Isu ini terangkat kala sebagian umat islam mengaku pengikut
Rasulillah Saww justru memusyriknya ayahanda Rasulullah Saww.
(Innalillah..)
Dalam menjawabnya saya sampaikan 2 jawaban sekaligus bahwa :
Nama ayahanda Rasulullah Saww adalah Sayyidina Abdullah bin Abdul Muthalib r.a yang artinya Hamba ALLAH.
Definisinya jelas bahwa ayahanda Rasul Saww sangat mengenal ALLAH AWJ
karena nama ini yang membedakan antara penyembah berhala dengan penyembah Illah SWT.
Contoh Nama nama Jahiliyah (mirip mirip Tuhan mereka Latta dan Udza):
Uta, Abul Udza, dll
Jadi jelaslah bahwa Ayahanda Mulia Ar Rasul Saww bukan seperti claim mereka
..!
Ayah Nabi Ibrahim As tidak Kafir
Banyak
orang yang memaknai bahwa Azar adalah ayahnya Nabi Ibrahim demi
memuluskan upaya mereka menampilkan 'cacatnya' Nasab Nabi Saww.
Namun sekali Lagi Hujjah ALLAH AWJ membungkam sekaligus membongkar kebohongan bertingkat kaum hipokrit pendengki Ar Rasul Saww..
Dalam Nasab Umum inilah Nasab Ayahanda Rasul Saww :
Sayyidina
Abdullah bin Abdul-Muththalib bin Hâsyim (AMR) bin 'Abd al-Manâf bin
Qushay bin Kilab bin Murrah bin Ka'ab bin Lu ' Ayy bin Isma 'ell
(Ismail) bin ibrahim bin Aaazar
{Tarih} bin Tahur bin Saruj bin Rau' bin Falij bin Aaabir bin Syalih bin
Arfakhsyad bin Saam bin Nuh bin Lamik bin Metusyalih bin Idris bin
Yarid bin Mihla'iel bin Qinan bin Anusy bin Syith bin Adam A.S
Rantai Nasab diatas ada Nama Azar {tarih}
sesungguhnya
keduanya adalah orang yang berbeda. Azaar adalah paman Nabi Ibrahim
yang bekerja tuk Namrud dalam membuat Patung. Sedang Tarikh adalah
Ayahanda Nabi Ibrahim As.
Lamanya sejarah serta berlapisnya
pengkaburan membuat orang sulit mencari jawaban siapa Ayah Nabi Ibrahim
As sebenarnya, Padahal Jawabannya ada di Depan mata
Kuncinya ada pada QS al An'am ayat 74 dalam kata Ab' (ayah dalam makna luas)
Penggunaannya :
Abu jabir (ayah Jabir)
Abu Abdillah (ayah Hamba Allah)
atau :
Abaaika (Kakek)
metode
ini sederhana, namun banyak yang tidak faham, artinya penggunakaan kata
ab' pada orang tertentu tidak menyatakan bahwa orang tersebut adalah
Ayah dalam nasab.
Dalil yang dijadikan sebagai dasar pengkafiran
ayah Nabi Ibrahim adalah ayat yang menyebutkan Azar sebagai " ab "
Ibrahim. Misalnya :
" Ingatlah ( ketika ), Ibrahim berkata kepada
" ab "nya Azar, " Apakah anda menjadikan patung-patung sebagai tuhan ?.
Sesungguhnya Aku melihatmu dan kaummu berada pada kesesatan yang nyata
".( al An'am 74 ).
Atas dasar ayat ini, ayah Ibrahim yang bernama
Azar adalah seorang kafir dan sesat. Kemudian ayat lain yang memuat
permohonan ampun Ibrahim untuk ayahnya ditolak oleh Allah dikarenakan
dia adalah musuh Allah ( al Taubah 114). Dalam menarik kesimpulan dari
ayat di atas dan sejenisnya bahwa ayah nabi Ibrahim adalah seorang kafir
sungguh sangat terlalu tergesa-gesa, karena kata " abun " dalam bahasa
Arab tidak hanya berarti ayah kandung saja.
Kata ab' bisa juga berarti, ayah tiri, paman, dan kakek.
contoh lain
Misalnya al Qur'an menyebutkan Nabi Ismail sebagai " ab " Nabi Ya'kub as., padahal beliau adalah paman NabiYa'kub as.
"Adakah
kalian menyaksikan ketika Ya'kub kedatangan (tanda-tanda) kematian,
ketika ia bertanya kepada anak-anaknya, " Apa yang kalian sembah
sepeninggalku ? ". Mereka menjawab, " Kami akan menyembah Tuhanmu dan
Tuhan ayah-ayahmu, Ibrahim, Ismail dan Ishak, Tuhan yang Esa, dan kami
hanya kepadaNya kami berserah diri ".( al Baqarah 133 )
Dalam ayat ini dengan jelas kata "aabaaika " bentuk jama' dari " ab " berarti kakek ( Ibrahim dan Ishak ) dan paman ( Ismail ).
Dan
juga kata " abuya " atau " buya " derivasi dari " ab " sering dipakai
dalam ungkapan sehari-hari bangsa Arab dengan arti guru, atau orang yang
berjasa dalam kehidupan, termasuk panggilan untuk almarhum Buya Hamka,
misalnya.
Dari keterangan ringkas ini, kita dapat memahami bahwa
kata " ab " tidak hanya berarti ayah kandung, lalu bagaimana dengan kata
" ab " pada surat al An'am 74 dan al Taubah 114 ?
Dengan melihat
ayat-ayat yang menjelaskan perjalanan kehidupan Nabi Ibrahim as. akan
jelas bahwa seorang yang bernama " Azar ", penyembah dan pembuat patung,
bukanlah ayah kandung Ibrahim, melainkan pamannya atau ayah angkatnya
atau orang yang sangat dekat dengannya dan Ia adalah pembuat Patung tuk
Raja Namrud
Pada permulaan dakwahnya, Nabi Ibrahim as. mengajak
Azar sebagai orang yang dekat dengannya, "Wahai ayahku, janganlah kamu
menyembah setan, sesungguhnya setan itu durhaka Tuhan yang Maha Pemurah "
( Maryam 44 ).
Namun Azar menolak dan bahkan mengancam akan
menyiksa Ibrahim. Kemudian dengan amat menyesal beliau mengatakan
selamat jalan kapada Azar, dan berjanji akan memintakan ampun kepada
Allah untuk Azar. " Berkata Ibrahim, " Salamun 'alaika, aku akan
memintakan ampun kepada Tuhanku untukmu " ( Maryam 47 ).
Kemudian al Qur'an menceritakan bahwa Nabi Ibrahim As menepati janjinya untuk memintakan ampun untuk Azar seraya berdoa,
"
Ya Tuhanku, berikanlah kepadaku hikmah dan gabungkan aku bersama
orang-orang yang saleh. Jadikanlah aku buah tutur yang baik bagi
orang-orang yang datang kemudian. Jadikanlah aku termasuk orang-orang
yang mewarisi surga yang penuh kenikmatan, dan ampunilah ayahku ( abii
), sesungguhnya ia adalah termasuk golongan yang sesat. Jangnlah Kamu
hinakan aku di hari mereka dibangkitkan kembali, hari yang mana harta
dan anak tidak memberikan manfaat kecuali orang yang menghadapi Allah
dengan hati yang selamat ".(al Syua'ra 83-89 ).
Allamah
Thaba'thabai menjelaskan bahwa kata " kaana " dalam ayat ke 86
menunjukkan bahwa doa ini diungkapkan oleh Nabi Ibrahim as. setelah
kematian Azar dan pengusirannya kepada Nabi Ibrahim as. ( Tafsir al
Mizan 7/163).
Setelah Nabi Ibrahim as. mengungkapkan doa itu, dan itu sekedar menepati janjinya saja kepada Azar,
Allah AWJ menyatakan bahwa tidak layak bagi seorang Nabi memintakan
ampun untuk orang musyrik, maka beliau berlepas tangan ( tabarri ) dari
Azar setelah jelas bahwa ia adalah musuh Allah swt. (lihat surat al
Taubah 114 )
Walid = Ayah Nasab (kandung)
- Bedakan
dengan kata walid (sebutan ayah dalam makna nasab/ kandung) seperti doa
yang diajarkan Khalil ALLAH Ibrahim As. dan Doa ini muktabar dikalangan
kita. Jelaslah bahwa Walid menunjukkan bahwa ia menuju pada Orang tua
asli (kandung)
Ketika Nabi Ibrahim datang ke tempat suci Mekkah dan besama keturunan membangun kembali ka'bah, beliau berdoa,
"Ya Tuhan kami, ampunilah aku, kedua walid- ku dan kaum mukminin di hari tegaknya hisab"( Ibrahim 41 ).
Kata " walid " hanya mempunyai satu makna yaitu yang melahirkan.
Dan
yang dimaksud dengan " walid " disini tidak mungkin Azar, karena Nabi
Ibrahim telah ber-tabarri (berlepas diri) dari Azar setelah mengetahui
bahwa ia adalah musuh Allah (al taubah 114)
Dengan demikian, maka
yang dimaksud dengan walid disini adalah orang tua yang melahirkan
beliau, dan keduanya adalah orang-orang yang beriman. Selain itu, kata
walid disejajarkan dengan dirinya dan kaum mukminin, yang
mengindikasikan bahwa walid- beliau bukan kafir. Ini alasan yang
pertama.
- Alasan yang kedua, adalah ayat yang berbunyi, "
Dan perpindahanmu ( taqallub) di antara orang-orang yang sujud ".( al
Syua'ra 219 ). Sebagian ahli tafsir menafsirkan bahwa yang dimaksud
dengan ayat ini adalah bahwa diri nabi Muhammad saww. berpindah-pindah
dari sulbi ahli sujud ke sulbi ahli sujud.
Artinya
ayah-ayah Nabi Muhammad dari Abdullah sampai Nabi Adam adalah
orang-orang yang suka bersujud kepada Allah. (lihat tafsir al Shofi
tulisan al Faidh al Kasyani 4/54 dan Majma' al Bayan karya al Thabarsi
7/323 ).
Nabi Ibrahim as. beserta ayah kandungnya termasuk kakek
Nabi Muhammad saww. Dengan demikian, ayah kandung Nabi Ibrahim as.
adalah seorang yang ahli sujud kepada Allah swt.
Tentu selain
alasan-alasan di atas, terdapat bukti-bukti lain dari hadis Nabi yang
menunjukkan bahwa ayah kandung Nabi Ibrahim as. bukan orang kafir.
Hingga timbul Pertanyaan Besar Siapa Ayah kandung Nabi Ibrahim As ?
As
Sayyid Nikmatullah al Jazairi menjawabnya dalam kitab an Nur al Mubin
fi Qashash al An biya wal Mursalin hal 270 mengutip az Zujjaj bahwa
Ayahanda Nabi Ibrahim As bernama
Tarikh
Salam atas Khalil ALLAH yang suci..
Salam atas Nabi ALLAH Ibrahim alaihissalam..
Source :
Dinukil dari Buletin al Jawad edisi 1421 dan Kitab Adam hingga Isa (Sayyid Jazairi)
Dalam artikel ana jabarkan secara global seperti pemahaman umumnya. dalam penjabaran semi detail :
00 IBRAHIM
01 Isma'eel
02 Nabit
03 Yashjub
04 Tayrah
05 Nahur
06 Muqawwam
07 Udad
08 'Adnan
09 Mu'ad
10 Nizar
11 Mudar
12 Ilyas
13 Mudrika
14 Khuzayma
15 Kinana
16 Al Nadr (Al Quraysh)
17 Malik
18 Fihr
19 Ghalib
20 Lu'ayy
21 Ka'ab
22 Murra
23 Kilab
24 Qussayy (Real name: Zayd)
25 'Abdu Manaf (Real name: Al Mughira)
26 Hashim (Real name: 'Amr) as Banu Hashim
27 'Abdu Al Mutallib (Real name: Shaiba)
28 'Abdullah
29 MUHAMMAD saw
Fokus
penjabaran Artikel adalah pemisahan dan pembedaan Nama Azaar (pembuat
patung) dengan Ayahanda Mulia Nabi Ibrahim As Tarikh (seorang Muslim).
Anda Putra Ali bukan Putra Rasul Saw!
Raja
Harun al-Rasyid merasa terganggu jika mendengar masyarakat Muslim banyak memanggil Imam Musa al-Kazhim as dengan panggilan “
Ibnu Rasul”
yang artinya putra Rasulullah Saw, padahal menurutnya Rasulullah Saw
tidak mempunyai keturunan laki-laki, sehingga menurut dia nasab Nabi Saw
terputus.
Pada suatu kesempatan Harun al-Rasyid meminta Imam Musa al-Kazhim as untuk menemuinya.
Harun : “Mengapa Anda membiarkan masyarakat menasabkan diri Anda kepada Nabi Saw dan mereka memanggil Anda, “
Ya Ibna Rasul
– Wahai Putra Rasulullah” padahal, Anda adalah putra Ali (bukan putra
Rasul), dan seseorang hanya dinasabkan kepada ayahnya. Sementara Fatimah
hanyalah wadah. Nabi Saw adalah kakek atau moyang Anda dari pihak ibu
Anda.”
Imam Musa : “Kalau Nabi Saw dibangkitkan, lalu menyampaikan kemuliaan Anda kepada Anda, akankah Anda menyambutnya?”
Harun : “Subhanallah! Mengapa saya tidak menyambut beliau? Saya akan membanggakan diri di hadapan bangsa Arab dan kaum non-Arab.”
Imam : “Akan tetapi, beliau tidak mengatakannya kepada saya dan saya pun tidak ingin mendahuluinya.”
Harun : “Anda benar. Akan tetapi, mengapa Anda
sering mengatakan, “Kami keturunan Nabi Saw” padahal Nabi tidak memiliki
keturunan? Sebab, keturunan itu dari pihak laki-laki, bukan dari pihak
perempuan. Anda dilahirkan oleh putri Nabi (Fathimah). Oleh karena itu
beritahukan kepada saya argumen Anda dalam masalah ini, wahai putra Ali.
Anda dapat menegaskannya kepada saya dengan dalil dari Kitab Allah.
Anda, wahai putra Ali, mengaku bahwa tidak turun dari kalian sedikit pun
dari Kitab Allah itu, baik
alif maupun
wawu melainkan memiliki penakwilannya. Kalian berargumen dengan firman-Nya
‘Azza wa Jalla, “
Tidaklah Kami alfakan sesuatu pun di dalam al-Kitab.” (QS al-An’am [6]: 38). Jadi, kalian tidak lagi memerlukan pendapat dan qiyas dari ulama lain.”
Imam : “Izinkanlah saya untuk menjawab.”
Harun : “Silahkan”
Imam : “Aku berlindung kepada Allah dari (godaan) setan yang terkutuk. Dengan nama Allah yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang. “
Dan
dari keturunannya (Nuh) yaitu Dawud, Sulaiman, Ayyub, orang-orang yang
berbuat baik, dan Zakaria, Isa, dan Ilyas semuanya termasuk orang-orang
yang shalih.” (QS al-An’am [6]: 84-85). Lalu, siapa ayah Nabi Isa?
Harun : “Isa tidak memiliki ayah.”
Imam : “Tetapi, mengapa Allah Azza wa Jalla
menisbatkannya kepada keturunan para nabi melalui ibunya, Maryam as?
Maka demikian pula kami (Ahlul-Bayt) dinisbatkan kepada keturunan Nabi
Saw melalui ibu kami, Fathimah as! Maukah saya tambahkan penjelasannya?”
Harun: “Tentu!”
Imam : “Allah Swt berfirman, “
Siapa yang
membantahmu tentang kisah `Isa sesudah datang pengetahuan yang
meyakinkanmu maka katakanlah (kepadanya), “Marilah kita memanggil
anak-anak kami dan anak-anak kamu, perempuan kami dan perempuan kamu,
diri kami dan diri kamu. Kemudian marilah kita ber-mubahalah kepada
Allah dan kita minta supaya laknat Allah ditimpakan kepada orang-orang
yang berdusta.” (QS Ali Imran [3]: 61). Tidak seorang pun mengaku bahwa ia disertakan Nabi Saw ke dalam jubah (
al-kisa)
ketika bermubahalah dengan kaum Nasrani kecuah Ali bin Abi Thalib as,
Fatimah as, al-Hasan as, dan al-Husain as. Seluruh kaum Muslim sepakat
bahwa maksud dari kalimat
abna’ana (anak-anak kami) di dalam ayat mulia tersebut adalah
Hasan dan
Husain as, dan maksud
nisa’ana (perempuan kami) adalah Fathimah al-Zahra as dan maksud kata
anfusana (diri kami) adalah Ali bin Abi Thalib as.”
Harun : “Anda benar, wahai Musa!”
________________________________
Dikutip dari Allamah
al-Tabarsi Abu Manshur Ahmad bin Ali di dalam kitabnya
al-Ihtijaj JUz 2.
BENARKAH NABI SAW TERPUTUS KETURUNANNYA?
KETIKA Thahir, putra Nabi Saw dari Khadijah lahir dan langsung
meninggal dunia, Amr bin Ash dan Hakam bin Ash justru bergembira ria
sambil mengejek Nabi Saw dengan sebutan Al-Abtar, orang yang terputus
keturunannya. [ 1]
Ejekan-ejekan mereka menyebar di kalangan kaum kafir Quraisy dan hal
ini membuat Nabi Saw dan istri tercintanya, Khadijah as semakin berduka.
Bagaimana tidak, tidak lama setelah kedua manusia mulia ini kehilangan
seorang anak laki-lakinya, dua manusia berhati Iblis ini justru
menyebarkan penghinaan terhadap Nabi Saw dengan sebutan yang sangat
menyakitkan : Al-Abtar!
Namun Allah Swt tidak membiarkan kedua manusia (Rasul Saw &
Khadijah as) yang dicintai-Nya ini terus dilarut duka. Allah Yang Maha
Pemurah menurunkan sebuah surah yang diturunkan khusus untuk menghibur
keduanya : Surah Al-Kautsar!
Tahukah Anda apakah Al-Kautsar itu? Apa isi surah ini sehingga Nabi Saw serta Sayyidah Khadijah merasa terhibur karenanya?
APAKAH AL-KAUTSAR ITU?
AL-KAUTSAR secara literal bermakna : Yang Berlimpah (abundance).
Dengan wafatnya putra Rasulullah Saw dari Khadijah as tersebut, Allah
SwT menghibur keduanya dengan Al-Kautsar, yaitu Sayyidah Fathimah! [2]
Melalui Sayyidah Fathimah as inilah keturunan Muhammad Saw berlanjut berlimpah-ruah sampai akhir zaman. [3]
Fakhrur Razi mengatakan bahwa, “Surah (Al-Kautsar) ini diturunkan
untuk membantah pernyataan seorang kafir yang mencela Nabi Saw karena
tidak mempunyai anak laki-laki, menjadi jelas bahwa makna yang diberikan
di sini adalah bahwa Allah Swt memberi Nabi Saw keturunan yang akan
abadi. Kita harus mengingat bahwa banyak pembantaian telah dilakukan
terhadap keluarga Nabi, namun dunia masih dipenuhi oleh mereka;
sementara Bani (keturunan) Umayyah punah kecuali beberapa orang yang tak
berharga…” [4]
Al-Kautsar juga berarti sebuah sumber mata air atau telaga di Surga
yang khusus Allah anugerahkan kepada Rasul Saw. Kadang-kadang Rasulullah
Saw menyebut telaga karunianya ini dengan sebuatan : al-Haudh.
Diriwayatkan oleh Abu Bisyr di dalam Shahih Bukhari bahwa Said bin
Jubair mengatakan bahwa Ibn Abbas menceritakan tentang al-Kautsar :
“Al-Kautsar itu adalah “anugerah” yang Allah karuniakan kepada
Rasulullah Saw.”. Lalu Abu Bisyr berkata kepada Said, “Tapi banyak orang
mengatakan bahwa al-Kautsar itu adalah salah satu sungai (mata air) di
surga.” Said menjawab, “Mata air surga itu adalah salah satu anugerah
yang berlimpah ruah yang Allah karuniakan kepada Rasulullah Saw.” [5]
Masih di dalam Shahih Bukhari, Anas bin Malik meriwayatkan bahwa
Rasulullah Saw meminta seorang Anshar agar mengumpulkan mereka (para
sahabat Nabi) untuk berkumpul di sebuah tenda lalu beliau pun bersabda,
“Bersabarlah sampai kalian menjumpai Allah dan Rasul-Nya dan aku akan
menunggu kalian di Telaga (Al-Kautsar)” [6]
Dan yang paling menarik, masih di dalam kitab yang sama – Shahih
Bukhari – Anas bin Malik menambahkan kalimat di atas dengan : “Namun
kami tidak bersabar”[ 7]
NABI SAW TERPUTUS KETURUNANNYA?
Siapa pun yang menganggap Nabi Saw tidak memiliki keturunan dalam
arti “silsilah beliau terputus karena beliau tidak memiliki seorang pun
anak laki-laki” maka berarti ia tidak berbeda dengan kaum kafir Quraisy
yang telah menghina Nabi Saw dengan sebutan al-Abtar. Allah SwT menyebut
orang-orang yang berpikir bahwa Rasulullah Saw telah terputus
keturunannya sebagai orang-orang yang membenci Rasulullah Saw, dengan
firman-Nya: “Sesungguhnya orang-orang yang membenci kamu (Muhammad)
dialah yang terputus (keturunannya)” (Al-Quran Surah Al-Kautsar:3)
Apakah Anda juga berpikir bahwa Nabi Saw tidak memiliki keturunan
yang berlanjut? Saya berlindung kepada Allah SwT dari pemikiran seperti
itu!
Al-Ash bin Wa’il, Abu Jahal dan Abu Lahab yang ketika mendengar putra
Rasulullah saw, Al-Qasim wafat dalam usia balita, mereka mengejek
Rasulullah sambil menyebarkan kabar bahwa “Muhammad adalah seorang
al-abtar..!” (lelaki yang terputus keturunannya). Mendengar hal itu
Rasulullah saw sangat bersedih hati. Maka turunlah ayat:
“Inna a’thaina kal kautsar. Fa shalli li Rabbika wan har. Innasya niaka huwal abtar.”
“Sungguh (hai Muhammad), Kami anugerahkan kepadamu “nikmat yang banyak”.
Maka hendaklah engkau dirikan shalat semata-mata karena Tuhanmu., dan
sembelihlah (ternak kurban). Sesungguhnya pembencimu itulah orang yang
abtar (terputus keturunannya),
Sayyid Thabathaba’i, didlm Tafsir al Mizannya mengatakan bahwa makna
“al-Kautsar” adalah “keturunan yang banyak” karena jika al-Abtar
dimaknai “nikmat yang banyak”, maka maknanya menjadi tidak relevan dg
asbabun nuzul atau latar belakang sebab turunnya ayat tsb.
BENARKAH PEREMPUAN TIDAK DAPAT MEMBERIKAN GARIS KETURUNAN?
Benarkah perempuan tidak dapat memberikan garis keturunan? Secara umum
ya, tetapi secara khusus, Allah Swt memberikan keistimewaan kepada
perempuan2 tertentu, misalnya Maryam as, ibunda Nabi Isa as.
“.. Dan dari keturunannya (Nabi Ibrahim a.s) ialah Daud, Sulaiman,
Yusuf, Musa dan Harun. Demikianlah kami beri balasan kepada ornag-orang
yang berbuat baik. Kemudian (menyusul) Zakariya, Yahya, Isa dan Ilyas.
Semuanya termasuk orang-orang yang shaleh.” (Quran Surah Al-An’am : ayat
84-85)
Ayat di atas memasukkan Isa putera Maryam sebagai putera keturunan
Nabi Ibrahim as, padahal kita mengetahui bahwa Nabi Isa as tidak
memiliki ayah.
Dan pada ayat Mubahalah :
“Siapa yang membantahmu tentang kisah ‘Isa sesudah datang ilmu , maka
katakanlah : “Marilah kita memanggil anak-anak kami dan anak-anak kamu,
isteri-isteri kami dan isteri-isteri kamu, diri kami dan diri kamu;
kemudian marilah kita bermubahalah kepada Allah dan kita minta supaya
laknat Allah ditimpakan kepada orang-orang yang dusta.” (QS Ali Imran
ayat 61)
Di dalam Shahih Muslim, kitab al-Fadhail, bab min fadhail ‘Ali bin Abi
Thalib, Juz. 2 hal. 360, Cet. Isa al-Halaby, disebutkan bahwa pada saat
itu yang dibawa serta oleh Rasulullah Saw adalah : Ali bin Abi Thalib,
Fathimah, Hasan dan Husain, padahal ayat di atas tidak menyebutkan cucu2
Nabi Saw, tapi “anak-anak kamu”. [7b]
Dan simak hadits di bawah ini dengan sungguh-sungguh :
“…Setiap anak memiliki penisbatan keturunan melalui ayahnya (‘ishbah)
, kecuali kedua putra Fatimah (Hasan dan Husain) . Karena sesungguhnya
akulah wali dan ishbah untuk keduanya!” (Hadits Riwayat al-Hakim dari
Jabir) [8]
Di dalam Shahih Bukhari pun diriwayatkan bahwa suatu waktu Rasulullah
Saw membawa al-Hasan (putra Fatimah) lalu beliau Saw bersabda,
“Sesungguhnya anakku ini adalah seorang Sayyid!” (Shahih Bukhari Jil. 4,
Fadhail Al-Shahabah, Bab Manaqib al-Hasan, hadits no. 3746. Dalam edisi
bahasa Inggris hadits no. 823) [9]
Dan memang di dalam kitab-kitab hadits mau pun sejarah telah tercatat
bahwa Rasulullah saw senantiasa memanggil putra-putra Fatimah dengan
panggilan: waladiy (anakku).
Jadi sekali lagi, jika sesorang berpikir bahwa keturunan Rasulullah
Saw tidak berlanjut, maka orang itu sama dengan para pembenci Rasul Saw!
Saya berlindung dari yang demikian itu!
Allahumma shalli ‘ala
Muhammadin wa aali Muhammad!
CATATAN KAKI :
1. Tafsir Ayatullah Mahdi Pooya ttg Surah Al-Kautsar. Sedangkan
menurut Tafsir Singkat Ayatullah Makarim Syirazi, beliau mengatakan
bahwa orang yang menghina Nabi Saw dengan perkataan Al-Abtar adalah :
Al-Ass ibn Wa’il al-Sahmi. (Tafsir Singkat Ayatullah Makarim Syirazi ttg
Surah al-Kautsar)
2. Fakhrur Razi di dalam Tafsir Fakhrur Razi-nya; Al-Thabarsi di
dalam Majma al-Bayan-nya, dan Ayatullah Makarim Syirazi di dalam tafsir
singkatnya.
3. Prof. Dr. Hamka, Tafsir Al-Azhar Juz 30, Surah Al-Kautsar.
4. Abu Muhammad Ordoni, Fatima The Gracious, Ahlul Bait Digital Library.
5. Shahih Bukhari Jil. 6, hadits no. 490. Hadits ini juga diriwayatkan
oleh Al-Hakim, Ibn Jarir, dan Al-Suyuthi di dalam Durr al-Mantsur-nya.
6. Ibid, Jil. 9, hadits no. 533
7. Ibid, Jil. 4, hadits no. 375
Tentu saja maksud Anas bin Malik dengan kata-kata “Namun kami tidak
bersabar” berhubungan erat dengan pesan terakhir Rasulullah Saw pada
saat Hajji Wada’. Saat itu Rasulullah Saw berpesan, “Kiranya telah dekat
saatnya aku dipanggil (oleh Tuhanku) dan aku segera memenuhinya.
Sesungguhnya aku tinggalkan kepada kalian al-Tsaqalain (2 perkara yang
berharga) Kitab Allah dan ‘Itrah, Ahlul Baitku. Kitab Allah adalah tali
yang terbentang daripada langit ke bumi dan ‘Itrahku Ahlu l-Bait.
Sesungguhnya Allah SWT memberitahuku tentang kedua-duanya. Sesungguhnya
kedua-duanya tidak akan berpisah sampai dikembalikan kepadaku di
(telaga) al-Haudh. Maka kalian jagalah baik-baik kedua peninggalanku
itu.” (Hadits Riwayat Ahmad bin Hanbal di dalam Musnadnya dari Sa’id
al-Khudri. Sedangkan Tirmidzi, Al-Hakim dan Al-Thabari juga
meriwayatkannya namun dari Zaid bin Arqam)
7b. Hadis2 lainnya yg meriwayatkan peristiwa Mubahalah tsb antara lain :
– Shahih Tirmidzi Juz 4, hal. 293, hadis no. 3085, dan Juz 5, hal. 103, hadis no. 3808.
– Mustadrak ala Shahihain li al-Hakim, 3:150.
– Musnad Ahmad bin Hanbal 1:185, dan 3:97.
– Tafsir al-Thabari 3:299
– Tafsir al-Kasyaf li al-Zamakhsyari 1:368
– Tafsir Ibn Katsir 1:370-371
– Fathul Qadir li al-Syaukani 1:347
– Tafsir Al-Fakhrur Razi 2:699
– Dan masih banyak lagi yang belum saya cantumkan.
8. Thabrani juga meriwayatkan hadits serupa dari Sayyidah Fatimah
Az-Zahra as. Thabrani juga meriwayatkan hadis lainnya dari Umar dengan
lafaz yang berbeda: “…Setiap anak penisbatan keturunan mereka ikut sang
ayah, kecuali putra Fatimah. Akulah ‘ishbat (marga) mereka sekaligus
ayah mereka!”
Al-Hakim juga meriwayatkan hadits ini di dalam kitab haditsnya Mustadrak Al-Shahihain Jil. 3 hlm. 54.
9. Lihat Fathul Bari 7:94
- Tirmidzi, Al-manaqib Bab Manaqib al-Hasan wal Husain Jil.5 hlm. 616, hadits no. 3773.
- Abu Dawud misalnya di dalam kitabnya : Sunan Abu Dawud, Bab. 31, hadits no. 4276; Bab 35, hadits no. 4645.
*** SELESAI ***
- Al-Nasaiy 3 : 107 dalkam Al-Jumu’ah Bab : Khutbah Pemimpin Kepada Rakyatnya di atas mkimbar.
- Thabarani hadits no. 2588, 2592, 2593.
- Ahmad hadits 5:38, hadits no. 44, 49, 51.