Pesan Rahbar

Home » , » Di Balik Mesranya Arab Saudi - Rezim Israel

Di Balik Mesranya Arab Saudi - Rezim Israel

Written By Unknown on Friday 12 June 2015 | 05:16:00


Kagetkah anda dengan berita tentang adanya pertemuan yang tidak rahasia dan diwartakan ke media antara pejabat Arab Saudi, Anwar Majed Eshki dan pejabat Israel, Dore Gold di Kemlu AS di Washington minggu lalu (6/6)? Pertemuan yang dikabarkan sebagai pertemuan track two atau jalur tidak resmi itu membahas keamanan regional di Timur Tengah khususnya membincangkan ancaman dari Iran.
 
Bila anda tidak kaget berarti anda selama ini mengikuti secara cermat perkembangan di Timur Tengah, khususnya hubungan antara kedua negara itu terkait dengan banyak konteks seperti kemerdekaan Palestina, hubungan Suni-Syiah, perdamaian kawasan dan khususnya isu nuklir Iran.

Seberapa signifikan pertemuan itu? Dore Gold pada saat pertemuan itu menjelang dilantik sebagai salah satu dirjen di Kemlu Israel, mengindikasikan bahwa pertemuan akan berdampak secara langsung dalam proses pembuatan kebijakan luar negeri Israel. Sedang Anwar Majed Eshki adalah penasihat Pangeran Bandar bin Sultan dan sebelumnya adalah juga penasihat Raja Faisal yang mencerminkan cukup berpengaruhnya sosok Eshki.

Kenapa keterbukaan itu dimunculkan sekarang? Saat ini di negara-negara mayoritas Sunni dan khususnya Arab Saudi muncul suasana kebatinan (attitude) baru yang cenderung mendukung langkah tegas Israel menentang kemungkinan pengembangan senjata nuklir Iran yang Syiah dan kecewa terhadap AS yang dinilai mengorbankan kemitraan dengan Arab Sunni demi memulihkan hubungan dengan Iran.

Barangkali tulisan Pemimpin Redaksi Al-Arabiya edisi bahas Inggris, Faisal J. Abas (3/3) sangat pas menggambarkan itu. Tajuk redaksi berjudul "President Obama: Listen to Netanyahu on Iran" menulis Netanyahu sebagai sangat tepat menggambarkan bahwa negara-negara Timur Tengah mulai runtuh dan organisasi teror yang didukung Iran mengisi kekosongan.

Lebih lanjut dia menyatakan bahwa satu-satunya pemimpin dunia yang tidak memahami bahaya itu adalah Presiden Obama yang malah menjadi sahabat pena Pemimpin Tertinggi Iran. Seperti kita tahu, sebagai hasil kesepakatan di Lausanne, Swiss, April lalu, AS meringankan boikot penjualan minyak Iran atas kesediaannya mengurangi kapasitas pengayaan uranium hingga 98 persen. Ini oleh Arab Saudi dianggap tidak cukup untuk menghentikan Iran mengembangkan senjata nuklirnya dan malah melegitimasi pengayaan uraniumnya.

Dalam konteks yang lebih luas, latar belakang isu sektarian yaitu konflik Suni-Syiah juga teramat menonjol. Abdulrahman al-Rashed di harian al-Sharq al-Aswat terbitan London (20/1) menulis bahwa jika sekarang ini muncul kembali konfrontasi antara Israel dan Hizbullah atau antara Israel dengan Iran, banyak negara Arab akan mendoakan kekalahan Hizbullah dan Iran.

Menurut al-Rashed opini publik Arab satu dekade lalu memandang Hizbullah sebagai pembela kepentingan Arab di Lebanon dan Palestina, namun intervensi Hizbullah dalam perang saudara di Suriah telah mengubah pandangan itu dan sebaliknya kemudian mendukung Israel dalam melawan Hizbullah dan Iran.

Kalau kita cermati memang antara Arab Saudi dan Isarel mempunyai banyak kesamaan kepentingan dan pandangan. Keduanya sama-sama cemas terhadap program nuklir Iran, sama-sama mendukung Jenderal Abdel Fattah El-Sisi, Presiden Mesir memerangi apa yang mereka sebut sebagai kelompok Islamis (Ikhwanul Muslimin) dan keduanya juga ingin melihat kehancuran Hizbullah di Suriah.

Jangan lupa juga, Arab Saudi dan Israel menginginkan makin lemahnya Al-Qaida dan makin kuatnya kelompok yang mereka dukung yang mereka sebut sebagai kelompok moderat di Suriah dan sama-sama kecewa atas kebijakan AS soal Timur Tengah serta merasa ditinggalkan oleh AS.

Apakah mesranya Arab Saudi dengan Israel menggambarkan adanya perubahan sikap Arab Saudi dan Arab pada umunya menjadi bersahabat dengan Israel secara kokoh. Tidakkah ini hanya perubahan sikap sesaat berdasarkan konsep "musuh dari musuhku adalah temanku"?

Ketidakpercayaan terhadap Israel masihlah amat dalam dan dukungan terhadap aspirasi Palestina menjadi negara merdeka masih sangat tinggi. Waktu akan menguji kemesraan keduanya.

(Merdeka/ABNS)
Share this post :

Post a Comment

mohon gunakan email

Terkait Berita: