Pemerintah Thailand perlu menunjukkan fleksibilitas yang lebih besar dalam pembicaraan dengan pejuang Muslim Melayu untuk membawa kelompok pemberontak utama yang masih berjuang ke meja perundingan dan mengakhiri pertumpahan darah selama beberapa dekade, seorang anggota kelompok senior mengatakan kepada Reuters.
Dalam sebuah wawancara eksklusif, Pak Fakih dari Barisan Revolusi Nasional (BRN) mengatakan bahwa pembicaraan damai saat ini dengan faksi lain telah dupayakan dan pemerintah harus membatalkan prasyarat, menunjukkan penghormatan yang lebih besar kepada kelompok pejuang dan mengadopsi pendekatan yang lebih terbuka .
“Adalah suatu kesalahan untuk berpikir bahwa kita tidak ingin bernegosiasi. Kami melakukannya, tapi tidak dalam situasi saat ini, “kata Fakih (67 th), yang mengatakan bahwa dia telah berperang sejak berusia 15 tahun dan kehilangan seorang anak laki-laki dalam konflik tersebut tujuh tahun lalu.
Lebih dari 6.500 orang telah terbunuh sejak 2004 dalam gerakan perlawanan di selatan yang mayoritas Muslim di Negara Thailand yang sebagian besar beragama Budha. Dalam serangan terbaru, seorang tentara dan seorang polisi tewas pada hari Kamis (14/9) dan 26 orang terluka disebabkan oleh sebuah bom pinggir jalan.
BRN tidak pernah mengklaim atau menolak serangan spesifik dan Fakih mengatakan bahwa kebijakan ini akan terus berlanjut. BRN secara luas dilihat sebagai kelompok dengan kontrol terbesar atas kombatan di tiga provinsi selatan Thailand.
“Serangan kami terbatas pada Deep South untuk mengirim sinyal ke pemerintah Thailand. Kami tidak ingin menimbulkan bahaya yang meluas,” kata Fakih, yang enggan difoto.
“Pemerintah mengatakan mereka melawan hantu di selatan, jadi kami ingin menunjukkan kepada mereka bahwa kami ada.”
Pada bulan April 2017, Perdana Menteri Prayuth Chan-ocha menolak tawaran BRN untuk pembicaraan yang dimediasi oleh pihak ketiga yang netral dan mengatakan bahwa mereka tidak memerlukan mediasi atau pengamat internasional. Pemerintah juga menetapkan pengakuan terhadap konstitusi Thailand sebagai prasyarat perundingan dengan BRN.
Sampai dianeksasi pada tahun 1909, tiga provinsi paling selatan Thailand, yaitu Pattani, Yala dan Narathiwat adalah bagian dari sebuah kesultanan Muslim Melayu yang independen. Kelompok perlawanan telah lama menekankan bahwa perjuangan mereka adalah tentang identitas dan bukan perang agama.
BRN telah menjadi bagian dari pembicaraan sebelum tentara merebut kekuasaan pada tahun 2014, namun tetap berada di luar ketika negosiasi dimulai kembali di bawah rezim tentara pada tahun 2015. Pembicaraan telah terjadi antara pemerintah dan Mara Patani, sebuah kelompok payung yang mengklaim mewakili semua faksi pemberontak utama. Namun Fakih membantah klaim tersebut termasuk anggota BRN juga, dengan mengatakan bahwa hanya ada “mantan anggota”.
Dia mengatakan bahwa kebijakan pemerintah Thailand terhadap Selatan juga dipersulit oleh faksi-faksi yang berbeda dalam pasukan keamanan yang berebut pengaruh dan kekuasaan.
(Reuters/Berbagai-Sumber-Lain/ABNS)
Post a Comment
mohon gunakan email