Muqaddimah
Sebelumnya kami telah menuliskan hadis ini dalam salah satu tulisan kami yang berjudul Muawiyah dan Mimbar Nabi
___________________________________
Muawiyah dan Mimbar Nabi
Posted on November 10, 2008 by secondprince
Aliran Kecil Yang Berkumpul Besar
Saling Berhubungan Menuju Kehancuran
Muawiyah dan Mimbar Nabi
Kecenderungan adalah hal yang ternyata cukup sulit untuk dipahami. Terkadang seseorang begitu mudah percaya dengan suatu kabar karena kabar itu sesuai dengan pikirannya, sesuai dengan seleranya dan sesuai dengan keyakinannya. Begitu pula, terkadang ada orang yang buru-buru menolak suatu kabar karena hal itu tidak masuk akal dalam pikirannya, tidak sreg di hatinya, dan yah mungkin tidak sesuai dengan keyakinannya.
Fenomena seperti ini saya sebut sebagai Subjektivitas Informasi yaitu informasi dinilai sesuai dengan persepsi mereka yang menerima informasi tersebut. Sisi ini bisa dilihat dengan jelas dan tidak perlu dipungkiri tetapi ada hal yang seharusnya tidak patut dilupakan yaitu Independensi atau Objektivitas Informasi. Independensi yang saya maksud adalah bahwa suatu informasi memiliki nilai yang tidak tergantung dengan persepsi individu. Informasi bisa bernilai benar atau salah dan bisa bernilai sesuai dengan faktanya atau tidak.
Begitu pula jika kita bicara soal riwayat atau hadis. Ada hadis-hadis yang bisa dibilang memiliki makna yang beragam tergantung dengan interpretasi bermacam-macam orang. Suatu hadis bisa diarahkan maknanya tergantung kelihaian mereka yang menafsirkannya. Sehingga jangan terkejut jika banyak hadis yang terkesan menjadi rebutan, hadis yang sama diarahkan maknanya oleh seseorang untuk mendukung keyakinannya, hadis yang sama diarahkan maknanya untuk mencela keyakinan orang lain padahal orang lain tersebut justru menggunakan hadis itu untuk mendukung keyakinannya. Jadi Sepertinya Hadis-hadis memiliki nilai Subjektivitas Mahzab tergantung di mahzab mana hadis tersebut dibahas.
Selain dalam Menafsirkan hadis, masalah serupa juga ditemukan dalam Menerima atau Menolak suatu hadis. Hadis tertentu seolah-olah bermuka dua, ia terkadang valid di tempat tertentu dan dikatakan dusta atau palsu di tempat lain. Hal ini cukup membingungkan bagi sebagian orang yang sangat awam dalam masalah ini. Salah satu yang akan dibicarakan disini adalah mengenai hadis yang diriwayatkan oleh para perawi yang bermahzab Syiah atau dikatakan Rafidhah. Mereka para perawi ini bisa dibilang adalah korban kecurigaan dan sinisme sepanjang masa oleh kebanyakan para Ahli Hadis Sunni. Tentu saja saya tidak akan menggeneralisasi seenaknya karena Ahli hadis itu sangat banyak dan mereka pun punya gaya yang bermacam-macam dalam menunjukkan sinisme yang saya maksud.
Hadis mengenai tokoh tertentu seperti Muawiyah cukup memberikan gambaran jelas apa yang saya maksud. Pada dua sisi yang berbeda terdapat sisi yang begitu mengagungkan Muawiyah seperti para Salafy dan Oknumnya dan di sisi lain terdapat sisi yang begitu mengecam Muawiyah oleh sebagian orang yang dikatakan Salafy sebagai Rafidhah. Dua sisi ini memiliki dampak yang cukup signifikan
Hadis Keutamaan Muawiyah, jelas sangat dibanggakan oleh para Salafy dan ditolak habis-habisan oleh yang lain.
Hadis Mencela Muawiyah, jelas ditolak bahkan dikatakan palsu oleh Salafy tetapi sering sekali dibicarakan oleh mereka yang dikatakan Rafidhah.
Kecenderungan seperti ini juga tidak selalu berarti seenaknya saja. Justru kecenderungan ini memiliki seni khusus yang bahkan masuk kedalam dunia metodologi hadis yang dikatakan ilmiah. Ah cukup basa basinya, saya contohkan hadis berikut, diriwayatkan bahwa Rasulullah SAW pernah bersabda:
إذا رأيتم معاوية يخطب على منبري فاقتلوه
Jika kalian melihat Muawiyah berkhutbah di MimbarKu maka bunuhlah ia.
Hadis ini antara lain terdapat dalam kitab Mizan Al ’Itidal Adz Dzahabi biografi no 4149, Tahdzib At Tahdzib Ibnu Hajar juz 5 no 183, Al Kamil Ibnu Ady juz 2 hal 209, Al Majruhin Ibnu Hibban juz 2 biografi no 797(Abbad bin Ya’qub) dan Fawaid Al Majmu’ah Asy Syaukani hadis no 163. Asy Syaukani berkata tentang hadis ini
رواه ابن عدي عن ابن مسعود مرفوعاً وهو موضوع ، وفي إسناده عباد بن يعقوب ، وهو رافضي ، آخر كذاب .
Hadis riwayat Ibnu Ady dari Ibnu Mas’ud secara marfu’ dan hadis tersebut maudhu’(palsu). Di dalam sanadnya ada Abbad bin Ya’qub dan dia seorang Rafidhah pendusta.
Abbad bin Ya’qub memang dinyatakan sebagai Rafidhah tetapi rasanya terlalu berlebihan jika mengatakan ia pendusta karena sebenarnya beliau adalah seorang yang jujur.
Ibnu Hajar berkata dalam Hady As Sari Muqaddimah Fath Al Bari hal 412:
عباد بن يعقوب الرواجني الكوفي أبو سعيد رافضي مشهور إلا أنه كان صدوقا وثقة أبو حاتم وقال الحاكم كان بن خزيمة إذا حدث عنه يقول حدثنا الثقة في روايته المتهم في رأيه عباد بن يعقوب وقال بن حبان كان رافضيا داعية وقال صالح بن محمد كان يشتم عثمان رضي الله عنه
Abbad bin Ya’qub Ar Rawajini Al Kufi Abu Sa’id seorang Rafidhah yang masyhur tetapi beliau seorang yang Shaduq(jujur), Ia telah dinyatakan tsiqat oleh Abu Hatim dan Al Hakim berkata Ibnu Khuzaimah berkata tentang Abbad bin Yaqub “ Ia tsiqat atau terpercaya riwayatnya tetapi pendapatnya diragukan”. Ibnu Hibban berkata ”Ia Rafidhah yang menyebarkan pahamnya” dan berkata Shalih bin Muhammad “Ia memaki Usman RA”.
Dalam At Taqrib juz 1 hal 469, Ibnu Hajar juga menegaskan bahwa Abbad bin Yaqub adalah seorang yang Shaduq. Beliau perawi hadis dalam Shahih Bukhari, Sunan Tirmidzi dan Sunan Ibnu Majah. Ad Daruquthni juga menyatakan Abbad sebagai Shaduq, sebagaimana yang dikutip Ibnu Hajar dalam Tahdzib At Tahdzib juz 5 biografi no 183:
قال الدارقطني شيعي صدوق
Daruquthni berkata “Ia seorang Syiah yang Shaduq”
Dalam Kitab Tahdzib Al Kamal juz 14 hal 175-178 biografi no 3104, Tahdzib At Tahdzib juz 5 biografi no 183 dan Mizan Al I’tidal juz 2 biografi no 4149 tidak ada yang menyatakan kalau Abbad bin Ya’qub sebagai seorang pendusta. Oleh karena itu pernyataan Asy Syaukani di atas bisa dibilang kecenderungan yang berlebihan.
Kembali ke hadis di atas, hadis tersebut diriwayatkan oleh Abu Sa’id RA, Ibnu Mas’ud RA, Jabir bin Abdullah RA, Sahl bin Hunaif RA semuanya dengan sanad yang marfu’, dan juga diriwayatkan oleh Hasan Basri secara mursal. Semua sanad hadis ini tidak satupun lepas dari pembicaraan Ulama hadis. Hanya saja para Ulama tersebut sebelum membahas sanad-sanad hadis tersebut mereka telah memiliki prakonsepsi bahwa hadis tersebut batil dan tidak layak disandarkan kepada Nabi SAW. Hal ini tentu saja dengan alasan bahwa Hadis tersebut telah merendahkan sahabat Nabi SAW. Dan sudah bisa diperkirakan bahwa kebanyakan mereka yang menolak hadis ini berdalih dengan ”hadis ini diriwayatkan oleh Rafidhah yang pendusta”.
Padahal mungkin tidak sepenuhnya begitu, karena di antara sanad-sanadnya ada juga yang tidak diriwayatkan oleh Perawi yang dikatakan Rafidhah. Dalam Ansab Al Ashraf Al Baladzuri juz 5 hal 128, hadis ini telah diriwayatkan oleh para perawi shahih hanya saja hadis tersebut mursal. Dalam salah satu riwayat Abu Sa’id, hadis tersebut telah diriwayatkan oleh para perawi shahih hanya saja salah satu perawinya adalah Ali bin Za’id. Beliau dinyatakan dhaif oleh sebagian orang karena buruk hafalannya tetapi beliau dita’dilkan oleh Imam Tirmidzi, Yaqub bin Syaibah dan Syaikh Ahmad Syakir.
Dalam Tahdzib At Tahdzib juz 7 biografi no 545, Imam Tirmidzi telah menyatakan Ali bin Zaid Shaduq, Yaqub bin Syaibah menyatakan Ia tsiqat dan hadisnya baik. Beliau adalah perawi Bukhari dalam Adab Al Mufrad, perawi Shahih Muslim, Sunan Tirmidzi, Sunan Ibnu Majah, Sunan Abu Dawud dan Sunan Nasa’i.
Imam Tirmidzi telah menghasankan hadis Ali bin Za’id, salah satunya beliau berkata mengenai hadis yang di dalam sanadnya terdapat Ali bin Za’id:
حديث حسن صحيح
Hadis Hasan Shahih.
(Hadis no 109 dalam Sunan Tirmidzi Tahqiq Syaikh Ahmad Syakir dan beliau Syaikh Ahmad Syakir menyatakan hadis tersebut shahih).
Al Haitsami dalam Majma’ Az Zawaid juz 3 hal 678 hadis no 5881 yang didalam sanadnya ada Ali bin Za’id telah menyatakan:
رواه أحمد وأبو يعلى والبزار وفيه علي بن زيد وفيه كلام وقد وثق
Riwayat Ahmad, Abu Ya’la dan Al Bazzar, di dalam sanadnya ada Ali bin Za’id, beliau dibicarakan, juga dinyatakan tsiqah.
Syaikh Ahmad Syakir telah dengan jelas menyatakan bahwa Ali bin Za’id sebagai perawi yang tsiqah. Hal ini dapat dilihat dalam Musnad Ahmad tahqiq Syaikh Ahmad Syakir catatan kaki hadis no 783.
Tulisan ini hanya menunjukkan kecenderungan dalam menilai kedudukan suatu hadis. Saya pribadi masih bertawaqquf(berdiam diri) mengenai kedudukan hadis ini, sejauh ini saya cuma menyinggung
1. Hadis Mursal Shahih riwayat Hasan Basri
2. Hadis Riwayat Abbad bin Yaqub
3. Hadis Riwayat Ali bin Zaid
Sebagai informasi hadis ini telah ditolak oleh Ibnu Ady dalam Al Kamil, Al Uqaili dalam kitabnya Ad Dhua’fa Al Kabir, Asy Syaukani dalam Fawaid Al Majmu’ah, Syaikh Al Albani dalam Silsilah Al Hadis Ad Dhaifah Al Maudhu’ah dan lain-lain. Bisa dibilang kebanyakan ulama hadis menilai hadis ini batil dan palsu. Walaupun begitu ternyata ada juga ulama hadis yang menyatakan hadis tersebut Shahih yaitu Sayyid Muhammad bin Aqil Al Alawi dalam kitabnya Al Atab Al Jamil Ala Ahlul Jarh Wat Ta’dil hal 63(sejujurnya saya penasaran dengan syaikh satu ini). Beliau menyebutkan hadis ini dalam pembahasannya terhadap perawi Abbad bin Ya’qub dan Ali bin Zaid, beliau berkata:
حديث إذا رأيتم معاوية على منبري فاقتلوه وقد تقدم إن هذا الحديث صحيح ثابت لا شك فيه
Hadis “Jika kamu melihat Muawiyah di atas mimbarKu maka bunuhlah ia” seperti telah dinyatakan sebelumnya bahwa hadis ini Shahih, tsabit(kuat) dan tidak ada keraguan padanya.
Salam Damai
Catatan :
1. Kalau ada yang berkenan memberi pendapatnya soal hadis ini, maka saya akan berterimakasih :)
2. Semoga tulisan ini dapat menjadi pelajaran bagi kita bersama dan bukan menjadi ajang hujat-menghujat
3. Tulisan ini sudah pernah saya tampilkan tetapi berhubung sesuatu hal maka saya menariknya kembali dan sekarang berhubung juga ada sesuatu hal lain maka dengan terpaksa saya tampilkan kembali, Maafkan jika telah membuat kecewa
___________________________________
, disana kami menyatakan bahwa kami bertawaqquf mengenai kedudukan hadis tersebut. Alhamdulillah, Allah SWT telah memberikan kemudahan bagi kami untuk meneliti kembali sanad hadisnya. Berikut adalah hasil kajian sanad hadis tersebut.
Dalam menilai kedudukan suatu hadis yang perlu dilakukan salah satunya adalahmenilai para perawi yang menyampaikan hadis tersebut. Dinilai apakah para perawi tersebut terpercaya atau jujur karena seorang perawi yang pendusta tidaklah diterima hadisnya. Tetapi kemusykilan akan terjadi jika isi hadis tersebut tidak kita sukai, kita berkeras untuk melakukan penolakan dan mencari-cari kelemahan hadis tersebut. Hal inilah yang ternyata saya temukan dalam mengkaji hadis “Jika kamu melihat Muwiyah di MimbarKu maka bunuhlah Ia” . Banyak ahli hadis yang menolak hadis ini dan mereka menilai hadis ini sangat tidak pantas disandarkan kepada Nabi SAW.Mengapa? Karena Muawiyah adalah sahabat Nabi dan semua sahabat Nabi itu adilsehingga mustahil hadis ini benar. Oleh karena itu dalam pembahasan sanad yang dilakukan oleh para ulama, mereka condong atau bermudah-mudah dalam melemahkan dan mendhaifkan hadis tersebut. Mereka begitu mudah menjarh para perawi hadis tersebut bahkan seorang perawi yang dikenal jujur malah dinilai dhaif hanya karena ia ikut meriwayatkan hadis ini.
Kalau anda masih ingat, inilah yang saya katakan Logika Sirkuler yang menyedihkan.
Suatu Hadis dinilai dhaif atau palsu karena matan atau isinya batil dan mungkar atau karena isi hadis tersebut tidak layak.
Karena sudah dinyatakan dhaif dan palsu maka harus ada perawi yang bertanggungjawab atas kedhaifan dan pemalsuan hadis itu. Sehingga salah satu atau beberapa perawi dinyatakan cacat karena meriwayatkan hadis tersebut.
Karena perawi tersebut sudah dinyatakan cacat, dhaif atau dituduh memalsu hadis maka kedudukan hadis tersebut sudah pasti dhaif atau palsu.
Untuk membuktikan benar tidaknya yang kami katakan, silakan anda mengikuti kajian kami kali ini.
Hadis Abu Sa’id Al Khudri RA
Diriwayatkan oleh Ibnu Asakir dalam Tarikh Dimasyq 59/155 dan Ibnu Ady dalam Al Kamil 7/83 menyebutkan:
أخبرنا علي بن المثنى ثنا الوليد بن القاسم عن مجالد عن أبي الوداك عن أبى سعيد ان رسول الله صلى الله عليه وسلم قال إذا رأيتم معاوية على منبري فاقتلوه
Telah mengabarkan kepada kami Ali bin Mutsanna yang berkata telah menceritakan kepada kami Walid bin Qasim dari Mujalid dari Abil Wadak dari Abi Sa’id Al Khudri bahwa Rasulullah SAW bersabda “Jika kamu melihat Muwiyah di MimbarKu maka bunuhlah Ia”.
Hadis Hasan Lighayrihi.
Hadis ini kedudukannya hasan lighairihi karena telah diriwayatkan oleh para perawi yang shaduq hasanul hadis kecuali Mujalid bin Sa’id yang hadisnya hasan jika dikuatkan oleh yang lain. Pada dasarnya Mujalid seorang yang jujur hanya saja memiliki kelemahan pada hafalannya. Berikut analisis terhadap para perawi hadis tersebut.
1. Ali bin Mutsanna adalah perawi yang shaduq dan hasan hadisnya. Dalam At Tahdzibjuz 7 no 611 disebutkan bahwa telah meriwayatkan darinya banyak orang-orang tsiqah dan Ibnu Hibban memasukkannya kedalam Ats Tsiqat. Ibnu Hajar dalam At Taqrib 1/702 memberikan predikat maqbul (diterima) dan pernyataan ini dikoreksi oleh Syaikh Syu’aib Al Arnauth dan Bashar Awad Ma’ruf dalam Tahrir Taqrib At Tahdzib no 4788 bahwa Ali bin Mutsanna adalah shaduq hasanul hadis. Pernyataan ini lebih tepat karena Ibnu Hibban menyatakan ia tsiqat dan telah meriwayatkan darinya sekumpulan perawi tsiqat.
2. Walid bin Qasim adalah perawi yang shaduq hasanul hadis. Disebutkan dalam At Tahdzib juz 11 no 245 bahwa ia dinyatakan tsiqat oleh imam Ahmad, Ibnu Ady berkata “ia meriwayatkan dari orang-orang tsiqat dan telah meriwayatkan darinya orang yang tsiqat pula, tidak ada masalah dengannya”. Ibnu Hibban memasukkannya dalam Ats Tsiqat tetapi juga menyebutkannya dalam Al Majruhin. Ibnu Main mendhaifkannya tanpa menyebutkan alasan atas jarhnya tersebut, apalagi dikenal kalau Ibnu Ma’in terkenal ketat dalam mencacatkan perawi. Oleh karena itu predikat ta’dil lebih tepat untuk Walid bin Qasim. Ibnu Hajar dalam At Taqrib 2/288 memberikan predikat shaduq yukhti’u (jujur tetapi sering salah). Pernyataan ini dikoreksi oleh Syaikh Syu’aib Al Arnauth dan Bashar Awad Ma’ruf dalam Tahrir Taqrib At Tahdzib no 7447 bahwa Walid bin Qasim shaduq hasanul hadis dimana mereka juga mengutip bahwa Ibnu Qani’ menyatakan Walid bin Qasim shaduq.
3. Mujalid bin Sa’id Al Hamdani adalah perawi yang hasan hadisnya dengan penguat dari yang lain. Disebutkan dalam At Tahdzib juz 10 no 65 bahwa dia salah satu perawi Muslim yang berarti Muslim memberikan predikat ta’dil padanya. Disebutkan pula bahwa Syu’bah telah meriwayatkan darinya dan sebagaimana sangat dikenal bahwa Syu’bah hanya meriwayatkan dari orang yang tsiqah. Yaqub bin Sufyan berkata “dia dibicarakan orang dan dia shaduq (jujur)”. Beliau telah dinyatakan dhaif oleh sekelompok ulama seperti Yahya bin Sa’id, Ibnu Mahdi, Ibnu Ma’in, Ahmad, Ibnu Sa’ad dan yang lainnya. An Nasa’i memasukkannya dalam Ad Dhu’afa tetapi disebutkan pula oleh Ibnu Hajar bahwa An Nasa’i juga mengatakan ia tsiqah. Bukhari juga memasukkannya dalam Adh Dhu’afa tetapi Ibnu Hajar juga mengutip bahwa Bukhari berkata “shaduq”. Al Ajli memasukkannya dalam Ma’rifat Ats Tsiqah no 1685 dan mengatakan “jaiz al hadis dan hasanul hadis” . Ibnu Syahin memasukkannya dalam Tarikh Asma Ats Tsiqah no 1435. Ibnu Hajar dalam At Taqrib 2/159 memberikan predikat laisa bil qawy (tidak kuat). Pernyataan ini kendati bersifat jarh tetapi tidak menjatuhkan artinya walaupun ada kelemahan padanya hadisnya bisa menjadi hasan dengan adanya penguat. Syaikh Ahmad Syakir telah menghasankan hadis Mujalid dalam Syarh Musnad Ahmad hadis no 211, beliau berkata:
“Mujalid adalah orang yang jujur namun mereka mempersoalkan hafalannya”.
Pernyataan beliau ini adalah pernyataan yang adil dan bagi kami dalam masalah ini hadis Mujalid kedudukannya hasan dengan penguat dari yang lain.
Abul Wadak Jabr bin Nauf adalah perawi yang tsiqat. Disebutkan dalam At Tahdzibjuz 2 no 92 bahwa dia adalah perawi yang dijadikan hujjah oleh Muslim, dinyatakan tsiqat oleh Ibnu Ma’in dan Ibnu Hibban. Adz Dzahabi dalam Al Kasyf no 752 menyatakan ia tsiqat. Dalam At Taqrib 1/156 Ibnu Hajar memberikan predikat “shaduq tetapi sering keliru” dan dikoreksi dalam Tahrir At Taqrib no 894 bahwa Jabr bin Nauf seorang yang tsiqah.
Selain melalui jalan Mujalid bin Sa’id, hadis Abu Said Al Khudri juga diriwayatkan dengan sanad dari Ali bin Zaid bin Jud’an. Hadis tersebut diantaranya diriwayatkan dalam Ansab Al Asyraf Al Balazuri 5/136, Ibnu Asakir dalam Tarikh Dimasyq 59/55 dan Ibnu Ady dalam Al Kamil 7/83 dan 5/314. Berikut hadis Ali bin Zaid dalam Al Kamil 5/314:
أخبرنا الحسن بن سفيان الفسوي ثنا إسحاق بن إبراهيم الحنظلي أخبرنا عبد الرزاق عن سفيان بن عيينة عن علي بن زيد بن جدعان عن أبي نضرة عن أبي سعيد الخدري قال قال رسول الله صلى الله عليه وسلم إذا رأيتم معاوية على منبري فاقتلوه
Telah mengabarkan kepada kami Hasan bin Sufyan Al Fasawi yang berkata telah menceritakan kepada kami Ishaq bin Ibrahim Al Hanzali yang berkata telah mengabarkan kepada kami Abdurrazaq dari Sufyan bin Uyainah dari Ali bin Zaid bin Jud’an dari Abi Nadhrah dari Abi Said Al Khudri yang berkata “Rasulullah SAW bersabda “jika kamu melihat Muawiyah di MimbarKu maka bunuhlah ia”.
Hadis Hasan Lighairihi
Hadis di atas diriwayatkan oleh para perawi tsiqah kecuali Ali bin Zaid bin Jud’an. Ia diperselisihkan dan telah dilemahkan karena hafalannya. Walaupun begitu hadis Ali bin Zaid bersama hadis Mujalid saling menguatkan sehingga sanadnya terangkat menjadi hasan lighairihi.
1. Hasan bin Sufyan Al Fasawi adalah seorang Hafiz yang tsabit. Ibnu Hibban telah menyebutkannya dalam Ats Tsiqat juz 8 no 12808 dan disebutkan pula dalamTazkirah Al Huffaz Adz Dzahabi 10/70 no 724 bahwa Hasan bin Sufyan seorang Al Hafiz Al Imam Syaikh Khurasan penulis Musnad yang mendengar hadis dari Ishaq bin Ibrahim.
2. Ishaq bin Ibrahim Al Hanzali adalah Ishaq bin Rahawaih seorang Hafiz yang terkenal tsiqat. Ibnu Hajar dalam At Taqrib 1/78 menyatakan bahwa ia seorang Hafiz yang tsiqat dan mujtahid. Abdurrazaq bin Hammam As Shan’ani adalah ulama terkenal penulis kitab tafsir dan Mushannaf. Ibnu Hajar dalam At Taqrib 1/599 menyatakan bahwa ia seorang hafiz yang tsiqat. Sufyan bin Uyainah adalah ulama yang tsiqat, Ibnu Hajar dalam At Taqrib 1/371 menyatakan kalau Sufyan seorang hafiz yang tsiqat faqih, imam dan hujjah.
3. Ali bin Zaid bin Jud’an adalah perawi Bukhari dalam Adabul Mufrad, Muslim dan Ashabus Sunan. Disebutkan dalam At Tahdzib juz 7 no 545 kalau Ia telah dicacatkan oleh sekelompok ulama diantaranya Ibnu Ma’in, An Nasai, Abu Hatim, Abu Zar’ah, Ahmad, Ibnu Khuzaimah, Al Hakim dan lain-lain. Tetapi ia bukanlah seorang pendusta apalagi pemalsu hadis. Cacat yang banyak disematkan kepadanya adalahlaisa bi qawiy atau tidak kuat yang berarti hadisnya dapat menjadi hasan dengn penguat dari yang lain.
Selain itu pada dasarnya ia adalah seorang yang jujur hanya saja terdapatkelemahan pada hafalannya dan hadis-hadisnya yang diingkari oleh para ulama.Dalam At Tahdzib juz 7 no 545 disebutkan kalau Syu’bah telah meriwayatkan darinya dan sebagaimana diketahui bahwa Syu’bah hanya meriwayatkan dari orang-orang tsiqah. Imam Tirmidzi menyatakan bahwa ia shaduq (jujur), Yaqub bin Syaibah menyatakan ia tsiqat dan hadisnya baik walaupun ada kelemahan padanya. As Saji juga mengelompokkannya sebagai orang yang jujur. Imam Tirmidzi telah menshahihkan hadis Ali bin Zaid dalam kitabnya Sunan Tirmidzi no 109. Al Ajli memasukkan Ali bin Zaid dalam kitabnya Ma’rifat Ats Tsiqah no 1298 dan berkata:
على بن زيد بن جدعان بصرى يكتب حديثه وليس بالقوي وكان يتشيع وقال مرة لا بأس به
Ali bin Zaid bin Jud’an orang Basrah ditulis hadisnya, tidak kuat, bertasyayyu’ dan tidak ada masalah padanya.
Syaikh Ahmad Syakir dalam Syarh Musnad Ahmad no 783 menolak pencacatan Ali bin Zaid, beliau dengan tegas menyatakan bahwa Ali bin Zaid adalah perawi yang tsiqah. Syaikh Ahmad Syakir berkata:
Ali bin Zaid adalah Ibnu Jad’an , telah kami sebutkan dalam hadis no 26 bahwa dia adalah perawi yang tsiqah. Para ulama berbeda pendapat tentang dirinya, tetapi pendapat yang paling kuat menurut kami adalah yang menyebutkan bahwa dia adalah perawi yang tsiqah. Tirmidzi telah menshahihkan hadis-hadis yang diriwayatkannya. Di antaranya hadis no 109 dan 545.
Selain karena hafalannya, para ulama mencacat Ali bin Za’id karena ia telah meriwayatkan hadis tentang Muawiyah di atas seperti yang disebutkan dalam At Tahdzib biografi Ali bin Zaid. Pada dasarnya para ulama mengingkari hadis tersebut dan cukup dengan melihat matannya mereka menyatakan hadis itu bathil. Oleh karenanya harus ada yang bertanggung jawab untuk kebatilan hadis di atas dan tuduhan disematkan pada Ali bin Zaid. Pencacatan seperti ini justru hal yang bathil karena Ali bin Zaid tidaklah menyendiri dalam meriwayatkan hadis ini. Ia hanya menyampaikan apa yang ia dengar, bersamanya ada perawi lain yang meriwayatkan hadis ini dan diantaranya ada orang yang terpercaya. Dengan mempertimbangkan semua ini maka kami berkesimpulan bahwa hadis Ali bin Zaid menjadi hasan jika mendapat penguat dari yang lain.
Abu Nadhrah adalah Mundzir bin Malik perawi Bukhari dalam Shahihnya bagian Ta’liq, Muslim dalam Shahihnya dan Ashabus Sunan. Disebutkan dalam At Tahdzibjuz 10 no 528 kalau ia telah dinyatakan tsiqat oleh Ibnu Ma’in, Abu Zar’ah, An Nasa’i, Ibnu Saad, Ibnu Syahin, Ahmad bin Hanbal dan Ibnu Hibban. Ibnu Hajar dalam At Taqrib 2/213 menyatakan bahwa ia tsiqat.
Kesimpulan Hadis Abu Sa’id
Hadis “Jika kamu melihat Muawiyah di MimbarKu maka bunuhlah Ia” salah satunya diriwayatkan oleh Abu Said Al Khudri RA. Hadis Abu Sa’id RA telah diriwayatkan dengan dua jalan sanad, sanad yang pertama diriwayatkan oleh para perawi yang shaduq hasan hadisnya dan tsiqat kecuali Mujalid bin Sa’id yang terdapat cacat pada hafalannya sedangkan jalan sanad yang kedua diriwayatkan oleh para perawi tsiqah kecuali Ali bin Zaid yang juga memiliki cacat pada hafalannya. Perhatikanlah, baik Mujalid dan Ali bin Zaid merupakan perawi yang dinyatakan cacat karena kelemahan pada hafalannya, hal ini ditunjukkan oleh
Adanya penta’dilan oleh sebagian ulama yang berarti penetapan akan kredibilitasnya.
Kebanyakan cacat yang ditujukan kepada mereka tidak bersifat menjatuhkan seperti “tidak kuat” atau “ada kelemahan padanya” dan lain-lain.
Maka, status hadits tersebut naik menjadi hasan lighairihi. Tentu saja ini sesuai dengan definisi hadis hasan lighairihi sebagaimana dalam ilmu Mushthalah Hadisseperti yang dapat dilihat dalam kitab Taisiru Mushthalah Al Hadis hal 43-44:
هو الضعيف إذا تعددت طرقه، ولم يكن سببُ ضعفه فِسْقَ الراوي أو كَذِبَهٌ يستفاد من هذا التعريف أن الضعيف يرتقى إلى درجة الحسن لغيره بأمرين هما أ) أن يٌرْوَيٍِ من طريق آخر فأكثر ، على أن يكون الطريقٌ الآخر مثله أو أقوى منه ب) أن يكون سببٌ ضعف الحديث إما سوء حفظ راويه أو انقطاع في سنده أو جهالة في رجاله
Ia adalah hadits (yang asalnya) dha’if yang memiliki beberapa jalur (sanad), dan sebab kedha’ifannya bukan karena perawinya fasiq atau dusta. Berdasarkan definisi ini, menunjukkan bahwa hadits dla’if itu dapat naik tingkatannya menjadi hasan lighairihi karena dua hal:
1. Jika hadits tersebut diriwayatkan melalui jalan lain (dua jalur) atau lebih, asalkan jalan lain itu semisal atau lebih kuat.
2. Penyebab kedha’ifannya bisa karena buruknya hafalan perawinya, terputusnya sanad, atau jahalah dari perawi”
Kedua sanad hadis di atas saling menguatkan karena baik Ali bin Zaid dan Mujalid bin Sa’id bukanlah orang yang fasik, pendusta dan pemalsu hadis, mereka pada dasarnya orang yang jujur hanya saja memiliki cacat pada hafalannya tetapi dengan adanya mereka berdua bersama-sama maka hadisnya saling menguatkan sehingga kedudukan hadisnya terangkat menjadi Hasan Lighairihi.
Hadis Ibnu Mas’ud RA
Ahmad bin Yahya Al Baladzuri meriwayatkan dalam kitabnya Ansab Al Asyraf 5/130:
حدثني إبراهيم بن العلاف البصري قال سمعت سلاماً أبا المنذر يقول قال عاصم بن بهدلة حدثني زر بن حبيش عن عبد الله بن مسعود قال قال رسول الله صلى الله عليه وسلم إذا رأيتم معاوية بن أبي سفيان يخطب على المنبر فاضربوا عنقه
Telah menceritakan kepadaku Ibrahim bin Al Alaf Al Bashri yang berkata aku telah mendengar dari Sallam Abul Mundzir yang berkata telah berkata Ashim bin Bahdalah yang berkata telah menceritakan kepadaku Zirr bin Hubaisy dari Abdullah bin Mas’ud yang berkata Rasulullah SAW bersabda “Jika kamu melihat Muawiyah bin Abi Sufyan berkhutbah di mimbarKu maka pukullah tengkuknya”
Hadis Hasan Lidzatihi
Hadis riwayat Al Baladzuri ini sanadnya Hasan. Para perawinya adalah perawi tsiqat dan shaduq hasanul hadis. Berikut keterangan lebih rinci mengenai para perawinya.
Ibrahim bin Al Alaf Al Bashri adalah Ibrahim bin Hasan Al Alaf Al Bashri. Biografinya disebutkan Ibnu Hibban dalam kitabnya Ats Tsiqat juz 8 no 12325. Ibnu Abi Hatim dalam Al Jarh Wat Ta’dil 1/92 no 242 mengutip Abu Zar’ah yang mengatakan ia tsiqat.Abu Zar’ah berkata:
وكان صاحب قرآن كان بصيرا به وكان شيخا ثقة
Dia seorang penghafal Al Qur’an, sangat mengetahui makna-maknanya dan dia seorang Syaikh yang tsiqat.
Sallam Abul Mundzir adalah Sallam bin Sulaiman Al Muzanni salah seorang perawi Tirmidzi. Beliau telah mendapat predikat ta’dil dari Ibnu Ma’in, Abu Hatim dan Abu Dawud. Ibnu Hajar menyebutkannya dalam At Tahdzib juz 4 no 499 dan mengutip:
وقال بن أبي خيثمة عن بن معين لا بأس به
Ibnu Abi Khaitsamah berkata dari Ibnu Ma’in “tidak ada masalah dengannya”.
وقال بن أبي حاتم صدوق صالح الحديث
Ibnu Abi Hatim berkata “shaduq dan hadisnya baik”.
Ibnu Hajar dalam At Taqrib 1/406 memberikan predikat shaduq yahim yaitu jujur terkadang salah. Dan pernyataan ini telah dikoreksi oleh Syaikh Syu’aib Al Arnauth dan Bashar Awad Ma’ruf dalam Tahrir Taqrib At Tahdzib no 2705 bahwa Sallam bin Sulaiman Al Muzanni adalah shaduq hasanul hadis.
Ashim bin Bahdalah atau Ibnu Abi Najud adalah perawi Bukhari Muslim dan Ashabus Sunan. Ibnu Hajar menyebutkan biografinya dalam At Tahdzib juz 5 no 67 bahwa ia telah dinyatakan tsiqat oleh Ibnu Sa’ad, Ibnu Syahin, Ibnu Ma’in, Al Ajli, Abu Zar’ahdan ia juga mendapat predikat ta’dil dari Abu Hatim, An Nasa’i dan Ahmad bin Hanbal. Ibnu Syahin memasukkannya dalam Tarikh Asma Ats Tsiqat no 830 dan berkata:
عاصم بن بهدلة ثقة رجل صالح خير قاله أحمد بن حنبل عاصم بن أبي النجود قال بن معين ليس به بأس
Ashim bin Bahdalah tsiqat orang yang shalih dan baik seperti yang dikatakan Ahmad bin Hanbal. Ashim bin Abi Najud, Ibnu Ma’in berkata “tidak ada masalah dengannya”.
Cacat yang ada padanya adalah ia terkadang salah sehingga Ibnu Hajar menyebutkan dalam At Taqrib 1/456 shaduq lahu awham yaitu jujur terkadang salah. Tetapi kesalahan yang pernah dilakukan Ashim bin Abi Najud tidaklah membahayakan hadisnya dan pada dasarnya ia seorang yang tsiqat dan hasan hadisnya. Oleh karena itu Syaikh Syu’aib Al Arnauth dan Bashar Awad Ma’ruf dalamTahrir At Taqrib no 3054 mengatakan bahwa ia tsiqat terkadang salah dan seorang yang hasan hadisnya. Syaikh Ahmad Syakir dalam Syarh Musnad Ahmad telah menyatakan shahih hadis-hadis Ashim bin Bahdalah, salah satunya dapat dilihat dari hadis no 680.
Zirr bin Hubaiys adalah perawi Bukhari Muslim dan Ashabus Sunan. Disebutkan dalam At Tahdzib juz 3 no 597 bahwa ia telah dinyatakan tsiqat oleh Ibnu Ma’in, Ibnu Sa’ad dan Al Ajli. Ibnu Hajar dalam At Taqrib 1/311 menyatakan kalau ia tsiqat.
Analogi Penilaian Syaikh Ahmad Syakir
Hadis Ibnu Mas’ud di atas kami nilai sebagai hadis yang kedudukannya hasan lidzatihi dan bersama-sama hadis Abu Sa’id maka hadis tersebut kami nilai Hasan. Walaupun begitu jika kami menerapkan metode Syaikh Ahmad Syakir dalam Syarh Musnad Ahmad maka tidak diragukan lagi kalau hadis ini bersanad Shahih.
1. Hadis Abu Sa’id dengan jalan Mujalid bin Sa’id adalah Hadis Hasan. Hal ini berdasarkan penilaian Syaikh Ahmad Syakir terhadap Mujalid dalam Syarh Musnad Ahmad no 211 bahwa dia adalah seorang yang jujur dan hadisnya hasan.
2. Hadis Abu Sa’id dengan jalan Ali bin Zaid adalah Hadis Shahih. Hal ini berdasarkan penilaian Syaikh Ahmad Syakir terhadap Ali bin Zaid dalam Syarh Musnad Ahmad no 26 dan no 783 bahwa Ali bin Zaid adalah perawi yang tsiqah menurut Syaikh Ahmad Syakir.
3. Hadis Ibnu Mas’ud dengan jalan Ashim dari Zirr adalah Hadis shahih. Hal ini berdasarkan penilaian Syaikh Ahmad Syakir yang menyatakan shahih hadis Ashim bin Bahdalah dalam Syarh Musnad Ahmad no 680.
Hadis ini memang dinyatakan dhaif oleh banyak ulama. Hal ini disebabkan mereka menganggap matan hadis tersebut batil atau maudhu’ sehingga bagaimanapun banyaknya sanad dan jalan periwayatan hadis tersebut maka itu tetap tidak ada artinya bagi mereka. Tentu saja jika memang kita berpegang teguh pada Ulumul Hadis maka sudah jelas hadis tersebut bersanad hasan sehingga terdapat juga Ulama yang menyatakan shahih atau hasan hadis ini seperti Syaikh Muhammad bin Aqil Al Hadhramy Al Alawy dalam Al Atab Al Jamil Ala Ahlul Jarh Wat Ta’dil hal 63 kemudian Syaikh Hasan bin Farhan Al Maliki dalam Ma’a Syaikh Abdullah As Sa’di Fi Al Suhbah Wal Shahabah 1/201 dan 1/207.
Kesimpulan
Hadis “Jika Kamu Melihat Muawiyah di MimbarKu Maka Bunuhlah Ia” telah diriwayatkan oleh Abu Sa’id Al Khudri RA dan Ibnu Mas’ud RA dengan para perawi yang tsiqah, hasanul hadis dan walaupun ada diantara perawi tersebut yang dinyatakan cacat tetapi mereka saling menguatkan sehingga bersama-samaKedudukannya menjadi Hasan.
(Mawaddahfi-Ahlil-Bayt/Scondprince/ABNS)
Post a Comment
mohon gunakan email