Pesan Rahbar

Home » » MEMBANGKITKAN KEMBALI BANGSA DENGAN JIWA BESAR BUNG KARNO (3)

MEMBANGKITKAN KEMBALI BANGSA DENGAN JIWA BESAR BUNG KARNO (3)

Written By Unknown on Saturday, 5 March 2016 | 19:09:00


GERAKAN KEBANGKITAN NASIONAL ADALAH KIRI

Dalam konteks perkembangan sejarah perjuangan melawan kolonialisme, gerakan-gerakan seperti Boedi Oetomo, Perhimpunan Indonesia (PI) di Nederland, Sarekat Islam, PKI, PNI, Partindo, GAPI, Gerindo dan lain-lainnya, bolehlah kiranya dikatakan bahwa semua gerakan itu berhaluan kiri, atau, setidak-tidaknya memiliki aspek-aspek kiri. Sebab, dalam sejarah modern dunia atau literatur politik dunia, kata “kiri” disebut untuk mengungkapkan fikiran, sikap atau kegiatan yang menghendaki, antara lain : adanya perobahan dalam masyarakat untuk memperjuangkan keadilan sosial, melawan penindasan atau pemerasan terhadap rakyat banyak, melawan kediktatoran modal atau melawan kekuasaan sewenang-wenang segolongan orang atau suatu kekuasaan politik. Dalam konteks perjuangan melawan kolonialisme Belanda, gerakan yang secara tegas atau radikal melawan Belanda waktu itu telah digolongkan kiri. Gerakan kiri ini juga termanifestasikan dalam sikap “non-koperasi” (tidak mau kerjasama) dengan pemerintahan kolonial.

Dengan pengertian itu maka bisa dilihat bahwa perjuangan nasional melawan kolonialisme Belanda yang dipimpin oleh Bung Karno sejak tahun 1927 adalah gerakan kiri. Oleh karena itu pulalah Bung Karno (bersama-sama kawan-kawannya yang lain) dianggap berbahaya oleh pemerintah Belanda, dan kemudian harus ditangkap, diadili, dipenjarakan dan kemudian dibuang dalam pengasingan. Demikian juga halnya dengan PNI, yang karena dianggap berbahaya maka dinyatakan sebagai partai terlarang, dan harus dibubarkan.

Oleh karenanya, dalam perjuangan bangsa Indonesia melawan kolonialisme Belanda kata “kiri” mempunyai arti yang terhormat di kalangan kaum pergerakan. Ini berlainan dengan kata “kanan” yang mempunyai konotasi yang negatif (umpamanya konotasi : sikap tidak tegas, sikap penakut, plintat-plintut, sikap “lunak” atau condong “kompromi”, bahkan ketaklukan atau pengkhianatan). Wajarlah kalau, pada waktu itu, para ambtenaar “inlander” (orang-orang Indonesia yang bekerja-sama dengan pemerintah kolonial Belanda) menganggap orang-orang kiri sebagai orang-orang yang jahat.

Pengertian yang sama juga bisa ditrapkan kepada peristiwa bersejarah lainnya, yaitu pembrontakan PKI tahun 1926. Bagi mereka yang berjuang melawan kolonialisme Belanda, peristiwa ini mendapat tempat yang terhormat dalam hati. Sebab, ini adalah manifestasi gerakan kiri yang menonjol, yang kemudian telah memberikan inspirasi bagi kelanjutan perjuangan bangsa selanjutnya. Pembrontakan PKI tahun adalah bagian penting dari sejarah kebangkitan nasional, dan telah memberikan sumbangan penting pula kepada kebangkitan bangsa.

Dalam rangka memperingati HUT ke-100 Bung Karno patutlah kiranya sama-sama kita ingat bahwa Bung Karno mempunyai peran sejarah yang penting dalam meneruskan, mengembangkan dan memimpin kebangkitan nasional yang dimulai 20 Mei 1908. Buku “Dibawah Bendera Revolusi” jilid pertama dan kedua, serta pidato-pidatonya yang lain, memantulkan dengan jelas gambaran betapa “gandrung”-nya (cinta-besarnya) kepada kebangkitan bangsa.

Sebaliknya, mohon sama-sama kita renungkan, betapa sedihnya bagi bangsa kita (termasuk bagi generasi yang akan datang) bahwa sejarah kebangkitan bangsa yang dipimpin oleh Bung Karno ini, telah secara besar-besaran dan juga dalam jangka lama, mengalami “de-politisasi”, atau “de-sukarnoisasi” atau “de-revolusi”. Mohon juga sama-sama kita tafakurkan, betapa sedihnya bahwa selama puluhan tahun ini Hari Kebangkitan Nasional ini telah diperingati secara hambar, secara dangkal, secara palsu, atau secara kosong-jiwa. Ini tidak hanya di Jakarta saja, melainkan juga di daerah-daerah atau di kota-kota kecil. Juga betapa sayangnya, bahwa tidak banyak tulisan-tulisan dalam media pers, yang berani (atau yang mau!) mengangkat peran sejarah Bung Karno yang cukup penting sebagai penerus atau pendorong kebangkitan bangsa. Dalam hal ini, dosa para pendukung setia Orde Baru adalah besar sekali.

(Jali-Merah/ABNS) 
Share this post :

Post a Comment

mohon gunakan email

Terkait Berita:

Index »

KULINER

Index »

LIFESTYLE

Index »

KELUARGA

Index »

AL QURAN

Index »

SENI

Index »

SAINS - FILSAFAT DAN TEKNOLOGI

Index »

SEPUTAR AGAMA

Index »

OPINI

Index »

OPINI

Index »

MAKAM SUCI

Index »

PANDUAN BLOG

Index »

SENI