Imam Ali AS memiliki kedudukan khusus di sisi Allah SWT dan RasulNya. Kedudukan yang tidak dimiliki oleh para sahabat Nabi SAW yang lain termasuk Abu Bakar, Umar dan Utsman. Ada sebuah riwayat yang menunjukkan salah satu keistimewaan Imam Ali.
Diriwayatkan oleh Tirmidzi dalam Sunan Tirmidzi 5/639 no 3726:
حدثنا علي بن المنذر الكوفي حدثنا محمد بن فضيل عن الأجلح عن أبي الزبير عن جابر قال دعا رسول الله صلى الله عليه و سلم عليا يوم الطائف فأنتجاه فقال الناس لقد طال نجواه مع ابن عمه فقال رسول الله صلى الله عليه و سلم وما انتجيته ولكن الله أنتجاه
Telah menceritakan kepada kami Ali bin Mundzir Al Kufi yang berkata telah menceritakan kepada kami Muhammad bin Fudhail dari Al Ajlah dari Abi Zubair dari Jabir yang berkata “Rasulullah SAW memanggil Ali pada hari Thaif , kemudian berbicara berdua saja. Maka orang-orang berkata “Lama sekali pembicaraan Beliau dengan anak pamannya”. Maka Rasulullah SAW berkata “Bukan Aku yang berbicara berdua dengannya akan tetapi Allah lah yang berbicara berdua dengannya”.
Tirmidzi berkata tentang hadis ini “hadis hasan gharib tidak diketahui kecuali dari hadis Al Ajlah dan telah diriwayatkan oleh selain Ibnu Fudhail dari Al Ajlah”.
Hadis ini juga diriwayatkan oleh Abu Ya’la dalam Musnad Abu Ya’la 4/118 no 2163:
حدثنا أبوهشام حدثنا ابن فضيل حدثنا الاجلح عن أبي الزبير عن جابر قال لما كان يوم الطائف ناجى رسول الله صلى الله عليه و سلم عليا فأطال نجواه فقال بعض أصحابه لقد أطال نجوى ابن عمه ! فبلغه ذ لك فقال ما أنا انجيته بل الله أنتجاه
Telah menceritakan kepada kami Abu Hisyam yang berkata telah menceritakan kepada kami Ibnu Fudhail yang berkata telah menceritakan kepada kami Al Ajlah dari Abi Zubair dari Jabir yang berkata “pada hari Thaif Rasulullah SAW berbicara berdua saja dengan Ali, maka sebagian sahabat berkata “Lama sekali pembicaraan Beliau dengan anak pamannya”. Ketika disampaikan pada Rasul, Beliau SAW berkata “bukan Aku yang berbicara dengannya tetapi Allah yang berbicara dengannya”.
Syaikh Husain Salim Asad dalam Tahqiqnya terhadap Musnad Abu Ya’la no 2163 berkata tentang hadis ini:
رجاله رجال الصحيح غير أجلح
Para perawinya adalah perawi shahih kecuali Ajlah.
Hadis riwayat Tirmidzi dan Abu Ya’la tersebut adalah hadis yang shahih karena telah diriwayatkan oleh para perawi tsiqat. Al Ajlah adalah seorang yang dinilai tsiqah dan shaduq, terdapat sebagian orang yang mencacatnya tanpa menyebutkan alasan atau sebab cacatnya oleh karena itu pendapat yang benar adalah dia seorang yang tsiqah minimal shaduq. Berikut keterangan mengenai perawi hadis Tirmidzi.
1. Ali bin Mundzir Al Kufi, biografinya disebutkan oleh Ibnu Hajar dalam At Tahdzib juz 7 no 627 dan ia telah dinyatakan tsiqat oleh Abu Hatim, Nasa’i, Ibnu Hibban dan Ibnu Numair. Dalam At Taqrib 1/703 Ibnu Hajar menyatakania shaduq tasyayyu.
2. Muhammad bin Fudhail bin Ghazwan, biografinya disebutkan oleh Ibnu Hajar dalam At Tahdzib juz 9 no 660 dan ia telah dinyatakan tsiqat oleh Ibnu Ma’in, Ibnu Hibban, Al Ajli, Ibnu Syahin, Ali bin Madini, Ibnu Sa’ad dan Yaqub bin Sufyan. Ibnu Hajar dalam At Taqrib 2/124 menyatakan ia shaduq dan tasyayyu.
3. Al Ajlah bin Abdullah Al Kindi, biografinya disebutkan oleh Ibnu Hajar dalamAt Tahdzib juz 1 no 353 dan ia telah dinyatakan tsiqat oleh Ibnu Ma’in, Al Ajli dan Yaqub bin Sufyan. Amr bin Ali dan Ibnu Ady menyatakan bahwa Al Ajlah hadisnya lurus dan shaduq. Ibnu Hajar dalam At Taqrib 1/72 menyatakan bahwa Al Ajlah seorang syiah yang shaduq.
4. Abu Zubair Al Makki, dia adalah Muhammad bin Muslim bin Tadrus Al Makki. Biografinya disebutkan Ibnu Hajar dalam At Tahdzib juz 9 no 729. Abu Zubair telah dinyatakan tsiqat oleh Ibnu Ma’in, Nasa’i, Ibnu Hibban, Yaqub bin Syaibah, Ali bin Madini dan Ibnu Sa’ad. Ibnu Hajar dalam At Taqrib 2/132 menyatakan bahwa ia shaduq tetapi mudallis. Abu Zubair memang disebutkan sebagian orang sebagai mudallis tetapi hal itu tidak merusak hadisnya karena Imam Muslim dalam Shahih Muslim telah berhujjah denganhadis ‘an ‘an ah Abu Zubair.
Kredibilitas Ajlah bin Abdullah Al Kindi
Ajlah bin Abdullah adalah perawi Bukhari dalam Adab Al Mufrad, Abu Dawud, Tirmidzi, Nasa’i dan Ibnu Majah. Beliau telah dinyatakan tsiqat oleh Ibnu Ma’in dan Al Ajli. Dalam Tarikh Ibnu Ma’in no 1276 dari Ad Dawri disebutkan:
وسمعت يحيى يقول الأجلح ثقة
Aku mendengar Ibnu Ma’in mengatakan bahwa Al Ajlah tsiqah.
Disebutkan dalam At Tahdzib juz 1 no 353 biografi Al Ajlah
وقال بن معين صالح وقال مرة ثقة وقال مرة ليس به بأس وقال العجلي كوفي ثقة
Ibnu Ma’in berkata “shalih” terkadang ia berkata “tsiqah” terkadang ia berkata “tidak ada masalah dengannya” dan Al Ajli berkata “orang kufah yang tsiqat”.
Ibnu Ady berkata tentang Al Ajlah:
وهو عندي مستقيم الحديث صدوق
Di sisiku ia seorang yang lurus hadisnya dan shaduq (jujur)
Selain Ibnu Ady, Amr bin Ali juga mengatakan hal yang sama bahwa Al Ajlah hadisnya lurus dan shaduq. Disebutkan pula dalam At Tahdzib bahwa Syu’bah telah meriwayatkan darinya, hal ini menunjukkan bahwa Al Ajlah seorang yang tsiqah karena Syu’bah tidak meriwayatkan kecuali dari orang yang tsiqah. Al Bukhari telah berhujjah dengannya dalam Adab Al Mufrad selain itu Bukhari juga menyebutkan biografi Al Ajlah dalam Tarikh Al Kabir juz 2 no 1711 tanpa sedikitpun menyebutkan cacatnya, hal ini cukup untuk menguatkan ta’dil terhadap Al Ajlah.
Disebutkan dalam At Tahdzib bahwa Al Ajlah telah dilemahkan oleh Abu Hatim, Nasa’I, Ibnu Sa’ad dan Uqaili:
وقال أبو حاتم ليس بالقوي يكتب حديثه ولا يحتج به وقال النسائي ضعيف
Abu Hatim berkata “tidak kuat, ditulis hadisnya tetapi tidak dapat dijadikan hujjah, Nasa’i berkata “dhaif”.
وقال بن سعد كان ضعيفا جدا وقال العقيلي روى عن الشعبي أحاديث مضطربة لا يتابع عليها وقال يعقوب بن سفيان ثقة حديثه لين
Ibnu Sa’ad berkata “ia sangat dhaif” dan berkata Al Uqaili “ia meriwayatkan dari Sya’bi hadis yang idhtirab dan tidak diikuti siapapun”. Yaqub bin Sufyan berkata “tsiqat tetapi ada kelemahan pada hadisnya”.
Dalam Ulumul Hadis jika didapatkan keterangan ta’dil dan jarh terhadap seorang perawi maka jarh yang dikemukakan hendaklah bersifat mufassar atau bersifat dijelaskan sebabnya, jika tidak dijelaskan maka jarh tersebut tidaklah diterima danta’dilnya lah yang diterima. Mereka yang melemahkan Al Ajlah seperti Abu Hatim, Nasa’i, dan Ibnu Sa’ad tidak satupun yang menyebutkan alasan yang jelas. Bagi kami Al Ajlah adalah tsiqah seperti yang juga dinyatakan oleh Yaqub bin Sufyansedangkan kelemahan yang ada pada hadis Al Ajlah baru bertaraf dugaan seperti yang dikemukakan Al Uqaili yaitu soal hadis Al Ajlah dari As Sya’bi (itupun kalau memang hadis tersebut idhtirab). Sedangkan hadis Tirmidzi di atas bukan riwayat Al Ajlah dari Asy Sya’bi.
Adz Dzahabi memasukkan Al Ajlah dalam kitabnya Man Tukullima Fihi Wa Huwa Muwatstsaq no 13 dan menyebutkan:
أجلح بن عبدالله أبو حجية الكندي الكوفي على شيعي مشهور صدوق روى عن الشعبي وثقه ابن معين وغيره وقال النسائي ضعيف
Ajlah bin Abdullah Abu Hujayyah Al Kindi Al Kufi seorang yang syiah yang dikenal shaduq meriwayatkan dari Asy Sya’bi, dinyatakan tsiqat oleh Ibnu Ma’in dan yang lainnya. An Nasa’i berkata “dhaif”.
Penukilan bahwa An Nasa’i menyatakan dhaif pada Al Ajlah patut diberikan catatan, karena dalam kitabnya Al Amali Yaum Wal Lailah no 616 An Nasa’i justru memberikan predikat (laisa bi qawy) tidak kuat dan tasyayyu. Sehingga dalam hal inijarh atau cacat yang dinyatakan Nasa’i bukanlah cacat yang menjatuhkan bahkan kami cenderung bahwa alasan pendhaifan Nasa’i justru dikarenakan Al Ajlah bertasyayyu atau seorang syiah dan tentu saja alasan seperti ini tidak diterima.
Pendapat yang benar mengenai Al Ajlah adalah ia seorang perawi yang tsiqah dan shaduq sedangkan cacat terhadapnya tidak beralasan. Syaikh Ahmad Syakir memandang Al Ajlah sebagai perawi yang tsiqah dan menshahihkan hadisnya dalam Syarh Musnad Ahmad hadis no 1840, 1964 dan 2561.
Tadlis Abu Zubair Al Makki Dari Jabir
Syaikh Al Albani telah mendhaifkan hadis ini. Beliau memasukkan hadis ini dalamDhaif Sunan Tirmidzi no 3726, Dhaif Jami’ As Shaghir no 5022, Silsilah Ahadis Ad Dhaifah no 3084, dan beliau juga mendhaifkan hadis tersebut dalam Takhrij Misykat Al Mashabih no 6088. Satu-satunya alasan pendhaifan beliau adalah ‘an ‘anah Abu Zubair dimana dia seorang mudallis. Syaikh Al Albani berkata dalam Misykat Al Mashabih no 6088:
ورجاله ثقات إلاّ أن فيه عنعنة أبي الزبير
Para perawinya tsiqat hanya saja di dalamnya terdapat ‘an ‘an ah Abu Zubair.
Ibnu Hajar menyebutkan Abu Zubair dalam Thabaqat Al Mudallisin no 101 yaitu pada martabat ketiga. Hal ini merupakan kekeliruan dari Ibnu Hajar, seharusnya Abu Zubair dimasukkan dalam martabat kedua karena Abu Zubair seorang tabiin yang dikenal tsiqah dan sebagaimana dikenal dalam Ulumul hadis bahwa seorang tabiin tsiqah hanya melakukan tadlis dari para perawi tsiqah. Selain itu hadis an’anah Abu Zubair dari Jabir telah dijadikan hujjah dalam kitab Shahih yaitu Shahih Muslim. Jadi jika memang Abu Zubair seorang mudallis maka lebih tepat kalau ia ditempatkan dalam martabat kedua dimana hadis-hadisnya bisa diterima dan dijadikan hujjah. Cukuplah sebagai bukti bahwa ‘an ‘anah Abu Zubair dari Jabir dapat dijadikan hujjah yaitu Bukhari dan Muslim telah menjadikan hadis tersebut sebagai hujjah.
Bukhari dalam Raf’ul Yadain 1/83 no 82 telah berhujjah dengan hadis ‘an ‘anah Abu Zubair dari Jabir
Muslim dalam Shahih Muslim telah berhujjah dengan lebih dari seratus hadis dengan an’anah Abu Zubair dari Jabir.
Berikut akan diberikan contoh hadis-hadis an’anah Abu Zubair dari Jabir dalam kitabShahih Muslim, yang kami ambil dari kitab Shahih Muslim tahqiq Muhammad Fuad Abdul Baqi
1. Shahih Muslim 1/44 no 18 (15).
2. Shahih Muslim 1/108 no 184 (116).
3. Shahih Muslim 1/153 no 271 (167).
4. Shahih Muslim 1/215 no 31 (243).
5. Shahih Muslim 1/233 no 88 (278).
6. Shahih Muslim 1/235 no 94 (281).
7. Shahih Muslim 1/272 no 89 (350).
8. Shahih Muslim 1/309 no 85 (413).
9. Shahih Muslim 1/369 no 281 (518).
10. Shahih Muslim 1/383 no 37 (540).
Masih banyak lagi dan cukuplah kami menyebutkan sejumlah hadis dari lebih 100 hadis dengan ‘an ‘anah Abu Zubair dari Jabir dalam Shahih Muslim. Fakta bahwaImam Muslim telah menjadikan ‘an ‘anah Abu Zubair dari Jabir sebagai hujjahmenunjukkan bahwa ‘an ‘anah Abu Zubair tersebut bukanlah cacat bagi suatu hadis. Tentu saja metode Syaikh Al Albani yang mendhaifkan suatu hadis hanya karena ‘an ‘anah Abu Zubair merupakan serangan telak yang akan menjatuhkan kitab Shahih Muslim, bagaimana tidak jatuh kalau ada lebih dari seratus hadis dengan ‘an ‘anah Abu Zubair dan kalau mau menuruti metode Syaikh Al Albani maka sanad hadis-hadis tersebut dhaif. Oleh karena itu pernyataan dhaif syaikh Al Albani dengan dasar ‘an ‘anah Abu Zubair tidak layak untuk diterima.
Syarh Hadis Thaif At Tirmidzi
Setelah kita membahas sanad hadis tersebut yang merupakan hadis shahih maka berikut adalah pembahasan terhadap matan hadis tersebut. Hadis tersebut menjelaskan bahwa pada hari Thaif Rasulullah SAW memanggil Imam Ali secara terpisah dari sahabat-sahabat yang lain kemudian berbicara berdua saja. Hal inilah yang dilihat oleh para sahabat, mereka para sahabat menyaksikan bahwapembicaraan itu berlangsung cukup lama sehingga sebagian mereka tidak tahan dan mengeluh betapa lamanya Rasul SAW dan Imam Ali berbicara berdua. Ketika kata-kata itu terdengar oleh Rasulullah SAW maka Beliau menyatakan bahwa bukan beliau yang berbicara dengan Imam Ali tetapi Allah SWT. Pernyataan Rasul SAW ini mengandung dua kemungkinan
1. Allah SWT berbicara langsung kepada Imam Ali dan ditemani oleh Rasulullah SAW.
2. Allah SWT berbicara kepada Imam Ali melalui perantara Nabi SAW.
Apa sebenarnya yang dibicarakan?. Tentu hal ini sangat penting karena mana mungkin Allah SWT berbicara kepada seorang manusia jika hal itu bukan perkara penting. Apalagi pembicaraan tersebut khusus untuk Ali dan tidak diizinkan sahabat yang lain untuk mendengarnya. Ditambah lagi pembicaraan itu cukup lama yang menunjukkan bahwa ada cukup banyak pembicaraan. Al Mubarakfuri dalam Tuhfatul Ahwadzi Syarh Sunan Tirmidzi no 3879 ketika menjelaskan hadis ini, ia mengutip pernyataan At Thibi:
قال الطيبي كان ذلك أسراراً إلهية وأموراً غيبية جعله من خرانتها انتهى
At Thibi berkata “Yang disampaikan adalah rahasia-rahasia ilahiah (ketuhanan) dan perkara-perkara ghaib yang Ali dijadikan tempat penyimpanannya”.
Peristiwa ini menunjukkan keistimewaan khusus di sisi Allah SWT dan RasulNya SAW yang dimiliki Imam Ali dan tidak dimiliki oleh sahabat Nabi yang lain termasuk Abu Bakar, Umar dan Utsman. Mengenai apa pastinya isi pembicaraan itu kami pribadi tidak bisa memastikan karena kami memang belum menemukan keterangan yang pasti tentang itu.
(Mawaddahfi-Ahlil-Bayt/ABNS)
Post a Comment
mohon gunakan email