Daftar Isi Nusantara Angkasa News Global

Advertising

Lyngsat Network Intelsat Asia Sat Satbeams

Meluruskan Doa Berbuka Puasa ‘Paling Sahih’

Doa buka puasa apa yang biasanya Anda baca? Jika jawabannya Allâhumma laka shumtu, maka itu sama seperti yang kebanyakan masyarakat baca...

Pesan Rahbar

Showing posts with label Nabi Ismail As. Show all posts
Showing posts with label Nabi Ismail As. Show all posts

Persamaan agama-agama


Sumber Buku: Jalan Kebenaran dan Penuntunnya

Dapat kita katakan bahwa dasar setiap agama langit tidak lebih dari satu hal, yaitu taat di hadapan Allah SWT. Dengan ungkapan lain, sesungguhnya agama-agama lain adalah satu agama, yaitu “Islam”.

Yang jelas bukan berarti segala yang disampaikan dan diajarkan oleh para nabi di setiap periode adalah satu dan tidak ada perbedaannya. Karena mungkin saja beberapa hukum syar’i setiap agama berbeda dengan agama setelahnya; namun dasar dan tujuan semua itu adalah satu, yaitu ibadah dan ketaatan terhadap Allah SWT.

Allah SWT. berfirman:
Sesungguhnya agama (yang diridhai) disisi Allah hanyalah Islam. Tiada berselisih orang-orang yang telah diberi Al Kitab kecuali sesudah datang pengetahuan kepada mereka, karena kedengkian (yang ada) di antara mereka. Barangsiapa yang kafir terhadap ayat-ayat Allah maka sesungguhnya Allah sangat cepat hisab-Nya. Kemudian jika mereka mendebat kamu (tentang kebenaran Islam), maka katakanlah: “Aku menyerahkan diriku kepada Allah dan (demikian pula) orang-orang yang mengikutiku.” Dan katakanlah kepada orang-orang yang telah diberi Al Kitab dan kepada orang-orang yang ummi: “Apakah kamu (mau) masuk Islam.” Jika mereka masuk Islam, sesungguhnya mereka telah mendapat petunjuk, dan jika mereka berpaling, maka kewajiban kamu hanyalah menyampaikan (ayat-ayat Allah). Dan Allah Maha Melihat akan hamba-hamba-Nya. (QS. Ali Imran [3] : 19-20).

Jadi, yang menjadi ruh ajaran para nabi adalah Islam. Ada ayat-ayat lain yang dapat menjadi bukti tambahan atas perkara ini:
Dan tidak ada yang benci kepada agama Ibrahim, melainkan orang yang memperbodoh dirinya sendiri, dan sungguh Kami telah memilihnya di dunia dan sesungguhnya dia di akhirat benar-benar termasuk orang-orang yang saleh. (QS. Al-Baqarah [2] : 130).

Lalu Ia berfirman:
Ketika Tuhannya berfirman kepadanya: “Tunduk patuhlah!” Ibrahim menjawab: “Aku tunduk patuh kepada Tuhan semesta alam.” (QS. Al-Baqarah [2] : 131).

Dengan demikian, tolak ukur terpilihnya seorang hamba oleh Allah SWT. adalah “Islam” (tunduk dan patuh sepenuhnya).

Tidak hanya ajaran nabi Ibrahim AS. saja yang “Islam”, namun ia juga mewasiatkan “Islam” kepada anak-anaknya. Begitu pula dengan nabi Ya’qub AS., ia menasehati anak-anaknya akan perkara ini. Allah SWT. berfirman:
Dan Ibrahim telah mewasiatkan ucapan itu kepada anak-anaknya, demikian pula Ya’qub. (Ibrahim berkata): “Hai anak-anakku! Sesungguhnya Allah telah memilih agama ini bagimu, maka janganlah kamu mati kecuali dalam memeluk agama Islam.” (QS. Al-Baqarah [2] : 132).

Lalu di akhir hayatnya, nabi Ya’qub AS. berwasiat kepada anak-anaknya:
Adakah kamu hadir ketika Ya’qub kedatangan (tanda-tanda) maut, ketika ia berkata kepada anak-anaknya: “Apa yang kamu sembah sepeninggalku?” Mereka menjawab: “Kami akan menyembah Tuhanmu dan Tuhan nenek moyangmu, Ibrahim, Ismail dan Ishaq, (yaitu) Tuhan Yang Maha Esa dan kami hanya tunduk patuh kepada-Nya.” (QS. Al-Baqarah [2] : 133).

Oleh karena itu, dapat dikatakan bahwa hakikat islam dan ruh ajaran para nabi adalah tunduk patuh di hadapan Tuhan[1] dan fitrah manusia pun benar-benar menyadarinya.

Allah SWT. berfirman:
Maka hadapkanlah wajahmu dengan lurus kepada agama Allah; (tetaplah atas) fitrah Allah yang telah menciptakan manusia menurut fitrah itu. Tidak ada peubahan pada fitrah Allah. (Itulah) agama yang lurus; (QS. Ar Ruum [30] : 30).

Ayat di atas menggambarkan kepada kita bahwa tuntutan “Islam” adalah ketaatan, kepatuhan dan kecenderungan diri kepada Allah SWT.


Referensi:
[1] Sering dipertanyakan, apakah perintah-perintah Tuhan selalu satu dan monoton? Ini adalah permasalahan yang lain lagi. Di antara agama-agama terdapat perbedaan-perbedaan hukum syar’i; dan bahkan dalam satu agama saja, di satu saat hukum itu berebeda dengan di saat lainnya. Dalam agama Islam, mulanya umat Islam diperintahkan untuk shalat menghadap Baitul MuqaddAS. Lalu tak lama kemudian turun perintah agar mereka shalat menghadap Baitullah Haram.

Memaknai Idul Adha; Mari Berkorban untuk Kemanusiaan

Idul Adha dan peristiwa kurban yang setiap tahun dirayakan umat muslim di dunia seharusnya tak lagi dimaknai sebatas proses ritual, tetapi juga diletakkan dalam konteks peneguhan nilai-nilai kemanusiaan dan spirit keadilan, sebagaimana pesan tekstual utama agama.


Kurban dalam bahasa Arab sendiri disebut dengan qurbah yang berarti mendekatkan diri kepada Allah. Dalam ritual Idul Adha itu terdapat apa yang biasa disebut udlhiyah (penyembelihan hewan kurban). Pada hari itu kita menyembelih hewan tertentu, seperti domba, sapi, atau kerbau, guna memenuhi panggilan Tuhan.

Idul Adha juga merupakan refleksi atas catatan sejarah perjalanan kebajikan manusia masa lampau, untuk mengenang perjuangan monoteistik dan humanistik yang ditorehkan Nabi Ibrahim. Idul Adha bermakna keteladanan Ibrahim yang mampu mentransformasi pesan keagamaan ke aksi nyata perjuangan kemanusiaan.
Dalam konteks ini, mimpi Ibrahim untuk menyembelih anaknya, Ismail, merupakan sebuah ujian Tuhan, sekaligus perjuangan maha berat seorang Nabi yang diperintah oleh Tuhannya melalui malaikat Jibril untuk mengurbankan anaknya. Peristiwa itu harus dimaknai sebagai pesan simbolik agama, yang menunjukkan ketakwaan, keikhlasan, dan kepasrahan seorang Ibrahim pada titah sang pencipta.

Bagi Ali Syari’ati (1997), ritual kurban bukan cuma bermakna bagaimana manusia mendekatkan diri kepada Tuhannya, akan tetapi juga mendekatkan diri kepada sesama, terutama mereka yang miskin dan terpinggirkan. Sementara bagi Jalaluddin Rakhmat (1995), ibadah kurban mencerminkan dengan tegas pesan solidaritas sosial Islam, mendekatkan diri kepada saudara-saudara kita yang kekurangan.

Dengan berkurban, kita mendekatkan diri kepada mereka yang fakir. Bila Anda memiliki kenikmatan, Anda wajib berbagi kenikmatan itu dengan orang lain. Bila Anda puasa, Anda akan merasa lapar seperti mereka yang miskin. Ibadah kurban mengajak mereka yang mustadh’afiin untuk merasakan kenyang seperti Anda.
Atas dasar spirit itu, peringatan Idul Adha dan ritus kurban memiliki tiga makna penting sekaligus. Pertama, makna ketakwaan manusia atas perintah sang Khalik. Kurban adalah simbol penyerahan diri manusia secara utuh kepada sang pencipta, sekalipun dalam bentuk pengurbanan seorang anak yang sangat kita kasihi.

Kedua, makna sosial, di mana Rasulullah melarang kaum mukmin mendekati orang-orang yang memiliki kelebihan rezeki, akan tetapi tidak menunaikan perintah kurban. Dalam konteks itu, Nabi bermaksud mendidik umatnya agar memiliki kepekaan dan solidaritas tinggi terhadap sesama. Kurban adalah media ritual, selain zakat, infak, dan sedekah yang disiapkan Islam untuk mengejewantahkan sikap kepekaaan sosial itu.

Ketiga, makna bahwa apa yang dikurbankan merupakan simbol dari sifat tamak dan kebinatangan yang ada dalam diri manusia seperti rakus, ambisius, suka menindas dan menyerang, cenderung tidak menghargai hukum dan norma-norma sosial menuju hidup yang hakiki.

Bagi Syari’ati, kisah penyembelihan Ismail, pada hakikatnya adalah refleksi dari kelemahkan iman, yang menghalangi kebajikan, yang membuat manusia menjadi egois sehingga manusia tuli terhadap panggilan Tuhan dan perintah kebenaran. Ismail adalah simbolisasi dari kelemahan manusia sebagai makhluk yang daif, gila hormat, haus pangkat, lapar kedudukan, dan nafsu berkuasa. Semua sifat daif itu harus disembelih atau dikorbankan.

Pengorbanan nyawa manusia dan harkat kemanusiaannya jelas tidak dibenarkan dalam ajaran Islam dan agama mana pun. Untuk itu, Ibrahim tampil menegakkan martabat kemanusiaan sebagai dasar bagi agama tauhid, yang kemudian dilanjutkan oleh Nabi Muhammad dalam ajaran Islam. Ali Syari’ati mengatakan Tuhan Ibrahim itu bukan Tuhan yang haus darah manusia, berbeda dengan tradisi masyarakat Arab saat itu, yang siap mengorbankan manusia sebagai “sesaji” para dewa.

Ritual kurban dalam Islam dapat dibaca sebagai pesan untuk memutus tradisi membunuh manusia demi “sesaji” Tuhan. Manusia, apa pun dalihnya, tidak dibenarkan dibunuh atau dikorbankan sekalipun dengan klaim kepentingan Tuhan. Lebih dari itu, pesan Iduladha (Kurban) juga ingin menegaskan dua hal penting yang terkandung dalam dimensi hidup manusia (hablun minannas).

Pertama, semangat ketauhidan, keesaan Tuhan yang tidak lagi mendiskriminasi ras, suku atau keyakinan manusia satu dengan manusia lainnya. Di dalam nilai ketauhidan itu, terkandung pesan pembebasan manusia dari penindasan manusia lainnya atas nama apa pun. Kedua, Idul Adha juga dapat diletakkan dalam konteks penegakan nilai-nilai kemanusiaan, seperti sikap adil, toleran, dan saling mengasihi tanpa dilatarbelakangi kepentingan-kepentingan di luar pesan profetis agama itu sendiri.

Masalahnya, spirit kemanusiaan yang seharusnya menjadi tujuan utama Islam, dalam banyak kasus tereduksi oleh ritualisme ibadah-mahdah. Seakan-akan agama hanya media bagi individu untuk berkomunikasi dengan Tuhannya, yang lepas dari kewajiban sosial-kemanusiaan. Keberagamaan yang terlalu teosentris dan sangat personal itu, pada akhirnya terbukti melahirkan berbagai problem sosial dan patologi kemanusiaan.

Muslim Nusantara Pertama Pergi ke Mekah

Kabah di Mekah, 1885. Foto: Al-Sayyid Abd al-Ghaffar.

Ke kota suci Mekah, umat Islam Nusantara pertama membawa misi sultan, berdagang, dan menuntut ilmu, sekaligus menunaikan ibadah haji.

OLEH: HENDRI F. ISNAENI

DAYA tarik Mekah begitu kuat bagi setiap Muslim, karena kota ini memiliki sejarah panjang. Mekah disebut “kota para nabi.” Adam ialah nabi pertama yang menapakkan kakinya di Mekah. “Ia menunaikan haji di kota itu dan mendoakan keturunannya agar dosa-dosanya diampuni,” kata Zuhairi Misrawi, intelektual muda Nahdlatul Ulama dan penulis buku soal Mekah. Beberapa nabi yang meninggal di Mekah di antaranya Nuh, Hud, Syua’ib, dan Shaleh.

Nabi yang memiliki jasa dan sejarah monumental pada Mekah adalah Ibrahim. Dia dan anaknya, Ismail, membangun Kabah atau rumah Allah (Baitullah). Pasca-Ibrahim, Mekah dikuasai kabilah Jurhum dari Yaman, lalu digantikan kabilah Khuza’a. Penggantinya yang berkuasa paling lama adalah kabilah Quraisy yang dipimpin Qushay, leluhur Nabi Muhammad. “Nabi yang meneruskan jejak juang Ibrahim adalah Muhammad,” kata Zuhairi.

Di Mekah, Muhammad lahir, menerima wahyu, membebaskan Mekah, dan menunaikah haji wada’ (haji perpisahan), yang tak lama kemudian meninggal di Madinah. Pasca-Nabi, Mekah tetap di bawah kendali pemuka Quraisy. “Secara tak tertulis ada semacam kesepakatan bahwa pemimpin Mekah harus mempunyai garis darah dari klan Quraish,” ujar Zuhairi.

Tragisnya, Mekah kemudian diperebutkan dinasti-dinasti Islam hingga jatuh ke tangan Muhammad bin Saud, yang memimpin gerakan Wahabisme. Dan keluarga Saud-lah yang berkuasa atas Mekah hingga saat ini.
Mekah juga disebut Ummul Qura, ibu dari segala tempat di muka bumi. Berziarah ke Mekah berarti mengenang asal-muasal alam semesta.“Karena Mekah tempat pertama yang diciptakan untuk manusia, setiap orang akan tertarik untuk sampai ke kota itu. Ia menjadi kiblat bagi setiap manusia, terutama umat Islam,” ujar Zuhairi.

Selain itu, Mekah adalah sumbu bumi. Martin van Bruinessen dalam “Mencari Ilmu dan Pahala di tanah Suci: Orang Nusantara Naik Haji,” Ulumul Qur’an Volume II No 5, 1990, menyebut Mekah sebagai pusat kosmis, titik temu antara dunia fana dan alam supranatural. Di Jawa, masa pra-Islam, pusat-pusat kosmis memainkan peranan sentral. Kuburan para leluhur, gunung, gua dan hutan tertentu, serta tempat “angker” lainnya tak hanya diziarahi tapi juga dikunjungi untuk mencari ilmu (ngelmu) alias kesaktian dan wahyu (legitimasi kekuasaan).

“Setelah orang Jawa mulai masuk Islam,” tulis Martin van Bruinessen, “Mekahlah yang, tentu saja, dianggap sebagai pusat kosmis utama.”

Ludovico di Varthema, orang Roma pertama yang mengunjungi Mekah pada 1503, melihat jamaah haji dari kepulauan Nusantara, yang dia sebut “India Timur Kecil”. Jemaah haji yang dijumpai Varthem itu, menurut M. Shaleh Putuhena dalam Historiografi Haji Indonesia, barangkali orang-orang Nusantara yang pertama menunaikan ibadah haji.

“Tetapi, mereka bukan jemaah haji yang sengaja berangkat dari Nusantara untuk melaksanakan ibadah haji. Mereka adalah pedagang, utusan sultan, dan pelayar yang berlabuh di Jedah dan berkesempatan untuk berkunjung ke Mekah,” tulis Shaleh.

Umat Islam Nusantara yang pertama datang ke Mekah itu bertujuan mencari legitimasi politik, berniaga, menimba ilmu, sekaligus menunaikan ibadah haji.

Biografi Nabi Ibrahim


Nabi Ibrahim hidup sekitar 1997-1822 SM, bersama anaknya, Ismail terkenal sebagai pembangun ka’bah. Ia diangkat menjadi nabi sekitar tahun 1900 SM untuk kaum Kal’an di Kaldaniyyun Ur, kini Negara Iraq. Ibrahim Salah Satu Nabi dan Rasul Alloh yang mendapat keistimewaan Alloh selain nabi Muhammad saw, nabi Isa dan nabi Musa.

Nabi Ibrahim adalah putera Aaazar bin Tahur bin Saruj bin Rau’ bin Falij bin Aaabir bin Syalih bin Arfakhsyad bin Saam bin Nuh A.S. Ia dilahirkan di “Faddam A’ram” dalam kerajaan “Babylon” . Kerajaan Babylon saat itu kerajaan yang makmur, sejahtera. Namun dalam kehidupan beragama mereka berada di tingkat jahiliyah. tidak mengenal Tuhan, dan menyembah patung-patung yang mereka pahat sendiri dari batu-batu. Babylon diperintah Raja Namrud bin Kan’aan yang menjalankan pemerintaan dengan tangan besi dan seorang diktaktor. Kekuasaan, kemewahan,kekayaan yang besar ternyata membuatnya semakin tidak puas dengan apa yang diperolehnya. Ia kemudian menasbihkan diri menjadi Tuhan yang harus disembah rakyatnya. Di tengah-tengah masyarakat yang sedemikian buruknya lahirlah Nabi Ibrahim dari seorang ayah yang bekerja sebagai pemahat dan pedagang patung. Semasa remajanya Nabi Ibrahim sering disuruh ayahnya keliling kota menjual patung-patung buatannya, namun karena iman dan tauhid yang telah diilhamkan oleh Tuhan kepadanya ia tidak bersemangat untuk menjajakan barang-barang itu bahkan secara mengejek ia menawarkan patung -patung ayahnya kepada calon pembeli dengan kata-kata:” Siapakah yang akan membeli patung-patung yang tidak berguna ini? “
Sebelum memerangi kekafiran, Nabi Ibrahim lebih dulu mempertebal iman dan keyakinannya, menguatkan hatinya serta membersihkan keraguan dengan memohon kepada Allah agar diperlihatkan kepadanya bagaimana Dia menghidupkan kembali makhluk-makhluk yang sudah mati. Allah mengabulkan permohonan Nabi Ibrahim lalu diperintahkanlah ia menangkap empat ekor burung lalu setelah memperhatikan dan meneliti bahagian tubuh-tubuh burung itu, memotongnya menjadi berkeping-keping mencampur-baurkan kemudian tubuh burung yang sudak hancur-luluh dan bercampur-baur itu diletakkan di atas puncak setiap bukit dari empat bukit yang letaknya berjauhan satu dari yang lain. Setelah dikerjakan apa yang telah diisyaratkan oleh Allah itu, diperintahnyalah Nabi Ibrahim memanggil burung-burung yang sudah terkoyak-koyak tubuhnya dan terpisah jauh tiap-tiap bahagian tubuhnya. Dengan izin Allah datanglah kempat ekor burung itu dalam keadaan utuh bernyawa seperti sedia kala begitu mendengar seruan dan panggilan Nabi Ibrahim kepadanya. Tercapailah apa yang diinginkan Nabi Ibrahim untuk mententeramkan hatinya dan menghilangkan keraguan di dalam iman dan keyakinannya.

Setelah mantap iman, tauhid serta kayakinan tentang keesaan Alloh, Nabi Ibrahim kemudian mulai berdakwah di awali dari kelaurganya. Dengan sikap yang sopan dan tetap menunjukkan rasa hormat kpada orang tuanya, ia menyampaikan bahwa ia diutuskan oleh Allah sebagai nabi dan rasul dan bahwa ia telah diilhamkan dengan pengetahuan dan ilmu yang tidak dimiliki oleh ayahnya dan meminta orang tuanya untuk tidak menyembah patung. Ayahnya kemudian murka.

Karena Ibrahim telah berani mengecam dan menghina kepercayaan ayahnya bahkan mengajakkannya untuk meninggalkan kepercayaan itu dan menganut kepercayaan dan agama yang ia bawa. Ia tidak menyembunyikan murka dan marahnya tetapi dinyatakannya dalam kata-kata yang kasar. Nabi Ibrahim justru diusir dari rumahnya.

Namun Ibrahim menerima amarah ayahnya dengan sikap tenang. Ibrahim justru berdoa untuk ” Oh ayahku! Semoga engkau selamat, aku akan tetap memohonkan ampun bagimu dari Allah dan akan tinggalkan kamu dengan persembahan selain kepada Allah. Mudah-mudahan aku tidak menjadi orang yang celaka dan malang dengan doaku utkmu.” Lalu keluarlah Nabi Ibrahim meninggalkan rumah ayahnya dalam keadaan sedih dan prihati karena tidak berhasil mengangkatkan ayahnya dari lembah syirik dan kufur.

Penolakan ayahnya terhadap dakwahnya dengan cara yang kasar dan kejam itu tidak mempengaruhi ketetapan hatinya untuk terus memberi penerangan kepada kaumnya. Dalam setiap kesempatan Ia selalu mengajak kaumnya berdialog tentang kepercayaan yang mereka anut dan ajaran yang ia bawa, namun Ia tetap tidak berdaya menyadarkan umatnya.

Nabi Ibrahim kemudian ingin membuktikan kepada kaumnya dengan perbuatan yang nyata yang dapat mereka lihat dengan mata kepala mereka sendiri bahwa berhala-berhala dan patung-patung mereka betul-betul tidak berguna bagi mereka dan bahkan tidak dapat menyelamatkan dirinya sendiri. Ketika kota sudah sunyi, dengan membawa sebuah kapak ditangannya ia pergi menuju tempat beribadatan kaumnya Ibrahim menghancurkan semua patung-patung yang ada kecuali Patung yang paling besar. Pada leher patung tersebut dikalungkan sebuah kapak.

Melihat semua patung hancur, penduduk Babylon terperanjat dan menuduh Ibrahim yang menghancurkan patung-patung tersebut. Ibrahim kemudian ditangkap serta di adili secara terbuka disaksikan seluruh rakyat. Ketika Nabi Ibrahim datang menghadap para hakim yang akan mengadili ia disambut oleh para hadirin dengan teriakan kutukan dan cercaan, menandakan sangat gusarnya para penyembah berhala terhadap beliau yang telah berani menghancurkan persembahan mereka.

Ibrahim kemudian ditanya oleh seorang hakim. “Apakah engkau yang menghancurkan tuhan-tuhan kami?” Nabi Ibrahim menjawab: “Patung besar yang berkalungkan kapak di lehernya itulah yang melakukannya. coba tanya saja kepada patung-patung itu siapakah yang menghancurkannya.”Para hakim terdiam sejenak, melihat yang satu kepada yang lain, berbisik-bisik, Kemudian hakim berjata:” Engkau kan tahu bahwa patung-patung itu tidak dapat bercakap dan berkata mengapa engkau minta kami bertanya kepadanya?” Berkata Nabi Ibrahim kepada para hakim itu:” Jika demikian halnya, mengapa kamu sembah patung-patung itu, yang tidak dapat berkata, tidak dapat melihat dan tidak dapat mendengar, tidak dapat membawa manfaat atau menolak mudharat, bahkan tidak dapat menolong dirinya dari kehancuran dan kebinasaan?
Dari sidang tersebut Ibrahim kemudian di hukum dengan dibakar hidup-hidup. Maka seluruh rakyat berduyun-duyun mengumpulkan kayu bakar. Ibrahim kemudian di bakar dalam kobaran api yang sangat besar dalam keadaan terbelenggu. Namun dengan kekuasaan Alloh Ibrahim tetap hidup dan tidak sedikitpun kulitnya yang lecet terbakar. Semua orang tercenggang dalam rasa heran. Mukjizat yang diberikan oleh Allah s.w.t. kepada Nabi Ibrahim sebagai bukti nyata kebenaran ajarannya dan membuka mata hati banyak orang untuk memikirkan kembali ajakan Nabi Ibrahim dan dakwahnya sehingga banyak masyarakat yang menjadi pengikut Nabi Ibrahim.

Terkait Berita: