Oleh: Uthman Hapidzuin
Bismillahirrahmanirrahim
Allahumma sholi ala Muhammad wa Aali muhammad
Semua Ulama dan Kristolog sepakat, bahwa dalam Al-quran dinyatakan bahwa Nabi Muhammad saw terdapat namanya dalam Alkitab. Adapun firman Allah dalam surat As-Shaaf 6 berbunyi sebagai berikut :
Terjemahan : Dan ketika ‘Isa ibnu Maryam berkata: “Hai Bani Israil, sesungguhnya aku adalah utusan Allah kepadamu, membenarkan kitab sebelumku, yaitu Taurat, dan memberi khabar gembira dengan seorang Rasul yang akan datang sesudahku, yang namanya Ahmad.. ” Maka tatkala rasul itu datang kepada mereka dengan membawa bukti-bukti yang nyata, mereka berkata: “Ini adalah sihir yang nyata.”.
Saya tidak akan membahas masalah benar atau tidaknya nama “Ahmad” terdapat dalam Alkitab, kita serahkan hal itu pada yang menguasai bidangnya.
Para kristolog di dunia pun juga sepakat bahwa di dalam Alkitab Nabi Musa (as) sudah memberitahukan langsung dihadapan seluruh bani Israil akan kedatangan seorang Nabi yang menjadi juru selamat dari antara (bukan di antara) saudara-saudara Bani Israil yang berjumlah 12 suku, dan Nabi itu akan sama seperti Nabi Musa (as). Ada baiknya kita lihat dahulu dalam kitab apa ucapan Nabi Musa (as) termaktub.
Seorang nabi dari tengah-tengahmu, dari antara saudara-saudaramu, sama seperti aku, akan dibangkitkan bagimu oleh Tuhan, Allahmu; dialah yang harus kamu dengarkan. (Ulangan 18 : 15).
seorang nabi akan Kubangkitkan bagi mereka dari antara saudara mereka, seperti engkau ini;Aku akan menaruh firman-Ku dalam mulutnya, dan ia akan mengatakan kepada mereka segala yang Kuperintahkan kepadanya. (Ulangan 18 : 18).
Seperti Musa yang dikenal Tuhan dengan berhadapan muka, tidak ada lagi nabi yang bangkit di antara orang Israel, dalam hal segala tanda dan mukjizat, yang dilakukannya atas perintah Tuhan di tanah Mesir terhadap Firaun dan terhadap semua pegawainya dan seluruh negerinya, dan dalam hal segala perbuatan kekuasaan dan segala kedahsyatan yang besar yang dilakukan Musa di depan seluruh orang Israel. (Ulangan 34 : 10-12).
Dalam kaitannya dengan Islam, terutama madzhab Syiah 12 Imam. Di dalam Alkitab pun disebutkan bahwa Allah berjanji kepada Nabi Ibrahim (as) bahwa Ia akan menjadikan keturunan Nabi Ismail (as) sebagai bangsa yang besar, dan akan dibangkitkan 12 raja dari keturunannya.
Adapun hal ini terdapat dalam kitab Kejadian 17:20, bunyinya sebagai berikut :
“Tentang Ismael, Aku telah mendengarkan permintaanmu; ia akan Kuberkati, Kubuat beranak cucu dan sangat banyak; ia akan memperanakkan dua belas raja, dan Aku akan membuatnya menjadi bangsa yang besar”.
Sekarang jika kita kembali hubungkan antara keyakinan penganut madzhab Ja’fari yang meyakini adanya 12 Imam, sesungguhnya penjelasan dalam kitab Kejadian 17:20 tersebut merupakan hujjah yang tidak terbantahkan.
Sebelum membahas lebih jauh, ada baiknya kita melihat dahulu aspek persamaan antara Nabi Muhammad (Saw )dan Nabi Musa (as). Jika kita berbicara masalah aspek “sama seperti Nabi Musa (as)”, kita harus tahu kesamaan macam apa dahulu. Apakah sama dalam hal rupa fisik, dalam perjalanan hidup atau sama dalam aspek Kenabiannya. Jika kita berbicara masalah aspek dalam rupa fisik, maka hal itu tidak mungkin karena mereka berdua dua insan yang berbeda. Kemungkinan terbesar tentu dari aspek kenabiannya.
Kita simak dulu beberapa aspek kenabian Nabi Musa (as), yang diantaranya sebagai berikut :
1. Nabi, Rasul & Imam.
2. Membawa Kitab Taurat untuk Bangsa Israel.
3. Bermigrasi/Hijrah karena tekanan dari penguasa Zhalim.
4. Menghadap Tuhan untuk menerima perintah-Nya bagi bangsa Israel.
5. Mengangkat Mantan Hamba Sahayanya menjadi Panglima Militer sebelum wafat- nya.
6. Mengangkat seorang anggota Keluarga-nya menjadi Penggantinya (Wasiy) dan sebagai Imam Pertama bagi umatnya.
7. Mempunyai 12 orang Imam, dan salah satunya yang menjadi Imam Besar berasal dari keturunan Penggantinya.
8. Penggantinya dan keturunannya di sucikan untuk menjadi Imam Besar Bangsa Israel.
9. Kepemimpinan Penggantinya di khianati oleh sebagian umatnya.
Lalu, kita simak beberapa aspek kenabian Nabi Muhammad (saw) :
1. Nabi, Rasul, Imam dan Tuan para Nabi & Rasul/Nabi Penutup.
2. Membawa Kitab Baru dari Tuhan sebagai Perjanjian Baru untuk seluruh umat manusia.
3. Bermigrasi/Hijrah.
4. Menghadap Tuhan untuk menerima PerintahNya bagi seluruh umat manusia.
5. Mengangkat Mantan Hamba Sahayanya menjadi Panglima Militer sebelum wafat nya.
6. Mengangkat serang anggota keluarganya sebagai penggantinya dan sebagai imam pertama bagi umatnya.
7. Mempunyai 12 orang Imam dari keturunan Penggantinya.
8. Penggantinya dan keturunannya di sucikan untuk menjadi Imam Universal.
9. Kepemimpinan Penggantinya di khianati oleh sebagian umatnya.
Meskipun tidak menutup kemungkinan masih terdapat beberapa aspek kenabian lainnya, namun saya rasa apa yang saya babarkan cukup berjumlah sembilan poin dahulu.
Dikarenakan adanya perbedaan pandangan antara kedua golongan Islam (Sunni dan Syi’ah), maka umat Islam hanya sepakat bulat dalam pemenuhan Aspek ke-1 s/d ke-5 dari persamaan antara Nabi Muhammad SAW dan Nabi Musa as, yaitu:
Aspek-1 : Muhammad SAW adalah Nabi, Rasul, Imam dan Tuan para Nabi & Rasul/Nabi Penutup.
“Muhammad itu sekali-kali bukanlah bapak dari seorang laki-laki di antara kamu, tetapi dia adalah Rasulullah dan penutup nabi-nabi. Dan adalah Allah Maha Mengetahui segala sesuatu”(QS. Al Ahzab [33] : 40).
Aspek-2 : Nabi Muhammad SAW membawa Al Qur’an yang bersisikan hukum/ perjanjian baru bagi seluruh umat Manusia. Sebagaimana Nabi Musa (as) menerima Loh-Loh Taurat berisikan 10 perintah Allah.
“Maha Suci Allah yang telah menurunkan Al-Furqaan (Al Qur’an) kepada hamba-Nya, agar dia menjadi pemberi peringatan kepada seluruh alam” (QS. Al Furqon [25] : 1).
“Dan Kami turunkan kepadamu Al Qur’an, agar kamu menerangkan kepada umat manusia apa yang telah diturunkan kepada mereka dan supaya mereka memikirkan,….” (QS. An Nahl [16]: 44).
Aspek-3 : Nabi Muhammad SAW berhijrah dari Mekkah ke Madinah karena tekanan musryik Mekah, sebagaimana Nabi Musa (as) berhijrah karena tekanan Fir’aun.
“Hai Nabi, .. yang turut hijrah bersama kamu … Dan adalah Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang” (QS. Al Ahzab [33]: 50).
Aspek-4 : Nabi Muhammad SAW menghadap langsung Allah di dalam peristiwa Isra Mi’raj. Sebagaimana Nabi Musa (as) menghadap Allah saat di gunung Sinai.
Aspek-5 : Nabi Muhammad SAW beberapa saat menjelang kewafatannya mengangkat mantan hamba sahayanya yaitu “Zayd bin Haritzah” sebagai Panglima Pasukan, tetapi didalam pertempuran awal Zayd bin Haritzah gugur/syahid, kemudian didalam keadaan sakit yang semakin parah, Beliau SAW mengangkat Usamah bin Zayd (anak laki-2 Zayd bin Haritzah) yang masih berumur 18 tahun sebagai Panglima Pasukan menggantikan bapaknya yang mantan hamba sahaya Nabi Muhammad SAW.
Tindakan Nabi Muhammad SAW mengangkat Zayd bin Haritzah maupun Usamah bin Zayd mengundang tanda-tanya besar (kalau tidak bisa dikatakan sebagai protes halus) dikalangan para Sahabat Beliau SAW, karena masih banyak di antara para Sahabat yang berdasarkan kemampuan berperang berada jauh di atas kemampuan Zayd dan Usamah. Apalagi mengingat usia Usamah masih sangat muda untuk diangkat sebagai Panglima Pasukan.
Ke-engganan umat Islam untuk bergabung kedalam pasukan Usamah, sampai-sampai menyebabkan Nabi Muhammad SAW dalam keadaan sakit yang semakin parah dan hanya beberapa hari saja menjelang Beliau SAW dipanggilan ke Rahmatullah, terpaksa keluar dari kamarnya dengan dipapah dan naik ke mimbar masjid untuk berpidato menegaskan kembali akan keputusan-nya mengangkat Usamah sebagai Panglima dan memerintahkan agar pasukan Usamah segera berangkat.
Banyak sekali umat Islam, bahkan sampai masa kini, tidak memahami latar belakang keputusan Nabi Muhammad SAW untuk mengangkat Zayd bin Haritzah dan Usamah bin Zayd sebagai Panglima Pasukan Islam, sampai2 Beliau SAW dalam keadaan sakit yang semakin parah dan hanya beberapa hari saja menjelang kewafatannya, bersikap sangat gigih mempertahankan keputusannya itu.
Tetapi jika masalah ini dilihat dari sisi Nubuat Mesianistik, khususnya berkaitan dengan Aspek Ke-5 kesamaan dengan Nabi Musa as, maka sesungguhnya sangat jelas latar belakang keputusan Nabi Muhammad SAW di dalam mengangkat Zayd bin Haritzah dan Usamah bin Zayd, yaitu Nabi Muhammad SAW se-mata2 ingin menyatakan dan membuktikan bahwa Beliau adalah sama seperti Nabi Musa as, yang menjelang kewafatannya juga mengangkat mantan hamba sahayanya menjadi Panglima Pasukan, yaitu Yusya bin Nun (Yoshua bin Nun).
Sayang sekali, setelah Nabi Muhammad SAW wafat, dan Abu Bakar ra menjabat sebagai Khalifah pertama, maka keputusan Nabi SAW yang mengangkat Usamah bin Zayd dianulir/dibatalkan, dan posisi Panglima Pasukan digantikan oleh Khalid bin Walid.
Sementara itu sebagai akibat perbedaan pandangan diantara umat Islam dalam hal pokok maupun cabang keagamaan, mengakibatkan pula perbedaan didalam menjawab/membuktikan Aspek ke-6 s/d ke-9 persamaan antara Nabi Muhammad SAW dengan Nabi Musa as.
Sekarang kita lihat kelanjutan dari aspek ke 5 sampai aspek ke 9, yang dimana menurut pandangan Syiah Ja’fariyah bahwa Nabi Muhammad (saw) justru telah memenuhi keseluruhan nubuat mesianistik seperti apa tercantum di dalam Alkitab mengenai kesamaan seperti Nabi Musa (as).
Aspek -6 :Mengangkat seorang anggota Keluarganya menjadi Penggantinya/ Penerusnya (Wasiy) dan sebagai Imam Pertama bagi umatnya.
Menurut Pendapat Sunni:
Sekalipun mengakui adanya hadisth Nabi Muhammad SAW yang berbunyi : “Hai Ali !, Tidakkah kamu menyukai (kedudukanmu) dariku seperti kedudukan Harun as dari Musa?”. Namun hadist ini tidak dimaknai sebagai pengangkatan Ali bin Abi Thalib (sepupu dan menantu Nabi SAW) menjadi Pengganti/Penerus (Wasiy) Nabi Muhammad SAW. Golongan Suni sama sekali tidak mengakui kedudukan Ali Bin Abi Thalib sebagai Wasiy Nabi SAW, bahkan menurut mereka Wasiy Nabi SAW adalah seseorang yang dipilih/diangkat atas kesepakatan umat, dan yang pertama adalah Abu Bakar yang dipilih/diangkat di Balai Pertemuan Bani Saidah di Saqifah. Dengan demikian secara tidak disadari golongan Sunni telah menolak kemesiahan universal Nabi Muhammad Saw.
Menurut Pendapat Syiah:
Hadisth Nabi Muhammad SAW yang berbunyi : “Hai Ali !, Tidakkah kamu menyukai (kedudukanmu) dariku seperti kedudukan Harun as dari Musa?”, dimaknai sebagai isyarat dari Nabi Muhammad SAW bahwa Ali bin Abi Thalib adalah merupakan Penerus/Pengganti (wasiy) Beliau SAW untuk memimpin umat sebagai Imam Pertama.
Isyarat hadist di atas kemudian diwujudkan oleh Nabi Muhammad SAW sepulangnya dari Haji Wada ditengah perjalanan menuju Madinah disuatu perempatan yang dinamakan Gadhir Khum, pada tanggal 18 Dzulhijjah 10 H, dihadapan 120.000 umat Islam, berupa pengangkatan resmi Ali bin Abi Thalib sebagai Penerus/Pengganti (Wasiy) Nabi SAW sebagai pemimpin umat (Imam) setelah Nabi SAW.
Peristiwa Ghadir Khum di riwayatkan oleh 110 perawi hadist dan dimuat oleh ratusan kitab hadist baik dari Golongan Suni maupun Golongan Syi’ah. Tetapi anehnya tidak termuat di dalam 6 Kitab Hadist (Kuttubus Sittah) yang diakui oleh Golongan Suni sebagai kitab2 hadist yang sahih dan boleh dijadikan pegangan. Padahal Hadist Gadhir Khum ini merupakan Hadist Sahih yang Muttawatir (artinya kebenaran-nya dianggap mutlak karena diriwayatkan oleh banyak jalur perawi yang dipercaya).
Dengan demikian jika berpegang pada pandangan Golongan Suni, maka Nabi Muhammad SAW tidak memenuhi Aspek ke-6 dari persamaan dengan Nabi Musa, karena Beliau SAW tidak mengangkat anggota keluarganya sebagai Pemimpim/Imam umat Islam. Sedangkan menurut pandangan Golongan Syi’ah justru sebaliknya, bahwa Nabi Muhammad SAW telah memenuhi Aspek ke-6 dari persamaan dengan Nabi Musa, dengan mengangkat Ali bin Abi Thalib sebagai Wasiy Beliau SAW.
Bahwasanya Golongan Suni tidak mengakui pengangkatan Ali bin Abi Thalib tersebut, tidaklah menjadikan pengangkatan itu menjadi tidak ada. Karena bukti hadist dan sejarah tetap menunjukkan Nabi Muhammad SAW telah mengangkat salah seorang anggota keluarga-nya sebagai Penerus/Pengganti/Wasiy dan Imam Pertama bagi umatnya.
Jika kita berbalik pada Al-quran, maka jelas sudah mengenai permintaan Nabi Musa (as) kepada Allah untuk mengangkat saudaranya yakni Nabi Harun (as) sebagai wakilnya.
“Dan saudaraku Harun dia lebih fasih lidahnya daripadaku, maka utuslah dia bersamaku sebagai pembantuku untuk membenarkan (perkataan)ku; sesungguhnya aku khawatir mereka akan mendustakanku” (QS. Al-Qasas [28]: 34).
Nabi Musa a.s. selain merasa takut kepada Fir’aun juga merasa dirinya kurang lancar berbicara menghadapi Fir’aun. Maka dimohonkannya agar Allah mengutus Harun a.s. bersamanya, yang lebih petah lidahnya. Allah berfirman: “Kami akan membantumu dengan saudaramu, dan Kami berikan kepadamu berdua kekuasaan yang besar, maka mereka tidak dapat mencapaimu; (berangkatlah kamu berdua) dengan membawa mu’jizat Kami, kamu berdua dan orang yang mengikuti kamulah yang akan menang” (QS. Al-Qashash [28]: 34-35).
“Dan jadikanlah aku seorang pembantu dari keluargaku, (yaitu) Harun saudaraku, teguhkanlah dengan dia kekuatanku dan jadikanlah dia sekutu dalam urusanku,supaya kami banyak bertasbih kepada Engkau,” dan banyak mengingat Engkau. Sesungguhnya Engkau adalah Maha Melihat (keadaan) kami”. Allah berfirman:”Sesungguhnya telah diperkenankan permintaanmu, hai Musa. (QS. Thaha [20]: 29-36).
Ayat-ayat diatas membuktikan bahwa sabda Nabi Muhammad (saw) mengenai kedudukan Imam ‘Ali bin abi thalib kw sama seperti kedudukan Nabi Harun(as) disisi Nabi Musa (as), sekaligus membuktikan nubuatan mesianistik mengenai kesamaan dengan Nabi Musa (as).
Aspek-7: Mempunyai 12 orang Imam dari keturunan Penggantinya
Menurut pendapat Sunni :
Sekalipun mengakui adanya Hadisth tentang 12 Imam sebagai hadist yang sahih dan muttawatir, tetapi berpendapat bahwa pengangkatan ke-12 Imam ini adalah berdasarkan pemilihan/kesepakatan umat Islam.
Tetapi kemudian Golongan Suni mengalami kesulitan karena tidak bisa menyebutkan/menetapkan siapakah ke duabelas Imam itu, bahkan sampai ada yang nekat memasukkan yazid bin muawiyah sebagai salah satu dari 12 imam padahal ia termasuk orang yang zalim. Akhirnya Hadist 12 Imam ini tidak pernah lagi dimunculkan dalam syariat maupun aqidah Suni.
Menurut pendapat Syi’ah :
Sebaliknya Golongan Syi’ah mengakui adanya 12 Imam setelah Nabi Muhammad (saw) sebagai pemimpin umat. Hanya saja berbeda dengan 12 Imam pada Nabi Musa as (Bani Israel) yang keberadaannya sekaligus 12 Imam (horizontal) pada setiap masa, maka 12 Imam pada Nabi Muhammad (saw) adalah berurut kebawah (vertikal), sesuai dengan ruang-lingkup waktu misi Nabi Muhammad SAW sebagai Mesiah Universal di akhir jaman.
Adapun ke 12 Imam menurut pandangan Syiah adalah :
1. Imam ‘Ali bin Abu Thalib as – Amirul mukminin Ash Shidiq Al Faruq
2. Imam Hasan as – Al Mujtaba
3. Imam Husein as – Sayyidu Syuhada
4. Imam ‘Ali bin Husein as – As Sajjad Zainal Abidin
5. Imam Muhammad bin ‘Ali as – Al Baqir
6. Imam Ja’far bin Muhammad as – Ash Shadiq
7. Imam Musa bin Ja’far as – Al Kadzim
8. Imam ‘Ali bin Musa as – Ar Ridha
9. Imam Muhammad bin ‘Ali as – Al Jawad At Taqi
10. Imam ‘Ali bin Muhammad as – Al Hadi At Taqi
11. Imam Hasan bin ‘Ali as – Az Zaki Al Askari
12. Imam Muhammad bin Hasan as – Al Mahdi Al Qoim Al hujjah Al Muntadzar Sohib Al Zaman Hujjatullah.
Dengan demikian jika berpegang pada pandangan Golongan Suni, maka Nabi Muhammad SAW tidak memenuhi Aspek ke-7 dari persamaan dengan Nabi Musa, karena Beliau SAW tidak mempunyai 12 Pemimpim/Imam yang berasal dari keturunannya Penggantinya (Wasiy).
Sedangkan menurut pandangan Golongan Syi’ah justru sebaliknya, bahwa Nabi Muhammad SAW telah memenuhi Aspek ke-7 dari persamaan dengan Nabi Musa, karena Beliau SAW mempunyai 12 Pemimpim/Imam yang berasal dari keturunannya Penggantinya (Wasiy), yaitu dari keturunan Ali bin Abi Thalib dan Fatimah Az-Zahra Binti Muhammad SAW.
Aspek-8: Penggantinya dan keturunannya di sucikan untuk menjadi Imam Universal.
Menurut pendapat Sunni :
Sekalipun mengakui bahwa bahwa ayat pada QS. Al Ahzab [33]: 33 adalah berkenaan dengan penyucian, tetapi yang disucikan adalah anggota keluarga (Ahlul Bayt) Nabi Muhammad SAW, yang terdiri dari Nabi SAW sendiri, semua isteri Beliau, anaknya (Fatimah Az-Zahra), menantunya (Ali bin Abi Thalib) dan kedua cucunya (Hasan & Husein).
Dan penyucian tersebut se-mata2 bertujuan untuk menyucikan Ahlul Bayt Nabi SAW dari semua dosa, tidak ada tujuan lainnya.
Menurut pendapat Syi’ah :
Penyucian yang dimaksud pada QS. Al Ahzab [33]: 33 hanya berkena-an dengan anggota keluarga (Ahlul Bayt) Nabi Muhammad SAW, yang terdiri dari Nabi SAW sendiri, anaknya (Fatimah Az-Zahra), menantu-nya (Ali bin Abi Thalib) dan kedua cucunya (Hasan & Husein). Sedang-kan isteri2 Nabi SAW tidak termasuk didalamnya. Asbabun Nuzul ayat ini diperkuat dengan Hadist Al Kisa yang diakui oleh seluruh umat Islam sebagai Hadist Muttawatir.
Kita lihat bagaimana Al-kitab menernagkan tentang proses pengangkatan Nabi Harun (as) sebagai washiy dari Nabi Musa (as) dan pensucian terhadap dirinya.
Engkau harus menyuruh abangmu Harun bersama-sama dengan anak-anaknya datang kepadamu, dari tengah-tengah orang Israel, untuk memegang jabatan imam bagi-Ku—Harun dan anak-anak Harun, yakni Nadab, Abihu, Eleazar dan Itamar. (Keluaran 28: 1).
Engkau harus juga mengurapi dan menguduskan Harun dan anak-anaknya supaya mereka memegang jabatan imam bagi-Ku. (Keluaran 30: 30).
Pengangkatan itu tidak sekadar seperti mengangkat seorang pe mimpin dari suatu kelompok suku yang majemuk ataupun seperti seorang pemimpin untuk sebuah bangsa. Jabatan kohen kepada Harun as dan keturunannya adalah pilihan Tuhan dan bukan ini siatif Musa as. Selain itu, periode ini juga menunjukkan transisi ke-kohen-an (imamah) dari keturunan Yusuf as kepada suku Lewi melalui Harun as dan keturunannya.
Pengangkatan mereka ditandai dengan pengurapan (pensucian, pengudusan atau pentahiran) secara langsung oleh Tuhan terhadap Harun as dan keturunan mereka. Pada saat itu, Tuhan meme rin tahkan Musa as untuk mengumpulkan Harun as dan anak-anaknya agar dikenakan pakaian yang kudus sebagai tanda pensucian atas diri-diri mereka dan pertanda bahwa imamah Tuhan atas Israel dideklarasikan.
Kau kenakanlah pakaian yang kudus kepada Harun, kau urapi dan kau kuduskanlah dia supaya ia memegang jabatan imam bagi-Ku.
Maka semuanya itu haruslah kau kenakan kepada abangmu Harun bersama-sama dengan anak-anaknya, kemudian engkau harus mengurapi, mentahbiskan dan menguduskan mereka, se hingga mereka dapat memegang jabatan imam bagi-Ku. (Keluaran 28: 41).
Urapilah mereka, seperti engkau mengurapi ayah mereka, supaya mereka memegang jabatan imam bagi-Ku; dan ini terjadi, supaya berdasarkan pengurapan itu mereka meme gang jabatan imam untuk selama-lamanya turun-temurun. (Keluaran 40: 15).
Setelah pengangkatan Harun as dan keturunannya sebagai imam bangsa Israel, suku Lewi juga diperintahkan oleh Tuhan untuk melayani Harun as dan keturunan mereka.
Suruhlah suku Lewi mendekat dan menghadap imam Harun, supaya mereka melayani dia. (Bilangan 3: 6).
Selain menetapkan Harun as dan keturunannya, Tuhan juga mengangkat imam untuk masing-masing suku Israel lainnya de ngan Harun as dan keturunannya berperan sebagai imam tertinggi bangsa Israel.
Katakanlah kepada orang Israel dan suruhlah mereka mem be rikan kepadamu satu tongkat untuk setiap suku. Semua pemimpin mereka harus memberikannya, suku demi suku, seluruhnya dua belas tongkat. Lalu tuliskanlah nama setiap pemimpin pada tongkatnya. (Bilangan 17: 2).
Setelah Musa berbicara kepada orang Israel, maka semua pe mimpin mereka memberikan kepadanya satu tongkat dari setiap pemimpin, menurut suku-suku mereka, dua belas tongkat, dan tongkat Harun ada di antara tongkat-tongkat itu. (Bilangan 17: 6).
Uniknya, penjelasan dalam Alkitab tersebut selaras dengan Al-quran, yang dimana semakin mengukuhkan pendapat Syiah bahwa Nabi Muhammad (saw) sama seperti Nabi Musa (as) dalam aspek kenabiannya.
Dan sesungguhnya Allah telah mengambil perjanjian (dari) Bani Israel dan telah Kami angkat di antara mereka 12 orang pe mimpin dan Allah berfirman: “Sesungguhnya Aku beserta kamu, sesung guhnya jika kamu mendirikan salat dan me nunaikan zakat serta beriman kepada rasul-rasul-Ku dan kamu bantu mereka dan kamu pinjamkan kepada Allah pin jaman yang baik se sung guhnya Aku akan menghapus dosa-dosamu. Dan sesungguhnya kamu akan Ku masukkan ke dalam surga yang mengalir di da lamnya sungai-sungai. Maka barangsiapa yang kafir di antaramu se sudah itu, sesung guhnya ia telah tersesat dari jalan yang lurus.” (QS. al-Maidah [5]: 12).
Kesimpulan mengenai hubungan 2 kata itu bahwa walaupun para penerjemah Alkitab (khususnya di Indonesia) menggunakan kata imam untuk kohen dan nasiy untuk pemimpin, secara umum tidak salah, tapi sebenarnya kurang tepat. Kohen terkait dengan tugas untuk menjadi penerus para nabi. Seorang pengganti (kha lifah) atau penerus dari seorang nabi selayaknya memiliki kuali fikasi dan we we nang yang sama dengan yang diberikan kuasa akan hal itu. Dalam hal ini, kata kohen sebenarnya lebih tepat disebut dengan wali. Karena, wali untuk suatu umat dari seorang nabi, memang semes tinya memiliki kualifikasi dan kekuasaan yang sama dengan sang nabi. Sedangkan kata nasiy adalah sebutan untuk ja batan yang di pegang oleh sang wali tersebut, yaitu: imam.
Pengangkatan para imam juga dilakukan pada periode-periode lanjutan dari para nabi (rasul) dan imam bangsa Israel setelah Musa as hingga periode Isa as. Dalam pemahaman yang lebih luas, kata “pemimpin” juga sering direfleksikan secara simbolis sebagai batu dalam arti “gembala”.
Maka sekarang, pilihlah dua belas orang dari suku-suku Israel, seorang dari tiap-tiap suku. (Yosua 3: 12).
Pilihlah dari bangsa itu dua belas orang, seorang dari tiap-tiap suku, dan perintahkanlah kepada mereka, demikian: Angkatlah dua belas batu dari sini, dari tengah-tengah sungai Yordan ini, dari tempat berjejak kaki para imam itu, bawalah semuanya itu ke seberang dan letakkanlah di tempat kamu akan bermalam nanti malam. (Yosua 4: 2-3).
Maka orang Israel itu melakukan seperti yang diperintahkan Yosua. Mereka mengangkat dua belas batu dari tengah-tengah sungai Yordan, seperti yang difirmankan Tuhan kepada Yosua, menurut jumlah suku Israel. Semuanya itu dibawa merekalah ke seberang, ke tempat bermalam, dan diletakkan di situ. (Yosua 4:8).
Kemudian Elia mengambil dua belas batu, menurut jumlah suku keturunan Yakub—Kepada Yakub ini telah datang firman Tuhan: “Engkau akan bernama Israel.” (1 Raja-raja 18: 31).
Lalu aku memilih dua belas orang pemuka imam. (Ezra 8: 24).
Murid-murid Isa as atau Hawariyyun juga berjumlah 12 orang.
Kata Yesus kepada mereka: “Aku berkata kepadamu, se sung guhnya pada waktu penciptaan kembali, apabila Anak Manusia bersemayam di tahta kemuliaan-Nya, kamu, yang telah meng ikut Aku, akan duduk juga di atas dua belas takhta untuk meng hakimi kedua belas suku Israel. (Matius 19: 28).
Ia menetapkan dua belas orang untuk menyertai Dia dan untuk diutus-Nya memberitakan Injil. (Markus 3: 14).
Ketika hari siang, Ia memanggil murid-murid-Nya kepada-Nya, lalu memilih dari antara mereka dua belas orang, yang disebut-Nya rasul. (Lukas 6: 13).
Nabi terakhir untuk umat manusia, Muhammad saw juga me nya takan bahwa akan ada 12 orang khalifah setelah dirinya, seba gaimana disebutkan di dalam Shahih Bukhari dan Muslim. Bukhari di dalam Shahih-nya, pada awal kitab al-Ahkam, bab al-Umara min Quraisy (Para Pemimpin dari Quraisy), juz IV, ha laman 144; dan di akhir kitab al-Ahkam, halaman 153, sedangkan dalan Shahih Muslim di sebutkan di awal kitab al-Imarah, juz II, halaman 79.
Hal itu juga disepakati oleh Ashhab ash-Shihhah dan Ashhab as-Sunan, bahwa sanya diriwayatkan dari Rasulullah saw: “Agama masih tetap akan tegak sampai datangnya Hari Kiamat dan mereka dipimpin oleh 12 khalifah, semuanya dari Quraisy.” Juga diriwayatkan dari Jabir bin Samrah, dia berkata: “Aku bersama ayah ku datang menjumpai Rasulullah saw. Lalu aku mendengar beliau bersabda, ‘Urusan ini tidak akan tuntas sehingga datang kepada mereka 12 orang khalifah.’ Kemudian dengan suara pelan beliau mengatakan sesuatu kepada ayahku. Aku pun bertanya kepada ayahku, ‘Apa yang telah beliau katakan wahai ayah?’ Ayahku men jawab, ‘Bahwa mereka semua dari kalangan Quraisy.’”
Aspek-9: Kepemimpinan Penggantinya di khianati oleh sebagian umatnya.
Menurut pendapat Sunni :
Karena tidak mengakui pengangkatan Imam ‘Ali bin Abi Thalib sebagai Penerus/Pengganti Nabi Muhammad SAW dengan kedudukan Imam (pemimpin) bagi umat Islam, maka Golongan Suni berpandangan tidak ada perbuatan penghianatan terhadap kepemimpinan Penerus/-Pengganti Nabi Muhammad saw.
Pengangkatan Abu Bakar sebagai Khalifah setelah wafatnya Nabi Muhammad saw adalah sah menurut golongan sunni karena didasarkan pada kesepakatan (musyawarah) umat Islam yang dilaksanakan di Saqifah, Balai Pertemuan Bani Saidah.
Menurut pendapat Syiah :
Pengangkatan Ali bin Abi Thalib sebagai Imam (pemimpin) umat Islam (setelah Nabi SAW) oleh Nabi Muhammad SAW sendiri di Gadhir Khum adalah merupakan ketetapan Nabi SAW yang wajib di taati. Jika kemudian segelintir umat Islam yang berkumpul di Balai Pertemuan Saqifah Bani Saidah, memilih Abu Bakar sebagai Khalifah pertama setelah wafatnya Nabi SAW, maka perbuatan itu merupakan pembangkangan terhadap Ketetapan Nabi Muhammad SAW serta merupakan pengkhianatan terhadap Ali bin Abi Thalib yang telah diangkat sebagai Pemimpin/Imam Umat Islam. (Lihat Peristiwa Penolakan Bani Israel terhadap Pengangkatan Nabi Harun as sebagai Pengganti/Penerus Nabi Musa as pada Kemah Pertemuan Bani Korah, pada halam 32 s/d 36 ).
Dengan demikian jika berpegang pada pandangan Golongan Suni, maka Nabi Muhammad SAW tidak memenuhi Aspek ke-9 persamaan dengan Nabi Musa as, karena tidak ada perbuatan penghianatan terhadap Pemimpin/Imam, sebab memang Beliau SAW tidak pernah mengangkat anggota keluarganya (Ali bin Abi Thalib as) sebagai Pemimpin/Imam umat Islam sepeninggal Nabi Muhammad SAW.
Sedangkan menurut pandangan Golongan Syi’ah justru sebaliknya, bahwa Nabi Muhammad SAW telah memenuhi Aspek ke-9 dari persamaan dengan Nabi Musa, karena pengangkatan Abu Bakar sebagai Khalifah pertama di Saqifah Bani Saidah jelas merupakan tindakan penghianatan terhadap Ali bin Abi Thalib yang telah diangkat oleh Nabi Muhammad SAW sebagai Pemimpin/Imam Umat Islam di Gadhir Khum pada tanggal 18 Dzulhijjah 10 H.
Perbedaan pandangan diantara Golongan Suni dan Golongan Syi’ah di atas, membawa implikasi terhadap pemenuhan kriteria Nabi Muhammad SAW sebagai Sang Mesiah Universal, khususnya dalam dalam kriteria “sama seperti Nabi Musa as” .
Apabila mengikuti pandangan Golongan Suni, maka tentunya akan sulit meyakinkan umat beragama lainnya tentang keabsahan Nabi Muhammad SAW sebagai Sang Mesiah Universal, karena pandangan Golongan Suni menafikan (menolak) adanya kesamaan antara Nabi Muhammad SAW dengan Nabi Musa as, khususnya berkaitan dengan Aspek Kenabian Ke-6 s/d Ke-9.
Sedangkan menurut pandangan Golongan Syi’ah, keseluruhan Aspek Kenabian (9 Aspek) pada Nabi Muhammad SAW adalah sesuai/sama seperti Nabi Musa as, sehingga menurut pandangan Golongan Syi’ah, tidak ada keraguan sedikitpun dan sepenuhnya dapat dibuktikan tentang keabsahan Nabi Muhammad SAW sebagai Sang Mesiah Universal.
Adanya dua pandangan yang berbeda di antara umat Islam tentang pemenuhan persyaratan kesamaan 9 aspek kenabian antara Nabi Muhammad SAW dengan Nabi Musa as sebagaimana di uraikan di atas, sesungguhnya tidak membawa konsekwensi apapun terhadap keabsahan Nabi Muhammad SAW sebagai Sang Mesiah Universal.
Sebagaimana dapat dimisalkan dengan 3 (tiga) orang buta yang berkumpul pada sebuah tanah lapang di siang hari. Ketiganya tidak bisa melihat matahari yang sedang bersinar terang. Tetapi ketidak mampuan mereka untuk melihat matahari, tidaklah berarti atau tidaklah mengakibatkan matahari tersebut menjadi tidak ada. Keberadaan Matahari tidak tergantung dari mampu atau tidak mampunya manusia melihatnya.
Demikian juga kebenaran dan keabsahan Nabi Muhammad SAW sebagai Sang Mesiah Universal tidaklah tergantung pada pandangan golongan-2 umat Islam yang menafikan adanya unsur2/faktor2 persyaratan sebagai Mesiah Universal pada diri Nabi Muhammad SAW, sekalipun mereka itu merupakan golongan yang mayoritas dari umat Islam.
Dalam kontek inilah hendaknya dipahami firman Allah SWT berikut ini :
“Dan jika kamu menuruti kebanyakan orang-orang yang di muka bumi ini, niscaya mereka akan menyesatkanmu dari jalan Allah. Mereka tidak lain hanyalah mengikuti persangkaan belaka, dan mereka tidak lain hanyalah berdusta (terhadap Allah)” (QS. Al An’am [6]: 116).
“Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu mengambil jadi pemimpinmu, orang-orang yang membuat agamamu jadi buah ejekan dan permainan, (yaitu) di antara orang-orang yang telah diberi Kitab sebelummu, dan orang-orang yang kafir (orang-orang musyrik). Dan bertakwalah kepada Allah jika kamu betul-betul orang-orang yang beriman”(QS. Al Maidah [5]: 57).
Sekalipun pandangan Golongan Suni seperti yang diuraikan di atas mengakibat-kan sebahagian aspek kenabian Nabi Muhammad SAW menjadi “tidak seperti Nabi Musa as”, yaitu aspek ke-6 s/d ke-9, namun hal ini bukan berarti Golongan Suni tidak mempercayai/meyakini bahwasanya Nabi Muhammad SAW adalah “Pembawa Rahmat bagi Alam Semesta” yang bermakna juga sebagai Mesiah Universal. Hanya saja keyakinan tersebut se-mata2 di dasarkan pada Al Qur’an, tanpa didukung pembuktian yang terukur dengan alat ukur yang telah ditentukan berdasarkan Nubuat2 Mesianistik, sehingga keyakinan termaksud tidak dapat dijadikan hujjah (argumentasi) untuk menyakinkan umat non-Islam (yang tidak mempercayai Al Qur’an) tentang aspek kenabian Nabi Muhammad SAW yang “sama seperti Nabi Musa as”.
Dilain pihak, pandangan Golongan Suni yang berkaitan dengan Nubuat Mesianistik ini justru menguntungkan umat agama lainnya, terutama Umat agama Yahudi. Mengapa ?
Aqidah agama Yahudi sepenuhnya bertumpu pada harapan kedatangan Sang Mesiah Universal yang akan mengangkat derajat bangsa Israel pada tingkat yang paling tinggi di antara semua bangsa yang ada di dunia. Tanpa adanya harapan ini, maka umat Yahudi akan tercerai-berai mengikuti agama-agama lainnya.
Apabila ternyata Sang Mesiah Universal (yang di-tunggu2) sudah datang dan derajat Bangsa Israel tidak terangkat sampai puncak yang paling tinggi di antara umat manusia, maka tentunya kenyataan itu akan menghapuskan harapan umat Yahudi, dan pada gilirannya akan menghancurkan sendi2 ke-imanan mereka akan kebenaran agama Yahudi.
Oleh karena itu selama harapan umat Yahudi belum terwujud, maka mereka akan dan harus menolak semua klaim atas kemunculan Mesiah Universal yang tidak sejalan dengan harapan2 mereka.
Sebenarnya para pemimpin agama Yahudi (Rabi2) sejak awal kelahiran Nabi Muhammad SAW telah mengetahui bahwa Beliau SAW merupakan Mesiah Universal yang ditunggu2 dan dikhabarkan di dalam Nubuat2 Mesianistik pada Kitab2 Suci terdahulu. Hal inilah yang dikatakan di dalam Al Qur’an :
“Orang-orang (Yahudi dan Nasrani) yang telah Kami beri Al Kitab (Taurat dan Injil) mengenal Muhammad seperti mereka mengenal anak-anaknya sendiri. Dan sesungguhnya sebahagian di antara mereka menyembunyikan kebenaran, padahal mereka mengetahui” (QS. Al Baqarah [2] : 146).
“(Yaitu) orang-orang yang mengikut Rasul, Nabi yang ummi yang (namanya) mereka dapati tertulis di dalam Taurat dan Injil yang ada di sisi mereka, yang menyuruh mereka mengerjakan yang ma`ruf dan melarang mereka dari mengerjakan yang mungkar dan menghalalkan bagi mereka segala yang baik dan mengharamkan bagi mereka segala yang buruk dan membuang dari mereka beban-beban dan belenggu-belenggu yang ada pada mereka. Maka orang-orang yang beriman kepadanya, memuliakannya, menolongnya dan mengikuti cahaya yang terang yang diturunkan kepadanya (Al Qur’an), mereka itulah orang-orang yang beruntung” (QS. Al A’raf [7]: 157).
Keberadaan komunitas Yahudi di Semenanjung Arab (Madinah dan Khaibar) sebenarnya dilatar belakangi oleh pengetahuan mereka tentang kedatangan Mesiah Universal dari wilayah ini.
Umat Yahudi memang me-nunggu2 kedatangan Sang Mesiah Universal tetapi bukan untuk mengikutinya, melainkan untuk menggagalkan baik kedatangan maupun misi Sang Mesiah Universal ini.
Karena kedatangan Mesiah Universal dari tanah Arab yang bukan berasal dari keturunan Nabi Ishak as dan bukan pula dari garis keturunan Nabi Daud as (Suku Yehuda), akan membuka rahasia kepalsuan nubuat2 mesianistik yang mereka buat2 sendiri dan pada gilirannya akan memporak-porandakan sendi-2 aqidah dan keimanan agama Yahudi.
Coba Tengok Qs. Al Maidah Ayat 12 :
Artinya :5.12. Dan sesungguhnya Allah telah mengambil perjanjian (dari) Bani Israil dan telah Kami angkat diantara mereka 12 orang pemimpin dan Allah berfirman: “Sesungguhnya Aku beserta kamu, sesungguhnya jika kamu mendirikan shalat dan menunaikan zakat serta beriman kepada rasul-rasul-Ku dan kamu bantu mereka dan kamu pinjamkan kepada Allah pinjaman yang baik sesungguhnya Aku akan menutupi dosa-dosamu. Dan sesungguhnya kamu akan Kumasukkan ke dalam surga yang mengalir air didalamnya sungai-sungai. Maka barangsiapa yang kafir di antaramu sesudah itu, sesungguhnya ia telah tersesat dari jalan yang lurus.
Perhatikan Juga Qs. Al Israa’ Ayat 71 :
Artinya : “(Ingatlah) suatu hari (yang di hari itu) Kami panggil tiap umat dengan pemimpinnya; dan barangsiapa yang diberikan kitab amalannya di tangan kanannya maka mereka ini akan membaca kitabnya itu, dan mereka tidak dianiaya sedikitpun”.
Bagaimana Kata Hadist:
—>Ibn Abu Asim di dalam kitab al-Sunnah, halaman 489 meriwayatkan hadis ini:
… Barangsiapa yang mati tanpa memiliki Imam, maka matinya adalah mati Jahiliyyah.
—>Ibn Hibban juga meriwayatkan di dalam Sahihnya, jilid 7 hlm 49:
Barangsiapa mati tanpa Imam, matinya adalah mati Jahiliyyah.
—>Muslim meriwayatkan di dalam sahihnya, kitab al Imarah:
“Barangsiapa mati sedangkan di lehernya tak ada bai’ah (kepada Khalifah) maka dia mati dalam keadaan mati jahiliyah.”
—>Jabir bin Samurah berkata: “Aku mendengar Rasulullah saaw bersabda:
“Islam akan senantiasa kuat di bawah 12 Khalifah”.
Baginda kemudian mengucapkan kata kata yang tidak aku fahami, lalu aku bertanya bapaku apakah yang dikatakan oleh Rasulullah saaw.
Beliau menjawab: “Semuanya dari Quraisy”
(Muslim. Sahih, jilid VI, hlm 3, Bukhari, Sahih, jilid VIII, hlm 105, 128).
sekali lagi saya copas dalil dari torah kitab kejadian 17:20 ”Tentang Ismael, Aku telah mendengarkan permintaanmu; ia akan Kuberkati, Kubuat beranak cucu dan sangat banyak; ia akan memperanakkan dua belas raja, dan Aku akan membuatnya menjadi bangsa yang besar”.
Kebetulan ya ???
Atau memang saya yang salah dalam berargumen ???
Silahkan simpulkan sendiri :
1. Mengapa nabi musa as memecah bangsa israel yg semula terdiri dari 9 suku menjadi 12 suku.
Sekali lagi 12 (duabelas) suku bangsa !!!
2. Mengapa nabi isa as membatasi muridnya hanya 12 (duabelas) orang saja.
Sekali lagi 12 (duabelas) murid !!!
3. Dan mengapa hanya islam mahzab syi’ah saja yg mengakui adanya 12 pemimpin/imam.
Sekali lagi 12 (duabelas) imam !!!
“silahkan kritikannya bila hujjah saya tidak terdapat dalam kitab2 yang ada”.
Jika ada penjabaran saya yang kurang berkenan baik dari pengikut agama nasrani, islam sunni dan islam syiah mohon dimaafkan yang sebesar-besarnya. Namun saya dapati bila diminta kepada sebagian kecil Sunni untuk menyertakan dalil-dalil tentang Imam, mereka tidak dapat memberikan dalil, mungkin karena terlalu bersandarkan atau cuba mempertahankan para sahabat seperti Abu Bakar, Umar dan Usman maka sanadnya terputus, sehingga terdapat juga tidak sedikit dikalangan sunni tidak berapa yakin akan kedatangan Imam penutup, iaitu Imam Mahdi, sedangkan bagi Syiah mereka begitu mudah untuk menyertakan dalil tersebut karena mereka mengikut jalur dan perkaitan syariat yang tidak terputus iaitu melalui Nabi Adam kejalur Nabi Ibrahim sehinggalah kepada penutup dan Penghulu para nabi, yaitu Nabi Muhammad saw.,ahlul baitnya, itrah-itrahnya dan Imam-Iman 12 dan sehinggalah kepada Imam penutup yaitu Imam Mahdi yang mana mereka-mereka yang mulia ini dititipkan menjaga syariat agama Allah tersebut.
Imam-Imam yang diketahui umum :
• Imam bagi seluruh umat Manusia : Nabi Ibrahim, rujuk surah Al-Baqarah ayat 124,
• Pemimpin dan Imam bagi kaum muslimin dan muslimat,
• Penghulu para Imam,
• Pintu Gerbang Ilmu Rasulullah saw: Imam Ali,
• Penutup para Imam : Imam Mahdi.
Apabila kita merujuk kepada perkara a,b dan c di atas dapat kita katakan syariat nabi Ibrahim itu dapat dijadikan sebagai bukti bahawa jalur imam-imam yang ada dalam syiah sehingga kepada Imam Mahdi adalah benar, alasannya adalah karena berdasarkan dalil al Quran seperti yang akan di sertakan nanti.
Ini adalah dalil pengakuan dari Allah sendiri, bahawasanya memang Ibrahim telah di beri berbagai cobaan dari Allah, dan cobaan itu telah disempurnakan dengan baik. Setelah Ibrahim memenuhi ujian itu dan memenuhi apa yang di perintahkan dengan baik, setia dan tidak ada yang kecewa, sampai mahu dibakar, sampai disuruh menyembelih anak, dan semuanya itu dipatuhinya, baru lah datang titah Allah bahawa dia akan diangkat Allah menjadi Imam bagi manusia. Tegasnya barulah di waktu itu diakui Allah dia berhak jadi Imam. Lalu Ibrahim memohonkan , kalau boleh anak cucu keturunan beliau dapat pula jadi Imam itu. Tetapi Allah pun menjawab, bahawa janji Allah buat jadi Imam itu tidak akan dapat memasukkan ke dalamnya orang-orang zalim.
Surah Al- Baqarah ayat 124:
Dan (ingatlah), ketika Nabi Ibrahim diuji oleh Tuhannya dengan beberapa Kalimah (suruhan dan larangan), maka Nabi Ibrahim pun menyempurnakannya. (Setelah itu) Allah berfirman: “Sesungguhnya Aku melantikmu menjadi Imam (Pemimpin ikutan) bagi umat manusia”. Nabi Ibrahim pun memohon dengan berkata: “(Ya Tuhanku!) Jadikanlah juga (apalah jua kiranya) dari keturunanku (pemimpin-pemimpin ikutan)”. Allah berfirman: “(Permohonanmu diterima, tetapi) janjiKu ini tidak akan didapati oleh orang-orang yang zalim.”
“Barangsiapa yang mengerjakan kebaikan seberat zarrahpun, niscaya dia akan melihat [balasan] nya. Dan barangsiapa yang mengerjakan kejahatan seberat zarrahpun, niscaya dia akan melihat [balasan]nya pula” (QS. Az-Zalzalah [99]: 7-8).
Pada hari itu manusia akan keluar berselerak (dari kubur masing-masing) – untuk diperlihatkan kepada mereka (balasan) amal-amal mereka.
Maka sesiapa berbuat kebajikan seberat zarah, nescaya akan dilihatnya (dalam surat amalnya)!
Dan sesiapa berbuat kejahatan seberat zarah, nescaya akan dilihatnya (dalam surat amalnya)
Penyelewengan dari sudut Akidah Sunni
Dikemukakan dibawah ini sebahagian dari penyelewengan Ahlu s-Sunnah wa l-Jama‘ah dari segi Akidah Al-Qur’an dan Sunnah Rasulullah (Saw.) seperti berikut:
1. Imam tidak maksum. Siapa sahaja boleh menjadi Imam sama ada orang yang zalim, fasiq, si jahil, pembohong, penipu, perampas, pembunuh, penzina, peliwat dan lain-lain. Ianya menyeleweng daripada firman Tuhan “Ajaran Ahlu s-Sunnah Wa l-Jama‘ah “Sesungguhnya aku menjadikan engkau Imam bagi manusia. Dia (Ibrahim)berkata: Semua zuriyatku? Dia berfirman: Janjiku tidak termasuk orang-orangyang zalim” (QS. al-Baqarah [2]: 124). Lantaran itu orang yang zalim tidak boleh menjadi Imam. Tetapi Ahlu s-Sunnah wa l-Jama‘ah menyokong orang-orang yang zalim menjadi pemimpin dan kemaksuman mereka tidak perlu. Kemudian mereka mewajibkan orang ramai supaya mentaati pemimpinpemimpintersebut. Justeru itu mereka telah menyeleweng dari ajaran Islamyang sebenar:al-Qur’an dan Sunnah Rasulullah (Saw.). Lantaran itu merekatelah memisahkan agama dengan politik. Mereka percaya bahawa Rasulullah(Saw.) kurang tahu urusan dunia kerana beliau bersabda “Kalian lebihmengetahui urusan duniamu” (antum a‘lamu bi-umuri dunya-kum) (Muslim,Sahih , ii, hlm. 875).
2. Menolak ayat al-Qur’an mengenai pengumpulan semula setiap umat satukumpulan (Raj‘ah). Firman-Nya “Pada hari itu kami kumpulkan dari pada setiap umat satu kumpulan (faujan) di kalangan mereka yang mendustakanayat ayat kami, mereka akan dikumpulkan” (QS. Al-Naml [27]: 83) Ayat ini jelas menunjukkan kebangkitan semula satu kumpulan pada setiap umat dikalangan mereka yang mendustakan ayat-ayat Allah (swt), tetapi Ahlu s-Sunnah wa l-Jama’ah menolaknya. Justeru itu mereka yang menolak ayatinilah yang sesat atau menyeleweng dan bukan sebaliknya.
3. Berterus terang menyokong pemimpin-pemimpin yang zalim, tanpa berpura-pura. Dan menentang Mustadh‘afin, tanpa berpura-pura. Lantaran itu akidah mereka menyeleweng dari Firman-Nya “Janganlah kamu cenderung kepada orang yang melakukan kezaliman, lantas kamu akan disambar oleh api neraka. Dan tidak ada bagimu wali selain daripada Allah ,kemudian kamutiada mendapat pertolongan” (QS. Hud [11]: 113).
4. Melebihkan taraf Abu Bakr dan Umar daripada Allah(swt) dari segi pelaksanaan hukum. Mereka mempraktikkan sunnah Abu Bakr dan Umar yang berlawanan dengan hukum Allah. Dan barang siapa yang menyalahi sunnah mereka berdua dikira menyeleweng atau sesat dari Islam sebenar.Mereka maksudkan dengan Islam yang sebenar itu adalah Islam yang mematuhi sunnah Abu Bakr dan sunnah Umar sekalipun ianya bertentangan dengan al-Qur’an dan Sunnah Rasulullah (Saw.).Ini bererti orang yang percaya dan mengamal keseluruhan hukum al-Qur’an adalah dikira sesat, dan menyeleweng dari Islam sebenar, keranamenolak sunnah Abu Bakr dan sunnah Umar. Kemudian merekamengadakan program pemulihan atau kemurnian akidah bagi memaksaorang ramai mentaati sunnah mereka berdua. Mereka jadikan Masa’il al-Mursalah, Maslahah, Ihsan Sadd dh-Dhara‘i‘, ijmak, ijtihad, dan Qiyas bagimembatal atau menukar atau mengubah hukum Allah (swt).
Melebihkan taraf Abu Bakr dan Umar daripada Rasulullah (Saw.) dari segi pelaksanaan hukum. Mereka lebih mentaati sunnah Abu Bakr dan sunnah Umar daripada sunnah Rasulullah (Saw.) Sebaliknya mereka menyesatkan orang yang tidak mentaati sunnah mereka berdua sekalipun bertentangan dengan sunnah Rasulullah (Saw.). Jika sesiapa mengamalkan Sunnah Rasulullah 100% adalah dikira sesat, dan menyeleweng dari Islam yang sebenarnya, oleh Ahlu s-Sunnah wal-Jama‘ah kerana menolak sunnah Abu Bakr dan sunnah Umar yang menyalahi sunnah Rasulullah (Saw.). Mereka percaya bahawa khalifah Abu Bakar dan Umar lebih mengetahui daripada Rasulullah (Saw.). Lantaran itu mereka menggunakan istilah-istilah Masalih Mursalah, Maslahah, Ihsan, Maqasidu sy-Syari‘ah, ijtihad dan lain-lain bagimembatalkan atau menangguh atau menggantikan sebahagian SunnahRasulullah (Saw.).
Justeru itu mereka menyalahi Firman-Nya “Tidak ada bagilelaki mukmin dan perempuan mukminah(hak) memilih di dalam urusanmereka apabila Allah dan Rasul-Nya memutuskan urusan itu.Barang siapayang mendurhakai Allah dan Rasul-Nya, maka ianya telah sesat dengankesesatan yang nyata” (QS. Al-Ahzab [33]: 35) .
Firman-Nya “Tidak, demi Tuhan, mereka tidak juga beriman sehingga mereka mengangkat engkau menjadi hakim untuk mengurus perselisihan dikalangan mereka,kemudian mereka tiada keberatan di dalam hati merekamenerima keputusan engkau, dan mereka menerima dengan sebenarbenarnya”(QS. Al-Nisa’[4]: 65).
Firman-Nya “Barang siapa yang tidak menghukum menurut hukum yang diturunkan Allah, maka mereka itulah orang-orang kafir” (QS. al-Ma ‘idah [5]: 44) Dan firman-Nya “Barang siapa yang menentang Rasul,sesudah nyata petunjuk baginya dan mengikut bukan jalan orang-orang Mukmin, maka kamibiarkan dia memimpin dan kami memasukkan dia ke dalam nereka Jahannam.Itulah sejahat-jahat tempat kembali” (QS. l-Nisa ‘[4]: 115)
Wallahu a’lam bisshawab.
(Adjeiz/ABNS)
Post a Comment
mohon gunakan email