Koran
Cumriyet terbitan Turki Jumat (29/5) dalam edisi cetaknya memuat
foto-foto, sedangkan dalam edisi online selain memuat foto juga memuat
video yang menunjukkan suplai senjata Turki yang dimuat di dalam
beberapa truk untuk kawanan bersenjata di Suriah.
Disebutkan bahwa dalam pengiriman senjata Turki ke Suriah yang terjadi
pada awal awal tahun 2014 itu terdapat peluru-peluru mortir yang
disembunyikan di bawah obat-obatan yang termuat dalam truk-truk yang
disewa secara resmi untuk kepentingan lembaga kemanusiaan namun dicegat
oleh tentara Turki di dekat perbatasan Suriah pada Januari 2014.
Menurut Cumhuriyet, truk-truk itu mengangkut sebanyak 80,000
peluru mortir kaliber kecil dan besar serta ratusan roket yang
disebut-sebut buatan Rusia yang telah dibeli oleh negara-negara eks Uni
Soviet.
Kasus ini menjadi skandal politik yang menimbulkan kecurigaan banyak
orang mengenai sejauh mana keterlibatan pemerintah Turki dalam masalah
ini, terutama setelah di dunia maya tersiar dokumen-dokumen yang
menunjukkan bahwa truk-truk itu berada di bawah pengawasan badan
intelijen nasional Turki dan membawa senjata dan perlengkapan militer
untuk kelompok-kelompok teroris yang memerangi pasukan pemerintah
Suriah.
Presiden Turki Recep Tayyip Erdogan menyatakan pembongkaran skandal ini
tak lepas dari upaya lawan politiknya, Muhammed Fethullah Gülen, untuk
menjatuhkan reputasi pemerintah.
Pemerintah Turki melarang publikasi konten-konten seputar skandal itu
di media dan jejaring sosial semisal Facebook dan Twitter. Karena itu,
publikasi yang dilakukan Cumhuriyet segera mengundang reaksi dari para
pejabat Ankara, sementara Kejaksaan Umum Istanbul menyatakan akan
menindak koran ini secara hukum.
Asosiasi wartawan Turkipun tak tinggal diam. Kalangan insan pers
membela Cumhuriyet dengan merilis statemen menegaskan bahwa kejaksaan
seharusnya mengusut pihak-pihak yang menyuplai senjata kepada para
teroris, bukan malah menindak koran Cumhuriyet.
“Faktanya ialah pemerintah Turki mendukung teroris, sedangkan apa yang
dilakukan oleh Cumhuriyet dalam membongkar skandal ini adalah tugas
kewartawanan,” bunyi statemen itu.
Kepolisian Turki bulan lalu menangkap empat jaksa, satu hakim dan
beberapa perwira karena terlibat dalam pengeluaran instruksi pemeriksaan
truk-truk bermuatan senjata itu.
Pembongkaran skandal ini menjadi pukulan telak bagi partai yang
berkuasa di Turki menjelang pemilu parlemen yang dijadwalkan berlangsung
tanggal 7 Juni 2015. Partai-partai oposisi Turki sejak awal sudah
gencar menuduh pemerintah Turki memberikan dukungan logistik dan senjata
kepada kelompok-kelompok teroris di Suriah.
Robert
Chadron, Walikota Venelles, sebuah kota kecil di tenggara Prancis
meneriman hujatan dari netizen. Hujatan bukan hanya datang dari publik
Prancis, tapi juga dari seluruh dunia. Hujatan ini muncul setelah
dirinya membuat kampanye anti-Islam di Twitter.
Dalam kicauannya, Chadron menyatakan, Islam harusnya tidak
diperkenankan di Prancis. "Kita harus melarang agama Islam di Prancis,"
bunyi kicauan Chadron yang mendapat respon keras dari Netizen dan juga
dari kelompok Uni Konservatif di Prancis.
Melansir Sputnik pada Minggu (17/5/2015), berbagai macam komentar
muncul di Twitter. Sebagian dari mereka merespon keras, namun masih
dengan kata-kata yang cukup sopan. Sementara beberapa lainnya merespon
dengan menggunakan bahasa yang terbilang sangat keras.
"Bagaimana kalau kita mengusulkan untuk melarang kebodohan di Prancis,"
bunyi komentar seorang pengguna Twitter mengomentari kicauan Chadron.
Sedangkan seorang pengguna Twitter lainnya mengatakan, setiap orang
memiliki hak untuk memeluk agama apapun, karena menurutnya Prancis
adalah negara yang bebas dan demokratis.
Namun, nampaknya Chadron adalah sosok yang teramat keras kepala.
Bukannya mengurangi aksinya setelah mendapat hujatan, dia justru kembali
berkicau.
Kali ini dirinya bukan berkicau di Twitter melainkan dalam sebuah
wawancara dengan surat kabar Prancis. Dalam wawancara itu, ia
mengatakan, semua orang Islam harus keluar dari Prancis dalam waktu satu
pekan, atau pemerintah Prancis terpaksa akan mengusir umat Islam dan
mengirimkan mereka ke tanah Arab.
Politikus Prancis itu mengatakan, ide itu muncul saat dirinya sedang
menjalani penyembuhan kanker mulut yang dia deritanya. Dirinya sangat
yakin, dengan "mengusir" umat Islam dana melarang Islam berkembang di
Prancis adalah salah satu solusi untuk menyelesaikan sebagian besar
masalah di Prancis.
Terkait aksinya ini, para pemimpin partai UMP, salah satu partai
pendukung Chadron mengatakan, pihaknya sedang membahas mengenai rencana
untuk memecat walikota Venelles itu sebagai kader mereka. Selain itu,
Chadron juga akan segera dipanggil di pengadilan karena diduga telah
melangggar undang-udang tentang larangan untuk menyebarkan kebencian
terhadap suatu pihak.
Sebagaimana diberitakan oleh
berbagai media Arab, termasuk al-Quds al-Arabi, al-Yaoum al-Sabea,
al-Alam al-Youm, dan Erem News beberapa jam lalu, Mufti Besar Arab Saudi
berpendapat bahwa suami boleh memakan satu anggota tubuh atau bahkan
keseluruhan tubuh isterinya apabila kelaparan yang dialami suami
“mencapai batas yang besar”.
Menurut Kantor Berita
ABNA, Nama Mufti Besar Arab Saudi Syeikh Abdul Aziz al-Sheikh kembali
menjadi gunjingan orang, terutama di media sosial masyarakat Timur
Tengah. Pasalnya, ulama beraliran Wahabisme kelahiran tahun 1943 ini
dikabarkan telah mengeluarkan fatwa baru yang belum pernah didengar
orang sebelumnya, yaitu membolehkan suami memakan tubuh isteri apabila
sedang dalam kondisi kelaparan sehingga dikhawatirkan jiwanya terancam.
Sebagaimana diberitakan oleh berbagai media Arab, termasukal-Quds al-Arabi, al-Yaoum al-Sabea, al-Alam al-Youm, danErem Newsbeberapa jam lalu, Mufti Besar Arab Saudi berpendapat
bahwa suami boleh memakan satu anggota tubuh atau bahkan keseluruhan
tubuh isterinya apabila kelaparan yang dialami suami “mencapai batas
yang besar”.
Syeikh Abdul Aziz al-Sheikh
yang merupakan salah satu keturunan Mohammad bin Abdul Wahhab, pendiri
aliran Wahabisme, tersebut mengatakan bahwa fatwa ini merupakan dalil
tentang pengorbanan dan ketaatan isteri bagi suaminya serta keinginan
isteri untuk mempersatukan dua raga.
Fatwa aneh ini tak ayal
membangkitkan kontroversi luas di jejaring sosial, khususnya Twitter.
Banyak pemilik akun Twitter asal Arab Saudi menyatakan terusik oleh
fatwa tersebut.
Satu akun di antaranya, Ahmad,
mengejek dengan berkicau, “Sebagian orang terheran-heran oleh fatwa
(Mufti Saudi) yang telah mensyariatkan suami memakan isteri saat
kelaparan!! Padahal, mufti yang sama juga telah mengafirkan setiap orang
yang mengatakan bahwa bumi bentuknya bulat.”
Akun lain, Ali Majid,
menuliskan, “Mufti Saudi mengeluarkan fatwa suami boleh memakan isteri
apabila dalam kondisi sangat kelaparan adalah supaya semua orang
mengetahui bahwa perempuan sama dengan roti falafel.”
Sedemikian aneh fatwa itu
sehingga sebagian akun menyatakan ragu bahwa fatwa itu benar-benar
dikeluarkan oleh Mufti Besar Arab Saudi.
Di tengah gempita serangan Rezim Zionis Israel ke Jalur Gaza, ulama
Arab Saudi kembali memicu kontroversi, setidaknya di jejaring sosial
dunia maya. Setelah sebelumnya beredar fatwa pengharaman demo anti
Israel atau peduli Gaza dengan alasan menimbulkan kegaduhan dan dapat
menjurus kepada anarki, kini beredar pula fatwa baru yang mengharamkan
pelaknatan terhadap Israel. (Baca juga: Mufti Agung Saudi “Haramkan” Unjuk Rasa Peduli Gaza)
Fatwa kedua ini dikabarkan berasal dari ulama senior dan khatib
termasyhur Arab Saudi Syekh Saleh al-Fawzan. Dia mengharamkan pelaknatan
Israel dengan alasan bahwa Israel (Israil) adalah nama lain dari Nabi
Ya’qub as.
“Tidak boleh melaknat Israel karena ‘Israil’ adalah nama Nabi Allah
Ya’qub as,” ungkap seseorang dalam sebuah rekaman audio yang
disebut-sebut sebagai suara al-Fawzan yang juga merupakan anggota Dewan
Ulama Senior Arab Saudi, sebagaimana diberitakan Eremnews, Ahad (3/8).
“Sebagian orang mengatakan, ‘Ya Allah, laknatlah Israel’, ini berarti
bahwa laknat diminta turun terhadap Ya’qub as,” lanjut suara itu
sembari mengingatkan bahwa hal ini harus diketahui oleh setiap Muslim.
Dia menyarankan supaya umat Islam menggunakan kalimat, “Semoga Allah
melaknat Yahudi”, atau “Laknat Allah atas Yahudi,” dan bukannya
menghujat “Israil”.
Fatwa ini tak pelak menimbulkan kontroversi luas di tengah warga
Saudi pengguna media sosial Twitter. Mereka terbelah dalam dua kelompok
pro dan kontra fatwa tersebut. Kontroversi merebak beberapa jam setelah
beredar hastag “#Al-Fawzan: Jangan laknat Israel”, dan ini menjadi salah
satu hastag yang paling heboh di Saudi.
Menanggapi hastag itu, seseorang dengan akun Khaled al-Mahawish
menolak fatwa itu dengan memosting tulisan, “Ya Allah, musuhilah Israel,
guncangkanlah mereka. Ya Allah musuhilah Yahudi, sesungguhnya amalan
tergantung pada niatnya.”
Banyak akun lain yang menolak fatwa itu dengan alasan yang sama,
yakni bahwa segala perbuatan bergantung pada niat pelakunya. Mereka
menyatakan bahwa siapapun jelas mengetahui bahwa ketika seseorang
menyebutkan kata “Israel”, apalagi di tengah krisis Gaza sekarang, jelas
yang dimaksud adalah suatu negara atau rezim, bukan Nabi Ya’qub as.
Yusuf
al-Qardhawi ucap terima kasih kepada Amerika kerana membekalkan senjata
kepada pemberontak Syria. Ketua Kesatuan Ulama ini turut berkeyakinan
bahawa kemenangan pemberontak tidak akan menjadi ancaman kepada Israel.
Agensi Berita Ahlul Bait (ABNA) - Beberapa laman sosial "Facebook"
dan "Twitter" didapati menyebarkan video lama ketua Kesatuan Ulama
Islam, Yusuf al-Qardhawi yang mengucapkan terima kasih kepada Amerika
Syarikat atas pendirian mereka terhadap regim Syria.
Laman-laman tersebut turut memfokuskan keyakinan Yusuf al-Qardhawi
bahawa kemenangan Amerika dan pengganas di Syria tidak akan menjadi
ancaman kepada Israel.
Yusuf al-Qardhawi dalam khutbah Jumaat beberapa bulan lalu di masjid
Jami' Umar bin al-Khattab, ibukota Qatar, Doha berkata, "Kami berterima
kasih kepada Amerika Syarikat kerana menyediakan senjata kepada
pejuang-pejuang dan kami minta lebih banyak lagi."
Al-Qardhawi menimbulkan tanda tanya, "Amerika takut dengan Israel, dan
khuatir sekiranya pemberontak menang di Syria mereka akan pergi ke
Israel?... dari mana datangnya kata-kata ini?"
"Mengapa Amerika tidak bertindak seperti yang dilakukannya terhadap
Libya? Amerika hendaklah membela rakyat Syria, sekiranya dia berhenti
maka kejantanannya pun turut berhenti.
Kami mengucapkan terima kasih untuk semua hal, dan kami menunggu
tambahan beberapa senjata "bukan perang" untuk rakyat Syria, Amerika
takut kemenangan rakyat di Syria dan mereka akan pergi ke Israel, dari
mana kamu bawa kata-kata ini?
Kamu tidak lakukan seperti yang dilakukan
terhadap Libya, kami mahu Amerika berhenti setelah kejantanannya turut
berhenti, berhentilah kerana Allah."
Meksiko mengutuk keras pemerintah AS atas tuduhan negara adikuasa itu
melakukan aksi mata-mata terhadap pemimpinnya setelah muncul laporan
bahwa surat-surat elektronik mantan Presiden Meksiko ke 56, Felipe
Calderon, diretas oleh Badan Keamanan Nasional (NSA) AS.
Felipe Calderón, mantan Presiden Meksiko, periode December 1, 2006 – December 1, 2012 (wikimedia).
Data yang dibocorkan oleh analis keamanan
yang kini buron, Edward Snowden, menunjukkan peretasan terhadap surat
elektronik Presiden Calderon dilakukan tahun 2010, seperti diberitakan
majalah Jerman Der Spiegel mengutip pernyataan Snowden.
Kementrian Luar Negeri Meksiko mengatakan
kegiatan mata-mata semacam ini “tak dapat diterima, ilegal” dan
berlawanan dengan prinsip berhubungan baik.
Mereka mendesak Presiden Barack Obama agar melakukan penyelidikan terhadap tuduhan ini.
Dalam pernyataan resminya Kementrian Luar
Negeri Meksiko mengatakan akan segera menyampaikan kembali pentingnya
penyelidikan seperti yang disebut ini melalui jalur diplomatik.
“Dalam hubungan antar tetangga dan mitra,
tak ada ruang untuk praktik-praktik seperti yang dituduhkan itu,”
demikian bunyi pernyataan itu.
Penyelidikan lengkap
Dalam laporan terpisah sebelumnya NSA
disebut melakukan peretasan terhadap jalur komunikasi sejumlah pemimpin
negara termasuk terhadap Presiden Enrique Pena Nieto sebelum ia menjabat
tahun 2012 juga terhadap Presiden Brazil Dilma Rousseff.
Pesan-pesan terkait para pembantu dekat
Presiden Rouseff serta perusahaan minyak milik negara Petrobas juga
disebut turut disadap.
Terungkapnya dugaan ini langsung direspon
dengan tanggapan keras dari Brazil, dimana rencana kunjungan kenegaraan
Presiden Rousseff ke Washington bulan depan akhirnya ditunda.
NSA juga dituding mencuri lihat data
elektronik dari sejumlah pemerintah negara Amerika Latin lain termasuk
Venezuela dan Ekuador.
Pada ajang pertemuan G20 di Rusia bulan
lalu, Presiden Obama menjanjikan dilangsungkan penyelidikan terhadap
tudingan-tudingan ini termasuk yang ditujukan pada Rousseff dan Pimpinan
Meksiko.
“Yang saya terima dari Presiden Obama
adalah janjinya untuk melangsungkan penyelidikan lengkap… dan kalau
benar akan ada sanksi sebagai balasan,” kata Presiden Pena Nieto kepada
BBC.
Tudingan-tudingan ini juga muncul berkat
bocoran yang diungkap oleh Snowden. Sebuah pengadilan federal di AS
telah mendakwa mantan pegawai kontrak itu dengan tudingan aksi mata-mata
dan mengupayakan ekstradisinya ke AS.
Tetapi hingga kini Snowden masih bertahan di Rusia setelah mendapat suaka sementara. (bbc.co.uk).
_________________________
Ternyata. penyadapan yang dilakukan AS tak sebatas para
pemimpin-pemimpin negara Eropa, bahkan sekelas duta besar dan berada di
luar Eropa pun tetap disadap oleh agen-agen AS tersebut, seperti Ekuador
misalnya. (baca: Equador Disadap AS, Ditemukan Mikropon di Kedubesnya di London!)
Alat Penyadap Ditemukan di Kedubes Ekuador di London!
Pemerintah Ekuador menemukan alat
penyadap di kedutaan besar mereka di London, Inggris. Kedubes Ekuador di
London menjadi sorotan setelah menampung dan melindungi bos Wikileaks,
Julian Assange.
Diberitakan Reuters, penemuan
alat penyadap berupa microphone tersembunyi ini disampaikan oleh Menteri
Luar Negeri Ricardo Patino, Rabu waktu setempat.
Menurutnya, alat penyadap itu ditemukan
di ruangan dubes Ekuador untuk Inggris, Ana Alban, saat Patino
mengunjungi kedubes itu untuk bertemu Assange pada 16 Juni lalu.
Assange yang sejak lebih dari setahun
lalu tinggal di Kedubes Ekuador. Dia bekerja dan beraktivitas di ruangan
lainnya dalam kedubes. Menanggapi penemuan ini, Patino mendesak Inggris
untuk membantu mereka menemukan siapa yang meletakkan penyadap itu dan
dalang di baliknya.
“Setelah penemuan ini, pemerintah Ekuador
meminta kolaborasi dengan pemerintah Inggris dalam menyelidiki siapa
yang melakukan operasi spionase ini,” kata Patino.
Belum ada tanggapan dari pemerintah
Inggris terkait permintaan tersebut. Patino menduga, penyadapan
dilakukan oleh perusahaan Surveillance Group Limited untuk seorang
klien. “Ini adalah salah satu perusahaan spionase dan investigasi
terbesar di Inggris,” jelasnya.
Assange berlindung di Kedubes Ekuador
untuk menghindari ekstradisi ke Swedia atas tuduhan pelecehan seksual
dan perkosaan oleh dua wanita. Assange membantahnya. Dia mengatakan ini
adalah cara untuk menghentikan langkahnya membongkar kebusukan
pemerintahan Amerika Serikat.
Dalam akun Twitternya, Wikileaks mengutuk
penyadapan tersebut. “Menyadap Kedubes Ekuador di London menunjukkan
arogansi imperial yang masih terus berlanjut,” tulis Wikileaks.
Sebelumnya, Assange dengan Wikileaks-nya
mempublikasikan dokumen-dokumen rahasia pemerintah AS dalam jumlah
besar. Selain Assange, Edward Snowden juga melakukan hal yang sama.
Snowden membuat AS kebakaran jenggot karena mempublikasikan praktik
penyadapan AS terhadap telepon seluler dan email warga.
Ekuador juga menjadi salah satu negara
tempat tujuan suaka Snowden, di antara 20 negara lainnya. Snowden saat
ini dilaporkan masih di Moskow dalam perlindungan pemerintah Rusia. Dia
terus diburu oleh FBI untuk mempertanggungjawabkan perbuatannya. (Reuters)
______________________
Pada saat KTT 20 di Londong Inggris beberapa waktu lalu, Presiden Indonesia juga sempat disadap oleh Amerika dan Inggris (baca: Indonesia Disadap AS, saat KTT G20 di London)
Presiden Prancis Francois Hollande,
meminta masalah penyadapan AS ini menjadi salah satu agenda yang dibahas
di pertemuan pemimpin Eropa hari ini.
Akibat hal ini, perjanjian perdagangan bebas antara AS dan Eropa yang akan dimulai akhir tahun depan akan terancam.
Eropa Tuntut AS Tidak Lagi Mata-matai Mereka
Jerman dan Prancis menuntut Amerika
Serikat menandatangani kesepakatan pada akhir tahun ini untuk tidak lagi
memata-matai mereka. Tuntutan ini diamini juga oleh negara-negara Eropa
yang berang dengan aksi penyadapan NSA yang dibongkar Edward Snowden.
Kanselir Jerman Angela Merkel
Diberitakan Reuters, tuntutan
ini disampaikan Kanselir Jerman Angela Merkel pada KTT Uni Eropa di
Brussels, Kamis 24 Oktober 2013. Kanselir yang juga menjadi korban
penyadapan NSA ini menuntut tindakan nyata dari Presiden Barack Obama,
bukan hanya meminta maaf.
Negaranya bersama dengan Prancis
menghendaki adanya “kesepahaman bersama” dengan AS terkait badan
intelijen mereka. Negara-negara anggota UE lainnya bisa ikut ambil
bagian.
“Berarti kita akan membuat kerangka kerja
sama antara badan intelijen terkait. Jerman dan Prancis yang mengambil
inisiatif dan negara anggota lainnya akan bergabung,” kata Merkel.
Dalam pernyataan akhir hari pertama KTT,
ke-28 pemimpin Uni Eropa menyatakan mendukung rencana Jerman dan Prancis
ini. Gagasan ini pertama kali diangkat Merkel saat Obama mengunjungi
Berlin Juni lalu, namun tidak terealisasi.
Merkel semakin mangkel saat Der Spiegel memuat
bocoran Edward Snowden yang mengatakan bahwa dirinya salah satu korban
penyadapan. Merkel mengatakan, tidak ayal hal ini bisa mengganggu
hubungan kedua negara.
“Persahabatan dan
kemitraan antara Eropa, termasuk Jerman, dengan Amerika bukanlah satu
arah saja. AS perlu juga bersahabat dengan dunia,” kata Merkel.
Sebelumnya AS telah memiliki kesepakatan
“jangan memata-matai” dengan Inggris, Australia, Selandia Baru dan
Kanada. Kelima negara memiliki aliansi yang dikenal dengan “Lima Mata”,
terbentuk sejak akhir Perang Dunia II.
Tegangnya hubungan antara AS dengan
Jerman dan Prancis mengancam juga perusahaan-perusahaan internet asal
Amerika. Hal ini terkait dukungan Parlemen Eropa terhadap regulasi yang
diajukan Komisi Eropa pada awal 2012 untuk memperketat undang-undang
perlindungan data yang telah telah ditetapkan sejak 1995 lalu.
Peraturan baru ini nantinya melarang
perusahaan-perusahaan seperti Google dan Facebook membagi data mereka
dengan negara non-Eropa. Peraturan ini juga memberikan hak bagi warga
Eropa untuk meminta agar jejak digital mereka dihapus. Ada denda 100
juta euro bagi perusahaan yang melanggar.
AS khawatir Jerman dan Prancis semakin
gigih mendorong peraturan ini, pasca terungkapnya penyadapan. Pasalnya
jika peraturan ini diterapkan, maka ongkos penanganan data di Eropa akan
meroket. Perusahaan seperti Google, Yahoo! Microsoft dan yang lainnya
tengah giat melobi pemerintah.
Mega Skandal Penyadapan AS Picu Kemurkaan Negara Sekutu
Presiden Barack Obama bisa dipastikan
tengah pening luar biasa belakangan ini. Pasalnya, berbagai masalah
menderanya, salah satunya mengancam persahabatan Amerika Serikat dengan
negara-negara sekutunya di Barat.
Masalah ini dipicu aksi Edward Snowden
yang semakin liar mengumbar aib: Mega Skandal Penyadapan AS. Beberapa
negara sekutu murka luar biasa. Di Amerika Latin ada Brasil dan Meksiko.
Sementara barisan sakit hati di Eropa adalah sekutu dekat AS: Jerman
dan Prancis.
Dampaknya terjadi Rabu pekan ini.
Seharusnya Rabu malam waktu Washington lalu Gedung Putih mengadakan
makan malam tamu kehormatan negara. Namun gagal lantaran tamunya jengkel
dan memutuskan membatalkan pertemuan tersebut.
Dia adalah Presiden Brasil Dilma Rousseff
yang secara pribadi murka pada Obama. Rousseff adalah salah satu korban
penyadapan intelijen AS, NSA, yang dibongkar Snowden yang saat ini
berlindung di Rusia.
Alasan AS menyadap demi menanggulangi
terorisme, dimentahkan para pejabat Brasil. Sekutu terdekat AS di
Amerika Selatan ini mengatakan bahwa penyadapan dilakukan untuk mengeruk
keuntungan, demi kepentingan spionase komersial dan industri.
Rabu lalu juga, Obama dihantam protes
serupa dari sekutunya di Eropa, Jerman. Kanselir Jerman Angela Merkel
meneleponnya, marah percakapan teleponnya disadap. Informasi ini
diperoleh Merkel dari majalah Der Spiegel.
Merkel punya pengalaman kelam soal
dimata-matai. Dia lahir tahun 1954 di Hamburg, Jerman Timur, saat polisi
polisi rahasia NAZI atau Stasi menguntit keseharian warganya. Tidak
heran Merkel murka.
Pembelaan juru bicara Gedung Putih Jay
Carney juga terlihat ambigu. Kepada media dia mengatakan, NSA (Badan
Keamanan Nasional AS) “Sekarang tidak sedang mengawasi dan tidak akan
mengawasi telepon Merkel.”
Carney menggunakan kata kerja “sekarang.”
Dia tidak mampu menjelaskan apakah sebelumnya AS pernah menyadap Merkel
atau tidak. NSA pun makin terpojok.
Dua hari sebelumnya pada Senin, Snowden
kembali buat ulah membocorkan penyadapan AS terhadap Prancis, negara
sahabat lainnya di Eropa. Harian Le Monde menuliskan, NSA
memantau 70,3 juta percakapan telepon di Paris, hanya dalam kurun 30
hari, antara 10 Desember 2012 sampai 8 Januari 2013.
NSA, lanjut Le Monde, juga
kemungkinan menyadap jutaan SMS di Prancis. Tidak jelas apakah
percakapan dan SMS yang disadap itu disimpan secara utuh, atau hanya
berupa metadata – yaitu hanya daftar siapa berbicara dengan siapa.
Tidak dijelaskan juga apakah operasi
penyadapan bernama sandi US-985D itu masih terus berlangsung atau sudah
dihentikan. Laporan itulah yang membuat Menlu Fabius awal pekan ini
memanggil Dubes AS untuk Prancis. Dia menuntut Dubes AS itu memberi
klarifikasi atas kabar di media massa itu.
Beberapa hari sebelumnya, Meksiko juga
marah besar pada Amerika. NSA dilaporkan menyadap Presiden Enrique Pena
Nieto dan pendahulunya, Felipe Calderon. Tidak hanya itu, Amerika juga
dituduh menyadap PBB dan Uni Eropa.
Pemimpin 35 Negara
Di bawah perlindungan Rusia, nyanyian Snowden akan mega skandal penyandapan AS semakin tidak terbendung. Jumat kemarin, The Guardian
-mitra media Snowden- mengungkapkan bocoran dokumen yang menunjukkan
bahwa AS telah menyadap telepon puluhan kepala negara di seluruh dunia.
Hal ini dibuktikan dalam dokumen soal
memo rahasia dari Direktorat Sinyal Intelijen (SID) di NSA untuk
berbagai instansi yang mereka sebut “pelanggan”. Beberapa di antara
instansi ini adalah Gedung Putih, Kementerian Luar Negeri dan Pentagon.
Dalam memo itu, SID meminta para pejabat
tinggi di instansi AS memberikan informasi nomor telepon para petinggi
politik dan pengusaha di berbagai negara.
Terkumpullah 200 nomor, termasuk di dalamnya ada 35 nomor kepala negara.Tidak disebutkan pemimpin mana saja yang disadap, namun NSA disebut langsung melakukan operasi intelijen.
Dilihat
dari memo tertanggal Oktober 2006 itu, ini bukan kali pertama SID
meminta bantuan pejabat negara, melainkan operasi rutin. Judul memo itu,
“Pelanggan Bisa Membantu SID Mendapatkan Nomor Telepon Target”. Dalam
pembuka memo, dikatakan bahwa para pejabat yang dekat dengan para
pemimpin dan politisi dunia bisa membantu operasi mata-mata.
Memo dikirimkan pada pertengahan periode
kedua George Bush, saat Condoleezza Rice menjabat Menteri Luar Negeri
dan Donald Rumsfeld di akhir masa jabatannya sebagai Menteri Pertahanan.
Dalam KTT Eropa di Brussels yang
seyogyanya membicarakan masalah ekonomi, Jerman dan Prancis menyampaikan
uneg-uneg mereka. Mereka mengatakan kepercayaan Eropa terhadap AS
hampir sirna dan harus kembali dibangun.
“Memata-matai sahabat itu tidak benar.
Sekarang kepercayaan harus kembali dibangun,” kata Merkel, Kamis waktu
setempat, yang menuntut aksi nyata, bukan hanya ucapan maaf dari Obama.
Akhirnya kedua negara ini kompak menuntut
AS membuat kesepakatan paling lambat akhir tahun ini untuk tidak lagi
memata-matai mereka. Hal ini diamini oleh ke-28 pemimpin Uni Eropa.
Sebenarnya gagasan ini pertama kali diangkat Merkel saat Obama
mengunjungi Berlin Juni lalu, namun tidak terealisasi.
“Persahabatan dan kemitraan antara Eropa,
termasuk Jerman, dengan Amerika bukanlah satu arah saja. AS perlu juga
bersahabat dengan dunia,” kata Merkel.
Kesepakatan semacam ini telah dibuat AS dengan Inggris, Australia,
Selandia Baru dan Kanada. Kelima negara memiliki aliansi yang dikenal
dengan “Lima Mata”, terbentuk sejak akhir Perang Dunia II.
Lebih Parah dari Wikileaks
Akibat penyadapan ini persahabatan AS
dengan berbagai negara yang telah terjalin bertahun-tahun terancam.
Kebijakan luar negeri AS yang dirancang sedemikian rupa juga jadi di
ujung tanduk. AS diprediksi merugi.
Dalam KTT kemarin, mega skandal
penyadapan AS membuat negara-negara Eropa tidak ragu-ragu lagi mendukung
pengetatan undang-undang perlindungan data tahun 1995. Dalam peraturan
baru nanti, perusahaan-perusahaan seperti Google dan Facebook dilarang
membagi data mereka dengan negara non-Eropa.
Peraturan ini juga memberikan hak bagi
warga Eropa untuk meminta agar jejak digital mereka dihapus. Ada denda
100 juta euro bagi perusahaan yang melanggar.
AS
khawatir Jerman dan Prancis semakin gigih mendorong peraturan ini,
pasca terungkapnya penyadapan. Pasalnya jika peraturan ini diterapkan,
maka ongkos penanganan data di Eropa akan meroket.
Perusahaan seperti Google, Yahoo! Microsoft dan yang lainnya tengah giat melobi pemerintah.
Kerugian diplomatis dan finansial ini
membuat dampak bocoran Snowden lebih besar ketimbang bocoran kabel
diplomatik oleh Bradley Manning di Wikileaks. Hal ini sempat diungkapkan
oleh mantan juru bicara Kementerian Luar Negeri AS P.J. Crowley dalam
akun Twitternya.
“Semakin jelas saja, walaupun besarnya
skala #WikiLeaks, bocoran #Snowden menyebabkan lebih banyak kerusakan
publik,” tulis Crowley.
Menurut Slate.com,
bocoran WikiLeaks memang memberi dampak buruk terhadap situasi politik
di beberapa negara. Salah satunya soal kecurangan pemilu Peru, korupsi
pejabat India dan gaya hidup keluarga Ben Ali yang berperan pada
awal-awal revolusi di Tunisia.
Kendati mencengangkan, namun bocoran
kabel di WikiLeaks dibuat oleh para diplomat dan tidak mencerminkan
kebijakan luar negeri AS yang menjadi rahasia. Bahkan, para pejabat
Kemlu AS mengakui bahwa terungkapnya kabel itu “memalukan tapi tidak
merusak”.
Jerman Ajukan Resolusi PBB Anti Spionase Internet
Jerman dan Brasil menyusun draf resolusi
Perserikatan Bangsa-bangsa yang meminta penghentian spionase Internet
dan pelanggaran privasi. Pemimpin dua negara ini sama-sama mengutuk aksi
pengintaian Internet yang dilakukan National Security Agency (NSA)
Amerika Serikat.
Pengungkapan
data NSA yang telah mengakses puluhan ribu rekaman telepon di Prancis
dan memantau telepon seluler Kanselir Jerman Angela Merkel, telah
membuat Eropa marah. Jumat kemarin, Jerman mengatakan mengirim kepala
intelijennya ke Washington DC untuk meminta penjelasan.
Respons atas fakta yang diungkap bekas
pekerja di NSA, Edward Snowden, ini adalah rancangan resolusi. Delegasi
Jerman dan Brasil telah bekerja untuk memasukkan draf ini di Majelis
Umum PBB, menurut beberapa diplomat PBB kepada Reuters.
“Resolusi ini akan didukung penuh di
Majelis Umum, karena tak ada yang suka NSA memata-matai mereka,” kata
seorang diplomat Barat di PBB yang tak mau diungkap namanya, Jumat 25
Oktober 2013.
Resolusi Majelis Umum PBB tidak mengikat,
tak seperti resolusi Dewan Keamanan PBB yang terdiri dari 15 negara.
Namun resolusi ini bisa mendapat dukungan luas dari 193 negara anggota
PBB sehingga membawa bobot moral dan politik.
Kamis lalu, Merkel meminta Washington
meneken perjanjian “nihil spionase” dengan Berlin dan Paris pada akhir
tahun ini. Dia meminta tindakan langsung Presiden AS Barack Obama, bukan
hanya permohonan maaf. (vivanews/Reuters)
Snowden Siap Beber `Dosa` Intelijen AS ke Pihak Jerman
Jerman sedang kesal dengan Amerika
Serikat, menyusul dugaan Badan Keamanan Nasional AS (NSA) menyadap
ponsel Kanselir Angela Merkel. Bahkan selama 10 tahun!
Merkel sudah menelepon langsung Presiden
AS Barack Obama, menuntut penjelasan. Petinggi intelijen pun dikirim ke
Washington DC. Dan kini, pemerintah Jerman merasa perlu mendengar
informasi langsung dari mantan kontraktor NSA, Edward Snowden, sang
pembocor.
“Jika Snowden ingin memberikan informasi,
dengan senang hati kami akan menerimanya,” kata Menteri Dalam Negeri
Jerman, Hans-Peter Friedrich, seperti dimuat BBC, Jumat (1/11/2013).
“Apapun klarifikasi, informasi, dan fakta yang bisa kami dapatkan dari dia, akan berguna.”
Secara terpisah, pengacara Snowden,
Anatoly Kucherena mengatakan, pertemuan dimungkinkan dilakukan di Moskow
— tempat Snowden tinggal setelah mendapat suaka dari Rusia. Bukan di
Jerman.
Sebelum niat pemerintah Jerman
terlaksana, secara mengejutkan, politisi dari Partai Hijau Jerman,
Hans-Christian Stroebele lebih dulu bertemu Snowden di Moskow.
Dari pertemuan itu Stroebele mengetahui bahwa Snowden siap membeberkan pada Jerman tentang seluk-beluk spionase AS.
Tak sekedar omongan, Stroebele juga
menunjukkan surat dari Snowden (lihat lampiran surat dibawah) yang
menegaskan sikapnya yang bersedia bekerja sama dengan Jerman untuk
membongkar aksi intelijen AS yang dinilainya melanggar hukum.
Menurut Stroebele, Snowden ingin agar
penyidik Jerman menemuinya di Moskow. Namun, mau saja ke Jerman, dengan
syarat, keamanannya dijamin, tak lantas diekstradisi ke AS.
Menlu AS Akui NSA Kelewatan
Usianya baru 30 tahun, namun Edward
Snowden mampu membuat AS kalang kabut. Rahasia aksi mata-mata AS yang ia
bocorkan bahkan dianggap menyebabkan efek yang lebih serius ketimbang
apa yang dilakukan Bradley Manning saat membocorkan ribuan kawat
diplomatik AS ke situs Wikileaks.
Sejumlah kepala negara disebut-disebut
menjadi target penyadapan AS: Meksiko, Brasil, Prancis, Jerman, Spanyol,
bahkan Indonesia – yang diduga melibatkan Australia.
Sementara, Kementerian Luar Negeri RI
telah memanggil Duta Besar Australia untuk Indonesia, Greg Moriarty soal
kabar penyadapan, Jumat pagi tadi.
China pun belakangan menuntut penjelasan
dari AS, menyusul kabar dugaan penyadapan NSA terhadap Tiongkok lewat
fasilitas intelijennya di kedutaan dan konsulat di Beijing, Shanghai,
dan Chengdu.
Big Brother Indonesia? Provider Mulai Intai Pelanggan!
Operator & Provider Besar Indonesia Diduga Mengintai Para Pelanggannya! Apakah “Big Brother” Sudah Merambah Indonesia?
Pasal 40 UU No.36
Tahun 1999 menyatakan, “bahwa setiap orang dilarang melakukan
penyadapan atas informasi yang disalurkan melalui jaringan
telekomunikasi dalam bentuk apapun. Bagi yang melanggar ketentuan
tersebut diancam pidana penjara maksimal 15 tahun penjara.” (Kepala Pusat Informasi dan Humas Kementerian Kominfo, Gatot S Dewa Broto)
Studi yang dilakukan Citizen Lab dari akhir 2012 hingga awal tahun 2013 menunjukkan, bahwa ada dua ISP besar di Indonesia yang diduga sedang memata-matai penggunanya.
Hal ini ditulis dalam studi terbaru Citizen Lab dari University Toronto (13/3), Kanada, yang mencatat ada setidaknya 25 negara yang menggunakan software mata-mata untuk menguntit para pengguna.
Parahnya, ternyata Indonesia juga termasuk salah satu di antara ke 25 negara tersebut!
Dalam laporan berjudul You Only Click Twice: FinFisher’s Global Proliferation, tercatat 25 negara yang memakai perangkat lunak atau software mata-mata tersebut adalah:
Australia, Bahrain,
Bangladesh, Belanda, Brunei, Estonia, Ethiopia, India, Jepang, Jerman,
Kanada, Latvia, Malaysia, Meksiko, Mongolia, Republik Ceko, Qatar,
Serbia, Singapura, Turkmenistan, Uni Emirat Arab, Inggris, Amerika
Serikat, Vietnam dan Indonesia.
Semua negara ini menggunakan software yang sama untuk memata-matai penggunanya, yaitu FinFisher.
Software ini sendiri sebenarnya adalah piranti lunak yang dikembangkan oleh Gamma International dari Jerman dan dijual terbatas untuk kalangan aparat penegak hukum.
Dalam praktik sehari-hari, sebenarnya
FinFisher sendiri memang lebih banyak digunakan untuk penegakan hukum
sehingga aksesnya sangat dibatasi. Namun begitu, tercatat ada dua ISP
besar Indonesia yang juga menggunakan FinFisher, yaitu Biznet, Matrixnet Global (Mango-Net) dan Telkom.
Hal ini terlihat dari kumpulan alamat IP yang ditengarai menggunakan software ini. Mereka adalah:
Sementara itu, ketika dimintai keterangan
seputar hal ini, pihak Biznet yang diwakili Adi Kusma, CEO Biznet,
masih enggan untuk memberikan keterangannya melalui sambungan telepon
maupun pesan singkat.
Telkom dan Biznet jadi buah bibir di Twitter
Meski belum bisa diketahui kebenarannya,
laporan mengenai Telkom dan Biznet yang memata-matai para pengguna
layanannya tersebut ternyata menjadi perhatian tersendiri di masyarakat.
Hal ini setidaknya nampak dari lalu lintas Twitter Indonesia.
Menurut pantauan, ketika dicari berbagai “kicauan” dengan kata kunci Telkom dan Biznet secara bersamaan, ternyata muncul berbagai berita seputar isu kegiatan mata-mata ini.
Banyak dari tweeps yang melakukan tweet ulang berita terkait dan ada juga yang berkomentar terkait berita tersebut.
Seperti yang ditulis oleh @MasO*** (nama
sengaja disamarkan), mengatakan bahwa para pengguna internet sebaiknya
berhati-hati dengan hal ini. Senada dengan pernyataan tersebut,
@ivanazi*** juga menyatakan kekhawatirannya.
Meski begitu, ada pula yang pro dengan
apa yang dilakukan oleh Telkom maupun Biznet. “Kalau untuk kebaikan ya
gpp lah,” tulis @JustT***.
Berita seputar kegiatan mata-mata ini sendiri pertama kali diketahui setelah munculnya laporan dari Citizen Lab.
Organisasi yang berada di Toronto, Kanada, ini mencatat setidaknya ada
dua ISP Indonesia dan 24 negara lainnya di dunia sedang menggunakan
software FinFisher.
Software ini sendiri merupakan perangkat
lunak khusus untuk memata-matai kegiatan di dunia maya. Karena besarnya
dampak yang dihasilkan, FinFisher sendiri saat ini dibatasi penggunaannya hanya untuk penegakan hukum.
Apakah FinFisher itu?
Nama FinFisher mendadak mencuat
setelah Citizen Lab mengumumkan kalau perangkat lunak ini
‘disalahgunakan’ di 25 negara berbeda. Sebenarnya apa itu FinFisher?
Tidak banyak informasi yang bisa didapat dari situs resmi FinFisher, finfisher.com.
Mungkin karena software ini hanya ditujukan untuk mereka yang
berkepentingan saja, maka informasi seputar seluk beluknya pun ditutup
rapat.
Untungnya, sebuah media asing pernah
mengulas habis-habisan seputar software satu ini. Mulai dari latar
belakang penciptaannya sampai seberapa hebat perangkat lunak ini.
Seperti yang dilansir oleh New York Times (30/8/2012), keberadaan FinFisher yang dikenal juga dengan FinSpy
pertama kali diketahui dari jebolan insinyur Google, Morgan
Marquis-Boire yang bekerja sama dengan Bill Marczak. Bersama-sama, pada
pertengahan 2012 kemarin, mereka berhasil menemukan gerak-gerik sebuah
program yang mampu melacak situasi dunia maya bahkan hingga ke lima
benua berbeda sekaligus.
Temuan ini ternyata merupakan software FinFisher. Sebuah perangkat lunak yang dijual secara terbatas oleh Gamma International dan berharge sekitar 287,000 euros, atau US $353,000.
Kabarnya
perangkat lunak FinFisher ini mampu mengambil apapun yang diinginkan
pengguna. Mulai dari mengambil screenshot layar komputer sasaran,
merekam perbincangan Skype, menghidupkan kamera dan mikrofon, hingga
merekam segala input data, termasuk ketikan keyboard, yang dilakukan
sasaran.
Dengan begitu, seluruh aktivitas dunia
maya siapapun juga bisa diketahui secara detail jika menggunakan program
ini. Hal tersebut tentunya berbahaya jika yang dijadikan sasaran adalah
komputer milik institusi negara yang menyimpan dokumen-dokumen penting.
Oleh karenanya, penjualan FinFisher
sendiri sudah dibatasi sehingga tidak bisa digunakan oleh pihak yang
tidak bertanggung jawab. Anehnya, sebuah temuan dari Citizen Lab menyatakan bahwa, ternyata program ini juga dipakai oleh Biznet dan Telkom!
Padahal, sudah jelas-jelas Biznet maupun Telkom
bukanlah badan negara yang memiliki kepentingan untuk menggunakan
software tersebut. Sehingga, jika memang benar-benar menggunakan
software ini, apa tujuan dari Telkom maupun Biznet?
Dua Kali “Kepergok”, Biznet Bantah Mereka Gunakan FinFisher
Dugaan bahwa Telkom dan Biznet memata-matai aktivitas pelanggannya dengan menggunakan software yang disebut FinFisher (berdasarkan laporan dari Citizen Lab) dalam laporannya tertanggal 13 Maret kemarin tersebut, pihak Citizen Lab mengatakan bahwa beberapa negara yang memanfaatkan ‘jasa layanan’ FinFisher atau software mata-mata besutan dari Gamma Group adalah untuk mempermudah dalam hal memata-matai aktivitas siapa saja.
Dalam laporan Citizen Lab, ternyata ada tiga perusahaan di Indonesia yang menggunakan FinFisher, yaitu:
PT Telkom, PT Matrixnet Global dan Biznet ISP.
Tentu saja dengan merebaknya berita ini,
banyak orang khususnya di Twitter mulai membicarakannya. Namun, ketika
dikonfirmasi ulang pihak Biznet membantah menggunakan FinSpy atau
FinFisher ini untuk memata-matai pelanggan mereka.
“Kita gak pasang system gitu (FinFisher).
Koq FinFisher, pasang sistem seperti Nawala saja, kita juga tidak
pernah,” ungkap pihak CEO Biznet, Adi Kusma (18/03/13).
Biznet juga menjelaskan bahwa mereka tidak tahu menahu soal data yang dikeluarkan oleh Citizen Lab tersebut. Untuk itu, Biznet akan meneliti lebih lanjut seputar hal ini dan melacak pengguna IP mereka tersebut.
Entah benar atau tidak apa yang mereka konfirmasikan, pada bulan Agustus 2012 lalu, Citizen Lab
juga telah merilis satu daftar berisi beberapa perusahaan pengguna
layanan FinFisher ini dari pelbagai negara yang salah satunya ternyata
adalah Biznet ISP.
Tampak pada kedua tabel: Pada tabel diatas, data dari Citizenlab.org menunjukkan penggunaan perangkat lunak FinFisher oleh Biznet ISP sejak 29 Agustus 2012. Dan pada tabel bawah data yang juga bersumber dari Citizenlab.org pada tanggal 13 Maret 2013, penggunaan aplikasi FinFisher juga dipakai oleh Telkom, Matrixnet Global dan Biznet ISP. Ketiganya dari ISP di Indonesia.
Menjadi suatu hal yang aneh. Di satu sisi
Biznet mengatakan bahwa mereka tidak pernah menggunakan layanan
tersebut, di sisi lain, Citizel Lab justru ‘memergoki’ sebanyak dua kali
bahwa ISP satu ini dari pertengahan 2012 dan awal 2013 menggunakan
FinFisher.
Setelah Biznet, Telkom juga bantah gunakan FinFisher
Setelah pihak Biznet mengatakan bahwa
mereka tidak pernah memakai apa itu yang dinamakan FinFisher, kini
Telkom juga membantah memakai software mata-mata tersebut.
PT Telekomunikasi Indonesia Tbk
(Telkom) membantah memasang software pada server yang digunakan untuk
mengawasi trafik dan konten yang diakses para penggunanya.
Melalui Direktur Utamanya Arief Yahya,
Telkom menjelaskan kepada wartawan sekaligus Menteri BUMN Dahlan Iskan
bahwa tudingan penggunaan FInFisher oleh Telkom tersebut tidak benar.
Dalam hal ini, Dahlan Iskan ingin mengetahui duduk permasalahannya dan
di depan para wartawan, dia menghubungi Arief melalui telepon.
“Tudingan yang menyebutkan bahwa Telkom
memasang alat pengintai pada server sama sekali tidak benar.
Kami
memastikan Telkom tidak mempunyai aplikasi untuk memata-matai
pelanggan,” kata Arief Yahya melalui pengeras suara ponsel Dahlan Iskan,
seperti dikutip Antara (19/03/13) di Jakarta.
Arief juga mengatakan bahwa dalam artikel yang dimuat oleh Citizen Lab, University Toronto tersebut terkesan menyudutkan Telkom karena di dalamnya mencantumkan alamat internet protokol (IP) milik Telkom.
Arief Yahya mengakui ada artikel yang
menyebutkan alamat IP Telkom, tapi untuk mengidentifikasi lebih lanjut
siapa pihak yang berada di jaringan tersebut dibutuhkan izin dari
Kementerian Kominfo.
Menurutnya, permintaan untuk memblokir IP
yang disinyalir digunakan untuk mematai-matai pengguna tersebut harus
berdasarkan izin dari Kementerian Kominfo.
“Memblokir suatu jaringan harus melalui prosedur dan izin dari Indonesia Security Incident Response Team of Internet Infrastructure (ID-SIRTII),” kata Arief.
Ia menambahkan, selagi tidak ada izin
dari Menkominfo dan ID-SIRTII maka penelusuran pengguna alamat IP
tersebut tidak bisa dibuka.
Pihak Biznet juga membantah bahwa mereka
menggunakan software mata-mata itu di dalam servernya (18/03/13). Sampai
saat ini, Biznet masih menyelidiki siapa yang menanam software
tersebut.
Jika Terbukti Intai Pengguna, Telkom & Biznet Terancam 15 Tahun Penjara
Ternyata kasus soal Telkom dan Biznet yang diduga kuat oleh Citizen Lab dari Universitas Toronto,
Kanada, dengan cara menggunakan software mata-mata di servernya untuk
mengawasi trafik dan konten penggunanya di Indonesia ini, turut menyita
perhatian Kementerian Kominfo.
Kepala Pusat Informasi dan Humas
Kementerian Kominfo Gatot S Dewa Broto menilai informasi yang telah
beredar luas ini sebaiknya diverifikasi terlebih dahulu untuk
membuktikan kebenarannya.
“Namun jika verifikasi tersebut benar,
apa yang dilakukan oleh Telkom dan Biznet itu salah, karena melanggar
Pasal 40 UU Telekomunikasi,” paparnya di Jakarta, Senin (18/3/013).
Pasal 40 UU No.36 Tahun 1999 menyatakan:
“Bahwa setiap
orang dilarang melakukan penyadapan atas informasi yang disalurkan
melalui jaringan telekomunikasi dalam bentuk apapun. Bagi yang melanggar
ketentuan tersebut diancam pidana penjara maksimal 15 tahun penjara.”
“Jika benar terbukti, tentu pemerintah
akan mengambil tindakan tegas, karena selain melanggar UU
Telekomunikasi, juga melanggar privasi seseorang tanpa alasan jelas,”
ujar Gatot lebih lanjut.
Meski demikian, Kementerian Kominfo tetap mengusung asas praduga tak bersalah
hingga ada pembuktian yang sahih atas kabar yang beredar ini. “Kami
yakin Telkom dan Biznet tidak berani melanggar UU tersebut,” tegas Gatot
coba meyakinkan.
Kabar tak sedap yang menerpa dua penyedia jasa internet besar di Indonesia itu bermula dari laporan terbaru yang dirilis oleh Citizen Lab, University Toronto dalam materi berjudul “You Only Click Twice: FinFisher’s Global Proliferation” seperti dikutip dalam situs Citizenlab.org.
Dalam laporannya ditemukan server komando dan kontrol untuk backdoors FinSpy di server kedua PJI. FinSpy merupakan bagian dari solusi pemantauan jarak jauh Gamma International FinFisher yang diduga sejauh ini telah digunakan oleh 25 negara.
Perlu diketahui, FinFisher adalah
perangkat lunak yang bisa diremote untuk mengawasi aktivitas pengguna
dikembangkan oleh Gamma International GmbH. Produk FinFisher dijual
secara eksklusif untuk menegakkan aturan terutama terkait dengan
penyadapan.
Walaupun dilindungi oleh hukum, tetapi
dalam praktiknya, software banyak digunakan untuk memata-matai para
aktivis yang beroposisi dengan pemerintah.
Baik Telkom maupun Biznet saat
dikonfirmasi oleh wartawan detikINET melalui Direktur Network Telkom,
Rizkan Chandra dan President Director Biznet Network, Adi Kusma telah
menyampaikan bantahannya.
Menurut Rizkan, tidak ada kebijakan dari
Telkom untuk memata-matai penggunanya seperti itu. Sementara Adi Kusma
mengaku akan menelusuri kasus ini lebih dalam lagi. “Nanti kita cek IP
siapa itu,” tandasnya.
Sekadar gambaran, FinFisher merupakan
software mata-mata yang mampu meremote aktivitas pengguna internet yang
ISP-nya telah disusupi.
Aplikasi FinFisher ini menangkap semua
informasi dari komputer yang terinfeksi, tak hanya jejaring sosial, tapi
juga seperti password, panggilan Skype bahkan mengirimkan informasi ke
server perintah & kontrol FinFisher.
Hal ini mirip proyek Big Brother
ala elite-elite Illuminati di negara-negara maju yang sering
menyalahgunakan kewenangan akses untuk menangkap pihak yang membongkar
bukti, rencana dan tujuan-tujuan busuk mereka dan yang juga bertentangan
dengan informasi dari mereka.
Lalu bagaimana dengan para penyedia jasa
provider ISP dan para jasa operator selular di Indonesia? Jika mereka
membantah tak memata-matai, lalu tabel dan bukti yang dikeluarkan oleh Citizen Lab itu apa? Sebuah lelucon April Mob?
Dengan alasan ini-itu, lalu apakah mereka juga ikut menjadi budak para elite dunia? Apakah mereka kaki tangan Big Brother?
Yang jelas apapun yang anda lakukan bahkan saat membacca artikel ini
melalui PC, laptop, komputer tablet dan gadget hingga ponsel di
genggaman tangan anda yang biasa anda bawa kemanapun anda pergi.
Seperti dikutip dari Bloomberg 2012,
Smartphone Android adalah perangkat termudah untuk dijangkiti spyware
bawaan atau varian lain dari FinSpy atau FinFisher. Memang ada
kemungkinan perangkat seperti iPhone atau BlackBerry juga mampu
terjangkiti, namun kemungkinannya lebih kecil dibandingkan dengan
Android.
Robert Maxwell, seorang teknisi IT dari tim Office of Information Technology Security,
menjelaskan, “Android sangat mudah untuk dijebol oleh spyware dan
malware bawaan FinFisher, karena sistem yang diberlakukan Google untuk
Android adalah bebas. Jadi siapa saja dapat mengunduh dan menginstal
software dari manapun sumbernya.”
Sebuah riset kecil yang dilakukan oleh tim CrackBerry
pada bulan Agustus 2012 lalu juga sependapat dengan apa yang dikatakan
Maxwell. Namun, dalam penelitian tersebut, BlackBerry mempunyai sisi
sekuritas yang lebih aman dibandingkan dengan perangkat lain sejenisnya.
“Walaupun ada kemungkinan bisa, namun
berdasarkan sifat dari spyware yang akan bergerak secara underground dan
beroperasi tanpa sepengetahuan pemilik perangkat, hal tersebut
nampaknya sulit untuk dapat dengan mudah menginjeksi BlackBerry.
Sistem sekuritas di BlackBerry telah
dirancang untuk mengintegrasikan persetujuan sang pemilik dengan
perangkat sebelum mengeksekusi sebuah penginstalan apapun itu, jelas
pihak CrackBerry. Namun apapun jenis perangkat yang anda pakai
untuk mengakses internet, mereka para “kaki tangan elite dunia” tetap
dapat berkata kepadamu, “I knew who you are, and where you are, because I’m watching you, always.”
“FinFisher spyware found running on computers all over the world”. (Citizenlab)
Indonesia dikatakan pula menjadi sasaran intel Australia sejak
pengeboman di Bali tahun 2002 lalu yang memakan korban tewas sebanyak
202 jiwa, termasuk 88 warga Australia.
Sebelumnya, President Director & CEO Indosat Alexander Rusli dalam keterangan tertulis pernah menyatakan bahwa Indosat telah mematuhi ketentuan lawful interception dan menyatakan tidak terlibat kerjasama dengan pihak asing untuk melakukan penyadapan.
Pada kesempatan lain, Menkominfo Tifatul
Sembiring menampik dugaan adanya keterlibatan operator telekomunikasi
Indonesia dalam tindak penyadapan yang dilakukan pihak asing.
Ia menyebut aksi penyadapan oleh intelijen asing mungkin dilakukan tanpa diketahui operator komunikasi.
Masalahnya, apakah seorang menteri tak pernah mengecek semua provider di Indonesia? Sungguh aneh! (baca: Big Brother Indonesia? Provider Mulai Intai Pelanggan!)
NSA Punya program mata-mata untuk sadap iPhone, Huawei dan untuk sadap koneksi Wireless
Kabar terbaru mengenai isu penyadapan ini kembali terkuak. Badan intelijen Amerika Serikat, National Security Agency (NSA) ternyata memiliki sebuah software untuk menyadap salah satu perangkat paling populer di Amerika, iPhone.
Informasi ini terungkap dari dokumen yang
dibocorkan ke publik. Di situ disebutkan bahwa NSA memiliki sebuah
program yang dijuluki dengan nama Dropout Jeep.
Dokumen yang diterbitkan oleh situs berita Jerman Spiegel Online itu menyebutkan bahwa Dropout Jeep memungkinkan NSA untuk menyadap informasi yang ada di perangkat iPhone.
Aplikasi spyware “Dropout Jeep” memungkinkan NSA untuk menyadap informasi yang ada di perangkat iPhone
Peneliti keamanan Jacob Appelbaum mengungkap dokumen tersebut pada acara Chaos Communication Congress ke-30 di Hamburg, Jerman.
Dengan Dropout Jeep, Apple bisa
menyadap informasi daftar kontak, membaca pesan teks, mengetahui lokasi
iPhone tersebut berada, mendengarkan voicemail bahkan mengaktifkan
kamera iPhone dan mikrofon!
Dropout Jeep saat ini terbatas
hanya bisa diinstal melalui “metode akses jarak dekat”. Ke depannya NSA
sedang mengembangkan cara agar dapat menginstal program itu secara jarak
jauh (remote).
Selain berbicara tentang Dropout Jeep, Appelbaum juga menyebutkan bocoran dokumen lain tentang program mata-mata (spyware) milik NSA yang lainnya. Dari hasil pencarian melalui search engine, data lain hanya didapat untuk gadget merk Huawei dan perangkat berkoneksi nirkabel atau wireless.
Selain dokumen rahasia tentang keberadaan aplikasi mirip spyware bernama Dropout Jeep untuk menyadap Apple, admin juga menemukan dokumen rahasia tentang penyadapan untuk merk gadget lainnya bernama Halluxwater untuk menyadap merk Huawei, dan juga dokumen penyadapan untuk jenis kategori koneksi lainnya yaitu Nightstand untuk menyadap pengguna nirkabel atau wirelees.
Keterangan ketiga gambar atas: dokumen rahasia NSA ‘Dropout Jeep’ untuk menyadap Apple (kiri) , ‘Halluxwater’ untuk menyadap merk Huawei (tengah) dan ‘Nightstand’ untuk menyadap pengguna nirkabel atau wirelees (klik pada gambar untuk memperbesar).
Admin meyakini masih ada dokumen-dokumen
rahasia sejenis untuk penyadapan merk gadget lainnya, dan juga jenis
koneksi lainnya. Namun sengat sulit untuk mendapatkannya karena
sepertinya memang disembunyikan dari publik. Tapi yang jelas semua gadgat buatan AS, seperti juga Blackberry pastinya sudah disadap!
Kembali kepada Appelbaum yang juga menyatakan bahwa setiap percobaan yang dilakukan untuk menguji spyware Dropout Jeep pada perangkat iOS memiliki tingkat kesuksesan 100 persen.
Terungkapnya informasi ini menimbulkan
spekulasi bahwa Apple diduga ikut terlibat membantu NSA dalam aksi
penyadapan terhadap produknya, meski sampai saat ini belum ada bukti
kuat yang menunjukkan hal itu.
Setiap
percobaan yang dilakukan untuk menguji spyware “Dropout Jeep” pada
perangkat iOS memiliki tingkat kesuksesan 100 persen menimbulkan
spekulasi bahwa Apple diduga ikut terlibat membantu NSA dalam aksi
penyadapan terhadap produknya.
Billy Lau, salah seorang peneliti keamanan di Georgia Tech mengatakan, meski Apple telah meningkatkan sistem keamanannya sejak 2008, tetap saja tidak kebal.
“Evasion jailbreak iOS 7
menyiratkan bahwa bagian dari OS (sistem operasi) itu telah
dieksploitasi dan memiliki beberapa implikasi keamanan yang mendalam,”
katanya kepada ABC News.
Di lain sisi, pengacara yang menangani masalah privasi di Internet Bradley Shear mengatakan, spyware NSA mungkin berada di luar kendali Apple serta di luar kendali perusahaan lain seperti Google dan Microsoft. “Saya pikir tidak ada perusahaan teknologi yang sadar (terkait penyadapan NSA -pen),” katanya lagi.
Fasilitas WiFi Bandara Jadi Alat Spionase NSA
Salah satu modus terbaru badan intelijen Amerika Serikat, National Security Agency (NSA), dalam melakukan tindak pencurian data privasi pengguna perangkat komputasi juga kembali terungkap.
SIAGA – MEDIA SOSIAL Inilah negara-negara hebat yang
melarang warga negaranya menggunakan internet atau jejaring sosial.
Negara-negara ini memproteksi warganya agar tidak terkontaminasi oleh
pemikiran, gaya hidup dari manca negara yang dinilai bisa menghancurkan
kultur negaranya sendiri.
Beberapa negara yang melarang kehadiran jejaring sosial lebih banyak
berasal dari kawasan Asia. Penolakan dan pelarangan menggunakan sosial
media terbukti efektif menjauhkan masyarakat dari hiruk pikuk politik
praktis, adu domba maupun kejahatan dan kriminal lainnya. Tidak seperti
Indonesia banyak kasus perkosaan dan pembunuhan yang bermula dari
perkenalan lewat jejaring social, namun juga banyak orang bertambah
wawasan lewat media sosial ini. Penasaran pemerintah mana saja yang
melarang kehadiran social media di negaranya? Berikut ulasannya.
1. Arab saudi
Arab Saudi menjadi salah satu negara yang menentang dan melarang kehadiran jejaring sosial di negaranya.
Bahkan tidak hanya jejaring sosial seperti Facebook dan Twitter saja
yang dilarang, pemerintah Arab Saudi juga telah memblokir aplikasi OTT
seperti WhatsApp, Viber, dan Skype.
2. Korea Utara
Korea Utara, melalui dinasti kepemimpinannya juga melarang warga negaranya untuk menggunakan jejaring sosial.
Bahkan negara tersebut pun juga melarang penduduknya untuk menggunakan internet dan meniadakan akses internet secara bebas.
3. China
China juga menjadi salah satu negara besar di Asia yang melarang
warga negaranya untuk membuat akun dan menggunakan jejaring sosial
asing.
Pelarangan ini sendiri dikarenakan pemerintah China ingin memajukan
aplikasi dan jejaring sosial lokal dari perusahaan seperti Sina Weibo
ataupun Tencent.
4. Vietnam
Vietnam diketahui juga membatasi penggunaan jejaring sosial oleh
warga negaranya. Negara ini melarang warga negaranya untuk sharing
berita melalui jejaring sosial.
Vietnam dilaporkan juga segera melarang semua layanan OTT (Over The
Top) seperti Line dan WhatsApp untuk beredar dan digunakan di negaranya.
5. Kongo
Untuk mengatasi konflik internal dalam negeri, Pemerintah Republik
Demokratik Kongo juga melarang warga negaranya untuk menggunakan
jejaring sosial, seperti Facebook dan Twitter.
Selain itu warga negara Kongo juga tidak bisa menikmati layanan SMS (short message service).
6. Bangladesh
Bangladesh juga menjadi negara yang melarang salah satu jejaring sosial paling besar saat ini yaitu Facebook.
Pelarangan jejaring sosial milik Mark Zuckerberg ini merupakan protes
Bangladesh atas terunggahnya foto karikatur Nabi Muhammad di halaman
jejaring sosial tersebut.
7. Pakistan
Pakistan juga menjadi salah satu negara yang melarang penggunaan jejaring sosial terutama Facebook di negaranya.
Larangan dikeluarkan setelah adanya ajakan untuk mengikuti lomba
menggambar karikatur Nabi Muhammad di salah satu halaman Facebook.
8. Tajikistan
Republik Tajikistan juga secara resmi telah memblokir situs jejaring
sosial Facebook. Pemerintah Tajikistan melalui Departemen
Telekomunikasinya dilaporkan telah menghilangkan akun Facebook dari
41.000 pengguna di negaranya.