Analisa:
Pemain Timnas Sepakbola Perempuan Iran Sengaja Merektut Pemain Pria?
Menurut
Kantor Berita ABNA, Berita mengenai empat pemain Timnas Sepakbola
perempuan Iran yang ternyata laki-laki, juga tersiar sampai ke
Indonesia. Berita tersebut pun tidak luput menjadi sasaran untuk kembali
mendiskreditkan Iran dan mewacanakan propaganda negatif terhadap Iran.
Bahkan
oleh media takfiri dan anti Iran dilarikan ke isu mazhab, untuk
menjelek-jelekkan mazhab tertentu. Padahal, yang menemukan pelanggaran
tersebut adalah Federasi Sepakbola Iran [IRIFF] sendiri dan pertama kali
diberitakan oleh media Iran sendiri yaitu IRNA yang kemudian dinukil
oleh media Inggris dan akhirnya sampai ke Indonesia. Pelanggaran
tersebut terjadi karena kelemahan kontrol dalam perekrutan pemain oleh
klub yang bermain di Liga Sepakbola Perempuan setempat. Dan ketika
menjalani perekturan dan seleksi untuk pemain Timnas, baru indetitas
kelamin keempat pemain tersebut terungkap.
Ahmad
Hashemian, kepala komite medis federasi sepak bola Iran, menegaskan dan
menghimbau tiap klub untuk wajib melakukan pemeriksaan kesehatan untuk
menentukan jenis kelamin pemain mereka sebelum teken kontrak.
Jadi,
pelanggaran yang terjadi bukan faktor kesengajaan Federasi sepakbola
Iran untuk melibatkan pemain laki-laki dalam turnamen sepak bola
perempuan dalam kompetisi internasional. Kalau hal tersebut adalah
faktor kesengajaan dan merupakan cara Federal Sepakbola Perempuan Iran
untuk meraih prestasi meskipun itu tidak sportif, media Iran akan
menutup-nutupi berita ditemukannya pelanggaran tersebut. Bukan malah
mempublikasikannya sehingga menjadi isu internasional. Federasi
sepakbola Iran secara professional menindak lanjuti pelanggaran tersebut
dengan memecat keempat pemain yang dimaksud dan melarangnya bermain di
cabang sepakbola perempuan disemua kompetisi, sampai mereka menjalani
operasi transgender secara komplit dan menjalani pengobatan karena
mengidap kelainan seksual.
Ada yang menarik, sekaligus membuat kita miris. Tempo dalam pemberitaannya mengenai kasus tersebut menulis, “Iran,
negara yang berdasar hukum Islam, mengharamkan praktek homoseksual dan
seks pranikah. Namun mereka melegalkan operasi kelamin sejak pemimpin
mereka, Ayatollah Ruhollah Khomeini, mengeluarkan fatwa perubahan
kelamin pada 1979.” Sementara Harian Republika yang kemudian dinukil oleh sejumlah media Islam menuliskan, “Operasi
ganti kelamin telah sah di Iran sejak 1979. Pemimpin spiritual
Ayatullah Rahullah Khomeini saat itu mengeluarkan fatwa yang menerima
orang-orang transgender. Fatwa tersebut berbanding terbalik dengan
peraturan syariah yang melarang homoseksual dan berhubungan badan
sebelum menikah.”
Kutipan
Tempo menegaskan, praktek homoseksual dan seks pranikah dilarang di
Iran, sebab Iran adalah Negara yang berdasarkan hukum Islam, kedua
praktek tersebut adalah pelanggaran syariat. Namun ketika membaca
kutipan Republika yang juga dinukil oleh Dakwatuna, kesimpulannya,
adalah Iran melegalkan homoseksual dan seks pra nikah sebagaimana telah
dilegalkannya operasi transgender sesuai dengan fatwa Imam Khomeini.
Tekhnik pemberitaan Republika sama halnya melakukan manipulasi informasi
karena mengarahkan pembaca pada kesimpulan yang berbeda dan salah.
Patut
juga mendapat perhatian, judul yang dipilih Republika mengenai berita
tersebut, “Ups… Empat Pemain Timnas Wanita Iran Ternyata Laki-laki.”
Penggunaan kata “Ups” hendak menunjukkan federasi sepakbola Iran
ketahuan dan tertangkap basah melakukan pelanggaran dan kecurangan.
Padahal yang sebenarnya, Federasi Sepakbola Iran sendiri menemukan
pelanggaran tersebut setelah memperketat seleksi dan melakukan tes medis
berulang kali berdasarkan laporan masyarakat, sampai kemudian menemukan
empat orang dari pemain Timnas tersebut yang terdeteksi masih berjenis
kelamin laki-laki. Jadi kalaupun disebut pelanggaran atau kesalahan, ada
pada penyeleksian dan perekrutan pemain di tingkat klub yang lemah.
Dengan memberitakan kasus tersebut media Iran dan Federasi Sepakbola
Iran pada hakekatnya mengingatkan federasi Negara lain untuk tidak
kecolongan dan mengalami hal yang serupa.
Dengan
adanya pemberitaan yang cenderung menyimpang dari berita sebenarnya
tersebut, beberapa akun di media social Facebook dan Twiteer menuliskan
komentar miring. Diantaranya, "Ada-ada saja. Sampai urusan jenis
kelaminpun Syiah pake taqiyah. Allahul Musta’an". Komentar cacian dan
berupa Syiah Kafir dan Iran sialan pun bertebaran di media sosial
tersebut. Bahkan ada yang menyebutkan Iran adalah Negara kotor dan
menjijikkan karena melegalkan perzinaan dan praktik homoseksual.
Sementara Era Muslim menulis berkaitan dengan berita yang sama, “Perlu
dicatat bahwa operasi kelamin merupakan tindakan ILEGAL di Iran sejak
tahun 1979, menurut fatwa Pemimpin Tertinggi Iran, Ayatollah Khomeini.”
Mungkin maksudnya adalah LEGAL, namun kesalahan fatal tersebut sangat
mengganggu.
Ada apa dengan media Islam Indonesia?.
Sumber: Abna
Post a Comment
mohon gunakan email