Pesan Rahbar

Home » » FPI dan Ulama Polisikan Dedi Mulyadi Atas Tudingan Menista Islam

FPI dan Ulama Polisikan Dedi Mulyadi Atas Tudingan Menista Islam

Written By Unknown on Wednesday 20 April 2016 | 12:38:00

Bupati Purwakarta, Dedi Mulyadi beserta keluarga (Foto: Detikom)

Bupati Purwakarta, Dedi Mulyadi menegaskan akan memenuhi panggilan penyidik dari Polda Jawa Barat terkait laporan tuduhan melakukan penistaan agama yang diajukan Dewan Pimpinan Daerah Front Pembela Islam (FPI) Jawa Barat. dan Majelis Dakwah Manhajus Solihin Purwakarta.

Sebagai warga negara taat hukum, dia berjanji akan mengikuti proses hukum yang semestinya diikuti. “Saya sebagai warga negara yang baik, begitu ada surat panggilan pertama akan datang langsung menemui penyidik, memberi penjelasan,” tegas Dedi, Senin 30 November 2015.

Syahid Joban ulama dari Majelis Dakwah Manhajus Solihin Purwakarta melaporkan Bupati Dedi Mulyadi ke Polda Jabar didampingi Ketua DPD FPI Jabar Abdul Qohar. Syahid mempersoalkan dua buku Dedi yang berjudul Spirit Budaya dan Kang Dedi Menyapa yang dinilainya menodai agama Islam

“Kami datang melaporkan Bupati Purwakarta Dedi Mulyadi karena menodai agama Islam. Beliau sampaikan tak hanya dalam acara-acara, tapi juga berbentuk tulisan (buku),” ucap Syahid yang diantar diantar sekitar 12 pria anggota FPI.

Laporan Syahid dilengkapi barang bukti berupa dua judul buku tulisan Dedi. Dia membawa bukti berupa dua buku serta satu piringan cakram atau VCD yang disebut berisi kompilasi tayangan pidato Dedi.

“Buku ini banyak penodaan terhadap Islam. Juga di dalam audio visual yang saya bawa ini juga menistakan Islam,” ujar Syahid.

Dia tak terima dengan pemikiran Dedi yang dituangkan pada buku tersebut serta video. Syahid menyebut video pidato Bupati Purwakarta tersebut dinilai menghina Islam itu beredar di YouTube.

Ketua DPD FPI Jabar Abdul Qohar menyebut buku karya Dedi Mulyadi tersebut dianggap menistakan agama karena menulis konsep tauhid yang berseberangan dengan syariat Islam. “Dedi menulis bahwa agama itu budaya, serta budaya ialah agama. Berarti pemahaman beliau menyamaratakan antara budaya dan agama. Kalau agama dalam Islam yaitu bersumber dari wahyu Allah, maka kebenarannya pasti mutlak. Budaya itu menurut budayawan Selo Sumarjan ialah cipta karya manusia, berarti produk manusia,” kata Qohar.

Laporan polisi itu bernomor LPB/983/XI/2015/Jabar tanggal 30 November 2015. Dedi dituding melanggar Pasal 156 KUHPidana yaitu tindak pidana barang siapa di muka umum menyatakan perasaan permusuhan, kebencian atau merendahkan suatu atau beberapa gologan rakyat Indonesia..

Dedi sendiri menyatakan tidak akan mengomentari apa yang menjadi dasar pengaduan dari ulama Purwakarta. “Biarkan para akhi sosiolinguistik yang menilainya,” ujar Dedi.

Namun, dirinya menjelaskan isi kandungan ilmiah buku yang dipersoalkannya. Dedi mengatakan, jika difahami substansinya, bukunya berpijak dari pandangan dunia tentang kesatuan wujud yang justru bisa menciptakan harmoni alam semesta.

Selain itu, bukunya tersebut juga menggambarkan tentang budaya bukan sekedar produk seni, tapi nilai lokalitas yang mampu membangun kekuatan hidup yang beradab, bernalar kesemestaan.

“Sehingga air, tanah, matahari, udara menjadi senyawa energi bagi kesejahteraan masyarakat tanpa eksploitasi. Karena manusia mentaati ketentuan hukum alam yang pasti,” kata Dedi menjelaskan pendapatnya.

Tentang ungkapan kesucian tempat, Dedi yang sudah bergelar haji ini menegaskan, misalnya saja mengenai ungkapan kabah atau Mekkah yang dipinjam, sebenarnya ini maknanya bahwa semua tempat harus suci. Terkadang di negeri sendiri, manusia Indonesia kerap merusak hutan juga mata air. Bagaimana kalau semua tempat dianggap suci seperti Mekkah, tentu alam tidak akan rusak.

“Kampung kita tidak kotor karena dirusak oleh perbuatan manusia. Tidak dikotori oleh sampah,” terang Dedi menjelaskan makna ungkapannya.

Kemudian mengenai sunda wiwitan, maksud dia, kembali ke asal mana menjadi orang bersih yang menjaga alam, tidak merusak hutan. “Sebenarnya dari ungkapan-ungkapan itu maksudnya memberi pencerahan mengenai perilaku hidup yang sayang dengan lingkungan,” ujar Dedi.

Dedi yang di masa mahasiswa aktif di HMI dan Pemuda Muslimin Indonesia, menguraikan mengenai buku dia dan ceramahnya yang disoal. “Sekali lagi, tidak ada pernah terbersit menodai agama yang saya sendiri, keluarga, dan orang tua saya memeluknya,” ujarnya.

Dedi mengaku bingung ketika isi bukunya yang sudah beberapa tahun dicetak dan banyak dimiliki para pejabat dan publik tersebut, tiba-tiba disebutkan sebagian isinya dinyatakan menistakan agama. “Terus terang, saya merasa heran, kok baru sekarang dipermasalahkan,” katanya.

(Detikom/Satu-Islam/Berbagai-Sumber-Lain/ABNS)
Share this post :

Post a Comment

mohon gunakan email

Terkait Berita: