Pesan Rahbar

Home » » Oknum Penjual NU DKI, Ada Sekelompok Orang Yang Mengaku Sebagai Kiai NU DKI Menyatakan Dukungan Kepada Paslon Anie-Sandi Saja. Faktanya Tidak! Ketua Umum PBNU: Warga NU Silakan Pilih Nomor Berapa Saja, Asal Bertanggung Jawab

Oknum Penjual NU DKI, Ada Sekelompok Orang Yang Mengaku Sebagai Kiai NU DKI Menyatakan Dukungan Kepada Paslon Anie-Sandi Saja. Faktanya Tidak! Ketua Umum PBNU: Warga NU Silakan Pilih Nomor Berapa Saja, Asal Bertanggung Jawab

Written By Unknown on Sunday, 26 February 2017 | 06:53:00

sekelompok orang yang mengaku NU tapi yelah menjual murah NU kepada sengkuni Anies Baswedan

Beberapa waktu yang lalu tersebar di beberapa media bahwa ada sekelompok orang yang mengaku sebagai kiai NU DKI menyatakan dukungan kepada Paslon Anie-Sandi, parahnya sekelompok oknum ini membawa-bawa nama NU untuk mendukung salah satu Paslon, mereka telah menjual nama NU dengan begitu murahnya. Baca: Memalukan! Oknum NU Menjual Murah Nama NU ke Anies

*****
Memalukan! Oknum NU Menjual Murah Nama NU ke Anies

 
sekelompok orang yang mengaku NU tapi yelah menjual murah NU kepada sengkuni Anies Baswedan

Beberapa kiai Nahdlatul Ulama Jakarta menemui cagub DKI Anies Rasyid Baswedan di kediamannya, Lebak Bulus, Jakarta Selatan. Pertemuan tersebut untuk mengetahui program yang diusung cagub-cawagub Anies-Sandi.

“Ini hanya silaturahmi dengan Pak Anies. Kami kiai-kiai NU di DKI, ada dari Jakarta Pusat, Utara, Barat, Timur, Selatan, ini ingin tahu sebenarnya Pak Anies itu programnya apa. Ternyata luar biasa programnya,” ujar Ketua NU Jakarta Utara KH Ali Mahfudz di kediaman Anies, Jalan Lebak Bulus Dalam II, Cilandak, Jakarta Selatan, Jumat (24/2/2017).

Program yang luar biasa itu, kata Ali, salah satunya program Kartu Jakarta Pintar (KJP) Plus yang dicanangkan Anies-Sandi. KJP Plus, dikatakannya, dapat menjangkau mereka yang menempuh pendidikan di madrasah dan pesantren.

“Pak Anies akan menjadikan KJP itu KJP plus, di mana tidak cuma anak anak sekolah negeri yang dikelola pemerintah, tetapi sekolah swasta, bahkan mungkin pondok pesantren dan madrasah itu akan di-cover oleh KJP Plus,” katanya.

Dukungan ke Anies-Sandi, dikatakan Ali, akan diberikan secara kultural, bukan struktural. “Karena memang NU nggak boleh ke mana-mana. Kalau NU secara struktur mendukung Pak Anies, itu menyalahi anggaran dasar anggaran rumah tangga,” urainya.

Apa yan dilakukan oleh sekelompok orang yang mengaku sebaga kiai NU ini sebenarnya adalah tindakan yang memalukan, karena mereka telah menjual murah nama NU ke Anies.
*****

NU memang sulit dipisahkan dari dunia politik, karena organisasi ini sudah puluhan tahun berkutat di dalamnya. Namun, berpolitik menurut NU memiliki kriteria dan tujuan sendiri, bukan dilakukan dengan segala cara hanya sekadar untuk meraih kekuasaan. Baca: Ketua Umum PBNU: Warga NU Silakan Pilih Nomor Berapa Saja, Asal Bertanggung Jawab
*****

Ketua Umum PBNU: Warga NU Silakan Pilih Nomor Berapa Saja, Asal Bertanggung Jawab


Ketua umum PBNU KH. Said Aqil Siradj mengeluarkan pernyataan PBNU dalam menyikapi Pilkada DKI. Pada intinya, PBNU tidak pernah memberikan instruksi harus memilh Paslon siapa dalam Pilgub, PBNU senantiasa menghormati pilihan pribadi dari warga NU.

Berikut adalah pernyataan KH.Said Aqil Siradj selengkapnya:

السلام عليكم ورحمة الله وبركاته

Salah satu kewajiban yang saya emban sejak Muktamar di Makassar hingga Jombang, salah satunya adalah mematuhi Khittah 1926. Dan Khittah 1926 itu kan sudah jelas. Khittah 1926 itu sudah tak perlu syarah, tak perlu penjelasan. NU tidak terlibat politik praktis. Karenanya, tidak mungkin dan tidak boleh PBNU memberikan dukungan politik pada kandidat manapun. Ini tidak hanya untuk konteks Pilpres, termasuk juga pemilihan legislatif dan pilkada. Saya tegaskan lagi, saya mematuhi ini.

Kalau ada pernyataan yang menyatakan dukungan terhadap kandidat dalam pilkada mulai dari PBNU, Lembaga, Lajnah, Badan Otonom, dari tingkat pusat sampai daerah, tidak ada yang sah dan boleh mewakili NU sebagai Jam’iyyah (organisasi). Kalaupun ada, tidak lebih sebagai pernyataan pribadi.

Nah, soal pribadi itu begini. Kyai Mustofa Bisri sering menegaskan, Warga NU itu orang Indonesia yang beragama Islam. Bukan orang Islam yang kebetulan ada di Indonesia. Maka, orang NU itu juga patuh konstitusi. Punya hak dan kewajiban yang dilindungi konstitusi. Salah satunya adalah hak untuk memilih dan dipilih. Hal inilah yang bersifat pribadi. Ini sederhana dan mendasar sekali.

Sekarang kan ada yang merasa bahwa berislam itu harus sambil menafikan Indonesia dan seluruh kelengkapan kenegaraan dan pemerintahannya. Menurut saya, ini tidak benar. Ada memang ormas-ormas yang tidak setuju dengan empat pilar: Pancasila, Bhineka Tunggal Ika, NKRI, dan UUD 1945. Dimana-mana, saya katakan empat pilar itu kalau disingkat kan PBNU. Bagi yang tidak setuju, saya himbau untuk jangan berhenti ngaji, berhenti belajar. Kalau tetap ngotot ya cari negara atau planet lain. Jangan di Indonesia.

Terkait Pilpres, Pilleg, maupun Pilkada, saya akan melakukan beberapa hal sebagai berikut,

Pertama, saya akan aktif menggalang dukungan warga NU untuk aktif menggunakan hak pilihnya secara bertanggung jawab. Tanggung jawab itu ya cari-cari informasi, pakai perenungan, dan terus berdoa agar Indonesia dikaruniai pemimpin yang tidak dzalim. Ini pertimbangan yang sifatnya pribadi sekali. Silakan pilih nomor berapa saja, asal bertanggung jawab.

Kedua, siapapun yang terpilih nanti harus menjunjung tinggi kedaulatan rakyat. Ini soal amanah yang tidak mudah. Makanya, tidak hanya NU, semua orang Indonesia harus mengawal dan mengawasi pemerintahan terpilih. Saya bilang begini karena doa orang NU di bilik suara itu bunyinya begini, Allahumma la tusallith ‘alaina bidzunubina man laa yakhafuka walaa yarhamunaa (Ya, Allah, ya, Tuhan kami, jangan kuasakan atas kami, karena kesalahan-kesalahan kami, penguasa yang tak takut kepadaMu dan tak berbelas kasihan kepada kami).

Sekarang ini kan prinsip one man-one vote mulai berubah jadi one envelope-one vote. Maka dari itu, kata bidzunubina (sebab kesalahan kami) dalam doa tadi menjadi sangat penting dari sudut pandang pemilih. Logikanya, pemilih yang ngawur kan memilih pemimpin yang keliru. Maka, sejak sebelum, ketika, dan seudah mencoblos, setiap pemilih harus menilai tinggi-tinggi suara pribadinya itu. Kemarin saya bilang, yang penting bukan saat coblosan saja, tapi hari-hari panjang sesudahnya.

Kalau perbedaan pendapat, biasa. Itu kan memang biasa dan perlu. Perbedaan pendapat itu yang membuat kita cerdas, kritis. Tapi tidak boleh kemudian saling menjatuhkan, apalagi fitnah. Namun tidak sedikit orang luar atau pengamat yang tidak memahami disiplin berpikir pesantren tidak jarang berlebihan melihat perbedaan pendapat di tubuh NU.

والله الموفق إلى أقوم الطريق، والسلام عليكم ورحمة الله وبركاته

Jakarta, 10 Februari 2017
Said Aqil Siroj
Ketua Umum PBNU
*****

Dalam Muktamar ke-28 di Yogyakarta (1989) dirumuskan Sembilan Pedoman Politik Warga NU, yaitu garis-garis pedoman untuk melangkah bagi kaum Nahdliyin yang menerjuni dunia politik.


Kesembilan pedoman politik itu adalah :
1. Berpolitik bagi Nahdlatul Ulama mengandung arti keterlibatan warga negara dalam kehidupan berbangsa dan bernegara secara menyeluruh sesuai dengan Pancasila dan UUD 1945.
2. Politik bagi Nahdlatul Ulama adalah politik yang berwawasan kebangsaan dan menuju integrasi bangsa dengan langkah-langkah yang senantiasa menjunjung tinggi persatuan dan kesatuan untuk mencapai cita-cita bersama, yaitu terwujudnya masyarakat yang adil dan makmur lahir batin, dan dilakukan sebagai amal ibadah menuju kebahagiaan di dunia dan di akhirat.
3. Politik bagi Nahdlatul Ulama adalah pengembangan nilai-nilai kemerdekaan yang hakiki dan demokratis, mendidik kedewasaan bangsa untuk menyadari hak, kewajiban dan tanggung jawab untuk mencapai kemaslahatan bersama,
4. Berpolitik bagi Nahdlatul Ulama haruslah dilakukan dengan moral, etika dan budaya yang ber-Ketuhanan Yang Maha Esa, berperikemanusiaan yang adil dan beradab, menjunjung tinggi persatuan Indonesia, berkerakyatan yang dipimpin oleh hikmah kebijaksanaan dalam permusyawaratan/perwakilan, dan berkeadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.
5. Berpolitik bagi Nahdlatul Ulama haruslah dilakukan dengan kejujuran nurani dan moral agama, konstitusional, adil, sesuai dengan peraturan dan norma-norma yang disepakati, serta dapat mengembangkan mekanisme musyawarah dalam memecahkan masalah bersama.
6. Berpolitik bagi Nahdlatul Ulama dilakukan untuk memperkokoh konsensus-konsensus nasional, dan dilaksanakan sesuai dengan akhlakul karimah sebagai pengamalan ajaran Ahlussunnah Waljamaah.
7. Berpolitik bagi Nahdlatul Ulama, dengan dalih apapun, tidak boleh dilakukan dengan mengorbankan kepentingan bersama dan memecah belah persatuan.
8. Perbedaan pandangan di antara aspiran-aspiran politik warga NU harus tetap berjalan dalam suasana persaudaraan, tawadhu’ dan saling menghargai satu sama lain, sehingga di dalam berpolitik itu tetap dijaga persatuan dan kesatuan di lingkungan Nahdlatul Ulama.
9. Berpolitik bagi Nahdlatul Ulama menuntut adanya komunikasi kemasyarakatan timbal balik dalam pembangunan nasional untuk menciptakan iklim yang memungkinkan perkembangan organisasi kemasyarakatan yang lebih mandiri dan mampu melaksanakan fungsinya sebagai sarana masyarakat untuk berserikat, menyalurkan aspirasi serta berpartisipasi dalam pembangunan

Disela-sela Muktamar NUke-31 di Donohudan, Solo (2004), K.H. MA Sahal Mahfudz mengategorikan politik menjadi tiga bagian:
1. Politik Kebangsaan, tujuannya membela Negara Kesatuan Republik Indonesia
2. Politik Kerakyatan, tujuannya membela rakyat,
3. Politik Kekuasaan, tujuannya mencari kekuasaan.

NU tidak boleh digunakan untuk mencari kekuasaan. Adapun warganya, tidak dilarang berpolitik, tapi ada aturan, etika dan pedoman, misalnya tidak boleh membawa institusi NU.

(Detik-News/Gerilya-Politik/Berbagai-Sumber-Lain/ABNS)
Share this post :

Post a Comment

mohon gunakan email

Terkait Berita: