Pesan Rahbar

Home » » Sekilas Kelompok Minoritas Muslim Burma (1972)

Sekilas Kelompok Minoritas Muslim Burma (1972)

Written By Unknown on Thursday 21 September 2017 | 12:23:00


Buku yang berjudul THE MUSLIMS OF BURMA: A Study of a Minority Group secara harfiah dapat diterjemahkan sebagai “MUSLIM BURMA: Kajian Sebuah Kelompok Minoritas”. Buku lama yang ditulis oleh Moshe Yegar ini diterbitkan oleh Otto Harrassowitz, Wiesbaden, Jerman, pada tahun 1972.

Buku yang didasarkan dari penelitian ini mempunyai ketebalan sebanyak 163 halaman dan mempunyai ISBN 3447013575 . Isi buku ini disusun menjadi 4 bab selain bagian Pendahuluan. Buku ini juga dilengkapi dengan beberapa lampiran, Daftar Pustaka, dan Daftar Indeks.


Ulasan isi buku

Penulis buku ini pada Bagian Pendahuluan menyatakan bahwa sejarah komunitas Muslim di Burma (sekarang bernama Myanmar) belum dikaji secara tepat. Karena itu penelitian yang dilakukan oleh penulis ini berusaha untuk mengkaji komunitas Muslim di Burma dari abad ke-11 sampai pada tahun 1962.

Penulis menyatakan bahwa tujuan utama dari penelitian ini adalah untuk merekontruksi kronologi sejarah komunitas tersebut dan mendapatkan kecenderungan utama yang mensifati komunitas itu. Namun penulis menyadari adanya kendala kelangkaan sumber bahan yang tersedia.

Sumber utama yang digunakan oleh penulis dalam mengkaji sejarah Muslim pada era raja-raja Burma adalah tulisan-tulisan para penjelajah Eropa, yang menjadi utusan ke dalam istana Burma, dan menjadi misionaris, juga beberapa buku sejarah umum tentang Burma, India, Asia Tenggara. Sumber paling kaya dan paling bervariasi yang diperoleh oleh penulis adalah sumber tentang pemerintahan Inggris di Burma.

Dalam upayanya untuk memperjelas sumber-sumber yang menjadi bahan penelitiannya, penulis sering mengunjungi masjid, sekolah, dan rumah sakit Islam di Ranggon. Penulis juga berpartisipasi dalam fungsi-fungsi Muslim baik di Ranggon maupun di wilayah lain dalam negara tersebut.

Penulis berpendapat ketika melakukan perbandingan antara Muslim dengan kelompok minorotas lainnya seperti Hindu dan Cina, ia menghadapi persoalan yang serupa: asimilasi dan penyatuan identitas dengan mayoritas Budha di satu sisi, dan perjuangan untuk mendapatkan warisan budaya mereka sendiri di sisi lain.

Penulis menyatakan bahwa ketertarikan utamanya adalah berpusat pada isu-isu utama kehidupan Muslim di Burma, perjuangan internal dari berbagai kelompok Muslim, Muslim Burma versus Muslim India, dan perjuangan Muslim Burma untuk mendapatkan pengakuan dari pemerintahan Inggris.

Penulis mengorganisir isi buku ini dalam 4 bab yang menunjukkan urutan kronologi sejarah sebagai berikut.

Bab I, Muslim di Burma pada Era Raja-raja, mengkaji asal mula kedatangan Muslim di lembah Irawadi, keberadaan Muslim di Arakan, dan kajian mengapa Burma tidak menjadi Muslim.

Bab II, Muslim di Burma selama Pemerintahan Inggris, mengkaji imigrasi dari India, organisasi-organisasi imigran Muslim dari India, organisasi-organisasi Muslim Burma, dan pendudukan Burma oleh Jepang.

Bab III, Muslim di Burma sejak Kemerdekaan, mengkaji perubahan struktural dalam komunitas Muslim, Dewan Jenderal Asosisasi Muslim Burma, Konggres Muslim Burma, Organisasi Muslim Burma, Muslim India setelah Perang Dunia II, aktivitas-aktivitas keagamaan, dan Muslim Arakan.

Bab IV, Kesimpulan, mengkaji aspek-aspek utama kehidupan komunitas Muslim.



Ulasan dan penilaian terhadap buku ini

Berikut adalah ulasan dan penilaian terhadap buku ini yang diberikan oleh Steven Kwan yang dimuat dalam situs Goodread.com.

Buku The Muslim of Burma karya Moshe Yegar ini menelusuri sejarah minoritas Muslim di Myanmar (sebelumnya dikenal sebagai Burma). Pada awalnya karya ini diajukan sebagai tesis Master of Arts ke the Hebrew University of Jerusalem. Studi ini terutama tentang sejarah organisasi Muslim, baik sekuler maupun religius, di Myanmar dan pemberontakan kelompok perlawanan Mujahid Muslim di wilayah Arakan, Myanmar barat.

Dalam buku ini, Yegar tidak hanya mencoba untuk melacak kembali asal-usul umat Islam pada zaman raja-raja Burma tetapi juga berusaha untuk menggambarkan kondisi keagamaan, politik dan sosial mereka selama masa kolonial dan pasca-kolonial di Myanmar. Sejauh yang diketahui reviewer, ini adalah studi pertama tentang minoritas Muslim di Myanmar oleh orang asing.

Moshe Yegar bertugas sebagai diplomat di Kedutaan Besar Israel di Yangon (Rangoon) pada awal 1960an. Tesis MA-nya ini didasarkan pada berbagai wawancara yang terutama dilakukan dengan umat Islam selama masa jabatannya sebagai Sekretaris Kedua Kedutaan Besar Israel di Myanmar. Sumber utama lainnya yang digunakan dalam kajian ini adalah surat kabar kontemporer, pamflet dan artikel majalah.

Sumber yang dia gunakan untuk periode sebelum 1800 sangat sedikit dan deskripsi tentang kehadiran Muslim di Myanmar pada abad-abad sebelumnya tidak didasarkan pada sumber utama. Yegar hanya menggunakan literatur sekunder yang ditulis dalam bahasa Inggris dan belum dapat berkonsultasi dengan sumber bahan berbahasa Burma asli atau untuk mewawancarai orang-orang non-Muslim Burma dalam penelitiannya ini.

Buku ini terbagi dalam empat bab. Bab I menelusuri keberadaan orang-orang Muslim di Myanmar dari sekitar abad kesebelas sampai dengan masa pendudukan Inggris di abad kesembilan belas. Untuk sejarah kedatangan umat Islam dalam periode Bagan (abad ke-11 sampai ke-13), penulis menceritakan tentang dua saudara laki-laki – yang dianggap Muslim – yang menjadi penunggang kuda di bawah raja Bagan Anawratha dan tentang seorang “Arab Muslim” yang bertugas sebagai mentor bagi Pangeran Bagan Saw Lu di abad kesebelas (hlm. 2-3).

Narasi ini tidak didukung oleh sumber asli yang menyatakan bahwa kedua bersaudara tersebut hanya digambarkan sebagai “orang India” – bukan sebagai “Muslim”. Prasasti kontemporer periode Bagan menunjukkan bahwa mentor Saw Lu tersebut sebagai orang beretnis “Mon” Myanmar Bawah – bukan “Muslim Arab”.

Deskripsi Yegar tentang raja pengasingan Arakan di Bengal yang diduga didukung oleh seorang sultan Bengal untuk mendapatkan kembali takhta Arakan pada tahun 1430 M dan kedatangan pengikut Muslim sultan di Arakan sebagai konsekuensinya (hlm 18-19) tidak ditemukan baik di sumber Bengal maupun dalam prasasti Arakan dan sumber kronik kontemporer.

Bab II dan III masing-masing membahas kondisi komunitas Muslim di Myanmar selama era kolonial dan periode setelah kemerdekaan Burma. Kedua bab ini terutama berhubungan dengan masalah sosial dan politik abad kedua puluh.

Penulis membahas tentang Muslim di Burma ke dalam tiga kategori – Muslim India, Muslim Burma yang pada umumnya dikenal sebagai “Zerbadees” dan Muslim dari Arakan yang juga dikenal sebagai ‘Rohingya’. Dari semua Muslim di Myanmar, sekitar sepertiga adalah Muslim India yang lahir di India, sepertiga lainnya adalah Muslim India yang telah lahir di Myanmar, seperempatnya disebut “Zerbadees” atau keturunan Muslim India dan orang Burma, dan sisanya dari kelompok yang lain.

Menurut sensus 1931, sekitar 4% dari total populasi Myanmar adalah Muslim. Penulis membahas konflik identitas antara Muslim India -yang kehadirannya di Myanmar disebabkan oleh imigrasi berskala besar dari India setelah aneksasi Myanmar oleh Inggris- dan “Zerbadee” Muslim Burma yang nenek moyangnya, menurut penulis, telah datang ke Myanmar sejak zaman raja-raja Burma. Sementara “Zerbadee” atau “Muslim Burma” terbiasa dengan bahasa, pakaian dan tradisi Burma, Muslim India membangun identitas etnis dan agama mereka dengan mendirikan masjid, mengenakan busana India yang khas dan berbicara dengan “bahasa Urdu”.

Penulis membahas lebih lanjut tentang Muslim Burma yang dengan jelas memisahkan diri mereka dari Muslim India. Mereka menyatakan bahwa diri mereka sebagai “orang Burma pertama dan terpenting” dengan bahasa dan budaya mereka yang sama dengan “saudara kandung” mereka orang Budha Burma (hal. 66).

Selain itu, penulis berpendapat bahwa kerusuhan anti-Muslim pada tahun 1938 di Myanmar terjadi karena gerakan nasionalis Burma serta pertikaian argumen agama antara Budhisme dan Islam di media Burma saat itu (hlm. 35-36). Namun, dia gagal menyebutkan perampasan ekonomi rakyat Burma karena Muslim India menjadi kekuatan ekonomi yang dominan di Myanmar. Sejarawan Burma menganggap fakta ini sebagai salah satu alasan utama terjadinya kerusuhan anti-Muslim.


Akhirnya, dia membahas tentang perlawanan Mujahid (1948-61) di Arakan utara dan gerakan mereka untuk mendirikan sebuah negara Muslim yang independen (halaman 97). Dia berpendapat bahwa gerakan separatis semacam itu terjadi di Myanmar barat karena alasan-alasan ini -setelah kemerdekaan, umat Islam tidak diterima untuk berdinas di militer; pemerintah Burma menggantikan pegawai negeri sipil, polisi dan kepala pemerintahan Muslim dengan orang Arakan yang semakin mendiskriminasi komunitas Muslim; Muslim ditangkap secara sewenang-wenang oleh polisi dan tentara; dan, otoritas imigrasi memberlakukan pembatasan pergerakan terhadap umat Islam (halaman 98).

Argumennya nampaknya anakronistik. Pertama, kita harus mencatat bahwa gerakan separatis Muslim di Arakan sudah dimulai sebelum kemerdekaan Myanmar bersamaan dengan gagasan untuk memisahkan wilayah Mayu Arakan dari Myanmar dan menciptakan sebuah negara Muslim yang independen. Pada bulan Mei 1946, Muslim Arakan meminta bantuan Mohammad Ali Jinna dalam mencaplok wilayah ini ke Pakistan yang akan datang (halaman 96).

Kedua, pemberontakan Mujahidin (1947-1961) terjadi di bawah pemerintahan demokrasi parlementer U Nu. Catatan yang tersedia untuk periode demokratik ini tidak menunjukkan adanya jejak diskriminasi terhadap umat Islam – bahkan para menteri Muslim juga memegang jabatan tinggi dalam pemerintahan demokrasi U Nu.

Ketiga, diskriminasi dan penindasan tersebut hanya dilakukan oleh otoritas Birma di bawah kediktatoran militer Jenderal Ne Win (1962-1988). Tampaknya, Moshe Yegar secara anabronis memanfaatkan kondisi umat Islam di bawah rezim Ne Win sebagai akar gerakan separatis Mujahidin.

Bab IV menyimpulkan kajian ini. Setelah kudeta Jenderal Ne Win pada tahun 1962, dan sebagai akibat dari penganiayaan oleh rezim militernya, banyak orang India (baik Muslim maupun Hindu) meninggalkan Myanmar dalam jumlah besar, yang mengakibatkan penduduk India di Myanmar dari perkiraan jumlah 600.000 sampai 700.0000 pada saat kemerdekaan berkurang menjadi 250.000 pada tahun 1970an.

Karya Yegar ini seharusnya dipelajari bersama dengan karya Nalini Ranjan Chakravarti The Indian Minority in Burma: the rise and decline of an immigrant community (1971) yang menganalisis organisasi sosial, kepercayaan agama dan sistem nilai minoritas India (banyak diantaranya yang Muslim) yang telah memainkan peran penting dalam kehidupan ekonomi Myanmar.

Karya Moshe Yegar ini adalah hasil penelitian yang telaten dan merupakan penelitian pertama tentang minoritas Muslim Myanmar. Sayangnya, narasinya didasarkan pada sumber sekunder dan wawancara dengan beberapa anggota komunitas Muslim saja. Analisis atau verifikasi menyeluruh untuk keakuratan bahan sumbernya tidak ditemukan dalam buku Yegar. Namun, perlu ditekankan bahwa studi tentang kelompok minoritas di negara Asia Tenggara bukanlah tugas yang mudah. Upaya energik penggila seperti Mr Yegar akan bermanfaat bagi peneliti lain dan merangsang revitalisasi studi akademis mengenai kelompok minoritas agama di Myanmar.


(Goodreads/Seraa-Media/Berbagai-Sumber-Lain/ABNS)
Share this post :

Post a Comment

mohon gunakan email

Terkait Berita: