WASHINGTON - Badan-badan intelijen Amerika
dituduh telah melakukan spionase pada email dari jutaan orang Amerika
dan ini sering kali di lakukan, bahkan termasuk mantan presiden Bill
Clinton.
Dalam serangkaian skandal intelijen terbaru yang menerpa Washington,
rincian skema pengawasan email mulai muncul ke permukaan dengan dugaan
yang dilaporkan di New York Times.
The Times memetik satu klaim dari analis NSA bahwa pesan elektronik
yang yang dikirim ke dan oleh warga negara Amerika, termasuk mantan
presiden, yang kini istrinya menjadi Menlu AS, merupakan di antara dari
mereka yang dijadikan sasaran sweeping.
Sistem database, yang disebut Pinwale, digunakan oleh National
Security Agency (NSA) untuk menangkap dan memeriksa sejumlah besar email
yang melewati jaringan telekomunikasi Amerika.
NSA yang telah mengkonfirmasikan bahwa Pinwale memang ada, meskipun
tidak akan berkomentar mengenai dugaan terbaru atau memberikan rincian
lebih lanjut mengenai bagaimana sistem tersebut beroperasi.
Ketua Komite Senat Intelijen, yang telah menyelidiki klaim pengawasan
tanpa izin tersebut selama beberapa tahun, bereaksi terhadap berita
tentang sistem Pinwale tersebut menyatakan bahwa tidak ada pelanggaran
hukum yang telah terjadi.
Berita tersebut merupakan salah satu dari rangkaian panjanng tentang
sejauh mana badan-badan keamanan Amerika terus melacak kehidupan orang
biasa, termasuk kontroversi mengenai warrantless wiretaps, sebuah
kebijakan yang diisukan terjadi pada masa pemerintahan Bush yang mana
mereka mengijinkan NSA untuk memeriksa segala jaringan yang dipakai oleh
warga AS, termasuk telepon, email, sms dan kegiatan internet lainnya,
tanpa pemberitahuan sebelumnya.
Namun Senator California Dianne Feinstein, seorang Demokrat,
mengatakan ia sebelumnya menginvestigasi Pinwale dan menyatakan bahwa
sistem itu tidak melanggar hukum.
"Kami mengajukan pertanyaan. Kami yakin itu tidak benar," Feinstein
mengatakan kepada sebuah Sidang Komite Kehakiman. "Saya telah memeriksa
bab dan ayat ini. Saya tidak percaya bahwa semua konten pada bab ini
termasuk dalam program tersebut."
Sikap tersebut kontras dengan empat tahun lalu, ketika Feinstein
mengatakan kepada Senat mengatakan bahwa dia merasa "sangat berat hati"
setelah mengetahui bahwa layanan intelijen telah bertindak dalam
pelanggaran dari hukum yang telah dibantunya untuk lolos.
Pada tahun 2005 Presiden Bush telah memotong proses persetujuan yang
biasa dari pengadilan untuk pemeriksaan elektronik, mendorong pejabat
NSA untuk melakukan wiretaps di bawah perintahnya.
Dituduh menyalahgunakan kekuasaannya, Bush kemudian menyatakan itu
adalah "tanggung jawab konstitusional", tetapi saat Kongres sangat
menolak hal tersebut, kontroversi itu berakhir tahun lalu dengan
kompromi bahwa tindakan itu disetujui secara efektif dan memberi
kekebalan kepada perusahaan telekomunikasi AS atas peran mereka membantu
NSA.
"Email paling pribadi masyarakat Amerika biasa telah dan masih sedang
disadap dan kemudian disimpan dalam database rahasia NSA, mungkin tanpa
alasan," ujar Kevin Bankston, seorang pengacara dengan kelompok
kampanye Electronic Frontier Foundation.
Organisasi yang menuntut pemerintah atas penyadapan komunikasi ilegal, mengatakan sistem seperti Pinwale harus berhenti.
"Salah satu solusi yang kami minta dalam hal ini adalah pemusnahan
komunikasi domestik dan catatan yang oleh NSA telah ditimbun secara
ilegal di sistem database seperti Pinwale."
Sementara beberapa dari episode tentang pengawasan rahasia pemerintah
telah terjadi di Amerika, sesungguhnya dalam memantau kegiatan para
warga, AS tidak sendirian.
Sesungguhnya, kepopuleran komunikasi internet ini telah mendorong
pemerintah dan badan-badan intelijen di seluruh dunia untuk fokus
terhadap bidang tersebut. Minggu lalu, Cina telah dipaksa untuk
menghentikan rencana untuk mewajibkan menginstal perangkat lunak
pengawasan pada setiap PC dalam negeri, sementara pemerintah Iran
melumpuhkan komunikasi internet dengan adanya sengketa Pemilu.
Pemerintah Inggris, sementara itu, berniat untuk membuat rangkaian
database yang digunakan untuk melacak setiap panggilan telepon, email
dan pesan teks di Inggris.
Awal tahun ini badan GCHQ menyangkal bahwa mereka sedang membangun
sistem yang setara dengan Pinwale, setelah adanya laporan bahwa badan
tersebut mengalokasikan £ 1 miliar untuk membangun sebuah sistem untuk
memonitor semua penggunaan internet di Inggris.
Namun, berita dari AS ini hanya datang sebulan setelah Presiden Obama
mengatakan dia akan membuat kantor baru untuk cybersecurity, atau
keamanan dunia maya, erat kaitannya dengan NSA, sementara bersumpah
tidak akan membahayakan privasi rakyatnya.
"Upaya kami akan cybersecurity tidak akan, saya ulangi, tidak akan
termasuk pemantauan sektor pribadi atau lalu lintas jaringan Internet,"
katanya. "Kami akan menjaga dan melindungi privasi pribadi dan kebebasan
sipil yang sangat kami hargai sebagai orang Amerika."
Fakta bahwa AS menyadap lalu lintas email tidaklah terlalu
mengejutkan, sebelumnya, Israel juga melakukan aksi penyadapan yang
kurang lebih serupa, bahkan mungkin lebih canggih.
Meksiko mengutuk keras pemerintah AS atas tuduhan negara adikuasa itu
melakukan aksi mata-mata terhadap pemimpinnya setelah muncul laporan
bahwa surat-surat elektronik mantan Presiden Meksiko ke 56, Felipe
Calderon, diretas oleh Badan Keamanan Nasional (NSA) AS.
Felipe Calderón, mantan Presiden Meksiko, periode December 1, 2006 – December 1, 2012 (wikimedia).
Data yang dibocorkan oleh analis keamanan
yang kini buron, Edward Snowden, menunjukkan peretasan terhadap surat
elektronik Presiden Calderon dilakukan tahun 2010, seperti diberitakan
majalah Jerman Der Spiegel mengutip pernyataan Snowden.
Kementrian Luar Negeri Meksiko mengatakan
kegiatan mata-mata semacam ini “tak dapat diterima, ilegal” dan
berlawanan dengan prinsip berhubungan baik.
Mereka mendesak Presiden Barack Obama agar melakukan penyelidikan terhadap tuduhan ini.
Dalam pernyataan resminya Kementrian Luar
Negeri Meksiko mengatakan akan segera menyampaikan kembali pentingnya
penyelidikan seperti yang disebut ini melalui jalur diplomatik.
“Dalam hubungan antar tetangga dan mitra,
tak ada ruang untuk praktik-praktik seperti yang dituduhkan itu,”
demikian bunyi pernyataan itu.
Penyelidikan lengkap
Dalam laporan terpisah sebelumnya NSA
disebut melakukan peretasan terhadap jalur komunikasi sejumlah pemimpin
negara termasuk terhadap Presiden Enrique Pena Nieto sebelum ia menjabat
tahun 2012 juga terhadap Presiden Brazil Dilma Rousseff.
Pesan-pesan terkait para pembantu dekat
Presiden Rouseff serta perusahaan minyak milik negara Petrobas juga
disebut turut disadap.
Terungkapnya dugaan ini langsung direspon
dengan tanggapan keras dari Brazil, dimana rencana kunjungan kenegaraan
Presiden Rousseff ke Washington bulan depan akhirnya ditunda.
NSA juga dituding mencuri lihat data
elektronik dari sejumlah pemerintah negara Amerika Latin lain termasuk
Venezuela dan Ekuador.
Pada ajang pertemuan G20 di Rusia bulan
lalu, Presiden Obama menjanjikan dilangsungkan penyelidikan terhadap
tudingan-tudingan ini termasuk yang ditujukan pada Rousseff dan Pimpinan
Meksiko.
“Yang saya terima dari Presiden Obama
adalah janjinya untuk melangsungkan penyelidikan lengkap… dan kalau
benar akan ada sanksi sebagai balasan,” kata Presiden Pena Nieto kepada
BBC.
Tudingan-tudingan ini juga muncul berkat
bocoran yang diungkap oleh Snowden. Sebuah pengadilan federal di AS
telah mendakwa mantan pegawai kontrak itu dengan tudingan aksi mata-mata
dan mengupayakan ekstradisinya ke AS.
Tetapi hingga kini Snowden masih bertahan di Rusia setelah mendapat suaka sementara. (bbc.co.uk).
_________________________
Ternyata. penyadapan yang dilakukan AS tak sebatas para
pemimpin-pemimpin negara Eropa, bahkan sekelas duta besar dan berada di
luar Eropa pun tetap disadap oleh agen-agen AS tersebut, seperti Ekuador
misalnya. (baca: Equador Disadap AS, Ditemukan Mikropon di Kedubesnya di London!)
Alat Penyadap Ditemukan di Kedubes Ekuador di London!
Pemerintah Ekuador menemukan alat
penyadap di kedutaan besar mereka di London, Inggris. Kedubes Ekuador di
London menjadi sorotan setelah menampung dan melindungi bos Wikileaks,
Julian Assange.
Diberitakan Reuters, penemuan
alat penyadap berupa microphone tersembunyi ini disampaikan oleh Menteri
Luar Negeri Ricardo Patino, Rabu waktu setempat.
Menurutnya, alat penyadap itu ditemukan
di ruangan dubes Ekuador untuk Inggris, Ana Alban, saat Patino
mengunjungi kedubes itu untuk bertemu Assange pada 16 Juni lalu.
Assange yang sejak lebih dari setahun
lalu tinggal di Kedubes Ekuador. Dia bekerja dan beraktivitas di ruangan
lainnya dalam kedubes. Menanggapi penemuan ini, Patino mendesak Inggris
untuk membantu mereka menemukan siapa yang meletakkan penyadap itu dan
dalang di baliknya.
“Setelah penemuan ini, pemerintah Ekuador
meminta kolaborasi dengan pemerintah Inggris dalam menyelidiki siapa
yang melakukan operasi spionase ini,” kata Patino.
Belum ada tanggapan dari pemerintah
Inggris terkait permintaan tersebut. Patino menduga, penyadapan
dilakukan oleh perusahaan Surveillance Group Limited untuk seorang
klien. “Ini adalah salah satu perusahaan spionase dan investigasi
terbesar di Inggris,” jelasnya.
Assange berlindung di Kedubes Ekuador
untuk menghindari ekstradisi ke Swedia atas tuduhan pelecehan seksual
dan perkosaan oleh dua wanita. Assange membantahnya. Dia mengatakan ini
adalah cara untuk menghentikan langkahnya membongkar kebusukan
pemerintahan Amerika Serikat.
Dalam akun Twitternya, Wikileaks mengutuk
penyadapan tersebut. “Menyadap Kedubes Ekuador di London menunjukkan
arogansi imperial yang masih terus berlanjut,” tulis Wikileaks.
Sebelumnya, Assange dengan Wikileaks-nya
mempublikasikan dokumen-dokumen rahasia pemerintah AS dalam jumlah
besar. Selain Assange, Edward Snowden juga melakukan hal yang sama.
Snowden membuat AS kebakaran jenggot karena mempublikasikan praktik
penyadapan AS terhadap telepon seluler dan email warga.
Ekuador juga menjadi salah satu negara
tempat tujuan suaka Snowden, di antara 20 negara lainnya. Snowden saat
ini dilaporkan masih di Moskow dalam perlindungan pemerintah Rusia. Dia
terus diburu oleh FBI untuk mempertanggungjawabkan perbuatannya. (Reuters)
______________________
Pada saat KTT 20 di Londong Inggris beberapa waktu lalu, Presiden Indonesia juga sempat disadap oleh Amerika dan Inggris (baca: Indonesia Disadap AS, saat KTT G20 di London)
Presiden Prancis Francois Hollande,
meminta masalah penyadapan AS ini menjadi salah satu agenda yang dibahas
di pertemuan pemimpin Eropa hari ini.
Akibat hal ini, perjanjian perdagangan bebas antara AS dan Eropa yang akan dimulai akhir tahun depan akan terancam.
Eropa Tuntut AS Tidak Lagi Mata-matai Mereka
Jerman dan Prancis menuntut Amerika
Serikat menandatangani kesepakatan pada akhir tahun ini untuk tidak lagi
memata-matai mereka. Tuntutan ini diamini juga oleh negara-negara Eropa
yang berang dengan aksi penyadapan NSA yang dibongkar Edward Snowden.
Kanselir Jerman Angela Merkel
Diberitakan Reuters, tuntutan
ini disampaikan Kanselir Jerman Angela Merkel pada KTT Uni Eropa di
Brussels, Kamis 24 Oktober 2013. Kanselir yang juga menjadi korban
penyadapan NSA ini menuntut tindakan nyata dari Presiden Barack Obama,
bukan hanya meminta maaf.
Negaranya bersama dengan Prancis
menghendaki adanya “kesepahaman bersama” dengan AS terkait badan
intelijen mereka. Negara-negara anggota UE lainnya bisa ikut ambil
bagian.
“Berarti kita akan membuat kerangka kerja
sama antara badan intelijen terkait. Jerman dan Prancis yang mengambil
inisiatif dan negara anggota lainnya akan bergabung,” kata Merkel.
Dalam pernyataan akhir hari pertama KTT,
ke-28 pemimpin Uni Eropa menyatakan mendukung rencana Jerman dan Prancis
ini. Gagasan ini pertama kali diangkat Merkel saat Obama mengunjungi
Berlin Juni lalu, namun tidak terealisasi.
Merkel semakin mangkel saat Der Spiegel memuat
bocoran Edward Snowden yang mengatakan bahwa dirinya salah satu korban
penyadapan. Merkel mengatakan, tidak ayal hal ini bisa mengganggu
hubungan kedua negara.
“Persahabatan dan
kemitraan antara Eropa, termasuk Jerman, dengan Amerika bukanlah satu
arah saja. AS perlu juga bersahabat dengan dunia,” kata Merkel.
Sebelumnya AS telah memiliki kesepakatan
“jangan memata-matai” dengan Inggris, Australia, Selandia Baru dan
Kanada. Kelima negara memiliki aliansi yang dikenal dengan “Lima Mata”,
terbentuk sejak akhir Perang Dunia II.
Tegangnya hubungan antara AS dengan
Jerman dan Prancis mengancam juga perusahaan-perusahaan internet asal
Amerika. Hal ini terkait dukungan Parlemen Eropa terhadap regulasi yang
diajukan Komisi Eropa pada awal 2012 untuk memperketat undang-undang
perlindungan data yang telah telah ditetapkan sejak 1995 lalu.
Peraturan baru ini nantinya melarang
perusahaan-perusahaan seperti Google dan Facebook membagi data mereka
dengan negara non-Eropa. Peraturan ini juga memberikan hak bagi warga
Eropa untuk meminta agar jejak digital mereka dihapus. Ada denda 100
juta euro bagi perusahaan yang melanggar.
AS khawatir Jerman dan Prancis semakin
gigih mendorong peraturan ini, pasca terungkapnya penyadapan. Pasalnya
jika peraturan ini diterapkan, maka ongkos penanganan data di Eropa akan
meroket. Perusahaan seperti Google, Yahoo! Microsoft dan yang lainnya
tengah giat melobi pemerintah.
Mega Skandal Penyadapan AS Picu Kemurkaan Negara Sekutu
Presiden Barack Obama bisa dipastikan
tengah pening luar biasa belakangan ini. Pasalnya, berbagai masalah
menderanya, salah satunya mengancam persahabatan Amerika Serikat dengan
negara-negara sekutunya di Barat.
Masalah ini dipicu aksi Edward Snowden
yang semakin liar mengumbar aib: Mega Skandal Penyadapan AS. Beberapa
negara sekutu murka luar biasa. Di Amerika Latin ada Brasil dan Meksiko.
Sementara barisan sakit hati di Eropa adalah sekutu dekat AS: Jerman
dan Prancis.
Dampaknya terjadi Rabu pekan ini.
Seharusnya Rabu malam waktu Washington lalu Gedung Putih mengadakan
makan malam tamu kehormatan negara. Namun gagal lantaran tamunya jengkel
dan memutuskan membatalkan pertemuan tersebut.
Dia adalah Presiden Brasil Dilma Rousseff
yang secara pribadi murka pada Obama. Rousseff adalah salah satu korban
penyadapan intelijen AS, NSA, yang dibongkar Snowden yang saat ini
berlindung di Rusia.
Alasan AS menyadap demi menanggulangi
terorisme, dimentahkan para pejabat Brasil. Sekutu terdekat AS di
Amerika Selatan ini mengatakan bahwa penyadapan dilakukan untuk mengeruk
keuntungan, demi kepentingan spionase komersial dan industri.
Rabu lalu juga, Obama dihantam protes
serupa dari sekutunya di Eropa, Jerman. Kanselir Jerman Angela Merkel
meneleponnya, marah percakapan teleponnya disadap. Informasi ini
diperoleh Merkel dari majalah Der Spiegel.
Merkel punya pengalaman kelam soal
dimata-matai. Dia lahir tahun 1954 di Hamburg, Jerman Timur, saat polisi
polisi rahasia NAZI atau Stasi menguntit keseharian warganya. Tidak
heran Merkel murka.
Pembelaan juru bicara Gedung Putih Jay
Carney juga terlihat ambigu. Kepada media dia mengatakan, NSA (Badan
Keamanan Nasional AS) “Sekarang tidak sedang mengawasi dan tidak akan
mengawasi telepon Merkel.”
Carney menggunakan kata kerja “sekarang.”
Dia tidak mampu menjelaskan apakah sebelumnya AS pernah menyadap Merkel
atau tidak. NSA pun makin terpojok.
Dua hari sebelumnya pada Senin, Snowden
kembali buat ulah membocorkan penyadapan AS terhadap Prancis, negara
sahabat lainnya di Eropa. Harian Le Monde menuliskan, NSA
memantau 70,3 juta percakapan telepon di Paris, hanya dalam kurun 30
hari, antara 10 Desember 2012 sampai 8 Januari 2013.
NSA, lanjut Le Monde, juga
kemungkinan menyadap jutaan SMS di Prancis. Tidak jelas apakah
percakapan dan SMS yang disadap itu disimpan secara utuh, atau hanya
berupa metadata – yaitu hanya daftar siapa berbicara dengan siapa.
Tidak dijelaskan juga apakah operasi
penyadapan bernama sandi US-985D itu masih terus berlangsung atau sudah
dihentikan. Laporan itulah yang membuat Menlu Fabius awal pekan ini
memanggil Dubes AS untuk Prancis. Dia menuntut Dubes AS itu memberi
klarifikasi atas kabar di media massa itu.
Beberapa hari sebelumnya, Meksiko juga
marah besar pada Amerika. NSA dilaporkan menyadap Presiden Enrique Pena
Nieto dan pendahulunya, Felipe Calderon. Tidak hanya itu, Amerika juga
dituduh menyadap PBB dan Uni Eropa.
Pemimpin 35 Negara
Di bawah perlindungan Rusia, nyanyian Snowden akan mega skandal penyandapan AS semakin tidak terbendung. Jumat kemarin, The Guardian
-mitra media Snowden- mengungkapkan bocoran dokumen yang menunjukkan
bahwa AS telah menyadap telepon puluhan kepala negara di seluruh dunia.
Hal ini dibuktikan dalam dokumen soal
memo rahasia dari Direktorat Sinyal Intelijen (SID) di NSA untuk
berbagai instansi yang mereka sebut “pelanggan”. Beberapa di antara
instansi ini adalah Gedung Putih, Kementerian Luar Negeri dan Pentagon.
Dalam memo itu, SID meminta para pejabat
tinggi di instansi AS memberikan informasi nomor telepon para petinggi
politik dan pengusaha di berbagai negara.
Terkumpullah 200 nomor, termasuk di dalamnya ada 35 nomor kepala negara.Tidak disebutkan pemimpin mana saja yang disadap, namun NSA disebut langsung melakukan operasi intelijen.
Dilihat
dari memo tertanggal Oktober 2006 itu, ini bukan kali pertama SID
meminta bantuan pejabat negara, melainkan operasi rutin. Judul memo itu,
“Pelanggan Bisa Membantu SID Mendapatkan Nomor Telepon Target”. Dalam
pembuka memo, dikatakan bahwa para pejabat yang dekat dengan para
pemimpin dan politisi dunia bisa membantu operasi mata-mata.
Memo dikirimkan pada pertengahan periode
kedua George Bush, saat Condoleezza Rice menjabat Menteri Luar Negeri
dan Donald Rumsfeld di akhir masa jabatannya sebagai Menteri Pertahanan.
Dalam KTT Eropa di Brussels yang
seyogyanya membicarakan masalah ekonomi, Jerman dan Prancis menyampaikan
uneg-uneg mereka. Mereka mengatakan kepercayaan Eropa terhadap AS
hampir sirna dan harus kembali dibangun.
“Memata-matai sahabat itu tidak benar.
Sekarang kepercayaan harus kembali dibangun,” kata Merkel, Kamis waktu
setempat, yang menuntut aksi nyata, bukan hanya ucapan maaf dari Obama.
Akhirnya kedua negara ini kompak menuntut
AS membuat kesepakatan paling lambat akhir tahun ini untuk tidak lagi
memata-matai mereka. Hal ini diamini oleh ke-28 pemimpin Uni Eropa.
Sebenarnya gagasan ini pertama kali diangkat Merkel saat Obama
mengunjungi Berlin Juni lalu, namun tidak terealisasi.
“Persahabatan dan kemitraan antara Eropa,
termasuk Jerman, dengan Amerika bukanlah satu arah saja. AS perlu juga
bersahabat dengan dunia,” kata Merkel.
Kesepakatan semacam ini telah dibuat AS dengan Inggris, Australia,
Selandia Baru dan Kanada. Kelima negara memiliki aliansi yang dikenal
dengan “Lima Mata”, terbentuk sejak akhir Perang Dunia II.
Lebih Parah dari Wikileaks
Akibat penyadapan ini persahabatan AS
dengan berbagai negara yang telah terjalin bertahun-tahun terancam.
Kebijakan luar negeri AS yang dirancang sedemikian rupa juga jadi di
ujung tanduk. AS diprediksi merugi.
Dalam KTT kemarin, mega skandal
penyadapan AS membuat negara-negara Eropa tidak ragu-ragu lagi mendukung
pengetatan undang-undang perlindungan data tahun 1995. Dalam peraturan
baru nanti, perusahaan-perusahaan seperti Google dan Facebook dilarang
membagi data mereka dengan negara non-Eropa.
Peraturan ini juga memberikan hak bagi
warga Eropa untuk meminta agar jejak digital mereka dihapus. Ada denda
100 juta euro bagi perusahaan yang melanggar.
AS
khawatir Jerman dan Prancis semakin gigih mendorong peraturan ini,
pasca terungkapnya penyadapan. Pasalnya jika peraturan ini diterapkan,
maka ongkos penanganan data di Eropa akan meroket.
Perusahaan seperti Google, Yahoo! Microsoft dan yang lainnya tengah giat melobi pemerintah.
Kerugian diplomatis dan finansial ini
membuat dampak bocoran Snowden lebih besar ketimbang bocoran kabel
diplomatik oleh Bradley Manning di Wikileaks. Hal ini sempat diungkapkan
oleh mantan juru bicara Kementerian Luar Negeri AS P.J. Crowley dalam
akun Twitternya.
“Semakin jelas saja, walaupun besarnya
skala #WikiLeaks, bocoran #Snowden menyebabkan lebih banyak kerusakan
publik,” tulis Crowley.
Menurut Slate.com,
bocoran WikiLeaks memang memberi dampak buruk terhadap situasi politik
di beberapa negara. Salah satunya soal kecurangan pemilu Peru, korupsi
pejabat India dan gaya hidup keluarga Ben Ali yang berperan pada
awal-awal revolusi di Tunisia.
Kendati mencengangkan, namun bocoran
kabel di WikiLeaks dibuat oleh para diplomat dan tidak mencerminkan
kebijakan luar negeri AS yang menjadi rahasia. Bahkan, para pejabat
Kemlu AS mengakui bahwa terungkapnya kabel itu “memalukan tapi tidak
merusak”.
Jerman Ajukan Resolusi PBB Anti Spionase Internet
Jerman dan Brasil menyusun draf resolusi
Perserikatan Bangsa-bangsa yang meminta penghentian spionase Internet
dan pelanggaran privasi. Pemimpin dua negara ini sama-sama mengutuk aksi
pengintaian Internet yang dilakukan National Security Agency (NSA)
Amerika Serikat.
Pengungkapan
data NSA yang telah mengakses puluhan ribu rekaman telepon di Prancis
dan memantau telepon seluler Kanselir Jerman Angela Merkel, telah
membuat Eropa marah. Jumat kemarin, Jerman mengatakan mengirim kepala
intelijennya ke Washington DC untuk meminta penjelasan.
Respons atas fakta yang diungkap bekas
pekerja di NSA, Edward Snowden, ini adalah rancangan resolusi. Delegasi
Jerman dan Brasil telah bekerja untuk memasukkan draf ini di Majelis
Umum PBB, menurut beberapa diplomat PBB kepada Reuters.
“Resolusi ini akan didukung penuh di
Majelis Umum, karena tak ada yang suka NSA memata-matai mereka,” kata
seorang diplomat Barat di PBB yang tak mau diungkap namanya, Jumat 25
Oktober 2013.
Resolusi Majelis Umum PBB tidak mengikat,
tak seperti resolusi Dewan Keamanan PBB yang terdiri dari 15 negara.
Namun resolusi ini bisa mendapat dukungan luas dari 193 negara anggota
PBB sehingga membawa bobot moral dan politik.
Kamis lalu, Merkel meminta Washington
meneken perjanjian “nihil spionase” dengan Berlin dan Paris pada akhir
tahun ini. Dia meminta tindakan langsung Presiden AS Barack Obama, bukan
hanya permohonan maaf. (vivanews/Reuters)
Snowden Siap Beber `Dosa` Intelijen AS ke Pihak Jerman
Jerman sedang kesal dengan Amerika
Serikat, menyusul dugaan Badan Keamanan Nasional AS (NSA) menyadap
ponsel Kanselir Angela Merkel. Bahkan selama 10 tahun!
Merkel sudah menelepon langsung Presiden
AS Barack Obama, menuntut penjelasan. Petinggi intelijen pun dikirim ke
Washington DC. Dan kini, pemerintah Jerman merasa perlu mendengar
informasi langsung dari mantan kontraktor NSA, Edward Snowden, sang
pembocor.
“Jika Snowden ingin memberikan informasi,
dengan senang hati kami akan menerimanya,” kata Menteri Dalam Negeri
Jerman, Hans-Peter Friedrich, seperti dimuat BBC, Jumat (1/11/2013).
“Apapun klarifikasi, informasi, dan fakta yang bisa kami dapatkan dari dia, akan berguna.”
Secara terpisah, pengacara Snowden,
Anatoly Kucherena mengatakan, pertemuan dimungkinkan dilakukan di Moskow
— tempat Snowden tinggal setelah mendapat suaka dari Rusia. Bukan di
Jerman.
Sebelum niat pemerintah Jerman
terlaksana, secara mengejutkan, politisi dari Partai Hijau Jerman,
Hans-Christian Stroebele lebih dulu bertemu Snowden di Moskow.
Dari pertemuan itu Stroebele mengetahui bahwa Snowden siap membeberkan pada Jerman tentang seluk-beluk spionase AS.
Tak sekedar omongan, Stroebele juga
menunjukkan surat dari Snowden (lihat lampiran surat dibawah) yang
menegaskan sikapnya yang bersedia bekerja sama dengan Jerman untuk
membongkar aksi intelijen AS yang dinilainya melanggar hukum.
Menurut Stroebele, Snowden ingin agar
penyidik Jerman menemuinya di Moskow. Namun, mau saja ke Jerman, dengan
syarat, keamanannya dijamin, tak lantas diekstradisi ke AS.
Menlu AS Akui NSA Kelewatan
Usianya baru 30 tahun, namun Edward
Snowden mampu membuat AS kalang kabut. Rahasia aksi mata-mata AS yang ia
bocorkan bahkan dianggap menyebabkan efek yang lebih serius ketimbang
apa yang dilakukan Bradley Manning saat membocorkan ribuan kawat
diplomatik AS ke situs Wikileaks.
Sejumlah kepala negara disebut-disebut
menjadi target penyadapan AS: Meksiko, Brasil, Prancis, Jerman, Spanyol,
bahkan Indonesia – yang diduga melibatkan Australia.
Sementara, Kementerian Luar Negeri RI
telah memanggil Duta Besar Australia untuk Indonesia, Greg Moriarty soal
kabar penyadapan, Jumat pagi tadi.
China pun belakangan menuntut penjelasan
dari AS, menyusul kabar dugaan penyadapan NSA terhadap Tiongkok lewat
fasilitas intelijennya di kedutaan dan konsulat di Beijing, Shanghai,
dan Chengdu.
Seperangkat tool yang digunakan NSA untuk melakukan penyadapan ponsel disebut dengan Co-Traveler.
Seperangkat tool digunakan NSA untuk melakukan penyadapan ponsel disebut dengan Co-Traveler.
Alat ini bahkan mampu melacak ponsel saat GPS atau Global Positioning System ponsel sedang tidak digunakan.
“Dengan menerapkan teknik matematika yang
canggih, NSA bisa memetakan hubungan pemilik ponsel dengan pola gerakan
dari waktu ke waktu dengan ribuan atau jutaan pengguna ponsel lain,”
tulis Washington Post.
Jadi jangan coba-coba untuk bersembunyi.
Karena jika Anda bersembunyi, mematikan ponsel atau mengganti ponsel,
karena dengan begitu Anda justru akan menarik perhatian lebih dari NSA.
NSA diduga menyadap data langsung dari kabel yang menghubungkan jaringan
mobile.
Chris Soghoian, principal technologist di American Civil Liberties Union
mengatakan, “Satu-satunya cara untuk menyembunyikan lokasi Anda adalah
dengan memutuskan sambungan dari sistem telekomunikasi dan tinggal di
sebuah gua!!”
(Liputan6.com/ The New York Times/ Spiegel Online/ Appelbaum/ ABC News/ ZDNet/ CBC News/ The Guardian/ Washington Post)
Gila! NSA Sadap 60 Juta Telepon di Spanyol!
Badan Keamanan Nasional Amerika Serikat
(NSA) melakukan pengawasan terhadap 60 juta panggilan telepon di Spanyol
dalam satu bulan, demikian kata media setempat.
Laporan di media itu mengatakan dugaan
ini terkuak dari dokumen yang diberikan oleh pembocor rahasia intelijen
AS Edward Snowden. Mereka mengatakan NSA mengumpulkan nomor telepon
serta lokasi penelpon dan penerima telepon, tetapi tidak mencatat isi
pembicaraan telepon.
Gedung Putih sejauh ini menolak untuk berkomentar tentang klaim yang dipublikasikan oleh surat kabar El Paisand El Mundo ini.
Dalam artikelnya mereka mengatakan NSA
mencatat jutaan panggilan telepon, sms, dan surat elektronik dari warga
Spanyol antara 10 Desember 2012 hingga 8 Januari tahun ini.
Duta besar AS di Madrid telah dipanggil
untuk bertemu dengan kementerian luar negeri Spanyol untuk mendiskusikan
tuduhan terbaru tentang penyadapan AS kepada warga dan politisi
Spanyol.
Skala besar
Laporan ini muncul setelah media Jerman
memberitakan bahwa AS menyadap ponsel Kanselir Angela Merkel selama
lebih dari satu dekade – dan pengawasan itu baru berhenti sejak beberapa
bulan lalu. (baca: Kanselir Jerman Marah, Kini Giliran Jerman Disadap AS!)
Kanselir Jerman Marah, Kini Giliran Jerman Disadap AS!
Barack Obama (kiri) dan Kanselir Jerman, Angela Merkel (kanan)
Pemerintah Jerman berang setelah
mendapatkan bocoran informasi yang mengatakan bahwa mereka juga menjadi
sasaran penyadapan intelijen AS, NSA.
Kanselir Angela Merkel langsung meminta penjelasan secepatnya pada Presiden Barack Obama terkait dugaan tersebut.
Diberitakan Reuters, Rabu 23
Oktober 2013, dalam pernyataan tegas yang dibacakan juru bicaranya,
Merkel telah berkata pada Obama bahwa jika memang benar penyadapan itu
terjadi, maka akan merusak kepercayaan Jerman terhadap AS!
“Antara sahabat
dekat dan mitra, seperti Jerman dan AS yang telah berjalan puluhan
tahun, seharusnya tidak boleh ada pengadapan komunikasi para pemimpin.
Ini merusak kepercayaan, praktik ini harus dihentikan secepatnya,” ujar pernyataan itu.
Menanggapi tuduhan ini, pihak Gedung
Putih di Washington langsung bereaksi. Juru bicara Jay Carney
mengatakan, Obama memastikan pada Merkel bahwa “AS tidak memonitor dan
tidak akan memonitor” komunikasi kanselir.
Namun ketika ditanya apakah di masa lalu
AS pernah menyadap Jerman, Carney menolak menjelaskan lebih lanjut.
“Saya tidak berada di posisi untuk menjelaskan pada publik setiap
tuduhan spesifik terhadap aktivitas intelijen,” kata dia.
Pejabat Jerman yang tidak disebutkan namanya mengatakan, pemerintahnya mendapatkan informasi penyadapan dari Der Spiegel, majalah mingguan yang menerima dokumen AS dari Edward Snowden. Dalam dokumen itu, ada nomor telepon Merkel.
Sebelumnya, Prancis lebih dulu menghujat praktik AS yang menyadap lebih dari 70 juta warga mereka. (baca: Perancis Disadap AS, 70 Juta Warganya Telah Disadap, Perancis Panggil Dubes AS!) Akibat penyadapan ini, hubungan AS dengan beberapa negara juga renggang.
Sebelum Prancis pun, AS juga telah
menyadap presiden-presiden, salah satunya adalah presiden Brasil, Dilma
Rousseff, yang langsung membatalkan rencana kunjungannya ke Amerika.
(baca: Brasil Disadap AS, Presiden Brasil Marah dan Lawatannya ke AS Batal)
______________________________________
Presiden Brasil Disadap NSA! Lawatannya ke AS Batal
Disadap, Presiden Brasil Marah Dan Batalkan Lawatan ke Amerika
Pembocor intelijen AS Edward Snowden menawarkan diri untuk membantu
Brazil menyelidiki program spionase pemerintah AS terhadap Brazil dengan
imbalan suaka politik.
Pada berita sebelumnya, NSA disinyalir
telah menyadap informasi dan percakapan Presiden Indonesia, Susilo
Bambang Yudoyono saat diadakannya pertemuan G20 lalu (baca:Intelijen AS & Inggris: Sadap Presiden SBY di KTT G20, London), kini giliran presiden Brasil Dilma Rousseff.
Badan intelijen Amerika Serikat, National
Security Agency (NSA) memata-matai komunikasi antara presiden Brasil
dan Meksiko. Soal ini diungkapkan Fantastico, program berita Globo, media dari Brasil.
Laporan program berita Fantastico,
Minggu (1/9/2013) malam, berdasarkan dokumen yang didapatkan Glenn
Greenwald. Dokumen itu diperolehnya dari mantan kontraktor NSA, Edward
Snowden.
Fantastico media dari Brasil
ini, juga menunjukkan kepada negara Amerika Latin lainya yaitu Meksiko,
bahwa apa yang dikatakan sebagai dokumen NSA sejak tanggal Juni 2012
lalu yang menampilkan bagian dari pesan tertulis yang dikirim Presiden
Meksiko Enrique Pena Nieto, yang masih berstatus calon pada waktu itu.
Dalam pesan itu, Pena Nieto mendiskusikan siapa yang dipertimbangkannya
untuk menjadi menteri setelah ia nanti terpilih. (baca: Meksiko Berang AS Menyadap Negaranya)
Sebuah dokumen terpisah menampilkan pola komunikasi antara Presiden Brasil Dilma Rousseff dan penasihat utamanya, kata Fantastico. Namun tidak ada kata-kata tertulis terkait soal ini yang ditunjukkan dalam laporan Fantastico.
Presiden Brasil Dilma Rousseff
Menurut Fantastico, kedua
dokumen itu merupakan contoh studi kasus NSA yang menunjukkan bagaimana
data secara cerdas bisa disaring oleh badan intelijen Amerika Serikat
itu.
Menteri Kehakiman Jose Eduardo Cardozo mengatakan kepada surat kabar O Globo
bahwa isi dari dokumen tersebut, jika memang terkonfirmasi, “harus
dianggap sebagai pelanggaran serius dan nyata terhadap kedaulatan
Brasil.”
“Ini tidak hanya (pemata-mataan) terhadap
Brasil, tetapi kedaulatan beberapa negara yang bisa dilanggar dalam
cara yang sama sekali bertentangan dengan ketentuan hukum internasional,
” kata Cardozo.
Cardozo minggu lalu melakukan perjalanan ke Washington dan bertemu
dengan Wakil Presiden AS Joe Biden dan pejabat lainnya. Dalam kunjungan
itu, ia mencari rincian lebih lanjut terkait pengungkapan Snowden
sebelumnya yang menyatakan bahwa AS yang melakukan aksi spionase di
Brasil.
Dilma Rousseff dijadwalkan melakukan
kunjungan kenegaraan resmi pada Oktober untuk bertemu Presiden AS Barack
Obama di Washington. Perjalanan itu digambarkan sebagai bentuk
kehangatan hubungan Brasil-AS sejak ia menjabat pada 2011.
Juru bicara Rousseff tidak akan
mengomentari soal tuduhan aksi spionase terbaru ini. Pejabat di istana
kepresidenan Meksiko juga belum memberikan tanggapan atas pengungkapan
oleh Fantastico ini.
Snowden, yang sebelum membocorkan dokumen soal program intelijen AS, kini tinggal di Rusia setelah mendapatkan suaka di sana. Fantastico mengakui dihubungi Snowden melalui Internet chatting. Namun Snowden mengatakan tidak bisa mengomentari isi laporan Fantastico karena alasan ada perjanjian suaka dengan pemerintah Rusia.
Presiden Rusia Vladimir Putin menyatakan
bersedia memberikan suaka asalkan Snowden berhenti membocorkan dokumen
intelijen Amerika Serikat.
Presiden Brasil Tunda Lawatan ke AS
Presiden Brasil Dilma Rousseff memenuhi
ancamannya untuk membatalkan pertemuannya dengan Presiden Barack Obama,
terkait penyadapan intelijen AS terhadap negaranya.
Menurutnya, Obama tidak memberikan penjelasan yang memuaskan saat keduanya saat bertemu di KTT G20 di St. Petersbug.
Presiden Brasil Dilma Rouseff membatalkan
kunjungan kenegaraan ke Amerika Serikat karena marah telah disadap oleh
Badan Keamanan Amerika (NSA). Pertemuan Rouseff dan Presiden Barack
Huseein Obama yang dijadwalkan berlangsung 23 Oktober 2013.
Padahal, menurut BBC, Selasa 17 September 2013, pihak Gedung Putih telah berusaha membujuk Rousseff melalui telepon Senin lalu.
Namun bujukan itu tidak ampuh, karena
Selasa kemarin, tekad Rousseff sudah bulat untuk membatalkan kunjungan
kenegaraan ke AS pada 23 Oktober mendatang tersebut.
“Mengingat semakin dekatnya waktu
kunjungan kenegaraan ke Washington dan belum adanya laporan soal
komitmen penghentian aksi penyadapan, maka kunjungan tidak bisa
direalisasikan sesuai dengan rencana awal,” ujar kantor Kepresidenan
Brasil.
Menurut perwakilan kantor kepresidenan
Brasil, kunjungan kenegaraan dapat dilakukan jika masalah penyadapan ini
telah diselesaikan dengan baik. Sementara Juru Bicara Gedung Putih, Jay
Carney, mengatakan kunjungan Rousseff bukan dibatalkan, melainkan
ditunda.
Obama Menyesali Aktivitas Intelijen AS
Menurut Carney, keduanya sepakat
kunjungan kenegaraan seharusnya tidak diselimuti oleh isu bilateral apa
pun. “Presiden telah paham dan menyesali kekhawatiran soal aktivitas
intelijen AS yang dituduh telah menyadap Brasil. Dia telah berkomitmen
untuk terus bekerja sama dengan Rousseff dan hubungan diplomati kedua
pemerintah tetap akan maju,” imbuh Carney.
Sebelumnya penasihat Keamanan Nasional
Amerika Susan Rice sudah bertemu dengan perwakilan keamanan Brasil tapi
keduanya tidak mencapai kesepakatan.
Surat kabar the Los Angeles Times
melaporkan, Rabu (18/9/13), Gedung Putih dalam pernyataannya mengatakan
Rousseff dan Obama telah sepakat untuk mengadakan pertemuan jika
hubungan kedua negara tidak dalam ketegangan. Presiden Obama memahami
dan menyesali kasus penyadapan itu dan membuat Brasil marah.
“Dia berjanji akan bekerja sama dengan
Presiden Rouseff dan pemerintahannya untuk membahas isu di luar kasus
ini supaya tidak membuat hubungan kedua negara memanas,” kata pernyataan
Gedung Putih.
Beberapa hari lalu, kedua pemimpin negara
sudah berbicara melalui sambungan telepon soal pembatalan kunjungan
itu. Keduanya sepakat pertemuan kenegaraan tidak seharusnya
dibayang-bayangi satu masalah di antara kedua negara.
“Menampar Obama tepat di wajahnya membuat
Brasil lebih percaya diri dan bisa meningkatkan popularitas Rouseff.
Dia akan menghadapi pemilu tahun depan,” kata David Fleischer, ahli ilmu
politik di Universitas Brasilia.
Edward Snowden ungkap intelijen AS meretas info sejumlah negara Amerika Latin.
Awal bulan September 2013 stasiun televisi Brasil TV Globo
melaporkan bahwa Badan Keamanan Negara (NSA) Amerika telah menyadap
hubungan telepon dan sejumlah surat elektronik Presiden Brasil Dilma
Rousseff dan Presiden Meksiko Enrique Pena Nieto.
Sepekan kemudian terungkap bahwa
pemerintah Amerika berhasil mendapatkan kembali informasi soal pasar
minyak, obat-obatan terlarang, dan gerakan politik di sejumlah negara
Amerika Latin.
Skandal intelijen Amerika ini berhasil
terkuak setelah pembocor rahasia NSA Edward Snowden mengungkapkan bahwa
intelijen Amerika telah meretas informasi di sejumlah negara Amerika
Latin.
Laporan penyadapan ini diungkap kali
pertama oleh reporter harian Inggris, The Guardian, Glenn Greenwald,
yang mewawancarai Edward Snowden. Snowden mengatakan bahwa badan
intelijen NSA telah mengakses materi di dunia maya yang pernah diakses
Rousseff.
Selain itu Snowden juga mengaku punya bukti bahwa komunikasi Rousseff dengan para staffnya turut disadap.
NSA selalu beralasan aksi penyadapan itu
demi keamanan dalam negeri dan pencegahan tindak terorisme. Namun
laporan terbaru yang diungkap Snowden menyebutkan, NSA secara ilegal
mengakses data dari perusahaan minyak Brasil, Petrobas.
Perusahaan ini diketahui pada bulan depan
akan melelang hak eksplorasi pengelolaan minyak di lepas pantai ibukota
Rio De Janeiro. Rousseff mengatakan apabila tuduhan itu terbukti, maka
NSA ikut terlibat dalam industri spionaese.
Dalam kunjungan kenegaraan ke AS, kedua
pemimpin rencananya akan mencapai kesepakatan soal eksplorasi minyak dan
teknologi bahan bakar bio. Selain itu direncanakan, Brasil akan membeli
36 buah pesawat tempur F-18 dari perusahaan Boeing di AS senilai US$4
miliar atau Rp43 triliun.
Snowden akan Bantu Brazil Ungkap Spionase AS Jika Diberi Suaka
Salah satu surat-kabar terbesar Brazil
mengatakan telah memperoleh surat dari pembocor Badan Keamanan Nasional
Amerika, Edward Snowden, yang memohon suaka politik dan menawarkan diri
untuk membantu Brazil menyelidiki tindakan Amerika memata-matai Brazil.
Pembocor intelijen Amerika Edward Snowden
menawarkan diri untuk membantu Brazil menyelidiki program spionase
pemerintah Amerika di wilayahnya dengan imbalan suaka politik.
Snowden mengajukan tawaran itu dalam “surat terbuka bagi rakyat Brazil” yang pertama kali diterbitkan hari Selasa oleh surat kabar Folha de S. Paulo.
Dalam surat tersebut, Snowden membantah
jaminan Amerika untuk pemerintah Brazil bahwa program pengintaian Badan
Keamanan Nasional Amerika (NSA) sekadar pengumpulan data untuk membuat
rakyat aman. Ia mengatakan program tersebut menyangkut kekuasaan, bukan
terorisme.
Presiden
Brasil, Dilma Rousseff (baju merah muda) yang berdiri disebelah
Presiden AS Barack Obama tampak sedang melihat Barack Obama yang
menundukkan kepala saat Presiden Vladimir Putin berjalan di depannya.
Aksi perang dingin itu disaksikan oleh presiden lainnya termasuk
presiden Susilo Bambang Yudhoyono pada saat pertemuan G20 di St.
Petersburg, Russia. (AFP)
Mantan kontraktor NSA itu sekarang
tinggal di Rusia setelah diberi suaka sementara selama satu tahun pada
Agustus 2013 lalu. Para pejabat Amerika telah meminta agar Snowden
diekstradisi untuk menghadapi pengadilan atas tuduhan spionase, tetapi
Rusia menolaknya.
Snowden yang berusia 30 tahun melarikan
diri ke Moskow setelah membocorkan sejumlah besar dokumen rahasia yang
merinci program pengintaian NSA. Ia juga telah mengajukan permohonan
suaka ke sejumlah negara, termasuk Brazil.
Negara Amerika Selatan itu merupakan
salah satu negara yang sangat berang dengan terungkapnya program NSA
itu. Dokumen-dokumen itu mengungkapkan bahwa Brazil adalah sasaran utama
NSA di Amerika Selatan dan bahwa spionase itu juga mencakup pemantauan
ponsel Presiden Dilma Rousseff dan peretasan jejaring internal
perusahaan minyak milik pemerintah Brazil, Petrobras. (tempo.co/voa-indonesia/Los Angeles Times/ TV Globo/ BBC))
_______________________________
Surat kabar Inggris Guardian melaporkan bahwa NSA telah melakukan pengawasan kepada 35 pemimpin negara. Lagi, Snowden adalah sumber laporan tersebut.
Delegasi parlemen Eropa Claude Moraes, mengatakan kepada BBC bahwa skala pengawasan yang dilakukan oleh NSA mengkhawatirkan.
“Berita yang mengatakan bahwa 35 pimpinan disadap teleponnya bukanlah isu yang terpenting,” katanya.
“Yang paling inti adalah berita El Mundo,
bahwa jutaan warga di sejumlah negara disadap telepon rumah dan
ponselnya. Jadi ini adalah tentang pengawasan massal. Ini tentang skala
dan proporsionalitas.”
Dia mengatakan prioritas bagi Eropa
adalah untuk mendiskusikan dampak dari penyadapan AS atas warga Uni
Eropa terhadap hak dasar warga untuk mendapatkan privasi.
Para pimpinan Uni Eropa mengatakan
ketidakpercayaan AS yang ditunjukan melalui aksi ini akan dapat
membahayakan upaya melawan terorisme.
Spanyol tuntut Amerika beberkan skala penyadapan
Spanyol meminta Amerika Serikat
mengungkap skala penuh dugaan operasi mata-mata yang dilakukan oleh
Badan Keamanan Nasional Amerika Serikat, NSA.
Permintaan tersebut disampaikan Menteri
Luar Negeri Spanyol untuk Uni Eropa, Inigo Mendez de Vigo, dalam
pertemuan dengan Duta Besar Amerika Serikat untuk Spanyol, James Costos,
di Madrid pada Senin (28/10/13).
Inigo Mendez de Vigo mengatakan praktek seperti itu, bila benar, “tidak pantas dan tidak dapat diterima”.
Oleh karena itu pemerintah Spanyol meminta Amerika Serikat menyediakan data dari NSA terkait dugaan penyadapan.
“Seperti pada kesempatan-kesempatan
sebelumnya, kita meminta duta besar Amerika Serikat untuk memberikan
semua informasi yang diperlukan kepada pemerintah mengenai masalah ini,”
pernyataan Kementerian Luar Negeri.
Lebih lanjut Kementerian Luar Negeri
Spanyol mengatakan bila mengenai dugaan itu benar maka hal tersebut
dapat merusak iklim kepercayaan yang selama ini terjaga antara kedua
negara.
“Seperti pada kesempatan-kesempatan sebelumnya, kita
meminta duta besar Amerika Serikat untuk memberikan semua informasi yang
diperlukan kepada pemerintah mengenai masalah ini.” Kementerian Luar Negeri Spanyol.
Dokumen Snowden
Duta Besar AS untuk Spanyol James Costos
Duta Besar AS untuk Spanyol James Costos
mengatakan pihaknya akan terus menggunakan jalur diplomatik untuk
menjawab kekhawatiran sekutu-sekutu, termasuk Spanyol.
Pemanggilan duta besar Amerika dilakukan
setelah muncul laporan-laporan di media Spanyol bahwa Badan Keamanan
Nasional Amerika Serikat memantau 60 juta panggilan telepon selama satu
periode satu bulan saja.
Laporan menyebutkan rincian dugaan
penyadapan yang dilakukan Desember lalu itu bersumber pada
dokumen-dokumen yang disediakan oleh analis intelijen Amerika, Edward
Snowden.
Media Spanyol mengatakan informasi yang
dipegang NSA meliputi nomor dan lokasi penelepon serta penerima telepon,
padahal hal itu melanggar undang-undang Spanyol. Selain itu NSA juga
diduga mencatat durasi dan waktu panggilan telepon. (Guardian/El Mundo/bbc.co.uk)
Big Brother Indonesia? Provider Mulai Intai Pelanggan!
Operator & Provider Besar Indonesia Diduga Mengintai Para Pelanggannya! Apakah “Big Brother” Sudah Merambah Indonesia?
Pasal 40 UU No.36
Tahun 1999 menyatakan, “bahwa setiap orang dilarang melakukan
penyadapan atas informasi yang disalurkan melalui jaringan
telekomunikasi dalam bentuk apapun. Bagi yang melanggar ketentuan
tersebut diancam pidana penjara maksimal 15 tahun penjara.” (Kepala Pusat Informasi dan Humas Kementerian Kominfo, Gatot S Dewa Broto)
Studi yang dilakukan Citizen Lab dari akhir 2012 hingga awal tahun 2013 menunjukkan, bahwa ada dua ISP besar di Indonesia yang diduga sedang memata-matai penggunanya.
Hal ini ditulis dalam studi terbaru Citizen Lab dari University Toronto (13/3), Kanada, yang mencatat ada setidaknya 25 negara yang menggunakan software mata-mata untuk menguntit para pengguna.
Parahnya, ternyata Indonesia juga termasuk salah satu di antara ke 25 negara tersebut!
Dalam laporan berjudul You Only Click Twice: FinFisher’s Global Proliferation, tercatat 25 negara yang memakai perangkat lunak atau software mata-mata tersebut adalah:
Australia, Bahrain,
Bangladesh, Belanda, Brunei, Estonia, Ethiopia, India, Jepang, Jerman,
Kanada, Latvia, Malaysia, Meksiko, Mongolia, Republik Ceko, Qatar,
Serbia, Singapura, Turkmenistan, Uni Emirat Arab, Inggris, Amerika
Serikat, Vietnam dan Indonesia.
Semua negara ini menggunakan software yang sama untuk memata-matai penggunanya, yaitu FinFisher.
Software ini sendiri sebenarnya adalah piranti lunak yang dikembangkan oleh Gamma International dari Jerman dan dijual terbatas untuk kalangan aparat penegak hukum.
Dalam praktik sehari-hari, sebenarnya
FinFisher sendiri memang lebih banyak digunakan untuk penegakan hukum
sehingga aksesnya sangat dibatasi. Namun begitu, tercatat ada dua ISP
besar Indonesia yang juga menggunakan FinFisher, yaitu Biznet, Matrixnet Global (Mango-Net) dan Telkom.
Hal ini terlihat dari kumpulan alamat IP yang ditengarai menggunakan software ini. Mereka adalah:
Sementara itu, ketika dimintai keterangan
seputar hal ini, pihak Biznet yang diwakili Adi Kusma, CEO Biznet,
masih enggan untuk memberikan keterangannya melalui sambungan telepon
maupun pesan singkat.
Telkom dan Biznet jadi buah bibir di Twitter
Meski belum bisa diketahui kebenarannya,
laporan mengenai Telkom dan Biznet yang memata-matai para pengguna
layanannya tersebut ternyata menjadi perhatian tersendiri di masyarakat.
Hal ini setidaknya nampak dari lalu lintas Twitter Indonesia.
Menurut pantauan, ketika dicari berbagai “kicauan” dengan kata kunci Telkom dan Biznet secara bersamaan, ternyata muncul berbagai berita seputar isu kegiatan mata-mata ini.
Banyak dari tweeps yang melakukan tweet ulang berita terkait dan ada juga yang berkomentar terkait berita tersebut.
Seperti yang ditulis oleh @MasO*** (nama
sengaja disamarkan), mengatakan bahwa para pengguna internet sebaiknya
berhati-hati dengan hal ini. Senada dengan pernyataan tersebut,
@ivanazi*** juga menyatakan kekhawatirannya.
Meski begitu, ada pula yang pro dengan
apa yang dilakukan oleh Telkom maupun Biznet. “Kalau untuk kebaikan ya
gpp lah,” tulis @JustT***.
Berita seputar kegiatan mata-mata ini sendiri pertama kali diketahui setelah munculnya laporan dari Citizen Lab.
Organisasi yang berada di Toronto, Kanada, ini mencatat setidaknya ada
dua ISP Indonesia dan 24 negara lainnya di dunia sedang menggunakan
software FinFisher.
Software ini sendiri merupakan perangkat
lunak khusus untuk memata-matai kegiatan di dunia maya. Karena besarnya
dampak yang dihasilkan, FinFisher sendiri saat ini dibatasi penggunaannya hanya untuk penegakan hukum.
Apakah FinFisher itu?
Nama FinFisher mendadak mencuat
setelah Citizen Lab mengumumkan kalau perangkat lunak ini
‘disalahgunakan’ di 25 negara berbeda. Sebenarnya apa itu FinFisher?
Tidak banyak informasi yang bisa didapat dari situs resmi FinFisher, finfisher.com.
Mungkin karena software ini hanya ditujukan untuk mereka yang
berkepentingan saja, maka informasi seputar seluk beluknya pun ditutup
rapat.
Untungnya, sebuah media asing pernah
mengulas habis-habisan seputar software satu ini. Mulai dari latar
belakang penciptaannya sampai seberapa hebat perangkat lunak ini.
Seperti yang dilansir oleh New York Times (30/8/2012), keberadaan FinFisher yang dikenal juga dengan FinSpy
pertama kali diketahui dari jebolan insinyur Google, Morgan
Marquis-Boire yang bekerja sama dengan Bill Marczak. Bersama-sama, pada
pertengahan 2012 kemarin, mereka berhasil menemukan gerak-gerik sebuah
program yang mampu melacak situasi dunia maya bahkan hingga ke lima
benua berbeda sekaligus.
Temuan ini ternyata merupakan software FinFisher. Sebuah perangkat lunak yang dijual secara terbatas oleh Gamma International dan berharge sekitar 287,000 euros, atau US $353,000.
Kabarnya
perangkat lunak FinFisher ini mampu mengambil apapun yang diinginkan
pengguna. Mulai dari mengambil screenshot layar komputer sasaran,
merekam perbincangan Skype, menghidupkan kamera dan mikrofon, hingga
merekam segala input data, termasuk ketikan keyboard, yang dilakukan
sasaran.
Dengan begitu, seluruh aktivitas dunia
maya siapapun juga bisa diketahui secara detail jika menggunakan program
ini. Hal tersebut tentunya berbahaya jika yang dijadikan sasaran adalah
komputer milik institusi negara yang menyimpan dokumen-dokumen penting.
Oleh karenanya, penjualan FinFisher
sendiri sudah dibatasi sehingga tidak bisa digunakan oleh pihak yang
tidak bertanggung jawab. Anehnya, sebuah temuan dari Citizen Lab menyatakan bahwa, ternyata program ini juga dipakai oleh Biznet dan Telkom!
Padahal, sudah jelas-jelas Biznet maupun Telkom
bukanlah badan negara yang memiliki kepentingan untuk menggunakan
software tersebut. Sehingga, jika memang benar-benar menggunakan
software ini, apa tujuan dari Telkom maupun Biznet?
Dua Kali “Kepergok”, Biznet Bantah Mereka Gunakan FinFisher
Dugaan bahwa Telkom dan Biznet memata-matai aktivitas pelanggannya dengan menggunakan software yang disebut FinFisher (berdasarkan laporan dari Citizen Lab) dalam laporannya tertanggal 13 Maret kemarin tersebut, pihak Citizen Lab mengatakan bahwa beberapa negara yang memanfaatkan ‘jasa layanan’ FinFisher atau software mata-mata besutan dari Gamma Group adalah untuk mempermudah dalam hal memata-matai aktivitas siapa saja.
Dalam laporan Citizen Lab, ternyata ada tiga perusahaan di Indonesia yang menggunakan FinFisher, yaitu:
PT Telkom, PT Matrixnet Global dan Biznet ISP.
Tentu saja dengan merebaknya berita ini,
banyak orang khususnya di Twitter mulai membicarakannya. Namun, ketika
dikonfirmasi ulang pihak Biznet membantah menggunakan FinSpy atau
FinFisher ini untuk memata-matai pelanggan mereka.
“Kita gak pasang system gitu (FinFisher).
Koq FinFisher, pasang sistem seperti Nawala saja, kita juga tidak
pernah,” ungkap pihak CEO Biznet, Adi Kusma (18/03/13).
Biznet juga menjelaskan bahwa mereka tidak tahu menahu soal data yang dikeluarkan oleh Citizen Lab tersebut. Untuk itu, Biznet akan meneliti lebih lanjut seputar hal ini dan melacak pengguna IP mereka tersebut.
Entah benar atau tidak apa yang mereka konfirmasikan, pada bulan Agustus 2012 lalu, Citizen Lab
juga telah merilis satu daftar berisi beberapa perusahaan pengguna
layanan FinFisher ini dari pelbagai negara yang salah satunya ternyata
adalah Biznet ISP.
Tampak pada kedua tabel: Pada tabel diatas, data dari Citizenlab.org menunjukkan penggunaan perangkat lunak FinFisher oleh Biznet ISP sejak 29 Agustus 2012. Dan pada tabel bawah data yang juga bersumber dari Citizenlab.org pada tanggal 13 Maret 2013, penggunaan aplikasi FinFisher juga dipakai oleh Telkom, Matrixnet Global dan Biznet ISP. Ketiganya dari ISP di Indonesia.
Menjadi suatu hal yang aneh. Di satu sisi
Biznet mengatakan bahwa mereka tidak pernah menggunakan layanan
tersebut, di sisi lain, Citizel Lab justru ‘memergoki’ sebanyak dua kali
bahwa ISP satu ini dari pertengahan 2012 dan awal 2013 menggunakan
FinFisher.
Setelah Biznet, Telkom juga bantah gunakan FinFisher
Setelah pihak Biznet mengatakan bahwa
mereka tidak pernah memakai apa itu yang dinamakan FinFisher, kini
Telkom juga membantah memakai software mata-mata tersebut.
PT Telekomunikasi Indonesia Tbk
(Telkom) membantah memasang software pada server yang digunakan untuk
mengawasi trafik dan konten yang diakses para penggunanya.
Melalui Direktur Utamanya Arief Yahya,
Telkom menjelaskan kepada wartawan sekaligus Menteri BUMN Dahlan Iskan
bahwa tudingan penggunaan FInFisher oleh Telkom tersebut tidak benar.
Dalam hal ini, Dahlan Iskan ingin mengetahui duduk permasalahannya dan
di depan para wartawan, dia menghubungi Arief melalui telepon.
“Tudingan yang menyebutkan bahwa Telkom
memasang alat pengintai pada server sama sekali tidak benar.
Kami
memastikan Telkom tidak mempunyai aplikasi untuk memata-matai
pelanggan,” kata Arief Yahya melalui pengeras suara ponsel Dahlan Iskan,
seperti dikutip Antara (19/03/13) di Jakarta.
Arief juga mengatakan bahwa dalam artikel yang dimuat oleh Citizen Lab, University Toronto tersebut terkesan menyudutkan Telkom karena di dalamnya mencantumkan alamat internet protokol (IP) milik Telkom.
Arief Yahya mengakui ada artikel yang
menyebutkan alamat IP Telkom, tapi untuk mengidentifikasi lebih lanjut
siapa pihak yang berada di jaringan tersebut dibutuhkan izin dari
Kementerian Kominfo.
Menurutnya, permintaan untuk memblokir IP
yang disinyalir digunakan untuk mematai-matai pengguna tersebut harus
berdasarkan izin dari Kementerian Kominfo.
“Memblokir suatu jaringan harus melalui prosedur dan izin dari Indonesia Security Incident Response Team of Internet Infrastructure (ID-SIRTII),” kata Arief.
Ia menambahkan, selagi tidak ada izin
dari Menkominfo dan ID-SIRTII maka penelusuran pengguna alamat IP
tersebut tidak bisa dibuka.
Pihak Biznet juga membantah bahwa mereka
menggunakan software mata-mata itu di dalam servernya (18/03/13). Sampai
saat ini, Biznet masih menyelidiki siapa yang menanam software
tersebut.
Jika Terbukti Intai Pengguna, Telkom & Biznet Terancam 15 Tahun Penjara
Ternyata kasus soal Telkom dan Biznet yang diduga kuat oleh Citizen Lab dari Universitas Toronto,
Kanada, dengan cara menggunakan software mata-mata di servernya untuk
mengawasi trafik dan konten penggunanya di Indonesia ini, turut menyita
perhatian Kementerian Kominfo.
Kepala Pusat Informasi dan Humas
Kementerian Kominfo Gatot S Dewa Broto menilai informasi yang telah
beredar luas ini sebaiknya diverifikasi terlebih dahulu untuk
membuktikan kebenarannya.
“Namun jika verifikasi tersebut benar,
apa yang dilakukan oleh Telkom dan Biznet itu salah, karena melanggar
Pasal 40 UU Telekomunikasi,” paparnya di Jakarta, Senin (18/3/013).
Pasal 40 UU No.36 Tahun 1999 menyatakan:
“Bahwa setiap
orang dilarang melakukan penyadapan atas informasi yang disalurkan
melalui jaringan telekomunikasi dalam bentuk apapun. Bagi yang melanggar
ketentuan tersebut diancam pidana penjara maksimal 15 tahun penjara.”
“Jika benar terbukti, tentu pemerintah
akan mengambil tindakan tegas, karena selain melanggar UU
Telekomunikasi, juga melanggar privasi seseorang tanpa alasan jelas,”
ujar Gatot lebih lanjut.
Meski demikian, Kementerian Kominfo tetap mengusung asas praduga tak bersalah
hingga ada pembuktian yang sahih atas kabar yang beredar ini. “Kami
yakin Telkom dan Biznet tidak berani melanggar UU tersebut,” tegas Gatot
coba meyakinkan.
Kabar tak sedap yang menerpa dua penyedia jasa internet besar di Indonesia itu bermula dari laporan terbaru yang dirilis oleh Citizen Lab, University Toronto dalam materi berjudul “You Only Click Twice: FinFisher’s Global Proliferation” seperti dikutip dalam situs Citizenlab.org.
Dalam laporannya ditemukan server komando dan kontrol untuk backdoors FinSpy di server kedua PJI. FinSpy merupakan bagian dari solusi pemantauan jarak jauh Gamma International FinFisher yang diduga sejauh ini telah digunakan oleh 25 negara.
Perlu diketahui, FinFisher adalah
perangkat lunak yang bisa diremote untuk mengawasi aktivitas pengguna
dikembangkan oleh Gamma International GmbH. Produk FinFisher dijual
secara eksklusif untuk menegakkan aturan terutama terkait dengan
penyadapan.
Walaupun dilindungi oleh hukum, tetapi
dalam praktiknya, software banyak digunakan untuk memata-matai para
aktivis yang beroposisi dengan pemerintah.
Baik Telkom maupun Biznet saat
dikonfirmasi oleh wartawan detikINET melalui Direktur Network Telkom,
Rizkan Chandra dan President Director Biznet Network, Adi Kusma telah
menyampaikan bantahannya.
Menurut Rizkan, tidak ada kebijakan dari
Telkom untuk memata-matai penggunanya seperti itu. Sementara Adi Kusma
mengaku akan menelusuri kasus ini lebih dalam lagi. “Nanti kita cek IP
siapa itu,” tandasnya.
Sekadar gambaran, FinFisher merupakan
software mata-mata yang mampu meremote aktivitas pengguna internet yang
ISP-nya telah disusupi.
Aplikasi FinFisher ini menangkap semua
informasi dari komputer yang terinfeksi, tak hanya jejaring sosial, tapi
juga seperti password, panggilan Skype bahkan mengirimkan informasi ke
server perintah & kontrol FinFisher.
Hal ini mirip proyek Big Brother
ala elite-elite Illuminati di negara-negara maju yang sering
menyalahgunakan kewenangan akses untuk menangkap pihak yang membongkar
bukti, rencana dan tujuan-tujuan busuk mereka dan yang juga bertentangan
dengan informasi dari mereka.
Lalu bagaimana dengan para penyedia jasa
provider ISP dan para jasa operator selular di Indonesia? Jika mereka
membantah tak memata-matai, lalu tabel dan bukti yang dikeluarkan oleh Citizen Lab itu apa? Sebuah lelucon April Mob?
Dengan alasan ini-itu, lalu apakah mereka juga ikut menjadi budak para elite dunia? Apakah mereka kaki tangan Big Brother?
Yang jelas apapun yang anda lakukan bahkan saat membacca artikel ini
melalui PC, laptop, komputer tablet dan gadget hingga ponsel di
genggaman tangan anda yang biasa anda bawa kemanapun anda pergi.
Seperti dikutip dari Bloomberg 2012,
Smartphone Android adalah perangkat termudah untuk dijangkiti spyware
bawaan atau varian lain dari FinSpy atau FinFisher. Memang ada
kemungkinan perangkat seperti iPhone atau BlackBerry juga mampu
terjangkiti, namun kemungkinannya lebih kecil dibandingkan dengan
Android.
Robert Maxwell, seorang teknisi IT dari tim Office of Information Technology Security,
menjelaskan, “Android sangat mudah untuk dijebol oleh spyware dan
malware bawaan FinFisher, karena sistem yang diberlakukan Google untuk
Android adalah bebas. Jadi siapa saja dapat mengunduh dan menginstal
software dari manapun sumbernya.”
Sebuah riset kecil yang dilakukan oleh tim CrackBerry
pada bulan Agustus 2012 lalu juga sependapat dengan apa yang dikatakan
Maxwell. Namun, dalam penelitian tersebut, BlackBerry mempunyai sisi
sekuritas yang lebih aman dibandingkan dengan perangkat lain sejenisnya.
“Walaupun ada kemungkinan bisa, namun
berdasarkan sifat dari spyware yang akan bergerak secara underground dan
beroperasi tanpa sepengetahuan pemilik perangkat, hal tersebut
nampaknya sulit untuk dapat dengan mudah menginjeksi BlackBerry.
Sistem sekuritas di BlackBerry telah
dirancang untuk mengintegrasikan persetujuan sang pemilik dengan
perangkat sebelum mengeksekusi sebuah penginstalan apapun itu, jelas
pihak CrackBerry. Namun apapun jenis perangkat yang anda pakai
untuk mengakses internet, mereka para “kaki tangan elite dunia” tetap
dapat berkata kepadamu, “I knew who you are, and where you are, because I’m watching you, always.”
“FinFisher spyware found running on computers all over the world”. (Citizenlab)
Indonesia dikatakan pula menjadi sasaran intel Australia sejak
pengeboman di Bali tahun 2002 lalu yang memakan korban tewas sebanyak
202 jiwa, termasuk 88 warga Australia.
Sebelumnya, President Director & CEO Indosat Alexander Rusli dalam keterangan tertulis pernah menyatakan bahwa Indosat telah mematuhi ketentuan lawful interception dan menyatakan tidak terlibat kerjasama dengan pihak asing untuk melakukan penyadapan.
Pada kesempatan lain, Menkominfo Tifatul
Sembiring menampik dugaan adanya keterlibatan operator telekomunikasi
Indonesia dalam tindak penyadapan yang dilakukan pihak asing.
Ia menyebut aksi penyadapan oleh intelijen asing mungkin dilakukan tanpa diketahui operator komunikasi.
Masalahnya, apakah seorang menteri tak pernah mengecek semua provider di Indonesia? Sungguh aneh! (baca: Big Brother Indonesia? Provider Mulai Intai Pelanggan!)
NSA Punya program mata-mata untuk sadap iPhone, Huawei dan untuk sadap koneksi Wireless
Kabar terbaru mengenai isu penyadapan ini kembali terkuak. Badan intelijen Amerika Serikat, National Security Agency (NSA) ternyata memiliki sebuah software untuk menyadap salah satu perangkat paling populer di Amerika, iPhone.
Informasi ini terungkap dari dokumen yang
dibocorkan ke publik. Di situ disebutkan bahwa NSA memiliki sebuah
program yang dijuluki dengan nama Dropout Jeep.
Dokumen yang diterbitkan oleh situs berita Jerman Spiegel Online itu menyebutkan bahwa Dropout Jeep memungkinkan NSA untuk menyadap informasi yang ada di perangkat iPhone.
Aplikasi spyware “Dropout Jeep” memungkinkan NSA untuk menyadap informasi yang ada di perangkat iPhone
Peneliti keamanan Jacob Appelbaum mengungkap dokumen tersebut pada acara Chaos Communication Congress ke-30 di Hamburg, Jerman.
Dengan Dropout Jeep, Apple bisa
menyadap informasi daftar kontak, membaca pesan teks, mengetahui lokasi
iPhone tersebut berada, mendengarkan voicemail bahkan mengaktifkan
kamera iPhone dan mikrofon!
Dropout Jeep saat ini terbatas
hanya bisa diinstal melalui “metode akses jarak dekat”. Ke depannya NSA
sedang mengembangkan cara agar dapat menginstal program itu secara jarak
jauh (remote).
Selain berbicara tentang Dropout Jeep, Appelbaum juga menyebutkan bocoran dokumen lain tentang program mata-mata (spyware) milik NSA yang lainnya. Dari hasil pencarian melalui search engine, data lain hanya didapat untuk gadget merk Huawei dan perangkat berkoneksi nirkabel atau wireless.
Selain dokumen rahasia tentang keberadaan aplikasi mirip spyware bernama Dropout Jeep untuk menyadap Apple, admin juga menemukan dokumen rahasia tentang penyadapan untuk merk gadget lainnya bernama Halluxwater untuk menyadap merk Huawei, dan juga dokumen penyadapan untuk jenis kategori koneksi lainnya yaitu Nightstand untuk menyadap pengguna nirkabel atau wirelees.
Keterangan ketiga gambar atas: dokumen rahasia NSA ‘Dropout Jeep’ untuk menyadap Apple (kiri) , ‘Halluxwater’ untuk menyadap merk Huawei (tengah) dan ‘Nightstand’ untuk menyadap pengguna nirkabel atau wirelees (klik pada gambar untuk memperbesar).
Admin meyakini masih ada dokumen-dokumen
rahasia sejenis untuk penyadapan merk gadget lainnya, dan juga jenis
koneksi lainnya. Namun sengat sulit untuk mendapatkannya karena
sepertinya memang disembunyikan dari publik. Tapi yang jelas semua gadgat buatan AS, seperti juga Blackberry pastinya sudah disadap!
Kembali kepada Appelbaum yang juga menyatakan bahwa setiap percobaan yang dilakukan untuk menguji spyware Dropout Jeep pada perangkat iOS memiliki tingkat kesuksesan 100 persen.
Terungkapnya informasi ini menimbulkan
spekulasi bahwa Apple diduga ikut terlibat membantu NSA dalam aksi
penyadapan terhadap produknya, meski sampai saat ini belum ada bukti
kuat yang menunjukkan hal itu.
Setiap
percobaan yang dilakukan untuk menguji spyware “Dropout Jeep” pada
perangkat iOS memiliki tingkat kesuksesan 100 persen menimbulkan
spekulasi bahwa Apple diduga ikut terlibat membantu NSA dalam aksi
penyadapan terhadap produknya.
Billy Lau, salah seorang peneliti keamanan di Georgia Tech mengatakan, meski Apple telah meningkatkan sistem keamanannya sejak 2008, tetap saja tidak kebal.
“Evasion jailbreak iOS 7
menyiratkan bahwa bagian dari OS (sistem operasi) itu telah
dieksploitasi dan memiliki beberapa implikasi keamanan yang mendalam,”
katanya kepada ABC News.
Di lain sisi, pengacara yang menangani masalah privasi di Internet Bradley Shear mengatakan, spyware NSA mungkin berada di luar kendali Apple serta di luar kendali perusahaan lain seperti Google dan Microsoft. “Saya pikir tidak ada perusahaan teknologi yang sadar (terkait penyadapan NSA -pen),” katanya lagi.
Fasilitas WiFi Bandara Jadi Alat Spionase NSA
Salah satu modus terbaru badan intelijen Amerika Serikat, National Security Agency (NSA), dalam melakukan tindak pencurian data privasi pengguna perangkat komputasi juga kembali terungkap.