Pesan Rahbar

Home » » Peristiwa G30S: Kesaksian Putri Jenderal Yani Soal Detik-detik Pembunuhan Ayahnya Yang Ia Lihat Sendiri

Peristiwa G30S: Kesaksian Putri Jenderal Yani Soal Detik-detik Pembunuhan Ayahnya Yang Ia Lihat Sendiri

Written By Unknown on Tuesday 22 March 2016 | 19:03:00


Putri Jenderal A. Yani, Amelia Yani menceritakan kejadian pada malam laknat subuh 1 Oktober 1965. Raut wajahnya nampak biasa ketika bercerita tentang kejadian di rumah keluarga Jenderal Yani di Jalan Lembang D58, Jakarta Pusat. Padahal sosok wanita berkerudung ini menumpahkan kejadian ketika sang Ayah, Jenderal TNI (Anumerta) Ahmad Yani jadi korban pergerakan laknat tersebut.

“Mereka (Tjakra dan pemuda rakyat) datang dengan bus-bus dan truk-truk suaranya menderu-deru bising. Sebenarnya di sini ada garnisun yang jaga. Tapi mereka sudah terkejut duluan. Mereka dilucuti senjatanya,” ungkap Amelia.

Saat itu di dalam rumah, putra bungsu Jenderal Yani, Irawan Sura Eddy kebetulan terbangun karena mencari sang ibu, yang sejak 30 September malam, tengah berada di rumah dinas Jenderal Yani di kawasan Taman Suropati.

“Eddy nyariin ibu, kok belum pulang. Dia seliweran keluar kamar sama pembantu, Mbok Milah. Ketemulah Eddy dengan para tentara (Tjakra) dekat pintu. Dia ditanya keberadaan bapak dan dijawab sedang tidur. Eddy disuruh bangunkan bapak,”

“’Pak, itu ada Tjakrabirawa mencari bapak’,” ujar Amelia menirukan kata-kata Eddy yang ketika itu masih berusia tujuh tahun. “’ Nanti, ah. Masih pagi’” lanjut Amelia menirukan jawaban Jenderal Yani seperti yang diceritakan Eddy padanya.

Jenderal Yani yang menjabat Menteri/Panglima Angkatan Darat itu pun akhirnya terbangun. Di sekeliling rumah sudah mulai dikepung sekitaran 200 orang dari luar.

“Di belakang rumah orang-orang pakai seragam hijau-hijau mengepung, tapi mereka terlihat enggak pakai sepatu. Rumah sudah dikepung 200-an orang. Terjadi dialog hingga bentak-bentakan karena bapak mau ganti pakaian tidak dibolehkan. Sementara Eddy sembunyi di belakang mesin jahit dekat bapak,” tambah Amelia.

“Setelah terjadi pemukulan oleh bapak, bapak menutup pintu (untuk ganti pakaian). Mereka pun mulai menembak dan kena lah bapak, jatuh di sini,” tambahnya sambil memperlihatkan lokasi tumbangnya Jenderal Yani antara pintu lorong samping dan ruang makan.

Tepat di lokasi keramik cokelat di ruang makan ini tubuh Jenderal Ahmad Yani ambruk setelah diberondong tembakan secara brutal

Sontak suara tembakan brutal itu membuat anak-anak Jenderal Yani yang lain terbangun dari kamarnya masing-masing. “Saya sendiri akhirnya melihat ada kaki yang ditarik. Saya bilang, itu kan bapak. Itu terakhir kali saya lihat bapak dengan mata terpejam. Kami coba menyusul bapak, tapi ada tentara mengokang senjata. Katanya kalau ikut, kita dihabisi semua,” lanjutnya.

Amelia dan putra-putri Jenderal Yani yang lain hanya bisa melihat tubuh Ayahnya dilempar ke dalam truk dan tetap mengira sang Ayah hanya tertembak di bagian tangan atau kaki dan masih hidup.

“Setelah kejadian, komandan jaga tanya, ini darah siapa? Kita jawab, itu darah bapak. Saya sendiri enggak percaya. Seperti mimpi lihat kejadian itu. Ibu baru datang sekitar jam 5 pagi. Keadaan sekitar tidak ada yang tahu. Mereka ngumpet, mengira perampokan. Ibu sendiri sempat teriak mencari-cari bapak, kemudian pingsan,” papar Amelia.

Anak-anak Jenderal Yani sendiri hanya bisa menangis di pelukan salah satu ajudan, Mayor Subardi yang juga datang di pagi itu. “Ibu ambil darah bapak, diusap ke wajahnya. ‘Kalau lihat seperti ini, bapakmu sudah enggak ada’,” tutur Amelia menirukan kata-kata ibunya yang tak begitu saja dipercaya anak-anaknya.

Panglima Kodam Jaya pada saat itu, Jenderal Umar Wirahadikusuma baru datang ke lokasi sekitar pukul 7 pagi yang lantas marah besar kepada para garnisun yang menjaga daerah sekitar kediaman Jenderal Yani. “Jam tujuh, datanglah Pak Umar, Pangdam Jaya. Semua penjaga di sini diamuk sama beliau,” tandasnya.

Istri dan anak-anak Jenderal Yani untuk sementara “mengungsi” atas usul Umar Wirahadikusuma dan Mayor Bardi, ke rumah seorang kerabat, Jenderal Maryadi di Cipete, Jakarta Selatan.

Jenazah Jenderal Yani beserta jenderal lainnya baru ditemukan di Lubang Buaya, Jakarta Timur pada 3 Oktober 1965. Amelia menceritakan, ajudan Bapaknya, Mayor Subardi yang mengabarkan langsung hal tersebut kepada keluarganya sembari menangis dengan tubuh penuh lumpur karena ikut melakukan pencarian di Lubang Buaya.

(Dari-Berbagai-Sumber/Memobee/ABNS)
Share this post :

Post a Comment

mohon gunakan email

Terkait Berita: