Pesan Rahbar

Home » » Orang Hadrami Membangun Koloni

Orang Hadrami Membangun Koloni

Written By Unknown on Saturday, 12 March 2016 | 20:59:00

Kampung Arab di Surabaya, 1880. (Foto: KITLV).

Mereka datang dan membangun tempat tinggalnya tersendiri. Sempat dikhawatirkan menyebarkan pengaruh buruk ke penduduk lokal.

PERJALANAN dari Hadramaut ke Nusantara berlangsung selama berbulan-bulan. Mereka berangkat dari pelabuhan al-Mokalla atau asy-Syihr menuju Bombay, India. Dari sana ke Pulau Ceylon (Sri Lanka), dan akhirnya ke Aceh atau Singapura.

Dari Singapura, sebagian besar Hadrami singgah di Batavia. Tak heran jika koloni Hadrami di Batavia merupakan yang terbesar di Nusantara. Hadrami dalam jumlah kecil menetap di wilayah yang ditinggali orang Bengali yang dalam bahasa Melayu disebut Pekojan atau “tempat tinggal Kojah” –kojah berasal dari bahasa Persia khawajah berarti “Bengali” atau “penduduk asli Hindustan”. “Lama-kelamaan orang Bengali digantikan oleh orang Arab Hadramaut,” tulis van den Berg.

Dari Batavia, sebagian dari mereka menyebar dan menetap di kota-kota di pantai utara Jawa. Kendati hukum kolonial mendiskriminasikan mereka, “pada 1850 mereka memiliki separuh lebih dari semua perahu yang ditambatkan orang Eropa dan terdaftar di pulau itu,” tulis Ulrike Freitag dalam Indian Ocean Migrants and State Formation in Hadhramaut. “Mereka terlibat dalam perdagangan antarpulau, yang menjelaskan kenapa Gresik, dan kemudian Surabaya di Jawa Timur, menjadi lebih penting daripada Batavia, ibukota kolonial.”

Ledakan migrasi Hadrami terjadi setelah pembukaan Terusan Suez pada 1869 dan dibukanya rute kapal uap antara jazirah Arab dengan Nusantara. “Dalam peningkatan kuantitatif ini juga terjadi perubahan kualitatif, yaitu jika sebelumnya sebagian besar para migran Hadramaut adalah kelompok sayid, kini kelompok-kelompok lain dari sistem stratifikasi sosial Hadramaut juga ikut bermigrasi,” tulis Ismail Fajrie Alatas, kandidat doktor ilmu sejarah dan antropologi Universitas Michigan, dalam pengantar buku Orang Arab di Nusantara.

Khawatir mereka memberi pengaruh buruk kepada penduduk lokal yang muslim, pemerintah menerapkan kebijakan segregasi sosial. Menurut van den Berg, di pulau Jawa terdapat enam koloni besar Arab, yaitu Batavia, Cirebon, Tegal, Pekalongan, Semarang, dan Surabaya. Ketika sebuah koloni Arab semakin besar, pemerintah mengangkat seorang pemimpin yang disebut kapiten Arab, biasanya anggota koloni yang punya pengaruh kuat.

Namun kebijakan itu tak berjalan efektif. Terjalinnya komunikasi, khususnya di masjid dan pasar, serta sering terjadinya perkawinan campur membuat proses domestikasi dan asimilasi berjalan lancar. Kesamaan agama dan peranan keturunan Arab dalam menyebarkan agama Islam menjadi faktor yang menentukan.

(Historia/Berbagai-Sumber-Sejarah/ABNS)
Share this post :

Post a Comment

mohon gunakan email

Terkait Berita: