Daftar Isi Nusantara Angkasa News Global

Advertising

Lyngsat Network Intelsat Asia Sat Satbeams

Meluruskan Doa Berbuka Puasa ‘Paling Sahih’

Doa buka puasa apa yang biasanya Anda baca? Jika jawabannya Allâhumma laka shumtu, maka itu sama seperti yang kebanyakan masyarakat baca...

Pesan Rahbar

Showing posts with label Nabi Ishak As. Show all posts
Showing posts with label Nabi Ishak As. Show all posts

Persamaan agama-agama


Sumber Buku: Jalan Kebenaran dan Penuntunnya

Dapat kita katakan bahwa dasar setiap agama langit tidak lebih dari satu hal, yaitu taat di hadapan Allah SWT. Dengan ungkapan lain, sesungguhnya agama-agama lain adalah satu agama, yaitu “Islam”.

Yang jelas bukan berarti segala yang disampaikan dan diajarkan oleh para nabi di setiap periode adalah satu dan tidak ada perbedaannya. Karena mungkin saja beberapa hukum syar’i setiap agama berbeda dengan agama setelahnya; namun dasar dan tujuan semua itu adalah satu, yaitu ibadah dan ketaatan terhadap Allah SWT.

Allah SWT. berfirman:
Sesungguhnya agama (yang diridhai) disisi Allah hanyalah Islam. Tiada berselisih orang-orang yang telah diberi Al Kitab kecuali sesudah datang pengetahuan kepada mereka, karena kedengkian (yang ada) di antara mereka. Barangsiapa yang kafir terhadap ayat-ayat Allah maka sesungguhnya Allah sangat cepat hisab-Nya. Kemudian jika mereka mendebat kamu (tentang kebenaran Islam), maka katakanlah: “Aku menyerahkan diriku kepada Allah dan (demikian pula) orang-orang yang mengikutiku.” Dan katakanlah kepada orang-orang yang telah diberi Al Kitab dan kepada orang-orang yang ummi: “Apakah kamu (mau) masuk Islam.” Jika mereka masuk Islam, sesungguhnya mereka telah mendapat petunjuk, dan jika mereka berpaling, maka kewajiban kamu hanyalah menyampaikan (ayat-ayat Allah). Dan Allah Maha Melihat akan hamba-hamba-Nya. (QS. Ali Imran [3] : 19-20).

Jadi, yang menjadi ruh ajaran para nabi adalah Islam. Ada ayat-ayat lain yang dapat menjadi bukti tambahan atas perkara ini:
Dan tidak ada yang benci kepada agama Ibrahim, melainkan orang yang memperbodoh dirinya sendiri, dan sungguh Kami telah memilihnya di dunia dan sesungguhnya dia di akhirat benar-benar termasuk orang-orang yang saleh. (QS. Al-Baqarah [2] : 130).

Lalu Ia berfirman:
Ketika Tuhannya berfirman kepadanya: “Tunduk patuhlah!” Ibrahim menjawab: “Aku tunduk patuh kepada Tuhan semesta alam.” (QS. Al-Baqarah [2] : 131).

Dengan demikian, tolak ukur terpilihnya seorang hamba oleh Allah SWT. adalah “Islam” (tunduk dan patuh sepenuhnya).

Tidak hanya ajaran nabi Ibrahim AS. saja yang “Islam”, namun ia juga mewasiatkan “Islam” kepada anak-anaknya. Begitu pula dengan nabi Ya’qub AS., ia menasehati anak-anaknya akan perkara ini. Allah SWT. berfirman:
Dan Ibrahim telah mewasiatkan ucapan itu kepada anak-anaknya, demikian pula Ya’qub. (Ibrahim berkata): “Hai anak-anakku! Sesungguhnya Allah telah memilih agama ini bagimu, maka janganlah kamu mati kecuali dalam memeluk agama Islam.” (QS. Al-Baqarah [2] : 132).

Lalu di akhir hayatnya, nabi Ya’qub AS. berwasiat kepada anak-anaknya:
Adakah kamu hadir ketika Ya’qub kedatangan (tanda-tanda) maut, ketika ia berkata kepada anak-anaknya: “Apa yang kamu sembah sepeninggalku?” Mereka menjawab: “Kami akan menyembah Tuhanmu dan Tuhan nenek moyangmu, Ibrahim, Ismail dan Ishaq, (yaitu) Tuhan Yang Maha Esa dan kami hanya tunduk patuh kepada-Nya.” (QS. Al-Baqarah [2] : 133).

Oleh karena itu, dapat dikatakan bahwa hakikat islam dan ruh ajaran para nabi adalah tunduk patuh di hadapan Tuhan[1] dan fitrah manusia pun benar-benar menyadarinya.

Allah SWT. berfirman:
Maka hadapkanlah wajahmu dengan lurus kepada agama Allah; (tetaplah atas) fitrah Allah yang telah menciptakan manusia menurut fitrah itu. Tidak ada peubahan pada fitrah Allah. (Itulah) agama yang lurus; (QS. Ar Ruum [30] : 30).

Ayat di atas menggambarkan kepada kita bahwa tuntutan “Islam” adalah ketaatan, kepatuhan dan kecenderungan diri kepada Allah SWT.


Referensi:
[1] Sering dipertanyakan, apakah perintah-perintah Tuhan selalu satu dan monoton? Ini adalah permasalahan yang lain lagi. Di antara agama-agama terdapat perbedaan-perbedaan hukum syar’i; dan bahkan dalam satu agama saja, di satu saat hukum itu berebeda dengan di saat lainnya. Dalam agama Islam, mulanya umat Islam diperintahkan untuk shalat menghadap Baitul MuqaddAS. Lalu tak lama kemudian turun perintah agar mereka shalat menghadap Baitullah Haram.

Tolong jelaskan kisah tentang obrolan para malaikat dengan Nabi Ibrahim As terkait dengan kelahiran putranya



Apa isi dan kandungan ayat 69-70 surah Hud?

Jawaban Global:
Al-Quran sehubungan dengan ayat-ayat yang menjelaskan penyampaian berita para malaikat kepada Nabi Ibrahim dan istrinya Sarah, yang di dalamnya terdapat beberapa persoalan penting dan menarik terkait dengan kepribadian Nabi Ibrahim As sebagaimana berikut:
Tatkala para malaikat datang ke hadapan Nabi Ibrahim As, meski mula-mula beliau tidak mengenal mereka, namun beliau menyuguhkan kambing guling yang menunjukkan bahwa beliau gemar melayani tamu.

Berita gembira yang diberikan oleh para malaikat kepada Nabi Ibrahim tentang kelahiran Ishak As merupakan sebuah perkara yang mustahil dan tidak sesuai dengan kebiasaan yang ada. Atas dasar itu, Sarah terperanjat dan menyatakan kecil kemungkinan baginya dan bagi Ibrahim As memiliki anak. Tentu saja kemungkinan kecil ini merupakan perkara natural dan dijelaskan berdasarkan kebiasaan manusia; karena itu diriwayatkan tentang Nabi Zakariyah yang juga menghadapi persoalan yang sama. Namun tidak ada satu pun nukilan yang menceitakan protes bahkan perasaan terkejut dari Nabi Ibrahim As dan hal ini merupakan pertanda iman dan kemantapan hati Nabi Ibrahim kepada Allah Swt dan makna khalilullah dapat dipahami dengan lebih baik dengan ayat-ayat ini.

Nabi Ibrahim As meminta kepada para malaikat untuk menunda azab kaum Nabi Luth, dengan harapan mereka dapat beriman dan memperbaiki perbuatan mereka yang menunjukkan perasaan risau dan concern Nabi Ibrahim As bahkan bagi para pendosa.

Jawaban Detil:
Nabi Ibrahim merupakan salah satu nabi yang banyak dinukil kisahnya di dalam al-Quran. Salah satu kisah ini adalah berita gembira yang disampaikan kepadanya dan kepada istrinya berupa kelahiran seorang anak bernama Ishak As dan cucu yang bernama Yakub As.

Di sela-sela ayat ini, terdapat pelajaran-pelajaran dan poin-poin yang banyak dapat diperoleh yang menunjukkan kepribadian tinggi Nabi Ibrahim As. Untuk memaparkan hal ini, kami akan membagi pelajaran-pelajaran itu ke dalam tiga poin sebagaimana berikut:

Pertama-tama dalam menukil kisah ini, Allah Swt berfirman:

« وَ لَقَدْ جاءَتْ رُسُلُنا إِبْراهیمَ بِالْبُشْرى قالُوا سَلاماً قالَ سَلامٌ فَما لَبِثَ
أَنْ جاءَ بِعِجْلٍ حَنیذٍ. فَلَمَّا رَأى أَیْدِیَهُمْ لا تَصِلُ إِلَیْهِ نَکِرَهُمْ وَ أَوْجَسَ
مِنْهُمْ خیفَةً قالُوا لا تَخَفْ إِنَّا أُرْسِلْنا إِلى قَوْمِ لُوطٍ»

Dan sesungguhnya utusan-utusan (malaikat-malaikat) Kami telah datang kepada Ibrahim dengan membawa kabar gembira. Mereka mengucapkan, "Selamat." Ibrahim menjawab, "Selamatlah." Maka tidak lama kemudian Ibrahim menyuguhkan daging anak sapi yang dipanggang. Maka tatkala ia melihat tangan mereka tidak menjamahnya, Ibrahim memandang aneh perbuatan mereka, dan merasa takut kepada mereka. Malaikat itu berkata, "Jangan kamu takut, sesungguhnya kami adalah (malaikat) yang diutus kepada kaum Luth." (Qs. Al-Hud [11]:69-70).

Dari kata "rusulana" (utusan-utusan Kami) dapat disimpulkan terdapat beberapa malaikat yang datang kepada Nabi Ibrahim As. Adapun tentang berapa jumlah mereka dan siapa saja mereka, terdapat beberepa riwayat dan ucapan yang berbeda-beda dan pada kesempatan ini kami mengira tidak perlu menyebutkannya.[1]

Pada ayat di atas, terdapat pembicaraan tentang suguhan makanan dan demikian juga ketakutan Nabi Ibrahim As terhadap mereka dimana dapat disimpulkan bahwa Ibrahim As tidak mengetahui bahwa mereka itu adalah para malaikat Allah Swt.[2] Karena itu beliau meyiapkan dan menyuguhkan makanan untuk mereka.[3]

Poin menarik lainnya yang dapat disimpulkan dari ayat ini adalah bahwa Nabi Ibrahim sebelum ia mengenal tetamunya, beliau menyiapkan dan menyuguhkan makanan bagia mereka, hal ini menunjukkan bahwa perilaku mulia Nabi Ilahi ini dapat menjadi pelajaran bagi para pengikut al-Quran.
Ayat-ayat sebagai kelanjutannya, menyinggung tentang perbuatan para tamu yang tidak langsung mendatangi hidangan yang telah disediakan dan hal ini pada masa itu bukanlah sebuah perbuatan yang baik, hingga diketahui identias mereka sebagai malaikat dan tidak perlu menyantap makanan, bahkan ketika mereka tidak memiliki kemampuan untuk makan.[4]

Pada ayat selanjutnya, sehubungan dengan sebab diutusnya para malaikat ini ke hadapan Nabi Ibrahim. Allah Swt berfirman:

«وَ امْرَأَتُهُ قائِمَةٌ فَضَحِکَتْ فَبَشَّرْناها بِإِسْحاقَ وَ مِنْ وَراءِ إِسْحاقَ یَعْقُوبَ *
قالَتْ یا وَیْلَتى أَ أَلِدُ وَ أَنَا عَجُوزٌ وَ هذا بَعْلی شَیْخاً إِنَّ هذا لَشَیْءٌ عَجیبٌ *
قالُوا أَ تَعْجَبینَ مِنْ أَمْرِ اللَّهِ رَحْمَتُ اللَّهِ وَ بَرَکاتُهُ عَلَیْکُمْ أَهْلَ الْبَیْتِ إِنَّهُ حَمیدٌ مَجیدٌ»

"Dan istrinya berdiri, lalu tersenyum (lantaran bahagia). Maka Kami sampaikan kepadanya berita gembira tentang (kelahiran) Ishaq dan setelah Ishaq, Ya‘qub. Istrinya berkata, "Sungguh mengherankan, apakah aku akan melahirkan anak padahal aku adalah seorang perempuan tua, dan ini suamiku pun dalam keadaan yang sudah tua pula? Sesungguhnya ini benar-benar suatu yang sangat aneh." Para malaikat itu berkata, "Apakah kamu merasa heran tentang ketetapan Allah? (Itu adalah) rahmat dan berkah Allah yang dicurahkan atasmu, hai ahlulbait! Sesungguhnya Allah Maha Terpuji lagi Maha Pemurah." (Qs. Al-Hud [11]:71-73).

Ungkapan "fadhaikat" (lalu tersenyum) dapat disimpulkan bahwa Sarah tatkala memahami mereka adalah para malaikat Ilahi dan tidak akan mencelakakan mereka maka ia kemudian senyum simpul menghias wajahnya.1 Akan tetapi terdapat ucapan lain dalam hal ini.[5]

Ayat-ayat ini kembali menunjukkan sisi lain dari makam menjulang Ibrahim As. Berita gembira yang disampaikan para malaikat kepada Nabi Ibrahim dan Sarah merupakan perkara yang hampir mustahil dan berbeda dengan kebiasaan yang ada. Atas dasar itu Sarah terperanjat dan menilai kecil kemungkinan bagi ia dan Ibrahim memiliki anak, dimana tentu saja hal ini merupakan perkara yang wajar dan natural serta dijelaska berdasarkan kebiasaan yang terjadi di kalangan masyarakat; karena itu diriwayatkan bahwa Nabi Zakariah As juga berhadapan dengan janji seperti ini.[6] Namun Ibrahim As diriwayatkan sama sekali tidak menyatakan protes apalagi terperanjat dan hal ini merupakan pertanda kekuatan iman dan kemantapan hatinya kepda Allah Swt. Makna khalilullah yang disematkan kepada Nabi Ibrahim As dapat dipahami dengan baik melalui ayat-ayat ini.

Sebagai kelanjutan pembahasan di atas kita kembali kepada Ibrahim:

«فَلَمَّا ذَهَبَ عَنْ إِبْراهیمَ الرَّوْعُ وَ جاءَتْهُ الْبُشْرى یُجادِلُنا فی قَوْمِ لُوطٍ *
إِنَّ إِبْراهیمَ لَحَلیمٌ أَوَّاهٌ مُنیبٌ*
یا إِبْراهیمُ أَعْرِضْ عَنْ هذا إِنَّهُ قَدْ جاءَ أَمْرُ رَبِّکَ وَ إِنَّهُمْ آتیهِمْ عَذابٌ غَیْرُ مَرْدُودٍ».

"Maka tatkala rasa takut hilang dari Ibrahim dan berita gembira telah datang kepadanya, dia pun bersoal jawab dengan Kami tentang kaum Luth. Sesungguhnya Ibrahim itu benar-benar seorang yang penyantun lagi pengiba dan kembali kepada Allah. ‘Hai Ibrahim, tinggalkanlah soal jawab ini, sesungguhnya telah datang ketetapan Tuhanmu, dan sesungguhnya mereka itu akan didatangi azab yang tidak dapat ditolak.'"(Qs. Al-Hud [11]:74-76)

Terkait degan ungkapan "yujadiluna fi qaumi Luthin" (dia pun bersoal jawab dengan Kami tentang kaum Luth) disebutkan bahwa Nabi Ibrahim meminta kepada para malaikat untuk mengakhirkan azab bagi kaum Nabi Luth dengan harapan mereka [7]dapat beriman dan beramal saleh. Benar, kepribadian dan kedudukan seorang nabi seperti Ibrahim adalah demikian bahwa tatkala ia menerima berita yang menyenangkan, namun pikirannya bersama kaum Luth dan memohonkan kebaikan bagi mereka dan Allah Swt dengan penjelasan ini, "Wahai Ibrahim tinggalkanlah soal jawab ini..." menunjukkan bahwa kaum ini telah sampai pada batasan sehingga tiada harapan lagi yang tersisa untuk mereka dapat kembali dan mereka lebih maslahat berada dalam azab dan kebinasaan.[8]

Rujuk:
[1]. Silahkan lihat, Muhammad bin Yakub Kulaini, al-Kafi, Riset dan edit oleh Ali Akbar Ghaffari dan Muhammad Akhundi, jil. 5, hal. 546, Dar al-Kutub al-Islamiyah, Tehran, Cetakan Keempat, 1407 H; Muhammad Baqir Majlisi, Bihar al-Anwar, jil. 12, hal. 88, Dar Ihya al-Turats al-‘Arabiyah, Beirut, Cetakan Kedua, 1403 H; Jalaluddin Suyuthi, al-Dur al-Mantsur fi Tafsir al-Ma'tsur, jil. 3, hal. 338, Kitabkhaneh Ayatullah Mar'asyi Najafi, Qum, 1404 H.
[2]. Ali bin Husain Alam al-Huda, Tanzih al-Anbiyah, hal. 37, Dar al-Syarif al-Radhi, Qum, 1377 S.
[3]. Akan tetapi sebagian tidak melarang para malaikat menyantap makanan dan atas dasar itu mereka meyakaini bahwa Ibrahim mengetahui bahwa mereka ini adalah para malaikat Ilahi namun demikian ia tetap menyediakan makanan untuknya; Muhammad bin Ali, Ibnu Syahr Asyub Mazandarani, Mutasyabih al-Qur'an wa Mukhtalafuh, dengan pendahuluan oleh Allamah Syahrastani, jil. 1, hal. 221, Intisyarat Bidar, Qum, Cetakan Pertama, 1410 H.
[4]. Sayid Muhammad Husain Thabathabai, al-Mizan fi Tafsir al-Qura'n, jil. 10, hal. 321, Daftar Instiyarat Islami, Qum, Cetakan Kelima, 1417 H.
[5]. Fadhl bin Hasan, Thabarsi, Tafsir Jawami' al-Jami', jil. 2, hal. 156, Intisyarat Danesygah Tehran, Mudiriyat Hauzah Ilmiah Qum, Tehran, Cetakan Pertama, 1377 S.
[6]. Fadhl bin Hasan Thabarsi, Majma' al-Bayan fi Tafsir al-Qura'n, Mukaddimah Muhammad Jawad Balaghi, jil. 5, hal. 156, Nasir Khusruw, Tehran, Cetakan Ketiga, 1372 S; Mulla Muhsin Faidh Kasyani, Tafsir al-Shafi, Riset oleh Husain A'lami, jil. 2, hal. 460, Intisyarat al-Shadr, Tehran, Cetakan Kedua, 1415 H.
[7]. "Hai Zakaria, sesungguhnya Kami memberi kabar gembira kepadamu akan (beroleh) seorang anak yang bernama Yahya, yang sebelumnya Kami belum pernah menciptakan orang yang senama dengannya." Zakaria (karena sedemikian senangnya dan terkejut serta untuk memperoleh kemantapan hati) berkata, "Ya Tuhan-ku, bagaimana mungkin aku akan memiliki seorang anak, padahal istriku adalah seorang yang mandul dan aku (sendiri) sesungguhnya sudah mencapai umur yang sangat tua?" (Qs. Al-Maryam [19]:7-8)
[8]. Tanbih al-Khawatir, hal. 37.

Nasab Rasulillah Saww Bersih.. !! Lengkap dengan Datanya Dan Anda Putra Ali bukan Putra Rasul Saw!


Isu ini terangkat kala sebagian umat islam mengaku pengikut Rasulillah Saww justru memusyriknya ayahanda Rasulullah Saww. (Innalillah..)

Dalam menjawabnya saya sampaikan 2 jawaban sekaligus bahwa :

Nama ayahanda Rasulullah Saww adalah Sayyidina Abdullah bin Abdul Muthalib r.a yang artinya Hamba ALLAH.

Definisinya jelas bahwa ayahanda Rasul Saww sangat mengenal ALLAH AWJ
karena nama ini yang membedakan antara penyembah berhala dengan penyembah Illah SWT.

Contoh Nama nama Jahiliyah (mirip mirip Tuhan mereka Latta dan Udza):
Uta, Abul Udza, dll

Jadi jelaslah bahwa Ayahanda Mulia Ar Rasul Saww bukan seperti claim mereka..!

Ayah Nabi Ibrahim As tidak Kafir


Banyak orang yang memaknai bahwa Azar adalah ayahnya Nabi Ibrahim demi memuluskan upaya mereka menampilkan 'cacatnya' Nasab Nabi Saww.

Namun sekali Lagi Hujjah ALLAH AWJ membungkam sekaligus membongkar kebohongan bertingkat kaum hipokrit pendengki Ar Rasul Saww..

Dalam Nasab Umum inilah Nasab Ayahanda Rasul Saww :
Sayyidina Abdullah bin Abdul-Muththalib bin Hâsyim (AMR) bin 'Abd al-Manâf bin Qushay bin Kilab bin Murrah bin Ka'ab bin Lu ' Ayy bin Isma 'ell (Ismail) bin ibrahim bin Aaazar {Tarih} bin Tahur bin Saruj bin Rau' bin Falij bin Aaabir bin Syalih bin Arfakhsyad bin Saam bin Nuh bin Lamik bin Metusyalih bin Idris bin Yarid bin Mihla'iel bin Qinan bin Anusy bin Syith bin Adam A.S
Rantai Nasab diatas ada Nama Azar {tarih}

sesungguhnya keduanya adalah orang yang berbeda. Azaar adalah paman Nabi Ibrahim yang bekerja tuk Namrud dalam membuat Patung. Sedang Tarikh adalah Ayahanda Nabi Ibrahim As.

Lamanya sejarah serta berlapisnya pengkaburan membuat orang sulit mencari jawaban siapa Ayah Nabi Ibrahim As sebenarnya, Padahal Jawabannya ada di Depan mata

Kuncinya ada pada QS al An'am ayat 74 dalam kata Ab' (ayah dalam makna luas)

Penggunaannya :

Abu jabir (ayah Jabir)
Abu Abdillah (ayah Hamba Allah)
atau :

Abaaika (Kakek)

metode ini sederhana, namun banyak yang tidak faham, artinya penggunakaan kata ab' pada orang tertentu tidak menyatakan bahwa orang tersebut adalah Ayah dalam nasab.

Dalil yang dijadikan sebagai dasar pengkafiran ayah Nabi Ibrahim adalah ayat yang menyebutkan Azar sebagai " ab " Ibrahim. Misalnya :

" Ingatlah ( ketika ), Ibrahim berkata kepada " ab "nya Azar, " Apakah anda menjadikan patung-patung sebagai tuhan ?. Sesungguhnya Aku melihatmu dan kaummu berada pada kesesatan yang nyata ".( al An'am 74 ).

Atas dasar ayat ini, ayah Ibrahim yang bernama Azar adalah seorang kafir dan sesat. Kemudian ayat lain yang memuat permohonan ampun Ibrahim untuk ayahnya ditolak oleh Allah dikarenakan dia adalah musuh Allah ( al Taubah 114). Dalam menarik kesimpulan dari ayat di atas dan sejenisnya bahwa ayah nabi Ibrahim adalah seorang kafir sungguh sangat terlalu tergesa-gesa, karena kata " abun " dalam bahasa Arab tidak hanya berarti ayah kandung saja.

Kata ab' bisa juga berarti, ayah tiri, paman, dan kakek.

contoh lain

Misalnya al Qur'an menyebutkan Nabi Ismail sebagai " ab " Nabi Ya'kub as., padahal beliau adalah paman NabiYa'kub as.

"Adakah kalian menyaksikan ketika Ya'kub kedatangan (tanda-tanda) kematian, ketika ia bertanya kepada anak-anaknya, " Apa yang kalian sembah sepeninggalku ? ". Mereka menjawab, " Kami akan menyembah Tuhanmu dan Tuhan ayah-ayahmu, Ibrahim, Ismail dan Ishak, Tuhan yang Esa, dan kami hanya kepadaNya kami berserah diri ".( al Baqarah 133 )

Dalam ayat ini dengan jelas kata "aabaaika " bentuk jama' dari " ab " berarti kakek ( Ibrahim dan Ishak ) dan paman ( Ismail ).

Dan juga kata " abuya " atau " buya " derivasi dari " ab " sering dipakai dalam ungkapan sehari-hari bangsa Arab dengan arti guru, atau orang yang berjasa dalam kehidupan, termasuk panggilan untuk almarhum Buya Hamka, misalnya.

Dari keterangan ringkas ini, kita dapat memahami bahwa kata " ab " tidak hanya berarti ayah kandung, lalu bagaimana dengan kata " ab " pada surat al An'am 74 dan al Taubah 114 ?

Dengan melihat ayat-ayat yang menjelaskan perjalanan kehidupan Nabi Ibrahim as. akan jelas bahwa seorang yang bernama " Azar ", penyembah dan pembuat patung, bukanlah ayah kandung Ibrahim, melainkan pamannya atau ayah angkatnya atau orang yang sangat dekat dengannya dan Ia adalah pembuat Patung tuk Raja Namrud

Pada permulaan dakwahnya, Nabi Ibrahim as. mengajak Azar sebagai orang yang dekat dengannya, "Wahai ayahku, janganlah kamu menyembah setan, sesungguhnya setan itu durhaka Tuhan yang Maha Pemurah " ( Maryam 44 ).

Namun Azar menolak dan bahkan mengancam akan menyiksa Ibrahim. Kemudian dengan amat menyesal beliau mengatakan selamat jalan kapada Azar, dan berjanji akan memintakan ampun kepada Allah untuk Azar. " Berkata Ibrahim, " Salamun 'alaika, aku akan memintakan ampun kepada Tuhanku untukmu " ( Maryam 47 ).

Kemudian al Qur'an menceritakan bahwa Nabi Ibrahim As menepati janjinya untuk memintakan ampun untuk Azar seraya berdoa,

" Ya Tuhanku, berikanlah kepadaku hikmah dan gabungkan aku bersama orang-orang yang saleh. Jadikanlah aku buah tutur yang baik bagi orang-orang yang datang kemudian. Jadikanlah aku termasuk orang-orang yang mewarisi surga yang penuh kenikmatan, dan ampunilah ayahku ( abii ), sesungguhnya ia adalah termasuk golongan yang sesat. Jangnlah Kamu hinakan aku di hari mereka dibangkitkan kembali, hari yang mana harta dan anak tidak memberikan manfaat kecuali orang yang menghadapi Allah dengan hati yang selamat ".(al Syua'ra 83-89 ).

Allamah Thaba'thabai menjelaskan bahwa kata " kaana " dalam ayat ke 86 menunjukkan bahwa doa ini diungkapkan oleh Nabi Ibrahim as. setelah kematian Azar dan pengusirannya kepada Nabi Ibrahim as. ( Tafsir al Mizan 7/163).

Setelah Nabi Ibrahim as. mengungkapkan doa itu, dan itu sekedar menepati janjinya saja kepada Azar, Allah AWJ menyatakan bahwa tidak layak bagi seorang Nabi memintakan ampun untuk orang musyrik, maka beliau berlepas tangan ( tabarri ) dari Azar setelah jelas bahwa ia adalah musuh Allah swt. (lihat surat al Taubah 114 )

Walid = Ayah Nasab (kandung)

  • Bedakan dengan kata walid (sebutan ayah dalam makna nasab/ kandung) seperti doa yang diajarkan Khalil ALLAH Ibrahim As. dan Doa ini muktabar dikalangan kita. Jelaslah bahwa Walid menunjukkan bahwa ia menuju pada Orang tua asli (kandung)

Ketika Nabi Ibrahim datang ke tempat suci Mekkah dan besama keturunan membangun kembali ka'bah, beliau berdoa,

"Ya Tuhan kami, ampunilah aku, kedua walid- ku dan kaum mukminin di hari tegaknya hisab"( Ibrahim 41 ).

Kata " walid " hanya mempunyai satu makna yaitu yang melahirkan.

Dan yang dimaksud dengan " walid " disini tidak mungkin Azar, karena Nabi Ibrahim telah ber-tabarri (berlepas diri) dari Azar setelah mengetahui bahwa ia adalah musuh Allah (al taubah 114)

Dengan demikian, maka yang dimaksud dengan walid disini adalah orang tua yang melahirkan beliau, dan keduanya adalah orang-orang yang beriman. Selain itu, kata walid disejajarkan dengan dirinya dan kaum mukminin, yang mengindikasikan bahwa walid- beliau bukan kafir. Ini alasan yang pertama.

  • Alasan yang kedua, adalah ayat yang berbunyi, " Dan perpindahanmu ( taqallub) di antara orang-orang yang sujud ".( al Syua'ra 219 ). Sebagian ahli tafsir menafsirkan bahwa yang dimaksud dengan ayat ini adalah bahwa diri nabi Muhammad saww. berpindah-pindah dari sulbi ahli sujud ke sulbi ahli sujud.
Artinya ayah-ayah Nabi Muhammad dari Abdullah sampai Nabi Adam adalah orang-orang yang suka bersujud kepada Allah. (lihat tafsir al Shofi tulisan al Faidh al Kasyani 4/54 dan Majma' al Bayan karya al Thabarsi 7/323 ).

Nabi Ibrahim as. beserta ayah kandungnya termasuk kakek Nabi Muhammad saww. Dengan demikian, ayah kandung Nabi Ibrahim as. adalah seorang yang ahli sujud kepada Allah swt.

Tentu selain alasan-alasan di atas, terdapat bukti-bukti lain dari hadis Nabi yang menunjukkan bahwa ayah kandung Nabi Ibrahim as. bukan orang kafir.

Hingga timbul Pertanyaan Besar Siapa Ayah kandung Nabi Ibrahim As ?

As Sayyid Nikmatullah al Jazairi menjawabnya dalam kitab an Nur al Mubin fi Qashash al An biya wal Mursalin hal 270 mengutip az Zujjaj bahwa Ayahanda Nabi Ibrahim As bernama Tarikh


Salam atas Khalil ALLAH yang suci..
Salam atas Nabi ALLAH Ibrahim alaihissalam..


Source :
Dinukil dari Buletin al Jawad edisi 1421 dan Kitab Adam hingga Isa (Sayyid Jazairi)


Dalam artikel ana jabarkan secara global seperti pemahaman umumnya. dalam penjabaran semi detail :

00 IBRAHIM
01 Isma'eel
02 Nabit
03 Yashjub
04 Tayrah
05 Nahur
06 Muqawwam
07 Udad
08 'Adnan
09 Mu'ad
10 Nizar
11 Mudar
12 Ilyas
13 Mudrika
14 Khuzayma
15 Kinana
16 Al Nadr (Al Quraysh)
17 Malik
18 Fihr
19 Ghalib
20 Lu'ayy
21 Ka'ab
22 Murra
23 Kilab
24 Qussayy (Real name: Zayd)
25 'Abdu Manaf (Real name: Al Mughira)
26 Hashim (Real name: 'Amr) as Banu Hashim
27 'Abdu Al Mutallib (Real name: Shaiba)
28 'Abdullah
29 MUHAMMAD saw

Fokus penjabaran Artikel adalah pemisahan dan pembedaan Nama Azaar (pembuat patung) dengan Ayahanda Mulia Nabi Ibrahim As Tarikh (seorang Muslim).

Anda Putra Ali bukan Putra Rasul Saw!


Raja Harun al-Rasyid merasa terganggu jika mendengar masyarakat Muslim banyak memanggil Imam Musa al-Kazhim as dengan panggilan “Ibnu Rasul” yang artinya putra Rasulullah Saw, padahal menurutnya Rasulullah Saw tidak mempunyai keturunan laki-laki, sehingga menurut dia nasab Nabi Saw terputus.
Pada suatu kesempatan Harun al-Rasyid meminta Imam Musa al-Kazhim as untuk menemuinya.
Harun : “Mengapa Anda membiarkan masyarakat menasabkan diri Anda kepada Nabi Saw dan mereka memanggil Anda, “Ya Ibna Rasul – Wahai Putra Rasulullah” padahal, Anda adalah putra Ali (bukan putra Rasul), dan seseorang hanya dinasabkan kepada ayahnya. Sementara Fatimah hanyalah wadah. Nabi Saw adalah kakek atau moyang Anda dari pihak ibu Anda.”
Imam Musa : “Kalau Nabi Saw dibangkitkan, lalu menyampaikan kemuliaan Anda kepada Anda, akankah Anda menyambutnya?”
Harun : “Subhanallah! Mengapa saya tidak menyambut beliau? Saya akan membanggakan diri di hadapan bangsa Arab dan kaum non-Arab.”
Imam : “Akan tetapi, beliau tidak mengatakannya kepada saya dan saya pun tidak ingin mendahuluinya.”
Harun : “Anda benar. Akan tetapi, mengapa Anda sering mengatakan, “Kami keturunan Nabi Saw” padahal Nabi tidak memiliki keturunan? Sebab, keturunan itu dari pihak laki-laki, bukan dari pihak perempuan. Anda dilahirkan oleh putri Nabi (Fathimah). Oleh karena itu beritahukan kepada saya argumen Anda dalam masalah ini, wahai putra Ali. Anda dapat menegaskannya kepada saya dengan dalil dari Kitab Allah. Anda, wahai putra Ali, mengaku bahwa tidak turun dari kalian sedikit pun dari Kitab Allah itu, baik alif maupun wawu melainkan memiliki penakwilannya. Kalian berargumen dengan firman-Nya ‘Azza wa Jalla, “Tidaklah Kami alfakan sesuatu pun di dalam al-Kitab.” (QS al-An’am [6]: 38). Jadi, kalian tidak lagi memerlukan pendapat dan qiyas dari ulama lain.”
Imam : “Izinkanlah saya untuk menjawab.”
Harun : “Silahkan”
Imam : “Aku berlindung kepada Allah dari (godaan) setan yang terkutuk. Dengan nama Allah yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang. “Dan dari keturunannya (Nuh) yaitu Dawud, Sulaiman, Ayyub, orang-orang yang berbuat baik, dan Zakaria, Isa, dan Ilyas semuanya termasuk orang-orang yang shalih.” (QS al-An’am [6]: 84-85). Lalu, siapa ayah Nabi Isa?
Harun : “Isa tidak memiliki ayah.”
Imam : “Tetapi, mengapa Allah Azza wa Jalla menisbatkannya kepada keturunan para nabi melalui ibunya, Maryam as? Maka demikian pula kami (Ahlul-Bayt) dinisbatkan kepada keturunan Nabi Saw melalui ibu kami, Fathimah as! Maukah saya tambahkan penjelasannya?”
Harun: “Tentu!”
Imam : “Allah Swt berfirman, “Siapa yang membantahmu tentang kisah `Isa sesudah datang pengetahuan yang meyakinkanmu maka katakanlah (kepadanya), “Marilah kita memanggil anak-anak kami dan anak-anak kamu, perempuan kami dan perempuan kamu, diri kami dan diri kamu. Kemudian marilah kita ber-mubahalah kepada Allah dan kita minta supaya laknat Allah ditimpakan kepada orang-orang yang berdusta.” (QS Ali Imran [3]: 61). Tidak seorang pun mengaku bahwa ia disertakan Nabi Saw ke dalam jubah (al-kisa) ketika bermubahalah dengan kaum Nasrani kecuah Ali bin Abi Thalib as, Fatimah as, al-Hasan as, dan al-Husain as. Seluruh kaum Muslim sepakat bahwa maksud dari kalimat abna’ana (anak-anak kami) di dalam ayat mulia tersebut adalah Hasan dan Husain as, dan maksud nisa’ana (perempuan kami) adalah Fathimah al-Zahra as dan maksud kata anfusana (diri kami) adalah Ali bin Abi Thalib as.”
Harun : “Anda benar, wahai Musa!”
________________________________
Dikutip dari Allamah al-Tabarsi Abu Manshur Ahmad bin Ali di dalam kitabnya al-Ihtijaj JUz 2.

BENARKAH NABI SAW TERPUTUS KETURUNANNYA?


KETIKA Thahir, putra Nabi Saw dari Khadijah lahir dan langsung meninggal dunia, Amr bin Ash dan Hakam bin Ash justru bergembira ria sambil mengejek Nabi Saw dengan sebutan Al-Abtar, orang yang terputus keturunannya. [ 1]

Ejekan-ejekan mereka menyebar di kalangan kaum kafir Quraisy dan hal ini membuat Nabi Saw dan istri tercintanya, Khadijah as semakin berduka. Bagaimana tidak, tidak lama setelah kedua manusia mulia ini kehilangan seorang anak laki-lakinya, dua manusia berhati Iblis ini justru menyebarkan penghinaan terhadap Nabi Saw dengan sebutan yang sangat menyakitkan : Al-Abtar!

Namun Allah Swt tidak membiarkan kedua manusia (Rasul Saw & Khadijah as) yang dicintai-Nya ini terus dilarut duka. Allah Yang Maha Pemurah menurunkan sebuah surah yang diturunkan khusus untuk menghibur keduanya : Surah Al-Kautsar!

Tahukah Anda apakah Al-Kautsar itu? Apa isi surah ini sehingga Nabi Saw serta Sayyidah Khadijah merasa terhibur karenanya?

APAKAH AL-KAUTSAR ITU?

AL-KAUTSAR secara literal bermakna : Yang Berlimpah (abundance). Dengan wafatnya putra Rasulullah Saw dari Khadijah as tersebut, Allah SwT menghibur keduanya dengan Al-Kautsar, yaitu Sayyidah Fathimah! [2]

Melalui Sayyidah Fathimah as inilah keturunan Muhammad Saw berlanjut berlimpah-ruah sampai akhir zaman. [3]

Fakhrur Razi mengatakan bahwa, “Surah (Al-Kautsar) ini diturunkan untuk membantah pernyataan seorang kafir yang mencela Nabi Saw karena tidak mempunyai anak laki-laki, menjadi jelas bahwa makna yang diberikan di sini adalah bahwa Allah Swt memberi Nabi Saw keturunan yang akan abadi. Kita harus mengingat bahwa banyak pembantaian telah dilakukan terhadap keluarga Nabi, namun dunia masih dipenuhi oleh mereka; sementara Bani (keturunan) Umayyah punah kecuali beberapa orang yang tak berharga…” [4]

Al-Kautsar juga berarti sebuah sumber mata air atau telaga di Surga yang khusus Allah anugerahkan kepada Rasul Saw. Kadang-kadang Rasulullah Saw menyebut telaga karunianya ini dengan sebuatan : al-Haudh.
Diriwayatkan oleh Abu Bisyr di dalam Shahih Bukhari bahwa Said bin Jubair mengatakan bahwa Ibn Abbas menceritakan tentang al-Kautsar : “Al-Kautsar itu adalah “anugerah” yang Allah karuniakan kepada Rasulullah Saw.”. Lalu Abu Bisyr berkata kepada Said, “Tapi banyak orang mengatakan bahwa al-Kautsar itu adalah salah satu sungai (mata air) di surga.” Said menjawab, “Mata air surga itu adalah salah satu anugerah yang berlimpah ruah yang Allah karuniakan kepada Rasulullah Saw.” [5]

Masih di dalam Shahih Bukhari, Anas bin Malik meriwayatkan bahwa Rasulullah Saw meminta seorang Anshar agar mengumpulkan mereka (para sahabat Nabi) untuk berkumpul di sebuah tenda lalu beliau pun bersabda, “Bersabarlah sampai kalian menjumpai Allah dan Rasul-Nya dan aku akan menunggu kalian di Telaga (Al-Kautsar)” [6]

Dan yang paling menarik, masih di dalam kitab yang sama – Shahih Bukhari – Anas bin Malik menambahkan kalimat di atas dengan : “Namun kami tidak bersabar”[ 7]

NABI SAW TERPUTUS KETURUNANNYA?

Siapa pun yang menganggap Nabi Saw tidak memiliki keturunan dalam arti “silsilah beliau terputus karena beliau tidak memiliki seorang pun anak laki-laki” maka berarti ia tidak berbeda dengan kaum kafir Quraisy yang telah menghina Nabi Saw dengan sebutan al-Abtar. Allah SwT menyebut orang-orang yang berpikir bahwa Rasulullah Saw telah terputus keturunannya sebagai orang-orang yang membenci Rasulullah Saw, dengan firman-Nya: “Sesungguhnya orang-orang yang membenci kamu (Muhammad) dialah yang terputus (keturunannya)” (Al-Quran Surah Al-Kautsar:3)

Apakah Anda juga berpikir bahwa Nabi Saw tidak memiliki keturunan yang berlanjut? Saya berlindung kepada Allah SwT dari pemikiran seperti itu!

Al-Ash bin Wa’il, Abu Jahal dan Abu Lahab yang ketika mendengar putra Rasulullah saw, Al-Qasim wafat dalam usia balita, mereka mengejek Rasulullah sambil menyebarkan kabar bahwa “Muhammad adalah seorang al-abtar..!” (lelaki yang terputus keturunannya). Mendengar hal itu Rasulullah saw sangat bersedih hati. Maka turunlah ayat:
“Inna a’thaina kal kautsar. Fa shalli li Rabbika wan har. Innasya niaka huwal abtar.”
“Sungguh (hai Muhammad), Kami anugerahkan kepadamu “nikmat yang banyak”. Maka hendaklah engkau dirikan shalat semata-mata karena Tuhanmu., dan sembelihlah (ternak kurban). Sesungguhnya pembencimu itulah orang yang abtar (terputus keturunannya),

Sayyid Thabathaba’i, didlm Tafsir al Mizannya mengatakan bahwa makna “al-Kautsar” adalah “keturunan yang banyak” karena jika al-Abtar dimaknai “nikmat yang banyak”, maka maknanya menjadi tidak relevan dg asbabun nuzul atau latar belakang sebab turunnya ayat tsb.

BENARKAH PEREMPUAN TIDAK DAPAT MEMBERIKAN GARIS KETURUNAN?

Benarkah perempuan tidak dapat memberikan garis keturunan? Secara umum ya, tetapi secara khusus, Allah Swt memberikan keistimewaan kepada perempuan2 tertentu, misalnya Maryam as, ibunda Nabi Isa as.
“.. Dan dari keturunannya (Nabi Ibrahim a.s) ialah Daud, Sulaiman, Yusuf, Musa dan Harun. Demikianlah kami beri balasan kepada ornag-orang yang berbuat baik. Kemudian (menyusul) Zakariya, Yahya, Isa dan Ilyas. Semuanya termasuk orang-orang yang shaleh.” (Quran Surah Al-An’am : ayat 84-85)
Ayat di atas memasukkan Isa putera Maryam sebagai putera keturunan Nabi Ibrahim as, padahal kita mengetahui bahwa Nabi Isa as tidak memiliki ayah.

Dan pada ayat Mubahalah :
“Siapa yang membantahmu tentang kisah ‘Isa sesudah datang ilmu , maka katakanlah : “Marilah kita memanggil anak-anak kami dan anak-anak kamu, isteri-isteri kami dan isteri-isteri kamu, diri kami dan diri kamu; kemudian marilah kita bermubahalah kepada Allah dan kita minta supaya laknat Allah ditimpakan kepada orang-orang yang dusta.” (QS Ali Imran ayat 61)

Di dalam Shahih Muslim, kitab al-Fadhail, bab min fadhail ‘Ali bin Abi Thalib, Juz. 2 hal. 360, Cet. Isa al-Halaby, disebutkan bahwa pada saat itu yang dibawa serta oleh Rasulullah Saw adalah : Ali bin Abi Thalib, Fathimah, Hasan dan Husain, padahal ayat di atas tidak menyebutkan cucu2 Nabi Saw, tapi “anak-anak kamu”. [7b]

Dan simak hadits di bawah ini dengan sungguh-sungguh :
“…Setiap anak memiliki penisbatan keturunan melalui ayahnya (‘ishbah) , kecuali kedua putra Fatimah (Hasan dan Husain) . Karena sesungguhnya akulah wali dan ishbah untuk keduanya!” (Hadits Riwayat al-Hakim dari Jabir) [8]

Di dalam Shahih Bukhari pun diriwayatkan bahwa suatu waktu Rasulullah Saw membawa al-Hasan (putra Fatimah) lalu beliau Saw bersabda, “Sesungguhnya anakku ini adalah seorang Sayyid!” (Shahih Bukhari Jil. 4, Fadhail Al-Shahabah, Bab Manaqib al-Hasan, hadits no. 3746. Dalam edisi bahasa Inggris hadits no. 823) [9]

Dan memang di dalam kitab-kitab hadits mau pun sejarah telah tercatat bahwa Rasulullah saw senantiasa memanggil putra-putra Fatimah dengan panggilan: waladiy (anakku).
Jadi sekali lagi, jika sesorang berpikir bahwa keturunan Rasulullah Saw tidak berlanjut, maka orang itu sama dengan para pembenci Rasul Saw!

Saya berlindung dari yang demikian itu!
Allahumma shalli ‘ala Muhammadin wa aali Muhammad!

CATATAN KAKI :
1. Tafsir Ayatullah Mahdi Pooya ttg Surah Al-Kautsar. Sedangkan menurut Tafsir Singkat Ayatullah Makarim Syirazi, beliau mengatakan bahwa orang yang menghina Nabi Saw dengan perkataan Al-Abtar adalah : Al-Ass ibn Wa’il al-Sahmi. (Tafsir Singkat Ayatullah Makarim Syirazi ttg Surah al-Kautsar)
2. Fakhrur Razi di dalam Tafsir Fakhrur Razi-nya; Al-Thabarsi di dalam Majma al-Bayan-nya, dan Ayatullah Makarim Syirazi di dalam tafsir singkatnya.
3. Prof. Dr. Hamka, Tafsir Al-Azhar Juz 30, Surah Al-Kautsar.
4. Abu Muhammad Ordoni, Fatima The Gracious, Ahlul Bait Digital Library.
5. Shahih Bukhari Jil. 6, hadits no. 490. Hadits ini juga diriwayatkan oleh Al-Hakim, Ibn Jarir, dan Al-Suyuthi di dalam Durr al-Mantsur-nya.
6. Ibid, Jil. 9, hadits no. 533
7. Ibid, Jil. 4, hadits no. 375
Tentu saja maksud Anas bin Malik dengan kata-kata “Namun kami tidak bersabar” berhubungan erat dengan pesan terakhir Rasulullah Saw pada saat Hajji Wada’. Saat itu Rasulullah Saw berpesan, “Kiranya telah dekat saatnya aku dipanggil (oleh Tuhanku) dan aku segera memenuhinya. Sesungguhnya aku tinggalkan kepada kalian al-Tsaqalain (2 perkara yang berharga) Kitab Allah dan ‘Itrah, Ahlul Baitku. Kitab Allah adalah tali yang terbentang daripada langit ke bumi dan ‘Itrahku Ahlu l-Bait. Sesungguhnya Allah SWT memberitahuku tentang kedua-duanya. Sesungguhnya kedua-duanya tidak akan berpisah sampai dikembalikan kepadaku di (telaga) al-Haudh. Maka kalian jagalah baik-baik kedua peninggalanku itu.” (Hadits Riwayat Ahmad bin Hanbal di dalam Musnadnya dari Sa’id al-Khudri. Sedangkan Tirmidzi, Al-Hakim dan Al-Thabari juga meriwayatkannya namun dari Zaid bin Arqam)
7b. Hadis2 lainnya yg meriwayatkan peristiwa Mubahalah tsb antara lain :
– Shahih Tirmidzi Juz 4, hal. 293, hadis no. 3085, dan Juz 5, hal. 103, hadis no. 3808.
– Mustadrak ala Shahihain li al-Hakim, 3:150.
– Musnad Ahmad bin Hanbal 1:185, dan 3:97.
– Tafsir al-Thabari 3:299
– Tafsir al-Kasyaf li al-Zamakhsyari 1:368
– Tafsir Ibn Katsir 1:370-371
– Fathul Qadir li al-Syaukani 1:347
– Tafsir Al-Fakhrur Razi 2:699
– Dan masih banyak lagi yang belum saya cantumkan.
8. Thabrani juga meriwayatkan hadits serupa dari Sayyidah Fatimah Az-Zahra as. Thabrani juga meriwayatkan hadis lainnya dari Umar dengan lafaz yang berbeda: “…Setiap anak penisbatan keturunan mereka ikut sang ayah, kecuali putra Fatimah. Akulah ‘ishbat (marga) mereka sekaligus ayah mereka!”
Al-Hakim juga meriwayatkan hadits ini di dalam kitab haditsnya Mustadrak Al-Shahihain Jil. 3 hlm. 54.
9. Lihat Fathul Bari 7:94
- Tirmidzi, Al-manaqib Bab Manaqib al-Hasan wal Husain Jil.5 hlm. 616, hadits no. 3773.
- Abu Dawud misalnya di dalam kitabnya : Sunan Abu Dawud, Bab. 31, hadits no. 4276; Bab 35, hadits no. 4645.

*** SELESAI ***

- Al-Nasaiy 3 : 107 dalkam Al-Jumu’ah Bab : Khutbah Pemimpin Kepada Rakyatnya di atas mkimbar.
- Thabarani hadits no. 2588, 2592, 2593.
- Ahmad hadits 5:38, hadits no. 44, 49, 51.

Terkait Berita: