Meskipun syafa’at juga ada dalam diri seseorang yang masih hidup, namun Wahabi akan tetap melabeli orang muslim dengan kata syirik.
Untuk menjawab syubhat ini, Hujjatul Islam Doktor Mahdi Farmaniyan menukil sebuah ayat “katakanlah (Muhammad) sesungguhnya aku (Muhammad) hanya seorang manusia seperti kamu, yang telah menerima wahyu, bahwa sesungguhnya tuhan kamu adalah tuhan yang maha Esa, maka barang siapa mengahrap pertemuan dengan tuhannya, maka hendaklah dia mengerjakan kebajikan dan janganlah dia menyekutukan dengan sesuatu pun dalam beribadah kepada Tuhannya”.
Dengan melihat pada ayat ini, sebagian orang berkata jika Rasulullah saww manusia biasa seperti kita maka bagaimana ia bisa mensyafaati kita setelah wafatnya, untuk menjawab pertanyaan ini maka yang harus diketahui ialah siapa orang yang memiliki hak untuk mensyafaati? Dan siapa yang berhak menerima syafaat?.
Mengenai syafa’at, baik masa hidup dan wafatnya Rasulullah saww, Ahlu Sunnah juga meyakininya, sebagaimana dalam surat An-Nisa ayat 85 Allah menjelaskan tentang pembahasan syafa’at.
Sebagian orang ada yang mempertanyakan tentang bagaimana bisa orang yang tidak “hidup” dapat mensyafa’ati orang yang masih hidup?. Memang benar Rasulullah saww adalah manusia biasa seperti kita, namun dalam ayat yang disebutkan di atas terdapat kata “diwahyukan kepadaku” yang menjadi pembeda antara kita dengan Rasulullah saww.
Meskipun beliau adalah manusia, namun beliau dita’birkan dengan sifat paling tingginya manusia, karena tingkat pengetahuan beliau saww berdasarkan wahyu yang diturunkan kepada Rasulullah saww.
Dengan merujuk kepada riwayat-riwayat yang ada, kita bisa menyimpulkan bahwa syafa’at bisa terjadi di masa hidupnya Rasulullah saww, sebagaimana yang terjadi pada masa hidup Rasulullah saww, dan ini juga bisa terjadi pada masa setelah wafatnya beliau saww, pungkas Hujjatul Islam Doktor Mahdi Farmaniyan.
(Shabestan/Berbagai-Sumber-Lain/ABNS)
Post a Comment
mohon gunakan email