan pengingkaran. Dalam ayat dijelaskan bahwa orang-orang semacam itu sama sekali tidak akan memiliki kesempatan dan keinginan untuk bertobat. Allah Swt berfirman:

Iblis menjawab, “Demi kekuasaan Engkau, aku akan menyesatkan mereka semuanya, kecuali hamba-hamba-Mu yang dibersihkan (dari dosa) di antara mereka.” Allah berfirman, “(Maka Akulah) yang benar dan hanya kebenaran sajalah yang Ku-katakan. Sesunguhnya Aku pasti akan memenuhi nereka Jahanam dengan jenis kamu dan dengan orang-orang yang mengikuti kamu di antara mereka semuanya.” (Shâd:82)

Anda dapat menyaksikan bagaimana bentuk penentangan, pembangkangan, dan perlawanan setan kepada Allah Swt. Di sini, Allah juga menegaskan bahwa neraka Jahanam akan diisi penuh dengan setan yang membangkang dan mengingkari kebenaran, serta para pengikutnya. Allah Swt berfirman:

Sesungguhnya tobat di sisi Allah hanyalah tobat bagi orang-orang yang mengerjakan kejahatan lantaran kejahilan, yang kemudian mereka bertobat dengan segera, maka mereka itulah yang diterima Allah tobatnya; dan Allah Maha Mengetahui lagi Mahabijak. (al-Nisâ’: 17)

Apabila orang-orang yang beriman kepada ayat- ayat Kami itu datang kepadamu, maka katakanlah, “Salâmun ‘alaikum.” Tuhanmu telah menetapkan atas diri-Nya kasih sayang, (yaitu) barangsiapa yang berbuat kejahatan di antara kamu lantaran kejahilan, kemudian ia bertobat setelah mengerjakan dan mengadakan perbaikan, maka sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang. (al-An’âm: 54)

Kemudian sesungguhnya Tuhanmu (mengampuni) bagi orang-orang yang mengerjakan kesalahan karena kejahilannya, kemudian mereka bertobat sesudah itu dan memperbaiki (dirinya) sesungguhnya Tuhanmu sesudah itu benar-benar Maha Pengampun lagi Maha Penyayang. (al-Nahl: 119)

Perlu diketahui bahwa jumlah manusia yang mengadakan penentangan dan pembangkangan, sebagaimana setan, cukup banyak. Dalam hal ini, al-Quran mengisyaratkan keberadaan orang-orang semacam itu. Allah Swt berfirman:

Dan apabila dibacakan kepada mereka ayat-ayat Kami, mereka berkata, “Sesungguhnya kami mendengarnya, kalau kami menghendakinya niscaya kami dapat membacakan seperti (al-Quran) ini. Ini hanyalah dongengan orang-orang purbakala.” (al- Anfâl: 32) .

Setelah Allah bersumpah sebanyak 11 (sebelas) kali, Dia kemudian berfirman:

Sesungguhnya beruntunglah orang yang menyucikan jiwa itu. (al-Syams: 9)

Penyebab dari semua itu juga dijelaskan pada ayat berikutnya:

(Kaum) Tsamud telah mendustakan karena mereka melampaui balas, ketika bangkit orang yang paling celaka di antara mereka, lalu Rasul Allah (Shalih) berkata kepada mereka, “(Biarkanlah) unta betina Allah dan minumannya.” Lalu mereka mendustakannya dan menyembelih unta itu, maka Tuhan membinasakan mereka disebabkan dosanya, lalu Allah menyamaratakan mereka (dengan tanah). (al-Syams: 11-14)

Sekali-kali tidak (akan Aku tambah), karena sesungguhnya ia menentang ayat-ayat Kami. Aku akan menyuruhnya mendaki pendakian yang tinggi. Sesungguhnya ia telah memikirkan dan menetapkan (apa yang ditetapkannya), maka celakalah ia! Bagaimanakah ia menetapkan? Kemudian ia memikirkan, sesudah itu ia bermasam muka dan merengut, kemudian ia berpaling (dari kebenaran) dan menyombongkan diri, lalu ia berkata, “(al-Quran) ini tidak lain hanyalah sihir yang dipelajari, ini tidak lain hanyalah perkataan manusia.” Aku akan memasukkanhya ke dalam (neraka) Saqar. (al- Mudatstsir:1.6-26)

Dalam tafsir Majma’ al-Bayân disebutkan bahwa semua ayat ini diturunkan sehubungan dengan Walid bin Mughirah al- Makhzumi. Kisah lengkapnya adalahsebagai berikut.

Orang-orang Quraisy berkumpul di Dar al-Nadwah. Walid berhadapan dengan mereka dan berkata, “Kalian adalah orang- orang yang cerdik dan pandai. Orang-orang Arab senantiasa merujuk pada kalian tatkala mereka menghadapi kesulitan. Lantas, bagaimana kalian ini sehingga tidak mampu menyatukan pendapat kalian berkenaan dengan sebuah persoalan dan mengeluarkan pendapat kalian mengenai orang ini (maksudnya adalah Rasulullah saww)?”

Mereka berkata, “Kami mengatakan bahwa ia adalah (seorang) penyair Arab.”

Walid mengernyitkan kedua alisnya seraya berkata, “Tidak, kita bukan orang yang tidak pernah mendengarkan syair. Ucapannya tidak berbau syair.”

Mereka berkata, “Kita katakan saja bahwa ia tukang ramal.”

Walid berkata, “Ia tidak melakukan perbuatan sebagaimana perbuatan para tukang ramal.”

Mereka berkata, “Kita katakan saja bahwa ia orang gila.”

Walid menjawab, “Saya tidak melihat ia melakukan perbuatan orang gila.”

Mereka berkata, “Ia adalah tukang sihir.”

Walid bertanya, “Apa yang diperbuat oleh tukang sihir?”

Mereka menjawab, “Menciptakan persahabatan di antara para musuh dan menciptakan permusuhan di antara para sahabat.”

Kemudian Walid menerima pendapat ini dan semuanya keluar dari Dâral-Nadwah. Setelah itu, setiap orang di antara mereka yang bertemu dengan Rasulullah saww, akan langsung berteriak, “Hai tukang sihir! Hai tukang sihir!” Sampai akhirnya, beliau saww menghadapi kesulitan besar dari (lantaran) mereka, lalu Allah menurunkan ayat al-Mudatstsir, sampai ayat yang berbunyi: ...ini tidak lain hanyalah perkataan manusia.

Begitu juga, Mujahid (seorang sejarawan) mengatakan bahwa sebab diturunkannya ayat tersebut adalah tatkala surat al-Mu’minHâ mîm. Diturunkan Kitab ini (al-Quran) dari Allah yang Maha Perkasa lagi Maha Mengetahui, yang mengampuni dosa dan menerima tobat lagi keras hukuman-Nya; Yang mempunyai karunia. Tiada Tuhan selain Dia. Hanya kepada-Nya-lah kembali (semua makhluk)

diturunkan kepada Rasulullah saww, beliau pergi ke mesjid lalu membaca ayat tersebut. Walid bin Mughirah berada tidak jauh dari Rasulullah saww. Oleh karena itu, ia dapat mendengar alunan suara Rasulallah saww ketika membaca ayat ini. Rasulullah saww mengetahui bahwa Walid tengah mendengarkan bacaannya. Beliau saww lalu mengulang bacaannya.

Walid bangkit dan pergi menuju kaum dan kabilahnya, Bani Makhzum, lalu ia mengeluarkan pemyataan, “Demi Allah, aku telah mendengar dan Muhammad sebuah pembicaraan yang bukan (berasal) dari pembicaraan manusia dan bukan (pula) dari jin. Sesungguhnya pembicaraan itu amat manis, menarik, (bagian) atasnya penuh dengan buah dan (bagian) bawahnya menyegarkan (penuh air). Ia senantiasa berada di atas dan tidak ada yang dapat menandinginya.”

Setelah mengungkapkan pernyataan ini di hadapan kabilahnya, ia pun pulang ke rumah. Orang-orang Quraisy saling berguman, “Demi Tuhan! Walid telah menghinakan dirinya sendiri dan juga orang-orang Quraisy.” Padahal, saat itu mereka menjuluki Walid sebagai “Bunga Quraisy”.

Abu Jahal kemudian berkata kepada mereka, “Saya sendiri yang akan menyelesaikan pekerjaan kalian.” Ia lalu bangkit dari duduknya dan pergi menuju rumah Walid dengan gusar. Walid bertanya, “Wahai saudaraku, kenapa Engkau nampak marah?” Abu Jahal menjawab, “Karena orang-orang Quraisy yang jenggotnya telah memutih merasa dipermalukan oleh perbuatanmu. Mereka berkata bahwa kamu telah mengatakan bahwa pembicaraan Muhammad amat indah dan menarik.”

Walid bangkit dari tempatnya, lalu berangkat menuju kaumnya bersama Abu Jahal. Ia bertanya kepada mereka, “Apakah kalian mengira bahwa Muhammad kerasukan jin? Apakah, sampai detik ini, kalian pernah melihatnya memiliki sikap (seperti) orang yang kerasukan jin ?”

Mereka menjawab, “Allah sebagai saksi, tidak, kami tidak pernah menyaksikannya.”

Walid bertanya, “Apakah menurut pendapat kalian ia adalah seorang peramal? Apakah kalian pernah menyaksikan sikap sebagai seorang peramal pada dirinya?”

Mereka menjawab, “Demi tuhan, tidak.”

Walid kembali bertanya, “Apakah kalian menganggap ia adalah penyair? Apakah selama ini kalian pernah mendengarkan syairnya?”

Mereka menjawab, “Tuhan sebagai saksi, kami tidak pernah mendengar sebuah syair darinya.”

Walid kembali bertanya, “Kalian mengatakan bahwa ia adalah pembohong, lalu apakah kalian pernah menyaksikan ia berbohong?”

Mereka menjawab, “Demi tuhan, tidak. Bahkan sebelum menyatakan diri sebagai nabi, ia telah mendapat julukan al-amîn (yang jujur).”

Kemudian orang-orang Quraisy menghadap (ke arah) Walid seraya bertanya, “Lalu siapakah ia?”

Walid tenggelam dalam pikirannya, lalu mengernyitkan kedua alisnya sambil berkata, “Ia tidak lain adalah tukang sihir. Tidakkah kalian menyaksikan ia menyebabkan perpisahan dan permusuhan antara suami, isteri, anak-anak, dan para sahabat? Dengan demikian, ia adalah tukang sihir dan ia mengeluarkan ucapan yang memiliki pengaruh sihir.”

2. Kelompok orang-orang bodoh (jahil), baik dalam ideologi maupun amal perbuatan. Mereka sengaja tidak menuntut ilmu (muqashshir) dan orang-orang semacam ini akan mendapat siksa dari Allah Swt. Tak diragukan lagi, lantaran keengganannya menuntut ilmu dan meraih pengetahuan itulah, mereka akan beroleh hukuman. Bahkan yang menjadi persoalan adalah sah-tidaknya amal dan ibadah yang dilakukannya. Menurut pendapat yang masyhur, amal perbuatan dan ibadah mereka tidaklah sah, kecuali dalam masalah yang jahr (jelas) dan ikhfat (samar-samar), qasar dan tamâm (berkaitan dengan masalah shalat). Secara fikih, kami berbeda pendapat dengan pandangan semacam itu. Namun, siksaan yang diterima oleh orang-orang semacam itu, yang dikarenakan kesengajaannya tidak menuntut ilmu yang diperlukan, adalah sesuatu yang pasti dan tidak perlu diragukan lagi. Allah Swt berfirman:

Sesungguhnya orang-orang yang diwafatkan malaikat dalam keadaan menganiaya dirinya sendiri, (kepada mereka) malaikat bertanya, “Dalam keadaan bagaimana kamu ini?” Mereka menjawab, “Kami adalah orang-orang yang tertindas di negeri (Mekah).” Para malaikat berkata, “Bukankah bumi Allah itu luas, sehingga kamu dapat berhijrah di bumi itu?” Orang-orang itu tempatnya neraka Jahanam, dan Jahanam itu seburuk-buruk tempat kembali.” (al-Nisâ’: 97)

Jelaslah lantaran ayat yang mulia ini diturunkan tanpa sifat khusus, maka setiap ideologi yang batil ataupun amal perbuatan yang salah, lantaran sengaja (taqshîr) untuk tidak belajar dan mencari pengetahuan, tidak akan diterima oleh Allah, bahkan alasan yang mereka kemukakan tidak akan diterima oleh Allah. Dan tempat kembali mereka adalah neraka Jahanam, seburuk- buruk tempat kembali. Sebagaimana telah dijelaskan oleh guru kami yang mulia, dalam tafsimya al-Mîzân, berkaitan dengan ayat di atas. Beliau berargumentasi dengan menukil riwayat berikut:

Pada hari kiamat, orang yang bersalah akan ditanya, “Mengapa Engkau tidak mengerjakannya?” Seandainya ia menjawab, “Saya tidak tahu, lantas bagaimana saya (akan) mengerjakannya?” Maka akan dikatakan kepadanya, “Mengapakah engkau tidak belajar?”

3. Orang-orang yang qâshir (tidak sengaja melalaikan kewajiban belajar). Ideologi mereka salah dan amal ibadahnya tidak sah, namun itu bukan lantaran unsur kesengajaan. Penyebabnya adalah mereka tidak menyadari kekurangan yang ada pada diri mereka, atau tidak ada sarana yang dapat menghantarkan mereka pada pengetahuan.

Orang-orang semacam itu terdiri dari beberapa golongan, di antaranya adalah:

a. Orang yang sama sekali tidak terlintas dalam benaknya bahwa dirinya bodoh. Dengan demikian, ia lalu berusaha mengetahui kebenaran dan melenyapkan kesalahan.

b. Orang yang dikuasai jahl murakkab (kebodohan ganda). Ia bodoh, namun yakin bahwa dirinya tidak bodoh. Dalam hal ini kebodohannya bukan didasari unsur kesengajaan.

c. Orang yang tidak memiliki kemampuan berpikir untuk mengetahui kebenaran, bahkan terhadap permasalahan agama, baik ushul (ideologi) maupun furû’ (hukum- hukum praktis). Orang semacam ini dungu atau terbelakang.

d. Orang yang tidak memiliki kekuatan dan kemampuan menuntut ilmu dan mencari kebenaran, lantaran menderita sakit, cacat, miskin, atau adanya halangan yang merintangi jalannya untuk menuntut ilmu.

Keempat bentuk tersebut dapat digabungkan menjadi satu. Harus dikatakan lagi bahwa berbagai sebab kekurangan dan ketidaktahuannya itu bukan lantaran unsur kesengajaan. Orang seperti inibaik secara akal maupun syariattidak layak mendapatkan siksa. Allah Swt berfirman:

Kecuali mereka yang tertindas baik laki-laki atau wanita ataupun anak-anak yang tidak mampu berdaya upaya dan tidak mengetahui jalan (untuk hijrah), bagi merekn mudah-mudahan Allah memaajkannya. Dan Allah Maha Pemaaf lagi Maha Penyayang. (al-Nisâ’: 98-99)

Dari firman Allah yang berbunyi: Dan Allah Maha Pemaaf lagi Maha Penyayang, khususnya tatkala menggunakan kata: mudah-mudahan (asâ), dapat dipahami bahwa Allah menerima amal perbuatan tersebut. Ini menunjukkan bahwa Allah Swt sudi memaafkan mereka. Allah Swt berfirman:

Allah tidak membebani seseorang melainkan sesuai dengan kesanggupannya. Ia mendapat manfaat (pahala) dari yang diusahakannya dan ia mendapat kerugian (siksa) dari yang dikerjakannya. (al-Baqarah: 286)

Ayat ini menjelaskan bahwa membebani manusia di luar kesanggupannya tidaklah dapat dibenarkan, baik itu memberikan manfaat apalagi kerugian. Bahkan, akal juga menghukumi bahwa ayat ini menunjukkan hal tersebut. Sesuatu beban yang berada di luar kemampuan manusia, jelas tidak akan mendatangkan siksa. Ayat di bawah ini juga berisikan penegasan seperti itu:

...dan Kami tidak akan mengazab sebelum Kami mengutus seorang Rasul. (al-Isrâ’: 15)

Sekaitan dengan persoalan ini, para filosof dan ‘ârif, di antaranya Syaikh al-Rais (Ibnu Sina) dalam bukunya al-Syifa juga Shadr al-Muta’allihîn (Mulla Shadra) dalambukunya al-Asfâr, menegaskan dan mendukung pendapat di atas, “Manusia, berdasarkan struktur jasmaniahnya, terbagi menjadi tiga kelompok; sangat rupawan, amat buruk rupa, atau di antara keduanyadi mana sebagian besar manusia berada dalam kelompok ini.”

“Berdasarkan sisi ruhaniah, mereka juga terbagi menjadi tiga kelompok. Pertama, kelompok penentang dan pembangkang; mereka akan mendapat siksa yang pedih. Kedua, kelompok yang selamat dan memiliki hati yang sehat (qalbun salîm); mereka akan merasakan kebahagiaan. Ketiga, kelompok yang berada di antara kedua kelompok tersebutsebagian besar manusia berada dalam kelompok ini.”

Kemudian, berkenaan dengan kelompok ketiga, mereka berkata, “Ketahuilah bahwa sesungguhnya rahmat Allah itu sangat luas.” Maknanya adalah bahwa mereka tidak tergolong sebagai penghuni Jahanam. Dalam hal ini, baik Ibnu Sina maupun Mulla Shadra telah menarik kesimpulan dari ayat istidh’af (mustadh’afîn, al-Nisa: 99).

4. Tak diragukan lagi, perbuatan baik yang dilakukan setiap orang, baik muslim maupun non-muslim, akan mendapatkan imbalan pahala. Allah Swt berfirman:

Sesungguhnya Allah tidak menyia-nyiakan pahala orang-orang yang berbuat baik. (al- Taubah: 120).

Sesungguhnya mereka yang beriman dan beramal shalih. tentulah Kami tidak akan menyia-nyiakan pahala orang-orang yang mengerjakan amalan(nya) dengan baik. (al-Kahfi: 30)

Kedua ayat tersebut bersifat umum secara rasional (‘umûm ‘aqlî) dan sama sekali tidak terdapat pengkhususan (pengecualian). Perbedaannya, jika perbuatan baik itu dilakukan demi mengharapkan balasan di akhirat, Allah akan menyediakannya (di akhirat) dan jika perbuatan baik itu dilakukan demi mengharapkan kedudukan, harta, dan kesenangan di dunia, maka Allah juga akan menyediakan dan memenuhinya (di dunia ini). Allah Swt berfirman:

Barangsiapa menghendaki segera (kehidupan duniawi) maka Kami segerakan baginya di dunia nikmat yang Kami kehendaki bagi orang yang Kami kehendaki, dan Kami tentukan baginya neraka Jahanam; ia akan memasukinya dalam keadaan tercela dan terusik. Dan barangsiapa menghendaki kehidupan akhirat dan berusaha ke arah itu dengan sungguh-sungguh, sedang ia mukmin, maka mereka itu adalah orang-orang yang usahanya dibalasi dengan baik. (al-Isrâ’: 20)

Itulah orang-orang yang tidak memperoleh di akhirat, kecuali neraka dan lenyaplah apa yang telah mereka usahakan di dunia dan sia-sialah apa yang telah mereka kerjakan. (Hud: 16)

Sementara, pabila niat mereka adalah untuk berkhidmat kepada makhluk Allah, maka ayat yang berbunyi: tentulah Kami tidak akan menyia-nyiakan pahala orang-orang yang mengerjakan amalan(nya) dengan baik, menunjukkan bahwa itu bukannya tidak mendatangkan imbalan (pahala), namun pahala tersebut akan didapatkan di dunia atau di akhirat, atau kedua-duanya.

Inti pembicaraan di sini adalah bahwa dikarenakan pahala itu bergantung pada bentuk niatnya, maka Rasul saww bersabda, “Sesungguhnya amal perbuatan itu tergantung pada niat, dan setiap orang tergantung pada niatnya. Barangsiapa yang hijrahnya adalah (menuju) kepada Allah dan Rasul-Nya, maka hijrahnya adalah kepada Allah dan Rasul-Nya. Dan barangsiapa yang hijrahnya untuk meraih dunia atau wanita yang akan diperisteri, maka hijrahnya adalah kepada sesuatu yang dijadikan sebagai tujuan dalam hijrahnya.”

Ini merupakan sebuah persoalan di mana orang-orang yang berakal harus mengakui kebenarannya. Semua itu merupakan pahala yang diberikan atas perbuatan baik.


Mendekatkan Diri dengan Beramal Baik

Ya, mendekatkan diri kepada Allah melalui perbuatan baik merupakan salah satu tujuan penciptaan manusia dalm ayat al-Quran, bila terdapat ungkapan mengenal keimanan, maka ia akan senantiasa diiringi dengan perbuatan baik. Dengan demikian, tidaklah sempurna keimanan yang tidak diringi dengan perbuatan baik. Allah Swt berfirman:

...Kepada-Nyalah naik perkataan-perkataan yang baik dan amal shalih menaikkannya (amal shalih itu). (Fâthir:10)

(Tidak) demikian bahkan berangsiapa yang menyerahkan diri kepada Allah sedang ia berbuat kebajikan maka baginya pahala di sisi Tuhannya dan tidak ada kekhawatiran terhadap mereka dan tidak (pula) mereka bersedih hati. (al-Baqarah: 112)

Dan orang-orang yang beriman serta beramal shalih, mereka itu penghuni surga; mereka kekal di dalamnya. (al-Baqarah: 82)

Barangsiapa yang mengerjakan amal shalih, baik laki-laki maupun perempuan dalam keadaan beriman, maka sesungguhnya akan Kami berikan kepadanya kehidupan yang baik, dan sesungguhnya akan Kami beri balasan kepada mereka dengan pahala yang lebih baik dari apa yang telah mereka kerjakan. (al-Nahl: 97)

Masih banyak lagi ayat yang berisikan pembahasan seperti ini. Dengan demikian, seseorang yang tidak mengiringi keimanannya dengan amal shalih, akan berada dalam kerugian. Allah Swt berfirman:

Demi masa. Sesungguhnya manusia itu benar-benar dalam kerugian, kecuali orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal shalih, dan nasihat menasihati supaya menaati kebenaran dan nas,ihat menasihati supaya selalu sabar. (al-‘Ashr)

Seorang yang tidak beriman kepada Allah atau seorang yang beriman kepada Allah tetapi amal baiknya bukan lantaran Allah, sama sekali tidak memiliki kedekatan dengan-Nya. Jelaslah bahwa orang seperti ini tidak melangkah menuju kedekatan kepada Allah, apalagi meraih kedekatan di sisi-Nya. Allah Swt berfirman :

Dan orang-orang yang kafir, amal-amal mereka adalah laksana fatamorgana di tanah yang datar, yang disangka air oleh orang-orang yang dahaga, tetapi bila didatanginya air itu ia tidak mendapati sesuatu apapun. Dan didapatinya (ketetapan) Allah di sisinya, lalu Allah memberikan kepadanya perhitungan amal-amalnya dengan cukup dan Allah sangat cepat perhitungan-Nya. (al-Nûr: 39)

Orang-orang yang kafir kepada Tuhannya, amal- amal mereka adalah seperti debu yang ditiup angin dengan keras, pada suatu hari yang berangin kencang. Mereka tidak dapat mengambil manfaat sedikitpun dari apa yang telah mereka usahakan (di dunia). Yang demikian itu adalah kesesatan yang jauh. (Ibrahim:18)



Ringkasan Pembahasan

Berbagai pembabasan yang telah kami paparkan dapat diringkas, bahwa seseorang yang mengerjakan amal shalih dan didasari dengan keimanan serta demi mendekatkan diri kepada Allah, niscaya akan meraih kedekatan dengan Allah dan ia akan masuk ke dalam surga dengan kedekatan yang diraihnya itu.

Sementara, seseorang yang mengerjakan amal shalih namun tidak didasari dengan keimanan dan hanya demi meraih kepentingan duniawi, jika Allah menghendaki, niscaya akan diberi balasan kenikmatan duniawi, tetapi tidak akan memperoleh kedekatan dengan-Nya. Pabila ia melakukannya demi berkhidmat kepada makhluk dan ia tidak melakukan penentangan dan pembangkangan, maka ia pun akan mendapatkan imbalan baik, namun tidak akan meraih kedekatan dengan Allah.

Diriwayatkan bahwa Hatim al-Thâ’i, lantaran kedermawanannya, tidak akan disiksa di akhirat. Namun, pabila semasa di dunia menentang, membangkang, dan keras kepala, niscay ia akan dimasukkan ke dalam neraka. Jelaslah bahwa dalam hal ini penyebab dimasukkannya (seseorang) ke dalam neraka adalah lantaran menentang, membangkang, dan keras kepala.

Semua ini merupakan inti pembahasan kita dan penjelasan yang lebih luas lagi akan, kami paparkan pada kesempatan lain. Sebab, di sini tidak memungkinkan untuk membahasnya secara lebih luas lagi.

Muncul sebuah pertanyaan, yakni apakah mereka yang berhasil menemukan sesuatu yang memberikan manfaat cukup besar bagi umat manusia dan menyelamatkan manusia dari berbagai kesulitan, musibah dan bencana, namun lantaran tidak beriman kepada Allah, akan dijebloskan ke dalam Jahanam ataukah tidak? Jawabannya, tidak diragukan lagi, mereka tidak akan memiliki kedekatan dengan Allah. Allah Swt berfirman:

Barangsiapa mencari agama selain agama Islam, maka sekali-kali tidaklah akan diterima (agama itu) darinya, dan ia di akhirat termasuk orang-orang yang rugi. (Ali ‘Imrân: 85) .

Alhasil, masuknya mereka ke dalam neraka bergantung pada sebatas mana mereka melakukan penentangan, pembangkangan, dan kesengajaan untuk tidak menuntut pengetahuan yang benar. Sementara, tidak masuknya mereka ke dalam surga merupakan sebuah perkara yang pasti.

Kemudian, apakah amal baik mereka juga akan diganjar pahala? Jawabannya, sekalipun amal baik mereka itu semata-mata bertujuan demi kepentingan duniawi dan bukan simpanan untuk kehidupan akhirat, mereka, pasti akan mendapatkan imbalan baik atas amal perbuatan tersebut. Kecuali jika perbuatan tersebut didasari dengan penentangan dan pembangkangan. Pabila begitu, maka tidak diragukan lagi mereka akan masuk ke dalam Jahanam.

Dengan semua penjelasan ini, lantaran umat manusia merasakan manfaat dari hasil temuan dan ciptaannya, sekalipun mereka adalah calon penghuni neraka, maka tidaklah mustahil mereka akan memperoleh keringanan di dalam neraka. Ini sebagaimana yang disabdakan Rasul mulia saww, “Barangsiapa menciptakan suatu kebiasaan baik, niscaya akan mendapatkan pahala atas kebiasaan itu, dan barangsiapa menciptakan suatu kebiasaan buruk, niscaya pula akan mendapatkan dosa atas perbuatan buruk itu dan dosa orang yang melakukan perbuatan buruk itu.” Dan hadis ini mendukung pendapat kami. Wallâhu a’lam.

(Sadeqin/Berbagai-Sumber-Lain/ABNS)
Share this post :

Post a Comment

mohon gunakan email

Terkait Berita:

  • Kudeta Berdarah Di Tanah Mekah. Sejumlah Tentara Elite Arab Saudi Menduduki Masjidil Haram. Jemaah Haji Indonesia Jadi Korbannya
  • Pemuda Masjid harus Ahli dan Spesialis
  • Taat Kepada Wilayah Pelajaran Berharga Sayyidah Zahra sa Untuk Kita
  • Pelarangan Hijab Islami di Markas Xinjiang Cina
  • Hizbut Tahrir Sudah Resmi Dibubarkan, Selanjutnya Apa?
Index »

KULINER

Index »

LIFESTYLE

Index »

KELUARGA

Index »

AL QURAN

Index »

SENI

Index »

SAINS - FILSAFAT DAN TEKNOLOGI

Index »

SEPUTAR AGAMA

Index »

OPINI

Index »

OPINI

Index »

MAKAM SUCI

Index »

PANDUAN BLOG

Index »

SENI