Dalam sebuah milis salah satu ormas besar Indonesia, seorang Bapak menulis: “…Sunni di Iran adalah aliran sesat, Syi’ah di Arab Saudi adalah aliran sesat. Dan Syi’ah di Indonesia bagaimana? Padahal populasinya lebih besar dari Ahmadiyah.”
Saya kaget membacanya karena tidak sesuai dengan apa yang saya baca. Kemudian saya memposting sebagai informasi tambahan. Namun, postingan saya ditahan alias tidak di-approve.
Dalam postingan itu, saya mengemukakan bahwa dalam buku “Pelangi di Persia: Menyusuri Eksotisme Iran” disebutkan bahwa Muslim Sunni mendapatkan tempat tersendiri dan tidak dianggap sesat. Bahkan, kaum Sunni tinggal nyaman di Provinsi Shiraz dan Sanandaj, Iran.
Pada dua provinsi itu, kaum Sunni menjadi mazhab mayoritas dan memiliki masjid-masjid yang besar serta sering terjadi Muslim Sunni melakukan pernikahan dengan Muslim Syiah. Jadi, tidak ada konflik mazhab di Iran. Kalau diskusi pemikiran kritis dan rasional banyak berlangsung di pusat-pusat keilmuan seperti universitas maupun hauzah.
Kalau tidak percaya, silakan buka buku “Pelangi di Persia: Menyusuri Eksotisme Iran” karya Dina Y. Sulaeman. Dina adalah warga Indonesia yang menjadi wartawan dan pernah tinggal cukup lama di Iran, diterbitkan PT.IIMaN, 2007, halaman 137-154 dan 226.
Dalam berita yang disiarkan IRIB bahwa persatuan Sunnah Syiah dilakukan di Iran. Almarhum Imam Khomeini, selaku pemimpin tertinggi Republik Islam Iran, pada masa hidupnya Imam Khomeini membuat hari libur pada hari kelahiran Nabi Muhammad saw dari tanggal 12-17 Rabiul Awwal. Penanggalan libur Iran ini menggabungkan pendapat Ahlu Sunnah yang meyakini 12 dan Syiah yang meyakini 17 Rabiul Awwal.
Di Iran pula banyak beredar buku-buku karya ulama Ahlu Sunnah yang sudah diterjemahkan dalam bahasa Persia. Para ulama Syiah banyak yang mengambil rujukan dari Abu Hamid Al-Ghazali, Ibnu Arabi, dan ulama Sunni lainnya dalam menulis buku-bukunya. Kemudian pemerintah Iran sendiri mendirikan lembaga untuk mendekatkan Sunnah dan Syiah dalam bentuk dialog dan kegiatan keagamaan serta membantu menyelesaikan konflik di negeri-negeri Islam.
Di Mekkah (Arab Saudi) dan Bogor (Indonesia) pernah digelar kegiatan dialog Sunnah Syiah dan upaya penyelesaian kasus serangan Israel kepada Palestina dan Lebanon.
Saya menduga konflik atau perseteruan mazhab muncul karena ada embusan dari mereka yng tidak mau terwujudnya persatuan dan kesatuan di antara sesama umat Islam.
Adapun soal Syiah di Indonesia, sudah mendapat legalitas dalam bentuk pendirian yayasan-yayasan dan telah berdiri ormas Ikatan Pecinta Ahlu Bait (IPABI) di Bogor serta Ikatan Jamaah Ahlu Bait Indonesia (IJABI) yang dideklarasikan oleh almarhum Gusdur (Presiden Republik Indonesia KH.Abdurrahman Wahid) pada 1 Juli 2000 di Gedung Merdeka Bandung. Yang kini posisi Ketua Dewan Syuro IJABI ditempati oleh Prof.Dr.KH.Jalaluddin Rakhmat, M.Sc. Ormas IJABI ini terdaftar secara resmi di Departemen Dalam Negeri RI melalui Direktorat Jenderal Kesatuan Bangsa dan Perlindungan Masyarakat nomor: 127 Tahun 2000/D.I tanggal 11 Agustus 2000.
Menurut Kang Jalal (Jalaluddin Rakhmat) bahwa IJABI merupakan ormas yang menghimpun para pencinta Ahlul Bait Nabi Muhammad saw dari kalangan mana pun untuk melakukan kerja-kerja pemberdayaan mustadh’afin dan pencerahan pemikiran umat.
Soal Ahmadiyah, saya kira masalah lain yang perlu dikaji bersama. Kalau memang Ahmadiyah itu berbeda dengan agama Islam, sebaiknya disarankan untuk mengaku agama tersendiri: Ahmadiyah. Kalau masih mengaku Islam, doktrin kenabian terakhir yang jatuh pada Mirza Ghulam Ahmad harus disingkirkan kemudian meyakini bahwa Nabi Muhammad saw adalah Nabi dan Rasul terakhir.
Pemerintah Iran bukan meLarang Kaum Sunni di Iran Shalat Jumat walaupun pemerintah Saudi yang melarang kaum Syiah melakukan ibadah ritual di rumah-rumah mereka yang ada di wilayah Saudi….. Iran pernah meminta agar kaum sunni shalat Jumat di belakang kaum syi’ah dan mengikuti contoh mereka dalam shalat-shalat mereka konstitusi Iran sebenarnya tidak menghalangi siapa pun dari melaksanakan kepercayaannya dalam menjalankan kegiatan keagamaan, baik muslim maupun non-Muslim.
pasal 12 dari Konstitusi Iran yang menjamin kebebasan beribadah bagi Sunni di Iran.
Hanya 8 persen dari penduduk Iran yang beraliran Sunni, mereka kebanyakan berada di perbatasan. Mayoritas penduduk Iran adalah Syiah.
memaksa individu sunni untuk shalat di belakang orang yang berbeda secara doktrin keagamaanya adalah sebuah ipaya persatuan yang menyeluruh.
Sebenarnya buku Pelangi di Persi yang saya beli cetakan pertama tahun 2007, cukup lama tetapi saya pribadi berpenbdapat isinya cukup relevan untuk menjawab kenapa bangsa Iran bisa bertahan diembargo Amerika Serikat dan sekutunya selama bertahun-tahun tanpa rasa takut.
Buku yang ditulis Dina Y. Suleman ini merupakan memoir bersama Suaminya dalam mengamati bangsa Iran. Maklum saja mereka sudah 8 tahun tinggal di Iran, pertama mendapat beasiswa kedua karena bekerja di IRIB (Radi dan Televisi Iran) sebagai penterjemah.
Bagi saya penggambaran mereka tentang Iran dalam buku ini, bukan hanya propaganda anti Amerika tetapi benar-benar penggambaran jujur orang asing yang tinggal di Iran. Contohnya saja orang Iran memang orang yang ramah dan bersahabat, namuan pada saat yang bersamaan jika anda ke pasar maka pembeli akan menghadapi sikap menjengkelkan penjual-penjual di pasar. Apalagi ternyata mereka juga masih bersikap rasial dengan pendatang dari Afghanistan karena dianggap merebut lapangan kerja, walaupun itu juga kesalahan mereka sendiri karena hanya mau mendapatkan upah tinggi.
Yang menariknya lagi walaupun negara dengan azas Islam, setiap peninggalan budaya bangsa dan kebudayaan Persia tidak serta merta dihancurkan, bandingkan dengan Afghanistan yang menghancurkan patung Budha terbesar di dunia. Sehingga penulis dan suaminya sangat menikmati kunjungan-kunjungan ke situs-situ peninggalan bangsa Persia, malah sempat ke Ka’abah dan Mekkah-nya kamu Zoaster yang tentu saja dirawat dan diperhatikan oleh pemerintah.
Selain itu yang menarik adalah walaupun Jumat menjadi hari libur ternyata banyak pria Iran melakukan Sholat Jumat dan tentu saja yang tidak shalat tidak di hukum oleh pemerintah.
Bukan hanya itu jika ada perayaan keagamaan yang sekiranya menggangu masyarakat lain, maka pemerintahnya tak segan untuk membatasi perayaan tersebut terlepas itu perayaan Islam, Zoroaster maupun Kristen. Atau ternyata banyak pria Iran yang “takut” dengan Istrinya sehingga mereka tidak berani poligami. Dan ternyata banyak pria di Iran ternyata suka melayani istrinya. Menarik kan?
Bukan hanya masyarakatnya, penulis juga menceritakan tentang PEMILU dan Ahmadinejad. Hal yang paling menarik adalah Press Realease pertama Ahmaddinejad adalah berisi pelarangan pejabat pemerintah yang sudah umroh dan naik haji untuk umroh dan naik haji lagi karena jika itu terjadi maka mereka meninggalkan perkerjaannya melayani masyarakat.
Mungkin Iran juga bukan negara Islam yang sempurna namun ada baiknya kita mengambil teladan bangsa ini. Toh, apapun azas negara yang kita anut jika rakyat merasa kenyang dan saling menghormati terjalin antara pemerintah dan rakyat pasti negara itu akan berhasil.
tulisan ini merupakan bantahan terhadap tulisan ::
1. http://www.eramuslim.com/berita/dunia/pemerintah-iran-larang-kelompok-sunni-di-iran-shalat-jumat.htm
Source: http://arrahmah.com/read/2010/10/20/9592-otoritas-iran-larang-digelar-sholat-jumat-di-mesjid-sunni.html#ixzz1H1DH5BCn
2. http://konspirasi.com/peristiwa/pemerintah-iran-larang-kaum-sunni-di-iran-shalat-jumat/
3. http://wwwc4-torpedo.blogspot.com/2010/05/pemerintah-iran-larang-kaum-sunni-di.html
4. http://suluhperadaban.blogspot.com/2010/11/biadab-pemerintah-syiah-iran-larang.html
Tidak Ada Satupun Mesjid Ahlus Sunnah di Teheran, Benarkah?
Tersiar di kalangan banyak orang, bahwa tidak satupun di Teheran terdapat mesjid Ahlus Sunnah, dan pengikut Ahlus Sunnah oleh ketentuan pemerintah Iran ditekan untuk turut shalat berjama’ah di masjid-masjid Syiah. Berita miring ini banyak dihembuskan oleh media-media Barat dan AS, khususnya VOA (Voice of Amerika) yang sayangnya dinukil begitu saja oleh media-media berbasis Islam.
Menurut Kantor Berita ABNA, menukil berita dari Ghaem News , beberapa orang Ahlusunnah Teheran mengklaim bahwa mereka dilarang dan tidak diperbolehkan membangun masjid khusus bagi jama’ah mereka oleh pemerintah setempat. Pengklaiman ini segera mendapat respon oleh media-media Barat dengan menurunkan berita bahwa Teheran satu-satunya ibukota negara yang tidak terdapat masjid Ahlus Sunnahnya.
Berita yang tendensius dan berbau propaganda negatif bagi persatuan Sunni-Syiah ini, oleh pihak Wahabi diterima secara antusias dengan menyebarkan desas-desus fitnah, bahwa pemerintah Iran yang mayoritas Syiah melarang dan menghalang-halangi dakwah Ahlus Sunnah di negara tersebut, dan Ahlus Sunnah mengalami perlakuan tidak adil dari pemerintah Iran, sementara Yahudi dan Nashrani bahkan Majusi di negara tersebut mendapat perlindungan dan hak-haknya.
Ini ada kedustaan belaka, sebab pihak Ahlus Sunnah juga mendapat perwakilan di Parlemen. Di kawasan yang mayoritas Sunni, mereka mendirikan masjid dan mendapat izin untuk melakukan ritual-ritual keagamaan mereka secara terbuka dan bebas.
Di Teheran sendiri, terdapat 9 buah mesjid yang dikelola khusus oleh jama’ah Ahlus Sunnah. Meski demikian karena jumlah mereka yang minoritas dan tersebar sehingga masjid-masjid tersebut kadang sepi dari jam’ah bahkan tidak melangsungkan shalat berjam’ah sama sekali. Namun, masjid-masjid tersebut menjadi sangat ramai di bulan Ramadhan, dan pengikut Ahlus Sunnah menjadikannya sebagai tempat shalat tarawih berjama’ah.
Berikut daftar nama-nama mesjid yang didirikan jama’ah Ahlus Sunnah di Teheran,
1. Masjid Sodiqiyah, Falake 2 Sodiqiyah.
2. Masjid Tehran Fars, jalan Delavaran
3. Masjid Syahr Quds, KM 20 jalan Qadim
4. Masjid Khalij Fars, Bozorkroh Fath
5. Masjid an-Nabi, Syahrak Donesh
6. Masjid Haftjub, jalan Mullarad
7. Masjid Vahidiyeh, Syahriyar
8. Masjid Nasim Syahr, Akbarabad
9. Masjid Reza Abad, Simpang 3 jalan Syahriyar
Desember 2010
//
PBB, AS Kutuk Pemboman Mesjid di Iran
//
Ringkasan Berita
Serangan bom bunuh diri di sebuah mesjid di Iran pada Rabu yang menewaskan setidaknya 38 warga setempat dan melukai 50 orang lainnya, menuai kecaman dunia internasional, termasuk yang dilontarkan oleh Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) dan Pemerintah Amerika Serikat.
Berita Selengkapnya
New York (ANTARA News) – Serangan bom bunuh diri di sebuah mesjid di Iran pada Rabu yang menewaskan setidaknya 38 warga setempat dan melukai 50 orang lainnya, menuai kecaman dunia internasional, termasuk yang dilontarkan oleh Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) dan Pemerintah Amerika Serikat.
Sekretaris Jenderal PBB Ban Ki-moon dalam pernyataan yang dikeluarkan di Markas Besar PBB, New York, Rabu, mengutuk keras pemboman yang terjadi di kota Chabahar, Iran, itu.
Juru Bicara Sekjen PBB, Martin Nesirky, mengungkapkan Ban sangat terkejut mendengar aksi mengerikan teroris yang menjadikan jamaah yang sedang memperingati hari suci Asyura sebagai target serangan.
“Sekretaris Jenderal mengutus sekeras-kerasnya pemboman bunuh diri di mesjid di Chabahar, Iran, yang diberitakan telah menghilangkan nyawa sejumlah orang dan melukai banyak orang lainnya” kata Nesirky.
Asyura adalah salah satu hari suci penting yang diperingati oleh kaum Muslim Syiah.
Kecaman juga datang dari Washington, DC.
“Saya mengutuk keras serangan teroris hari ini yang diklaim dilakukan oleh Jundullah, yang menjadikan laki-laki, perempuan dan anak-anak Iran yang sedang beribadah di mesjid di Chabahar, Iran, sebagai target serangan,” kata Menteri Luar Negeri Amerika Serikat Hillary Rodham Clinton.
Hillary menegaskan serangan itu merupakan contoh lainnya yang ditunjukkan para teroris dalam aksi mereka yang bersifat pengecut untuk menyakiti dan menimbulkan ketakutan terhadap warga sipil tak berdosa.
“Para pelaku serangan itu harus mempertanggungjawabkan aksi mereka,” katanya.
Ia mengingatkan masyarakat global agar terus waspada dalam memerangi organisasi teroris maupun teroris perorangan yang dapat mengancam nyawa manusia di berbagai belahan dunia.
Kantor Berita Reuters yang mengutip stasiun televisi Al Arabiya melaporan Kelompok Jundallah mengklaim mereka sebagai pihak yang bertanggung jawab terhadap serangan di Chabahar itu.
Bulan Juli lalu, Jundallah juga mengaku berada di balik serangan terhadap Masjid Agung di Zahedan, Iran, dengan target para anggota pasukan Korps Pengawal Revolusi.
Setidaknya 28 orang tewas dalam serangan itu.
Pemerintah AS pada bulan lalu secara resmi menetapkan Jundallah sebagai organisasi teroris asing.
Penetapan itu disambut baik oleh Iran, yang sebelumnya menuduh AS sebagai pendukung kelompok tersebut.(*)
(ABNS)
Post a Comment
mohon gunakan email