Turkish President Recep Tayyip Erdogan (L) and Iraqi Prime Minister Haider al-Abadi (R). (Photos: AFP)
Presiden Turki Recep Tayyip Erdogan dan Perdana Menteri Irak Haider al-Abadi, kembali menyatakan penolakan mereka terhadap referendum kemerdekaan wilayah Kurdistan dan menekankan persatuan Irak selama pembicaraan telepon pada Senin (18/9/2017) malam.
Erdogan menegaskan penolakan Turki terhadap referendum yang akan digelar oleh Kurdistan, Irak dan juga menekankan dukungan penuh Ankara untuk Baghdad dalam mempertahankan keutuhan wilayah Irak.
Presiden Turki juga mengatakan bahwa Ankara ingin berkoordinasi dengan Baghdad demi keamanan dan stabilitas di kawasan. Para pejabat tinggi Ankara dan Baghdad berkali-kali mengumumkan penentangan mereka terhadap pelaksanaan referendum Kurdistan Irak.
Negara-negara tetangga Irak termasuk Iran dan kekuatan-kekuatan regional dan dunia juga menyatakan penentangan mereka terhadap rencana tersebut.
Pendukung terbesar referendum 25 September hanya terdiri dari para pemimpin wilayah Kurdistan Irak dan organisasi-organisasi Kurdi di wilayah tersebut. Pada tingkat internasional, pendukung utama pemungutan suara ini hanya rezim Zionis Israel.
Dalam hal ini, Perdana Menteri Benjamin Netanyahu pada pertemuan dengan delegasi Kongres AS pada 13 Agustus lalu mengatakan, "Israel mendukung kemerdekaan wilayah Kurdistan dari Irak." Pada 2014 lalu, Netanyahu juga menyuarakan dukungan atas kemerdekaan Kurdistan.
Tidak ada keraguan bahwa rezim Zionis mendukung disintegrasi negara-negara Muslim dan munculnya konflik internal di tengah mereka dengan harapat dapat memperpanjang umur Israel.
Para pejabat Tel Aviv memahami bahwa pasca kehancuran teroris Daesh di Irak atau di setiap negara lain, Timur Tengah harus dipertahankan dalam kondisi kacau dan perang saudara. Ini adalah salah satu cara untuk memperpanjang sejarah rezim Zionis di kawasan. Oleh karena itu, para pemimpin Israel mendukung pemisahan diri wilayah Kurdistan dari Irak.
Parlemen Irak pada 12 September mengatakan, referendum kemerdekaan Kurdistan tidak konstitusional dan parlemen menentang pelaksanaan rencana tersebut. Meski demikian, Pemimpin Kurdistan Irak Masoud Barzani meminta semua etnis Kurdi untuk memberikan hak suaranya dalam referendum.
Pemerintah pusat Baghdad menentang keras pelaksanaan referendum di wilayah Kurdistan Irak dan dalam hal ini, Haider al-Abadi mengatakan bahwa referendum akan membuat situasi semakin rumit. "Pemungutan suara itu tidak konstitusional dan wilayah Kurdistan adalah bagian dari Irak dan etnis Kurdi merupakan warga kelas satu Irak dan mereka akan tetap demikian," ujarnya.
Bahkan Amerika Serikat sendiri – sebagai penggagas proyek Timur Tengah Raya – menentang pelaksanaan referendum kemerdekaan wilayah Kurdistan dari Irak. Juru bicara Departemen Luar Negeri AS, Heather Nauert baru-baru ini mengatakan, AS mendukung persatuan dan stabilitas Irak dan menentang pelaksanaan referendum dalam situasi sekarang. Mengingat tidak adanya dukungan dari dalam negeri Irak, negara-negara regional dan dunia internasional, maka referendum 25 September tampaknya tidak akan membawa hasil yang sesuai dengan harapan para pemimpin Kurdistan.
(Parstoday/Berbagai-Sumber-Lain/ABNS)
Post a Comment
mohon gunakan email