Pesan Rahbar

Home » » Kisah bumi dan langit (Artikel Ini Mengenai Isra Mikraj)

Kisah bumi dan langit (Artikel Ini Mengenai Isra Mikraj)

Written By Unknown on Monday 4 August 2014 | 18:36:00


Adapun terjadinya peristiwa Israk dan Mikraj adalah kerana bumi merasa bangga dengan langit. Berkata dia kepada langit, "Hai langit, aku lebih baik dari kamu kerana Allah s.w.t. telah menghiaskan aku dengan berbagai-bagai negara, beberapa laut, sungai-sungai, tanam-anaman, beberapa gunung dan lain-lain." Berkata langit, "Hai bumi, aku juga lebih elok dari kamu kerana matahari, bulan, bintang-bintang, beberapa falah, buruj, 'arasy, kursi dan syurga ada padaku."

Berkata bumi, "Hai langit, ditempatku ada rumah yang dikunjungi dan untuk bertawaf para nabi, para utusan dan arwah para wali dan solihin (orang-orang yang baik)."

Bumi berkata lagi, "Hai langit, sesungguhnya pemimpin para nabi dan utusan bahkan sebagai penutup para nabi dan kekasih Allah s.w.t. seru sekalian alam, seutama-utamanya segala yang wujud serta kepadanya penghormatan yang paling sempurna itu tinggal di tempatku. Dan dia menjalankan syari'atnya juga di tempatku." Langit tidak dapat berkata apa-apa, apabila bumi berkata demikian. Langit mendiamkan diri dan dia mengadap Allah s.w.t. dengan berkata, "Ya Allah, Engkau telah mengabulkan permintaan orang yang tertimpa bahaya, apabila mereka berdoa kepada Engkau. Aku tidak dapat menjawab soalan bumi, oleh itu aku minta kepada-Mu ya Allah supaya Muhammad Engkau dinaikkan kepadaku (langit) sehingga aku menjadi mulia dengan kebagusannya dan berbangga."

Lalu Allah s.w.t. mengabulkan permintaan langit, kemudian Allah s.w.t. memberi wahyu kepada Jibrail A.S pada malam tanggal 27 Rejab, "Janganlah engkau (Jibrail) bertasbih pada malam ini dan engkau 'Izrail jangan engkau mencabut nyawa pada malam ini."

Jibrail a.s.bertanya, " Ya Allah, apakah kiamat telah sampai?"

Allah s.w.t. berfirman, maksudnya, "Tidak, wahai Jibrail. Tetapi pergilah engkau ke Syurga dan ambillah buraq dan terus pergi kepada Muhammad dengan buraq itu." Kemudian Jibrail a.s. pun pergi dan dia melihat 40,000 buraq sedang bersenang-lenang di taman Syurga dan di wajah masing-masing terdapat nama Muhammad.

Di antara 40,000 buraq itu, Jibrail a.s.terpandang pada seekor buraq yang sedang menangis bercucuran air matanya. Jibrail a.s. menghampiri buraq itu lalu bertanya, "Mengapa engkau menangis, ya buraq?"

Berkata buraq, "Ya Jibrail, sesungguhnya aku telah mendengar nama Muhammad sejak 40 tahun, maka pemilik nama itu telah tertanam dalam hatiku dan aku sesudah itu menjadi rindu kepadanya dan aku tidak mahu makan dan minum lagi.

Aku laksana dibakar oleh api kerinduan." Berkata Jibrail a.s., "Aku akan menyampaikan engkau kepada orang yang engkau rindukan itu." Kemudian Jibrail a.s.memakaikan pelana dan kekang kepada buraq itu dan membawanya kepada Nabi Muhammad s.a.w.

Wallahu'alam.

Buraq yang diceritakan inilah yang membawa Rasulullah s.a.w. dalam perjalanan Israk dan Mikraj.

KIta Kutip Penjelasan Diatas yang dimaksudkan (dalam Dialog Yohanes dijaman Ali dan Ulama Ahlus sunnah serta Ulama 4 Mazhab Sunni) , Lihat pada Tulisan Berwarna Biru:
Anda tentu tahu, bahwa seandainya kekhilafahan bukan milik Ali maka tentu dia tidak akan mengklaimnya. Karena, jika dia mengklaimnya, sementara kekhalifahan bukan miliknya, maka dia seorang pendusta. Padahal Anda meriwayatkan bahwa Rasulullah saw telah bersabda, 'Ali bersama kebenaran, dan kebenaran bersama Ali.'[304] Bagaimana mungkin dia mengklaim sesuatu yang bukan merupakan haknya. Karena Jika demikian berarti Nabi Anda telah berdusta. 

Anda merasa heran dengan pembangkangan yang dilakukan oleh Bani Israil kepada Nabi mereka di dalam masalah khalifah (pengganti)nya, dan keberpalingan mereka kepada Samiri dan patung anak sapi. Namun —sungguh merupakan sesuatu yang aneh— pada saat yang sama Anda meriwayatkan bahwa Nabi Anda bersabda, 'Niscaya kalian akan mengikuti jejak Bani Israil. Bahkan, seandainya mereka masuk ke lobang biawak, kalian pun akan ikut memasukinya.'[305] Di dalam Kitab suci Anda disebutkan bahwa Bani Israil membangkang nabi mereka di dalam masalah khalifahnya, dan mereka malah berpaling kepada sesuatu yang tidak layak untuknya."

Para ulama itu berkata, "Wahai Yohanes, apakah Anda melihat Abu Bakar tidak layak untuk jabatan kekhilafahan?" 

Yohanes berkata, "Demi Allah, saya tidak melihat Abu Bakar layak untuk jabatan kekhilafahan, namun saya juga tidak fanatik terhadap kelompok Rafidhah. Saya membaca kitab-kitab Islam, dan di sana saya melihat bahwa para Imam Anda memberitahukan kita, sesungguhnya Allah SWT dan Rasul-Nya memberitahukan bahwa Abu Bakar tidak layak untuk jabatan kekhilafahan."

Para Imam itu bertanya, "Di mana itu?" 

Yohanes menjawab, "Saya lihat di dalam kitab Bukhari Anda,[306] di dalam kitab al-Jam' Baina ash-Shihah as-Sittah, di dalam kitab Sahih Abu Dawud, Sahih Turmudzi,[307] dan Musnad Ahmad bin Hanbal disebutkan bahwa Rasulullah saw telah mengutus Abu Bakar membawa Surat al-Bara'ah ke Mekkah. Ketika Abu Bakar sampai ke Dzil Khulaifah, Rasulullah saw memanggil Ali dan berkata kepadanya, 'Susul Abu Bakar, ambil tulisan darinya, dan bacakan kepada mereka.' Maka Ali pun menyusul Abu Bakar, lalu mengambil tulisan darinya. Kemudian Abu Bakar kembali ke hadapan Rasulullah saw dan berkata, 'Ya Rasulullah, apakah ada ayat yang turun berkenaan denganku?'

Rasulullah saw menjawab, Tidak ada. Hanya saja Jibril as datang kepadaku dan berkata, 'Tidak akan melaksanakan tugas ini kecuali kamu atau seorang laki-laki dari kamu.' 

Jika memang demikian perkaranya, dan jika memang Abu Bakar tidak layak menunaikan ayat-ayat yang mudah dari Nabi saw semasa beliau hidup, maka bagaimana mungkin dia layak memangku jabatan kekhilafahan sepeninggal beliau. Dari sini, kita dapat mengetahui bahwa Ali as layak untuk menunaikan tugas dari Nabi saw. Wahai kaum Muslimin, kenapa Anda bersikap pura-pura dari kebenaran yang sedemikian jelas? Dan kenapa Anda condong kepada mereka? Apa yang Anda takutkan?"

Ulama Hanafi menundukkan kepalanya sejenak, kemudian dia mengangkatnya kembali seraya berkata, "Wahai Yohanes! Sungguh, Anda melihat dengan pandangan yang adil, dan sesungguhnya kebenaran persis sebagaimana yang Anda katakan. Saya ingin lebih menambahkan tentang makna hadis ini untuk Anda. Yaitu bahwa Allah SWT hendak menjelaskan kepada manusia bahwa Abu Bakar tidak layak untuk kedudukan kekhilafahan. Oleh karena itu, Rasulullah saw mengirim Ali di belakangnya, dan memberhentikan Abu Bakar dari kedudukan yang agung ini, supaya manusia tahu bahwa Abu Bakar tidak layak untuk kedudukan tersebut, dan bahwa yang layak menduduki kedudukan tersebut adalah Ali as. Rasulullah saw bersabda, 'Tidak akan menyampaikan tugas ini dari kamu kecuali kamu atau seorang laki-laki dari kamu.'[308] Bagaimana pendapatmu, wahai Maliki?" 

Ulama Maliki itu berkata, "Demi Allah, pikiran saya masih dibingungkan oleh kenyataan bahwa Ali menentang Abu Bakar di dalam masalah kekhilafahannya selama enam bulan. Dan, setiap dua orang yang berselisih tentang suatu perkara, maka mau tidak mau salah seorang dari mereka pasti berada di pihak yang benar. Jika kita mengatakan Abu Bakar yang benar, berarti kita telah menyalahi makna ucapan Rasulullah saw yang mengatakan, 'Ali bersama kebenaran, dan kebenaran bersama Ali.' Ini adalah hadis sahih, yang tidak ada perselisihan tentangnya." Kemudian dia melihat ke arah ulama Hanbali, untuk mengetahui pandangannya.

Ulama Hanbali berkata, "Sahabat-sahabatku, betapa banyak kita telah bersikap pura-pura dari kebenaran? Demi Allah, sesungguhnya saya yakin bahwa Abu Bakar dan Umar telah merampas hak Ali as." 

Yohanes menuturkan, "Di dalam melakukan pembahasan, banyak sekali pertentangan yang timbul di antara mereka. Namun titik persamaan dari pembicaraan mereka ialah bahwa kebenaran berada di pihak Rafidhah. Yang paling dekat dengan kebenaran di antara mereka ialah ulama Syafi’i. Ulama Syafi’i itu berkata, "Bukankah Anda tahu bahwa Rasulullah saw telah bersabda, 'Barangsiapa yang mati dalam keadaan tidak mengenal imam zamannya, maka dia mati sebagai orang Yahudi atau sebagai orang Nasrani.'

Apa yang yang dimaksud dengan imam zaman? Dan siapakah dia?" 

Mereka menjawab, "Imam zaman kita adalah Al-Qur'an, karena kepadanyalah kita mengikuti."

Ulama Syafi’i itu berkata, "Anda semua salah. Karena Rasulullah saw telah bersabda, 'Para Imam itu dari kalangan Quraisy.'[309] Beliau tidak mengatakan, 'lmam itu adalah Al-Qur'an.'" 

Mereka berkata lagi, "Rasulullah saw Imam kita."

Ulama Syafi’i itu menjawab, "Anda semua salah. Kafena, tatkala para ulama kita dikritik kenapa Abu Bakar dan Umar meninggalkan jenazah Rasulullah yang masih terbaring belum dimandikan, untuk pergi menuntut jabatan kekhilafahan, dan ini menunjukkan kerakusan mereka akan jabatan tersebut, serta menodai keabsahan kekhilafahan mereka berdua, para ulama kita menjawab, bahwa apa yang mereka berdua lakukan adalah semata-mata kerena melihat sabda Rasulullah saw yang berbunyi, 'Barangsiapa yang mati dalam keadaan tidak mengenal siapa Imam zamannya, maka berarti dia mati dengan kematian jahiliyyah.' Oleh karena itu, mereka berdua pun bersegera pergi untuk menentukan Imam zamannya, karena takut akan ancaman Rasulullah saw dalam hadis ini. Dari sini, kita dapat mengetahui bahwa yang dimaksud dengan Imam di sini bukanlah Rasulullah saw." 

Mereka berkata kepada ulama Syafi’i itu, "Anda sendiri, siapa Imam Anda, wahai Syafi’i?"

Ulama Syafi’i itu menjawab, "Jika saya termasuk kelompok Anda, maka saya tidak mempunyai Imam; sedangkan jika saya termasuk kelompok (Syi'ah) Itsna 'Asyariiyah, maka Imam saya adalah Muhammad bin Hasan as." 

Para ulama itu berkata, "Demi Allah, ini adalah perkara yang sulit untuk bisa diterima. Bagaimana mungkin Imam kamu adalah seorang manusia yang mempunyai umur yang sedemikian panjang, yang tidak ada seorang pun yang mempunyai umur sepertinya, serta tidak ada seorang pun yang melihatnya? Hal ini amat sulit untuk bisa diterima?"

Ulama Syafi’i itu berkata, "Dajjal, yang termasuk kelompok kafir, Anda katakan dia ada dan hidup, dan dia ada sebelum Mahdi dan Samiri. Demikian juga, Anda tidak mengingkari adanya Iblis. Berkenaan dengan Khidhir dan Isa, Anda juga mengatakan bahwa keduanya masih hidup. Di kalangan Anda terdapat riwayat-riwayat yang menunjukkan akan pemanjangan umur bagi kelompok orang yang bahagia dan kelompok orang yang celaka. Al-Qur'an al-Karim mengatakan bahwa para pemuda ashabul kahfi telah tidur selama tiga ratus sembilan tahun dengan tidak makan dan tidak minum. Lantas, apakah mustahil apabila salah seorang dari keturunan Rasulullah saw hidup dalam masa yang lama dengan makan dan minum, hanya saja dia tidak memberitahukan kita bahwa seseorang telah melihatnya? Dengan demikian, penolakan kamu akan hal ini tidaklah beralasan." 

Yohanes berkata, "Sesungguhnya Nabi Anda telah bersabda, 'Sepeninggalku umatku akan terpecah belah menjadi tujuh puluh tiga golongan. Hanya satu golongan yang selamat, sementara tujuh puluh dua lainnya berada di dalam neraka. Apakah Anda tahu, golongan mana yang selamat itu?"

Mereka menjawab, "Mereka itu adalah kelompok Ahlus Sunnah wal Jamaah. Karena, tatkala Rasulullah saw ditanya tentang siapakah golongan yang. selamat itu, Rasulullah saw menjawab, 'Orang-orang yang berpijak pada sunahku sekarang dan sunah para sahabatku.'"[310] 

Yohanes kembali bertanya, "Dari mana Anda tahu bahwa Anda berpijak pada sunah Rasulullah saw?"

Mereka menjawab, "Ulama-ulama terkemudian menukilkan itu dari ulama-ulama terdahulu." 

Yohanes berkata lagi, "Lantas, siapa yang berpegang kepada nukilan Anda?"

Dengan heran mereka bertanya, "Memangnya kenapa?" 
Yohanes menjawab, "Karena dua hal:
Pertama, sesungguhnya para ulama Anda banyak sekali menukil hadis-hadis yang menunjukkan kepada keimamahan Ali bin Abi Thalib as dan kelebih-utamaannya, sementara Anda mengatakan bahwa yang demikian itu dusta, dan itu berarti Anda memberi kesaksian bahwa para ulama Anda telah menukil berita dusta. Oleh karena itu, mungkin saja nukilan ini pun dusta." 

Kedua, Rasulullah saw salat sebanyak lima kali di mesjid setiap harinya. Namun, mereka tidak mencatat apakah Rasulullah saw membaca bismillah di dalam surat al-Fatihah atau tidak? 
Apakah Rasulullah saw meyakini membaca bismillah di dalam surat al-Fatihah itu wajib atau tidak? 
Apakah Rasulullah saw menurunkan kedua tangannya di dalam salatnya atau tidak? 
Jika dia menyedekapkan kedua tangannya, apakah menyedekapkan tangannya di atas pusar atau di bawah pusar? 
Apakah di dalam wudu dia mengusap kepalanya sebanyak tiga helai rambut, seperempat kepala, separuhnya atau seluruhnya. Jika sesuatu yang setiap harinya dilakukan berulang kali oleh Rasulullah saw saja tidak dicatat oleh kalangan salaf Anda, maka bagaimana mungkin mereka mencatat sesuatu yang tidak dilakukan oleh Rasulullah saw kecuali hanya sekali atau dua kali! Bagaimana mungkin mereka mencatat sesuatu yang tidak dilakukan oleh Rasulullah saw di dalam hidupnya kecuali hanya sekali atau dua kali. Ini merupakan sesuatu yang sulit sekali untuk bisa diterima! Bagaimana bisa Anda mengatakan bahwa Ahlus Sunnahlah yang berpijak pada sunah Rasulullah saw, padahal sebagian mereka bertentangan dengan sebagian mereka yang lainnya di dalam masalah keyakinan; sementara berkumpulnya dua hal yang saling bertentangan (ijtima' an-naqidhain) adalah sesuatu yang msutahil."

Yohanes menuturkan, "Mereka semua pun terdiam. Kemudian terjadi pembicaraan di antara mereka, dan keluar suara-suara dengan nada tinggi di antara mereka. Mereka berkata, 'Yang benar ialah kita tidak mengetahui siapakah kelompok yang selamat itu. Masing-masing dari kita menyangka bahwa dialah kelompok yang selamat, dan bahwa orang lain di luar mereka celaka. Padahal, bisa saja sebenarnya dia yang celaka, dan kelompok lainnya justru yang selamat." 

Yohanes berkata, "Kelompok Rafidhah yang Anda anggap sesat ini, justru mereka merasa yakin merekalah kelompok yang selamat, dan selain mereka akan celaka. Mereka berargumentasi atas hal itu dengan mengatakan bahwa keyakinan mereka lebih menepati kebenaran, dan lebih jauh dari keraguan."

Para ulama itu berkata, "Wahai Yohanes, katakanlah! Demi Allah, kami tidak akan menuduh Anda. Karena kami tahu bahwa Anda mendebat kami untuk memunculkan kebenaran." 

Yohanes berkata, "Menurut keyakinan Syi'ah bahwa Allah SWT itu gadim, dan tidak ada yang qadim selainnya. Syi'ah mengatakan Allah SWT itu ada, bukan jisim, tidak menempati tempat, dan terbebas dari hulul (penitisan ke dalam makhluk). Sementara keyakinan Anda menetapkan bahwa selain Dia ada delapan lainnya yang qadim, yaitu sifat-sifat-Nya. Hingga Imam Anda, Fakhrur Razi mengecam Anda dengan mengatakan, 'Sesungguhnya orang-orang Nasrani dan orang-orang Yahudi menjadi kafir karena mereka menetapkan dua Tuhan yang qadim di samping Allah, sementara sahabat-sahabat kita menetapkan sembilan yang qadim.' Adapun Ibnu Hanbal, salah seorang dari Imam Anda mengatakan, 'Sesungguhnya Allah adalah jisim, dan sesungguhnya Dia bertengger di atas 'arasy, dan turun ke bumi dengan wajah berkepala botak.' Demi Allah, bukankah demikian yang Anda katakan?"

Mereka menjawab, "Benar." 

Yohanes berkata, "Jika demikian, tentunya keyakinan mereka lebih bagus dari keyakinan Anda. Syi'ah meyakini bahwa Allah SWT tidak melakukan sesuatu yang buruk, tidak melanggar sesuatu yang wajib, dan tidak ada kezaliman sedikit pun di dalam perbuatan-Nya. Mereka rida dengan qadha (ketetapan) Allah, karena Allah SWT tidak menetapkan kecuali kebaikan. Mereka meyakini bahwa perbuatan Allah SWT mempunyai maksud dan tujuan, serta tidak sia-sia. Mereka meyakini bahwa Allah SWT tidak membebani seseorang melainkan sesuai dengan kesanggupannya. Tidak menyesatkan seorang pun dari hamba-Nya, tidak menghalangi mereka dari ibadah, menginginkan ketaatan hamba-Nya, dan melarang mereka dari maksiat. Mereka juga yakin bahwa mereka merdeka di dalam amal perbauatan mereka. Sementara keyakinan Anda mengatakan bahwa semua keburukan berasal dari Allah SWT —Mahasuci Allah dari yang demikian itu. Keyakinan Anda juga mengatakan bahwa segala sesuatu yang terjadi pada wujud, yang berupa kekufuran, kefasikan, kemaksiatan, pembunuhan, pencurian dan zina, semuanya itu diciptakan oleh Allah SWT pada diri pelakunya, dan dikehendaki oleh-Nya terjadi pada diri mereka. Dia menetapkan qadha(ketetapan) atas mereka, dan menghilangkan kebebasan dari diri mereka, lalu kemudian mengazab mereka. Anda tidak rida dengan ketetapan Allah SWT. Dan, bahkan Allah SWT pun tidak rida dengan ketetapan-Nya. Keyakinan Anda mengatakan Allahlah yang telah menyesatkan hamba-Nya, menghalangi mereka dari ibadah dan keimanan. Padahal, Allah SWT berfirman, 'Dan Dia tidak meridai kekafiran bagi hamba-Nya. Jika kamu bersyukur, niscaya Dia meridai bagimu kesyukuranmu; dan seorang yang berdosa tidak akan memikul dosa orang lain.' (QS. az-Zumar: 7)

Cobalah berpikir, apakah keyakinan Anda lebih baik dari keyakinan mereka, atau keyakinan mereka lebih baik dari keyakinan Anda?! 

Syiah mengatakan, para nabi terjaga dari dosa (maksum) sejak permulaan umurnya hingga akhir hidupnya. Baik dari dosa kecil maupun dosa besar, baik yang berhubungan dengan wahyu maupun yang bukan, baik yang disengaja maupun yang tidak disengaja. Sementara keyakinan Anda mengatakan, mereka bisa terkena salah dan lupa. Anda menuduh Rasulullah saw lupa Al-Qur'an. Anda mengatakan bahwa Rasulullah saw mengerjakan salat Subuh, lalu membaca surat an-Najm yang berbunyi, 'Maka apakah patut kamu (hai orang-orang musyrik) menganggap al-Lata, al-'Uzza dan Manah yang ketiga, yang paling terkemudian (sebagai anakperempuan Allah)?' (QS. an-Najm: 19 - 20)

Ini adalah kekufuran dan kemusyrikan yang jelas sekali. Bahkan, sebagian dari ulama Anda telah menulis sebuah kitab yang khusus mencatat dosa-dosa yang dinisbatkan kepada para nabi as. Kemudian, kalangan Syi'ah menjawab kitab tersebut dengan menulis sebuah kitab yang mereka beri judul Tanzih al-Anbiya (membersihkan para nabi).[311] Sekarang, di antara dua keyakinan ini, mana yang lebih dekat kepada kebenaran dan lebih selamat, menurut Anda? 

Keyakinan Syi'ah mengatakan bahwa Rasulullah saw tidak meninggal dunia kecuali setelah meninggalkan wasiat tentang siapa yang akan meneruskan kepemimpinan sepeninggalnya. Dia tidak meninggalkan umatnya dalam keadaan terlantar dan tidak juga menyalahi firman Allah SWT. Sementara keyakinan Anda mengatakan, Rasulullah saw meninggalkan umatnya dalam keadaan terlantar, dan tidak meninggalkan wasiat tentang siapa yang akan meneruskan kepemimpinan sepeninggalnya. Padahal, Kitab suci yang turun kepada Anda mengatakan wajibnya seseorang meninggalkan wasiat. Demikian juga, hadis Nabi Anda menyatakan wajibnya meninggalkan wasiat. Oleh karena itu, berdasarkan keyakinan Anda ini berarti Rasulullah saw telah memerintahkan sesuatu yang tidak dikerjakannya. Mana di antara dua keyakinan ini yang paling layak mendapat keselamatan?

Keyakinan Syi'ah mengatakan bahwa Rasulullah saw tidak meninggalkan dunia ini kecuali setelah menetapkan kekhilafahan Ali bin Abi Thalib as, dan tidak meninggalkan umat dalam keadaan terlantar. Rasulullah saw berkata kepada Ali as pada hadis Yaum ad-Dar, 'Engkau adalah saudaraku, washiku, dan khalifahku setelahku. Maka dengarlah dan taatilah dia.' Anda semua menukilkannya, dan demikian juga dengan para Imam Qari, ath-Thabari, al-Kharkusyi dan Ibnu Ishaq. 

Rasulullah saw juga bersabda pada hari Ghadir Khum, 'Barangsiapa yang aku sebagai pemimpinnya maka inilah Ali pemimpinnya." Hingga Umar berkata kepada Ali, 'Selamat, selamat bagi kamu, hai Ali. Sekarang, kamu telah menjadi pemimpin setiap Mukmin laki-laki dan Mukmin perempuan.' Imam Anda Ahmad bin Hanbal menukilkannya di dalam kitab Musnadnya.[312] Rasulullah saw juga telah berkata kepada Salman berkenaan dengan Ali, 'Sesungguhnya washiku dan pewarisku adalah Ali bin Abi Thalib.' Hadis ini diriwayatkan oleh Imam Anda Ahmad bin Hanbal.[313] 

Rasulullah saw juga telah bersabda, 'Sesungguhnya pada malam mikraj para nabi telah berkata kepadaku, 'Kami diutus untuk menyatakan kenabianmu dan kewalian Ali bin Abi Thalib.' Anda meriwayatkan hadis ini di dalam kitab ats-Tsa'labi dan kitab al-Bayan. Rasulullah saw juga bersabda, 'Sesungguhnya Ali mencintai Allah dan Rasul-Nya.' Hadis ini Anda riwayatkan di dalam kitab Bukhari dan Muslim.[314] Rasulullah saw bersabda, 'Tidak ada yang dapat menunaikan tugas ini kecuali aku atau seorang laki-laki dariku.' Yang Rasulullah saw maksud adalah Ali bin Abi Thalib. Hadis ini diriwayatkan di dalam kitab al-Jam' Baina ash-Shahihain. Dalam hadis yang lain Rasulullah saw bersabda, 'Kedudukan engkau di sisiku tidak ubahnya seperti kedudukan Harun di sisi Musa, hanya saja tidak ada nabi sepeninggalku.' Hadis ini diriwayatkan di dalam kitab Sahih Bukhari.[315] Allah SWT juga telah menurunkan ayat Al-Qur'an berkenaan dengan Ali, 'Bukankah telah datang atas manusia satu waktu dari masa, sedang dia ketika itu belum merupakan sesuatu yang disebut.' (QS. ad-Dahr: 1) 

Pada kesempatan lain Dia juga menurunkan ayat berkenaan dengan Ali, 'Sesungguhnya pemimpin kamu hanyalah Allah, Rasul-Nya, dan orang-orang yang beriman, yang mendirikan salat dan menunaikan zakat dalam keadaan ruku.' (QS. al-Maidah: 55)

Dia adalah pemilik ayat sedekah.[316] Pukulan pedangnya kepada 'Amr bin Abdul Wudd, lebih utama dari amal perbuatan yang dilakukan umat hingga hari kiamat.[317] Dia adalah saudara Rasulullah saw, suami dari putrinya, pintu kota ilmu, pemimpin orang-orang yang bertakwa, pemuka agama, dan pemimpin kelompok al-ghurr al-muhajjalin.[318] Dia adalah penyelesai kesulitan, dan pengudar keruwetan. Dia adalah Imam yang berdasarkan nash Ilahi. Kemudian setelahnya adalah Hasan dan Husain, yang Rasulullah saw telah berkata tentang keduanya, 'Keduanya ini adalah imam, baik ketika duduk maupun berdiri. Dan bapak keduanya lebih baik dari keduanya.'[319] 

Rasulullah saw bersabda, 'Hasan dan Husain adalah dua penghulu pemuda ahli surga.'[320] Kemudian, Ali Zainal Abidin. Kemudian, putra-putranya yang maksum, yang diakhiri oleh al-Hujjah al-Qa'im al-Mahdi Imam Zaman as, yang mana barangsiapa yang mati dalam keadaan tidak mengenalnya maka dia mati dalam keadaan jahiliyyah.' 

Anda meriwayatkan di dalam kitab-kitab sahih Anda, dari Jabir bin Samurah yang berkata, 'Saya mendengar Rasulullah saw bersabda, 'Sepeninggalku akan ada dua belas orang amir', kemudian beliau mengatakan sesuatu yang tidak terdengar oleh saya.'[321] 

Di dalam kitab Bukhari Anda[322] disebutkan bahwa Rasulullah saw telah bersabda, 'Urusan manusia akan tetap berjalan selama pemimpin mereka masih dua belas orang laki-laki'. Kemudian Rasulullah saw mengatakan sesuatu yang tidak terdengar oleh saya.

Di dalam Sahih Muslim disebutkan, 'Urusan agama ini akan tetap tegak berdiri hingga datangnya hari kiamat, dan pada mereka terdapat dua belas orang khalifah, yang kesemuanya berasal dari Qurasy."[323] Di dalam kitab al-Jam' Baina ash-Shahihain, dan juga di dalam kitab sahih yang enam (ash-shihah as-sittah) disebutkan bahwa Rasulullah saw bersabda, 'Sesungguhnya urusan ini tidak akan berlalu sehingga datangnya dua belas orang kahlifah, yang kesemuanya mereka berasal dari bangsa Quraisy.'[324] 

Seorang ulama Anda, muhaddis Anda dan kepercayaan Anda, penulis kitab Kifayah ath-Thalib, dari Anas bin Malik yang berkata, 'Saya pernah bersama Abu Dzar, Salman, Zaid bin Tsabit, dan Zaid bin Arqam berada di sisi Nabi saw. Pada saat itu masuklah Hasan dan Husain as. Melihat itu Rasulullah saw pun menciumi keduanya. Setelah itu, Abu Dzar berdiri dan mencium kedua tangan keduanya, dan kemudian duduk kembali bersama kami.

Secara perlahan-lahan saya bertanya kepada Abu Dzar, 'Wahai Abu Dzar, Anda adalah seorang orang tua dari kalangan sahabat Rasulullah saw. Anda berdiri menghampiri kedua anak kecil Bani Hasyim, kemudian sibuk dengan keduanya dan menciumi kedua tangankeduanya.' 

Abu Dzar menjawab, 'Benar. Kalau sekiranya engkau mendengar sebagaimana yang telah aku dengar tentang keduanya, niscaya engkau akan melakukan lebih dari apa yang telah aku lakukan.'

Kami bertanya, 'Wahai Abu Dzar, apa yang telah engkau dengar dari Rasulullah saw tentang keduanya?' 

Abu Dzar menjawab, 'Saya telah mendengar Rasulullah saw berkata kepada Ali dan kepada keduanya, 'Demi Allah, sekkanya seorang hamba mengerjakan salat dan puasa hingga lusuh, niscaya salat dan puasanya itu tidak akan memberikan manfaat kepadanya kecuali dengan mencintai engkau dan berlepas diri dari musuh-musuh engkau.

Ya Ali, Barangsiapa yang bertawassul kepada Allah dengan perantaraan hakmu, maka Allah SWT berkewajiban untuk tidak menolaknya dengan kegagalan. 

Ya Ali, Barangsiapa yang mencintaimu dan berpegang kepadamu, maka berarti dia telah berpegang kepada tali yang amat kuat.' Anas bin Malik berkata, 'Kemudian, Abu Dzar pun berdiri dan keluar. Lalu, kami pun maju ke hadapan Rasulullah dan bertanya, 'Ya Rasulullah saw, Abu Dzar telah memberitahukan kami begini-begini.'

Rasulullah saw menjawab, 'Sungguh benar apa yang telah dikatakanoleh AbuDzar.'[325] 

*****
Inilah Isra' Mikraj Nabi Muhammad Saw.
____________________________________
Kemudian, Rasulullah saw bersabda, 'Allah SWT telah menciptakanku dan Ahlul Baitku dari cahaya yang sama, tujuh ribu tahun sebelum Dia menciptakan Adam. Kemudian, kami dipindahkan dari tulang sulbinya ke dalam tulang-tulang sulbi yang suci, dan kemudian kepada rahim-rahim yang suci.'

Saya bertanya, 'Ya Rasulullah, ketika itu Anda semua di mana? Dan dalam bentuk apa Anda semua ketika itu? 

Rasulullah saw menjawab, 'Ketika itu kami berupa bayangan dari cahaya, tergantung di bawah 'arasy, dalam keadaan senantiasa bertasbih dan mensucikan Allah SWT.'

Kemudian Rasulullah saw meneruskan sabdanya, 'Ketika aku diangkat ke langit dan sampai ke sidrah al-muntaha, Jibril meninggalkanku. 

Lalu aku berteriak, 'Wahai kekasihku, Jibril, engkau meninggalku pada maqam yang seperti ini?'

Jibril menjawab, 'Wahai Muhammad, aku Tidak boleh naik ke tempat ini. Karena kedua sayapku akan terbakar. Kemudian, aku dilempar dari satu cahaya ke cahaya yang lain. Masya Allah. Kemudian Allah SWT berkata, 'Ya Muhammad, sesungguhnya Aku memandang ke bumi sekali pandangan, lalu Aku memilihmu dan menjadikan kamu sebagai nabi. Kemudian, Aku memandang ke bumi sekali lagi, lalu Aku memilih Ali dan menjadikannya sebagai washimu, pewaris ilmumu, dan Imam sepeninggalmu. Lalu, Aku mengeluarkan dari tulang sulbimu keturunan yang suci dan para Imam yang maskum, yang akan menjadi perbendaharaan ilmu-Ku. Seandainya bukan karena mereka, niscaya Aku tidak akan menciptakan dunia dan akhirat, serta surga dan neraka. Maukah kamu melihat mereka?' 

Aku katakan, 'Ya, wahai Tuhanku.' Kemudian, datang seruan, 'Hai Muhammad, angkat kepalamu', maka aku pun mengangkat kepalaku. Tiba-tiba aku melihat cahaya Ali, Hasan, Husain, Ali bin Husain, Muhammad bin Ali, Ja'far bin Muhammad, Musa bin Ja'far, Ali bin Musa, Muhammad bin Ali, Ali bin Muhammad, Hasan bin Ali, dan al-Hujjah bin Hasan, cahayanya berkilau di antara mereka, seperti bintang yang bersinar —salawat dan salam atas mereka.

Aku berkata, 'Wahai Tuhanku, siapakah mereka?' 

Allah SWT menjawab, 'Mereka itu adalah para imam yang suci sepeninggalmu, yang berasal dari tulang sulbimu. Dan, ini adalah al-Hujjah yang akan memenuhi bumi dengan kebenaran dan keadilan, setelah sebelumnya dipenuhi dengan kerusakan dan kezaliman, yang akan menyembuhkan hati orang-orang yang beriman.'

Lalu, kami pun berkata, 'Ya Rasulullah, demi ayah dan ibu kami, sungguh engkau telah mengatakan sesuatu yang aneh (mengagumkan).' 

Rasulullah saw menjawab, 'Yang lebih aneh dari ini ialah, sesungguhnya kaum-kaum mendengarkan hal ini dariku, namun kemudian mereka berbalik ke belakang, setelah Allah SWT memberi petunjuk kepada mereka, dan mereka menyakitiku berkenaan dengan mereka (para Imam dari kalangan Ahlul Bait). Sungguh, Allah SWT tidak akan memberikan syafaatku kepada mereka."'[326] 

____________________________________________________________
*****
Yohanes berkata, "Keyakinan kamu ialah, bahwa tatkala Rasulullah saw meninggal dunia dia tidak meninggalkan wasiat, dan tidak menetapkan siapa penggantinya. Kemudian, Umar bin Khattab memilih Abu Bakar dan berbaiat kepadanya, yang kemudian diikuti oleh umat. Selanjutnya, Abu Bakar menamakan dirinya sebagai khalifah (pengganti) Rasulullah saw. Anda tahu bahwa tatkala Rasulullah saw meninggal dunia, Abu Bakar dan Umar meninggalkan jenazah Rasulullah yang belum dimandikan dan dikafani. Mereka berdua pergi ke Saifah Bani Sa'idah, dan berselisih dengan kalangan Anshar mengenai kekhilafahan. Abu Bakar merebut kekhilafahan sementara jenazah Rasulullah saw masih terbujur. Tidak ada yang meragukan bahwa Rasulullah saw tidak menunjuk Abu Bakar sebagai khalifah. Abu Bakar telah menyembah berhala selama empat puluh tahun sebelum menjadi Muslim. Padahal, Allah SWT telah berfirman, 'Sesungguhnya janjiku tidak berlaku bagi orang-orang yang zalim.' (QS. al-Baqarah: 124).

Abu Bakar menahan warisan Fatimah yang berasal dari ayahnya. Fatimah berkata, 'Hai Abu Bakar, engkau mewarisi ayahmu, sementara aku tidak mewarisi ayahku? Sungguh, engkau telah mengatakan sesuatu yang mengada-ada.' Fatimah memprotes Abu Bakar dengan firman Allah SWT yang berbunyi,

'Yang akan mewaris aku dan mewarisi sebagian keluarga Ya'gub.' (QS. Maryam: 6)

 'Dan Sulaiman telah mewarisi Dawud.' (QS. an-Naml: 16)

Allah SWT juga berfirman, 'Allah mensyariatkan bagimu tentang (pembagian pusaka untuk) anak-anakmu.' (QS. an-Nisa: 11)

Abu Bakar menahan Fatimah untuk mendapatkan tanah fadak, pa-dahal Fatimah telah mengklaimnya, dan mengatakan bahwa Rasulullah saw telah menghadiahinya kepada dirinya. Namun, Abu Bakar tidak membenarkan kesaksian Fatimah mengenainya, padahal Fatimah termasuk ahli surga, dan Allah SWT telah menghilangkan dosa darinya, yang merupakan sesuatu yang lebih umum dari dusta dan yang lainnya.

Abu Bakar berkata, Turunkan aku dari kedudukan ini. Sesungguhnya aku bukanlah yang terbaik selama Ali ada di tengah-tengah kamu.'[327] Jika dia benar-benar dengan perkataannya ini, maka dia tidak layak mendahului Ali bin Abi Thalib as. Namun, jika dia dusta maka dia tidak layak untuk menduduki kursi keimamahan.


Abu Bakar berkata, 'Sesungguhnya aku mempunyai setan yang senantiasa mengikutiku. Oleh karena itu, jika aku menyimpang maka luruskanlah aku.'[328] Seseorang yang senantiasa diikuti setan, maka dia tidak layak menduduki kursi keimamahan!! 

Abu Bakar berkata berkenaan dengan Umar, 'Sesungguhnya pembaiatan Abu Bakar sebuah kekeliruan. Semoga Allah SWT melindungi kaum Muslimin dari keburukannya. Barangsiapa yang mengulangi sepertinya, maka bunuhlah.'[329] Dari sini, dapat diketahui bahwa pembaiatannya adalah sesuatu yang salah dan tidak benar, dan orang yang melakukan hal yang sama wajib diperangi.

=================================
Benarkah Abubakar adalah Siddiq ??? Benarkah doktrin Ulama Sunni Zaman Dulu Mutlak Benar ???

Kalau ada yang memberi PREDIKAT Shiddiq pada Abubakar maka orangnya adalah Umar b. Khattab. Karena Abubakar selalu membenarkan kata2 Umar tanpa bantahan dan mengamalkan.
Siddiq-kah seorang yang mempercayai Isra’ Mi’raj Nabi sementara dia LARI DARI PERANG?????

Lalu ketika Nabi.saw memerintahkannya bergabung dengan pasukan Usamah Bin Zaid mengapa pula dia bersama dua temannya menolak keras perintah Nabi.saw sehingga Nabi.saw memarahinya, Nabi.saw bersabda: SEGERA BERANGKATKAN PASUKAN USAMAH, SIAPA YANG ENGGAN BERGABUNG MAKA LAKNAT ALLAH KEATASNYA” (Asy-Syahrastani, Al-Milal wa an-Nihal, Miqaddimah hlm.15).

Kalau dia benar-benar Siddiq mengapa ia LARI dari perang, apakah itu karena dalamnya keimanannya???
Bisa saja ulama terdahulu salah karena kurang lengkap data data, dimana data2 itu justru ada pada ulama2 lain yang dia tidak punya akses ke sana.

Namun, sekarang kita yang hidup di jaman setelah mereka sudah mampu mengakses semua data2 tersebut karena memang kita memiliki datanya.

Contoh: Ayat2 al-Quran yang pada saat turunnya kita kurang memahami maknanya, justru ratusan tahun kemudian dengan bekal peralatan yang lebih canggih kita akan mengetahui hakikat / maksud dari ayat tersebut.

Maka Allah berfirman: SANURIIHIM AYAATINAA FIL AFAAQI WA FII ANFUSIHIM HATTAA YATABAYYANA LAHUM ANNAHUL HAQQ………(Fushilat: 53)

Hadis Dhaif Gelar Ash Shiddiq Turun Dari Langit Bagi Abu Bakar .
Terdapat hadis-hadis yang dijadikan hujjah salafy dalam mengutamakan Abu Bakar secara berlebihan. Yaitu hadis yang menyatakan kalau gelar Ash Shiddiq bagi Abu Bakar itu turun dari langit. Setelah kami teliti ternyata hadis tersebut dhaif, cukup aneh juga salafy yang katanya alergi-an dengan hadis dhaif kok mau-maunya berhujjah pakai hadis dhaif. Kami tidak mengingkari gelar Ash Shiddiq bagi Abu Bakar, gelar itu adalah gelar yang masyhur bagi Abu Bakar radiallahu ‘anhu. Yang kami ingkari adalah gaya salafy yang berlebihan bahwa gelar tersebut turun dari langit.


Hadis Imam Ali Radiallahu ‘anhu.
Tidak jarang untuk menguatkan hujjah mereka, salafy mengambil hadis atau riwayat perkataan Imam Ali, salah satunya mengenai gelar Ash Shiddiq turun dari langit bagi Abu Bakar :

حدثنا معاذ بن المثنى ثنا علي بن المديني ثنا إسحاق بن منصور السلولي ثنا محمد بن سليمان العبدي عن هارون بن سعد عن عمران بن ظبيان عن أبي يحيى حكيم بن سعد قال سمعت عليا يحلف : لله أنزل اسم أبي بكر من السماء الصديق

Telah menceritakan kepada kami Mu’adz bin Al Mutsanna yang berkata menceritakan kepada kami Ali bin Madini yang berkata menceritakan kepada kami Ishaq bin Manshur Al Saluuliy yang berkata menceritakan kepada kami Muhammad bin Sulaiman Al ‘Abdi dari Haarun bin Sa’d dari ‘Imran bin Zhabyaan dari Abi Yahya Hakiim bin Sa’d yang berkata aku mendengar Ali bersumpah “Allah SWT telah menurunkan dari langit untuk Abu Bakar dengan nama Ash Shiddiq” [Mu’jam Al Kabir 1/55 no 14]

Hadis ini juga diriwayatkan dalam Al Mustadrak Al Hakim no 4405, Al Ahad Wal Matsani Ibnu Abi Ashim 1/70 no 6, Tarikh Dimasyq Ibnu Asakir 30/75 dan Ma’rifat Ash Shahabah Abu Nu’aim no 59 semuanya dengan jalan sanad dari Ishaq bin Manshur dari Muhammad bin Sulaiman Al Abdi dari Harun bin Sa’d dari Imran bin Zhabyan dari Abi Yahya dari Ali.

Hadis ini sanadnya dhaif disebabkan Muhammad bin Sulaiman Al ‘Abdi seorang yang majhul dan ‘Imran bin Zhabyaan seorang yang dhaif.
  • Muhammad bin Sulaiman Al ‘Abdi dinyatakan majhul oleh Abu Hatim [Al Jarh Wat Ta’dil 7/269 no 1473]. Ibnu Hajar menyatakan kalau Muhammad bin Sulaiman Al ‘Abdi dinyatakan majhul oleh Ibnu Abi Hatim, dimasukkan Ibnu Hibban dalam Ats Tsiqat, ia meriwayatkan dari Harun Al A’war dan telah meriwayatkan darinya Ishaq bin Manshur. [Lisan Al Mizan juz 5 no 648]. Al Hakim sendiri menyatakan Muhammad bin Sulaiman ini tidak dikenal walaupun ia menshahihkan hadis tersebut karena memiliki penguat dari riwayat Nazzal bin Saburah dari Ali [Al Mustadrak no 4405]. Kami katakan pernyataan Al Hakim soal shahihnya hadis ini keliru karena hadis penguat yang dimaksud ternyata sanadnya dhaif.
  • ‘Imran bin Zhabyaan adalah perawi yang dhaif. Bukhari berkata “fihi nazhaar”, Yaqub bin Sufyan menyatakan tsiqat. Ibnu Hibban memasukkannya dalam Ats Tsiqat dan memasukkannya ke dalam Adh Dhu’afa seraya berkata bathil berhujjah dengannya. Ibnu Ady dan Al Uqaili memasukkannya dalam Adh Dhu’afa [At Tahdzib juz 8 no 230]. Ibnu Hajar menyatakan ia dhaif [At Taqrib 1/752].

Selain ‘Imran bin Zhabyan, atsar ini juga diriwayatkan oleh Abu Ishaq As Sabi’i dari Ali dengan sanad yang dhaif. Disebutkan dalam Tarikh Ibnu Asakir 30/75 & 76 dan Ma’rifat Ash Shahabah Abu Nu’aim no 58 dengan jalan sanad yang berujung pada Dawud bin Mihran dari Umar bin Yazid dari Abu Ishaq As Sabi’i dari Abi Yahya dari Ali. Sanad ini dhaif karena Umar bin Yazid Al Azdi, ia dinyatakan oleh Ibnu Hajar sebagai “munkar al hadits” [Lisan Al Mizan juz 4 no 968]. Ibnu Ady menyatakan Umar bin Yazid munkar al hadits dan ia meriwayatkan dari Atha’ dan Hasan hadis-hadis yang tidak terjaga [Al Kamil Ibnu Ady 5/29].

Al Hakim dalam Al Mustadrak no 4405 meriwayatkan atsar ini dari Nazzal bin Saburah dari Ali Radiallahu ‘anhu dengan sanad yang dhaif

حدثناه عبد الرحمن بن حمدان الجلاب ثنا هلال بن العلاء الرقي حدثني أبي ثنا إسحاق بن يوسف ثنا أبو سنان عن الضحاك ثنا النزال بن سبرة قال وافقنا عليا رضى الله تعالى عنه طيب النفس وهو يمزح فقلنا حدثنا عن أصحابك قال كل أصحاب رسول الله صلى الله عليه وسلم أصحابي فقلنا حدثنا عن أبي بكر فقال ذاك امرء سماه الله صديقا على لسان جبريل ومحمد صلى الله عليهما

Telah menceritakan kepada kami Abdurrahman bin Hamdaan Al Jalaab yang menceritakan kepada kami Hilal bin Al A’la Ar Raqiiy yang menceritakan kepadaku ayahku yang berkata menceritakan kepada kami Ishaq bin Yusuf yang menceritakan kepada kami Abu Sinan dari Dhahhak yang berkata menceritakan kepada kami Nazzal bin Sabrah yang berkata kami menemui Ali radiallahu ‘anhu dalam keadaan baik maka kami berkata “ceritakanlah kepada kami tentang sahabatmu. Beliau menjawab “semua sahabat Rasulullah shalallahu ‘alaihi wasallam adalah sahabatku”. Kami berkata “ceritakanlah kepada kami tentang Abu Bakar”. Beliau menjawab “Ia adalah orang yang Allah SWT nyatakan Ash Shiddiq melalui lisan Jibril dan Muhammad SAW” [Al Mustadrak Ash Shahihain no 4405] .

Hadis ini dijadikan oleh Al Hakim sebagai penguat riwayat Abu Yahya Hakim bin Sa’ad dari Ali. Kami katakan Al Hakim keliru hadis ini tidak bisa dijadikan penguat karena hadis ini sanadnya sangat dhaif, di dalamnya terdapat Al A’la bin Hilal Al Bahiliy ayahnya Hilal bin Al A’la Ar Raqiiy seorang yang sangat dhaif.
  • Hilal bin Al A’la Ar Raqiiy seorang perawi yang shaduq. Abu Hatim berkata shaduq. Nasa’i terkadang berkata “shalih” terkadang berkata “tidak ada masalah dan ia meriwayatkan hadis-hadis mungkar dari ayahnya” [At Tahdzib juz 11 no 135].
  • Al A’la bin Hilal bin Umar Al Bahiliy seorang perawi yang dhaif. Abu Hatim menyatakan ia munkar al hadis, hadisnya dhaif dan meriwayatkan hadis maudhu’. Ibnu Hibban memasukkannya dalam Adh Dhu’afa seraya berkata “tidak boleh berhujjah dengannya” [At Tahdzib juz 8 no 351]. Ibnu Hajar menyatakan “ada kelemahan padanya” [At Taqrib 1/765] dan dikoreksi dalam Tahrir At Taqrib kalau Al A’la bin Hilal seorang yang “dhaif jiddan” [Tahrir At Taqrib no 5259].

Hadis Abu Hurairah.
Selain dari Imam Ali terdapat hadis dari Abu Hurairah bahwa Jibril mengatakan kepada Rasulullah SAW kalau Abu Bakar akan membenarkan peristiwa isra’ sehingga ia dinamakan Ash Shiddiq.

حدثنا محمد بن أحمد الرقام ثنا إسحاق بن سليمان الفلفلي المصري نا يزيد بن هارون ثنا مسعر عن أبي وهب عن أبي هريرة قال قال رسول الله صلى الله عليه و سلم لجبريل ليلة أسري به إن قومي لا يصدقوني فقال له جبريل يصدقك أبو بكر وهو الصديق

Telah menceritakan kepada kami Muhammad bin Ahmad Ar Raqaam yang berkata menceritakan kepada kami Ishaq bin Sulaiman Al Fulfuliy Al Mishri yang menceritakan kepada kami Yazid bin Harun yang menceritakan kepada kami Mis’ar dari Abu Wahab dari Abu Hurairah yang berkata Rasulullah SAW berkata kepada Jibril pada malam isra’ “kaumku tidak akan membenarkanku”. Maka Jibril berkata “akan membenarkanmu Abu Bakar, dia shiddiq” [Mu’jam Al Awsath Thabrani 7/166 no 7173].

Hadis di atas sanadnya khata’ atau salah. Yang meriwayatkan dari Abu Wahab adalah Najih Abu Ma’syar bukannya Mis’ar. Kesalahan ini bisa berasal dari Muhammad bin Ahmad Ar Raqaam atau Ishaq bin Sulaiman Al Fulfuly Al Mishri, keduanya tidak dikenal kredibilitasnya. Selain itu Abu Wahab sendiri seorang yang majhul dan ia terkadang menyebutkan hadis ini dari Abu Hurairah dan terkadang tanpa menyebutkan Abu Hurairah.

وحدثني وهب بن بقية الواسطي، ثنا يزيد بن هارون، أنبأ أبو معشر عن أبي وهب عن أبي هريرة أن رسول الله صلى الله عليه وسلم قال لجبريل ليلة أسري به إن قومي لا يصدقوني، فقال جبريل: يصدقك أبو بكر وهو الصديق

Telah menceritakan kepada kami Wahab bin Baqiyah Al Wasithiy yang menceritakan kepada kami Yazid bin Harun yang mengabarkan kepada kami Abu Ma’syar dari Abu Wahab dari Abu Hurairah bahwa Rasulullah shalallahu ‘alaihi wasallam berkata kepada Jibril pada malam isra’ “kaumku tidak akan membenarkanku”. Maka Jibril berkata “akan membenarkanmu Abu Bakar dan dia shiddiq” [Ansab Al Asyraf Al Baladzuri 3/307].

Selain Wahb bin Baqiyah, Ibnu Sa’ad dan Muhammad bin Husain bin Ibrahim juga meriwayatkan dari Yazid bin Harun dari Abu Ma’syar dari Abu Wahab.

أخبرنا يزيد بن هارون قال أخبرنا أبو معشر قال أخبرنا أبو وهب مولى أبي هريرة أن رسول الله صلى الله عليه وسلم قال ليلة أسري به قلت لجبريل إن قومي لا يصدقونني فقال له جبريل يصدقك أبو بكر وهو الصديق

Telah mengabarkan kepada kami Yazid bin Harun yang berkata telah mengabarkan kepada kami Abu Ma’syar yang berkata telah mengabarkan kepada kami Abu Wahab mawla Abu Hurairah bahwa Rasulullah shalallahu ‘alaihi wasallam berkata pada malam isra’ kepada Jibril “kaumku tidak akan membenarkanku”. Jibril berkata “akan membenarkanmu Abu Bakar dan dia shiddiq” [Thabaqat Ibnu Sa’ad 3/90].

حدثنا عبد الله قال حدثني محمد بن الحسين بن إبراهيم بن إشكاب قثنا يزيد بن هارون قثنا أبو معشر قثنا أبو وهب مولى أبي هريرة أن رسول الله قال ليلة أسري به لجبريل عليه السلام إن قومي لا يصدقوني فقال له جبريل بلى يصدقك أبو بكر الصديق

Telah menceritakan kepada kami Abdullah yang berkata telah menceritakan kepadaku Muhammad bin Husain bin Ibrahim bin Isykaab yang menceritakan kepada kami Yazid bin Harun yang menceritakan kepada kami Abu Ma’syar yang menceritakan kepada kami Abu Wahb mawla Abu Hurairah bahwa Rasulullah berkata di malam isra’ kepada Jibril alaihis salam “kaumku tidak akan membenarkanku” Jibril berkata “akan membenarkanmu Abu Bakar Ash Shiddiq” [Fadhail Ash Shahabah no 116].

حدثنا أبو الوليد خلف بن الوليد قال حدثنا أبو معشرعن أبي وهب  مولى أبي هريرة قال لما رجع رسول الله صلى الله عليه وسلم ليلة أسري به بلغ ذا طوى قال يا جبريل إن قومي لا يصدقوني قال يصدقك أبو بكر وهو صديق

Telah menceritakan kepada kami Abul Walid Khalaf bin Walid yang berkata telah menceritakan kepada kami Abu Ma’syar dari Abu Wahb mawla Abu Hurairah yang berkata “Rasulullah shalallahu ‘alaihi wasallam kembali dari Isra’, dan berada di Dzi Thuwa, beliau berkata “Wahai Jibril, kaumku tidak akan membenarkanku”. Jibril berkata “akan membenarkanmu Abu Bakar dan dia shiddiq [Tarikh Ibnu Abi Khaitsamah 1/180 no 429].

سعيد بن منصور ثنا أبو معشر عن أبي وهب مولى أبي هريرة عن أبي هريرة قال لما رجع رسول الله صلى الله عليه وسلم ليلة أسري به قال يا جبريل إن قومي لا يصدقوني قال يصدقك أبو بكر وهو الصديق

Sa’id bin Manshur telah menceritakan kepada kami Abu Ma’syar dari Abu Wahb mawla Abu Hurairah dari Abu Hurairah yang berkata “ketika Rasulullah shalallahu ‘alaihi wasallam kembali dari malam isra’ Beliau berkata “wahai Jibril kaumku tidak akan membenarkanku”. Jibril berkata “akan membenarkanmu Abu Bakar, dan dia shiddiq” [Tarikh Al Islam Adz Dzahabi 1/251].

Secara keseluruhan hadis ini dhaif semuanya berujung pada Abu Ma’syar dari Abu Wahb mawla Abu Hurairah. Abu Ma’syar adalah Najih bin Abdurrahman Al Madani seorang yang dhaif dan Abu Wahb tidak dikenal
  • Najih bin Abdurrahman Abu Ma’syar perawi Ashabus Sunan yang dhaif. Bukhari berkata “munkar al hadits”. Nasa’i, Abu Dawud dan Ibnu Ma’in menyatakan dhaif. Ali bin Madini berkata “dhaif dhaif”. Ibnu Sa’ad dan Daruquthni menyatakan dhaif. Abu Nu’aim berkata “ ia meriwayatkan dari Nafi, Ibnu Munkadir, Hisyam bin Urwah, Muhammad bin Amru hadis-hadis palsu yang tidak bernilai apa-apa” [At Tahdzib juz 10 no 759]. Ibnu Hajar menyatakan ia dhaif [At Taqrib 2/241].
  • Abu Wahb mawla Abu Hurairah adalah perawi yang tidak dikenal. Yang meriwayatkan darinya adalah Abu Ma’syar Najih bin Abdurrahman seorang yang dhaif. Ibnu Hajar telah menyatakan Abu Wahb sebagai orang yang tidak dikenal [Ta’jil Al Manfa’ah 2/545]

Selain Abu Wahb, hadis ini juga diriwayatkan oleh Hatim bin Huraits Ath Tha’iy dengan sanad yang dhaif. Riwayat Hatim ini disebutkan oleh Ath Thabrani dalam Mu’jam Al Awsath 7/157 no 7148 dan Musnad Asy Syamiiyyin 1/145 no 232.

حدثنا محمد بن عبد الرحيم الديباجي ثنا أحمد بن عبد الرحمن بن المفضل الحراني نا المغيرة بن سقلاب الحراني ثنا عبد الرحمن بن ثابت بن ثوبان عن حاتم عن أبي هريرة قال لما أسري بالنبي صلى الله عليه و سلم قال يا جبريل إن قومي يتهموني ولا يصدقوني قال إن اتهمك قومك فإن أبا بكر يصدقك

Telah menceritakan kepada kami Muhammad bin Abdurrahiim Ad Diibaajiy  yang berkata menceritakan kepada kami Ahmad bin Abdurrahman bin Mufadhdhal Al Harraaniiy yang menceritakan kepada kami Mughirah bin Saqlaab Al Harraaniy yang menceritakan kepada kami Abdurrahman bin Tsabit bin Tsauban dari Hatim dari Abu Hurairah yang berkata “ketika Nabi shalallahu ‘alaihi wassalam kembali dari isra’, beliau berkata “wahai Jibril kaumku akan menuduhku dan tidak akan membenarkanku”, Jibril berkata “kaummu akan menuduhmu tetapi Abu Bakar akan membenarkanmu” [Mu’jam Al Awsath Ath Thabrani no 7148]

Hadis ini dhaif karena Muhammad bin Abdurrahiim Syaikh Thabrani seorang yang majhul hal, Mughirah bin Saqlaab seorang yang dhaif, dan Abdurrahman bin Tsabit bin Tsauban mengalami ikhtilath.
  • Muhammad bin Abdurrahiim Ad Diibaajiy adalah Syaikh Thabrani yang tidak dikenal kredibilitasnya. Tidak ada ulama mutaqaddimin yang menta’dilkannya dan yang meriwayatkan darinya hanya Ath Thabrani.
  • Mughirah bin Saqlaab seorang yang dhaif. Abu Ja’far An Nafiiliy berkata “tidak dipercaya”. Ibnu Ady berkata “munkar al hadits”. Abu Hatim berkata “shalih al hadits”. Abu Zur’ah berkata “tidak ada masalah”. Daruquthni mendhaifkannya [Lisan Al Mizan juz 6 no 282]. Al Uqaili memasukkannya ke dalam Adh Dhu’afa [Ad Dhu’afa Al Uqaili 4/182 no 1757]. Ibnu Hibban memasukkannya dalam Adh Dhu’afa seraya mengatakan kalau Mughirah tergolong orang yang sering salah, meriwayatkan dari perawi dhaif dan majhul , meriwayatkan hadis-hadis yang mungkar dan waham serta harus ditinggalkan. [Al Majruhin no 1033].
  • Abdurrahman bin Tsabit bin Tsauban seorang yang diperbincangkan. Ahmad berkata “tidak kuat” dan terkadang berkata “meriwayatkan hadis-hadis mungkar”. Ibnu Ma’in terkadang berkata shalih terkadang berkata “dhaif”. Abu Zur’ah, dan Al Ijli berkata “layyin”. Duhaim berkata “tsiqat”. Abu Hatim mengatakan tsiqat tetapi mengalami perubahan hafalan di akhir hidupnya. Nasa’i terkadnag berkata “dhaif” terkadang berkata “tidak kuat” dan terkadang berkata “tidak tsiqat”. Ibnu Khirasy berkata “layyin”. Ibnu Ady berkata “ ia memiliki hadis-hadis shalih, seorang yang shalih ditulis hadisnya dan ia dinyatakan dhaif” [At Tahdzib juz 6 no 306]. Ibnu Hajar berkata “ia seorang yang jujur, sering salah dan mengalami perubahan hafalan di akhir hidupnya” [At Taqrib 6/306].
Dengan mengumpulkan jalan-jalannya maka hadis Abu Hurairah di atas kedudukannya dhaif dan tidak dapat dijadikan hujjah. Terdapat hadis lain riwayat Ummu Hani’ bahwa Rasulullah SAW mengatakan Allah SWT menamakan Abu Bakar dengan Ash Shiddiq. Hadis ini diriwayatkan dalam Ma’rifat Ash Shahabah Abu Nu’aim no 60 dan kedudukannya adalah maudhu’ karena di dalamnya terdapat Muhammad bin Ismail Al Wasawisi seorang yang dhaif pemalsu hadis. Ahmad bin Amru Al Bazzar Al Hafizh berkata “ia pemalsu hadis”. Daruquthni dan yang lainnya berkata “dhaif”. Al Uqaili memasukkannya dalam Adh Dhu’afa [Lisan Al Mizan juz 5 no 252] .

Catatan Untuk Haulasyiah.
Salafy yang kami maksud berlebihan dalam berhujjah adalah haulasyiah. Dalam salah satu tulisannya yang menanggapi Ibnujakfari dengan judul “Hadits : Abu Bakar Bergelar Shiddiq Palsu?”, ia menunjukkan berbagai riwayat yang menurutnya shahih kalau gelar Ash Shiddiq bagi Abu Bakar itu turun dari langit dan diucapkan melalui Jibril Alaihis Salam. Setelah kami teliti hadis-hadis yang dijadikan haulasyiah sebagai hujjah adalah hadis yang dhaif kecuali satu hadis yang diriwayatkan oleh Bukhari, Tirmidzi, Ahmad dan yang lainnya

حدثنا محمد بن بشار حدثنا يحيى بن سعيد عن سعيد بن أبي عروبة عن قتادة عن أنس حدثهم أن رسول الله صلى الله عليه و سلم صعد أحدا و أبو بكر و عمر و عثمان فرجف بهم فقال رسول الله صلى الله عليه و سلم اثبت أحد فإنما عليك نبي وصديق وشهيدان

Telah menceritakan kepada kami Muhammad bin Basyar yang menceritakan kepada kami Yahya bin Sa’id dari Sa’id bin Abi Arubah dari Qatadah dari Anas yang menceritakan kepada mereka bahwa Rasulullah SAW mendaki gunung uhud bersama Abu Bakar, Umar dan Utsman kemudian gunung Uhud mengguncangkan mereka. Rasulullah SAW bersabda “diamlah wahai Uhud sesungguhnya diatasmu terdapat Nabi, shiddiq dan dua orang syahid” [Sunan Tirmidzi 5/624 no 3697]

Hadis ini dijadikan hujjah bahwa Abu Bakar dinyatakan Nabi SAW sebagai Ash Shiddiq. Walaupun begitu tidak ada dalam hadis tersebut kabar bahwa gelar tersebut turun dari langit seperti yang disebutkan secara jelas oleh hadis-hadis lain. Kemudian silakan perhatikan hadis berikut.

حدثنا قتيبة بن سعيد حدثنا عبد العزيز بن محمد عن سهيل بن أبي صالح عن ابيه عن أبي هريرة رضي الله عنه أن رسول الله صلى الله عليه و سلم كان على حراء هو و أبو بكر و عمر و علي و عثمان و طلحة و الزبير رضي الله عنهم فتحركت الصخرة فقال النبي صلى الله عليه و سلم اهدأ إنما عليك نبي أو صديق أوشهيد

Telah menceritakan kepada kami Qutaibah bin Sa’id yang menceritakan kepada kami Abdul Aziz bin Muhammad dari Suhail bin Abi Shalih dari ayahnya dari Abu Hurairah bahwa Rasulullah SAW pernah berada di atas Hira’ bersama Abu Bakar, Umar, Ali, Utsman, Thalhah dan Zubair. Kemudian tanahnya bergerak-gerak, maka Nabi SAW bersabda “diamlah, sesuangguhnya diatasmu terdapat Nabi atau shiddiq atau syahid” [Sunan Tirmidzi 5/624 no 3696 dengan sanad shahih]

ثنا محمد بن جعفر ثنا شعبة عن حصين عن هلال بن يساف عن عبد الله بن ظالم قال خطب المغيرة بن شعبة فنال من علي فخرج سعيد بن زيد فقال ألا تعجب من هذا يسب عليا رضي الله عنه أشهد على رسول الله صلى الله عليه و سلم انا كنا على حراء أو أحد فقال النبي صلى الله عليه و سلم أثبت حراء أو أحد فإنما عليك صديق أو شهيد فسمى النبي صلى الله عليه و سلم العشرة فسمى أبا بكر وعمر وعثمان وعليا وطلحة والزبير وسعدا وعبد الرحمن بن عوف وسمى نفسه سعيدا

Telah menceritakan kepada kami Muhammad bin Ja’far yang menceritakan kepada kami Syu’bah dari Hushain dari Hilal bin Yisaaf dari Abdullah bin Zhaalim yang berkata “Mughirah bin Syu’bah berkhutbah lalu ia mencela Ali. Maka Sa’id bin Zaid keluar dan berkata “tidakkah kamu heran dengan orang ini yang telah mencaci Ali, Aku bersaksi bahwa kami pernah berada di atas gunung Hira atau Uhud lalu Beliau bersabda “diamlah hai Hira atau Uhud, karena di atasmu terdapat Nabi atau shiddiq atau syahid. Kemudian Nabi SAW menyebutkan sepuluh orang. Maka [Sa’id] menyebutkan Abu Bakar, Umar, Utsman, Ali, Thalhah, Zubair , Sa’ad, Abdurrahman bin ‘Auf dan dirinya sendiri Sa’id” [Musnad Ahmad no 1638 dishahihkan oleh Syaikh Ahmad Syakir]

Jika kita memperhatikan hadis-hadis di atas maka diketahui bahwa tidak ada penjelasan secara sharih atau terang bahwa Shiddiq yang dimaksud adalah Abu Bakar. Bahkan dapat pula diartikan kalau Shiddiq itu merujuk juga pada Imam Ali Alaihis Salam mengingat Imam Ali berada di sana dan Sa’id bin Zaid ketika mendengar Mughirah mencaci Ali, ia menunjukkan keutamaan Imam Ali dengan menyebutkan hadis ini.

Gelar Ash Shiddiq bagi Abu Bakar memang merupakan gelar yang mayshur, ada yang mengatakan kalau gelar tersebut diberikan karena Abu Bakar RA membenarkan Nabi SAW bahkan dalam peristiwa isra’ mi’raj. Jika memang demikian maka Imam Ali lebih pantas untuk dikatakan Ash Shiddiq mengingat beliau adalah orang pertama yang membenarkan Kenabian Rasulullah SAW, membenarkan risalah Beliau SAW dan membenarkan apa saja yang disampaikan oleh Rasulullah SAW. Pendapat yang kami pilih adalah sebutan Ash Shiddiq memang gelar Abu Bakar tetapi sebutan tersebut tidak menunjukkan keutamaan Beliau di atas Imam Ali dan Imam Ali adalah orang yang lebih pantas untuk dikatakan sebagai Ash Shiddiq.


Ijma’ Ahlusunnah Bahwa Allah SWT Tidak Bertempat dan Wahhabi Salafi Menentang!


Aqidah syi’ah adalah Allah tidak bersifat dengan sifat dzat makhluk, dzat Allah tidak punya kesamaan dengan dzat makhluk, dzat Allah tidak bersifat dengan Bersemayam, tidak juga berada di atas makhluk-Nya, apalagi berada dalam makhluk-Nya, sangat banyak dalil tentang perbedaan Allah dan makhluk. Arasy di Langit adalah pusat pemerintahan Allah SWT, tetapi bukan bermakna Allah SWT bersemayam dilangit ketujuh !

BENARKAH MI’RAJ ITU BUKTI TUHAN BERADA DI ATAS LANGIT ?
Isra’ dan Mi’raj Nabi dari Mesjidil Haram ke Mesjid Al-Aqsa dan dari Mesjid Al-Aqsa naik ke Sidrati Al-Muntaha adalah benar adanya, dan merupakan Mu’jizat Nabi besar Muhammad SAW, setiap muslim tentu tidak meragukan kebenaran keajaiban Isra’ dan Mi’raj, tapi sebagian orang yang mengaku muslim telah menodai kisah Isra’ dan Mi’raj ini dengan memasukkan ideologi menempatkan Tuhan di atas langit, dan mari kita lihat kebenaran ideologi tersebut dengan Ayat tentang Isra’ dan Mi’raj, adakah tersurat atau tersirat ideologi tersebut dalam Al-Quran ?
Allah taala berfirman :

سبحان الذي أسرى بعبده ليلا من المسجد الحرام إلى المسجد الاقصى الذي باركنا حوله لنريه من آياتنا إنه هو السميع البصير

“Maha suci Allah yang telah memperjalankan hamba-Nya (Muhammad) pada suatu malam dari masjid al- Haram menuju masjid al-Aqsha yang telah kami berkahi sekelilingnya agar kami perlihatkan kepadanya sebagian tanda-tanda (kekuasaan) kami, sesungguhnya Allah itu Maha mendengar dan Maha melihat”. [QS Al-Isra’ 1]

Coba perhatikan adakah dalam ayat itu disebutkan bahwa Nabi Mi’raj ke langit untuk bertemu dengan Tuhan ? dari mana mereka memahami dari Ayat tersebut bahwa Nabi malam itu pergi ke tempat Tuhan ? yang ada dalam ayat hanya لنريه من آياتنا  “agar kami perlihatkan tanda-tanda kami”, bukan hendak dipertemukan dengan Allah, tapi hanya untuk diperlihatkan tanda-tanda besar adanya Tuhan, sungguh sebuah prasangka yang mengada-ngada bila mengatakan bahwa Isra’ dan Mi’raj adalah perjalanan Nabi ke tempat Tuhan, dan menjadikan sebagai bukti Tuhan berada di atas, [Na’uzubillah].

Selanjutnya bukankah Nabi berkalam dengan Allah di Sidrati Al-Muntaha ? bukankah itu artinya Allah berada di situ ?

Lagi-lagi ini adalah prasangka di atas prasangka, seorang yang berprasangka buruk terhadap Allah, pasti akan menyangka demikian, maha suci Allah dari prasangka hamba-Nya.

Sebagaimana di pahami dari Hadits-Hadits tentang Isra’ dan Mi’raj, behwa Allah taala berkalam dengan Nabi Muhammad SAW, tapi sama sekali tidak menunjukkan bahwa Allah berada di tempat itu, sebagaimana Allah juga berkalam dengan Nabi Musa di lembah Al-Muqaddas Thuwa, lalu apa anda menyangka bahwa Allah juga berada di lembah itu ? hanya orang yang condong hati kepada kesesatan yang berprasangka demikian, dalam Al-Quran Surat Thaha ayat 11-14 diceritakan sebagai berikut :

فلما أتاها نودي يا موسى * إني أنا ربك فاخلع نعليك إنك بالواد المقدس طوى * وأنا اخترتك فاستمع لما يوحى * إنني أنا الله لا إله إلا أنا فاعبدني وأقم الصلاة لذكري

“Maka ketika ia datang ke tempat api itu ia dipanggil: “Hai Musa * Sesungguhnya Aku inilah Tuhanmu, maka tanggalkanlah kedua terompahmu; sesungguhnya kamu berada dilembah yang suci, Thuwa * Dan Aku telah memilih kamu, maka dengarkanlah apa yang akan diwahyukan (kepadamu) * Sesungguhnya Aku ini adalah Allah, tidak ada Tuhan (yang hak) selain Aku, maka sembahlah Aku dan dirikanlah shalat untuk mengingat Aku”. [Q.S. Thaha 11-14].

Dipahami dari ayat di atas bahwa Allah bicara dengan Nabi Musa di Al-Wadi Al-Muqaddasi Thuwa di pinggir bukit di Palestina, sedangkan Allah tidak berada di situ, begitu juga dengan Mi’raj nya Nabi Muhammad SAW ke Sidrati Al-Muntaha, Allah berkalam dengan Nabi Muhammad SAW di situ, sementara Allah tidak berada di situ, Maha suci Allah dari tempat dilangit dan dibumi.

Selanjutnya, bukankah menerima perintah Sholat di Sidrati Al-Muntaha ?
kalau bukan berada di atas, kenapa juga perintah Sholat tidak melalui wahyu seperti perintah lain nya ?
sebaiknya berhentilah berprasangka terhadap Allah, karena prasangka itu datang dari dasar Tauhid yang rapuh, betapa tidak, karena dalam surat Al-Isra’ di atas sudah tercantum bahwa Allah membawa Nabi Isra’ dan Mi’raj karena ingin menampakkan tanda yang sangat besar dan ajaib, yang menunjukkan bahwa Allah benar-benar ada, Isra’ dan Mi’raj bukan untuk menerima perintah Sholat, biarpun Nabi menerima perintah Sholat di situ, karena Nabi Musa menerima perintah Sholat di bumi, sebagaimana tercantum dalam surat Thaha di atas, maka perintah Sholat tidak menunjukkan bahwa Allah berada di atas, sebagaimana Allah memerintahkan Sholat kepada Nabi Musa di bumi, padahal Allah juga tidak berada di bumi, Maha suci Allah dari segala sifat makhluk.

Syubhat selanjutnya, bukankah nabi melihat Allah di sana ? bukankah itu bukti Allah berada di sana ?
Na’uzubillah, maha suci Allah dari prasangka mereka, sesungguhnya tengtang adakah Nabi melihat Allah di sana, telah terjadi perbedaan pendapat dari Ulama, ada yang menyatakan Nabi melihat Tuhan dengan mata kepala tapi tanpa kaifiyat, ada yang mengatakan Nabi melihat Tuhan dengan mata hati, bukan dengan mata kepala, khilafiyah dalam masalah ini menunjukkan bahwa ini pendapat dhani (boleh jadi benar, boleh jadi salah), maka tidak mungkin masalah ini dijadikan sebagai dalil untuk masalah yang Qath’i (pasti) yakni untuk masalah dasar Aqidah, karena sesuatu yang Dhanni tidak bisa sampai kepada sesuatu yang Qath’i, sesuatu yang pasti, harus beranjak dari sesuatu yang pasti pula.

Akhirnya nampaklah mana yang haq dan mana yang batil, aqidah batil tetap tidak akan bisa diselamatkan dengan cara apa pun, bahkan dengan cara licik sekalipun, telah tegak dalil aqidah syi’ah  bahwa Allah ada tanpa diliputi arah dan tanpa diliputi tempat, aqidah batil wahabi tetap saja bisa tercium walaupun disisipkan dalam kisah peristiwa Isra’ dan Mi’raj, tidak ada ayat atau hadits tentang Isra’ dan Mi’raj yang menunjukkan Allah berada di langit, kecuali hanya anggapan dan prasangka orang-orang yang hati nya condong kepada kesesatan, semoga kita dan keluarga kita selamat dari syubhat-syubhat aqidah yang disisipkan oleh kaum Salafi-Wahabi dalam setiap sisi Agama ini.


Mujassim maksudnya orang yang mengatakan Allah adalah benda (Jism) atau bersifat dengan sifat benda (Jism), bicara tentang Mujassimah pasti tidak terlepas dari Musyabbihah, Musyabbihah adalah orang yang menyamakan Allah dengan dzat makhluk atau sifat makhluk, antara Musyabbihah dan Mujassimah tidak bisa dipisahkan karena keduanya bersatu dalam satu dalil dan satu hukum, cuma berbeda bentuk dan cara nya saja, karena kadang-kadang seorang Mujassimah menampakkan Tajsim nya secara nyata (shorih) tapi tetap saja ada Tasybih tidak nyata dalam Tajsim tersebut, dan terkadang seorang Mujassimah menyembunyikan Tajsim nya, tapi menampakkan Tasybihnya, dan dari segi bentuk dan cara nya Mujassimah dan Musyabbihah dapat terbagi kepada 4 macam yaitu :
  1. Mujassimah shorih (nyata), Musyabbihah ghairu shorih (tidak nyata).
  2. Mujassimah ghairu shorih (tidak nyata), Musyabbihah shorih (nyata).
  3. Mujassimah dan Musyabbihah shorih keduanya.
  4. Mujassimah dan Musyabbihah ghairu shorih keduanya.
Mujassimah dan hukumnya tentu tidak ada nash yang shorih tentang nya dalam Al-Quran ataupun Hadits, tapi hukum nya dikembalikan ke hukum Musyabbihah, karena Mujassimah termasuk dalam bagian Musyabbihah, bahkan kesesatan Mujassimah adalah kesesatan Musyabbihah itu sendiri, yaitu Tasybih (menyerupakan Allah dengan makhluk), dan dalam Tajsim ada Tasybih yang tidak nyata, maka keduanya Mujassimah dan Musyabbihah sesat karena satu kesalahan yang sama yaitu menyerupakan Allah dengan makhluk (Tasybih), berdasarkan ayat berikut ini :

لَيْسَ كَمِثْلِهِ شَيْءٌ وَهُوَ السَّمِيعُ البَصِيرُ

“Tidak ada sesuatu pun yang serupa dengan Allah, dan Dia (Allah) itu Maha Mendengar dan Maha Melihat”

Mereka Menyebar Kebohongan Aqidah padahal Ayat ini adalah dasar Tauhid yang kuat bagi siapa pun, agar tidak terpengah dengan syubhat-syubhat Tauhid dalam rangka mencari hakikat Tuhan, ayat ini menjadi dasar untuk menafsirkan ayat atau Hadits lain yang dhohirnya menunjuki kepada kesamaan dzat atau sifat Allah dengan dzat atau sifat makhluk, dengan melupakan ayat ini maka seseorang akan sangat mudah tergelincir dalam jurang Tasybih dan Tajsim, ayat ini meniadakan sekaligus larangan menyerupakan Allah dan sifat-Nya dengan makhluk, sama sekali tidak ada keserupaan antara Khaliq dan Makhluk, baik pada hakikatnya atau kaifiyatnya, baik secara shorih atau tidak shorih, ayat ini adalah nahs yang sangat jelas tentang larangan Tasybih, dan juga sebagai dalil larangan Tajsim, karena Tajsim terkandung Tasybih yang tidak shorih di dalam nya, maka Aqidah Tasybih dan Tajsim adalah Aqidah sesat dan kafir siapa saja yang beraqidah demikian, dan inilah aqidah wahabi itu.

Ijma’ ulama NU Bahwa Allah SWT Tidak Bertempat dan Wahhabi Salafi Menentang!
Persembahan Untuk Ustadz wahabi Mujassimun Musyabbihun!
Di antara akidah yang gamblang dalam NU  adalah keimnan akan keesaan Allah dan bahwa Dia Dzat Yang Maha Ghani/tidak membutuhkan apapun dan siapapun, termasuk Allah Maha Ghani dari butuh kepada tempat. Keimanan ini telah diijma’kan oleh para imam Ahlusunnah dan seluruh umat Islam selain kaum Mujassimah Musyabbihah yang sekarang diwakili Wahhâbi/Salafy yang pertama kali bercokol di gurun Najd, yang kerkedok sebagai pengikut Salaf Shaleh!

Para tokoh dan masyâikh serta para misionaris Wahhâbiyah tak malu-malu mengatas-namakan akidah menyimmpangnya sebagai warisan akidah Salaf Shaleh dan para imam Ahlusunnah wal Jamâ’ah, walaupun seribu satu bukti membongkar kepalsuan klaim palsu mereka sebab yang menjadi garapan mereka adalah kaum awam yang lemah dalam mengkonfirmasi kepalsuan mereka itu!
Beberapa waktu yang lalu kami pernah menurukan artikel membongkar kepalsuan Kaum Salafi bahwa mereka adalah Pawaris Mazhab Salaf…
salah satu artikelnya tentang ijma’ ulama dan para imam Ahlusunnah bahwa Allah SWT maujud tanpa butuh kepada tempat. di sana kami nukilkan banyak bukti… nah sekarang kami tambahkan lagi satu bukti adanya ijma’ tersebut! Semoga bermanfaat.

Di bawah ini saya bawakan penegasan ijma’ tersebut sebagaimana disampaikan oleh seorang imam Ahlusunnah (bukan Sunni aspal=Salafi Wahhâbi).



Terjemah:
Dan mereka (Para Imam Ahlusunnah) bersepakat/ijma’ bahwa Allah tidak ditampung oleh tempat apapun, tidak dilalui oleh waktu, berbeda dengan aliran Hiysamiyah dan Karramiyah bahwa Allah bersentuhan dengan Arsy-Nya. Amirul Mukminin Ali ra. berkata, “Sesungguhnya Allah menciptakan Arsy untuk menampakkan kekuasaan-Nya bukan untuk tempat bersemayam bagi Dzat-Nya.” beliau juga berkata, “Allah telah ada sebelum ada tempat dan Dia sekarang tetap seperti sebelum ada tempat.”
Mereka juga berijma’ menafikan penyakit dan kesedihan serta rasa sakit dan lezat. mereka juga berijma’ menafikan bagi Allah gerak dan diam berbeda dengan pendapat aliran Hisyamiyah dari kalangan  yang berpendapat boleh bagi Allah gerak…

Inilah akidah NU  yang diambil dari ajaran imam Syi’ah uyakni Sayyidina Ali -Karramallahu wajhah- dan dari Salaf Shalah bukan dari kaum Yahudi Mujassimah, walaupun kami khawatir kaum wahhabi Salafi tidak tertarik karena akidah Islami yang shahihah itu dinukil dari Sayyidina Ali ra. yang akhir-akhir ini sering mereka hujat demi kebencian mereka kepada kaum Syi’ah!

Dan sikap sinis dan kurang hormat itu mereka warisi dari imam mereka Ibnu Taimiyah yang kebenciannya kepada Sayyidina Ali (karramallahu wajhahu) ia tampakkan dalam hampir setiap lembar dalam kitab Minhaj as Sunnah-nya!

Penyimpangan konsep ketuhanan kalangan saudara-saudara kita kaum Wahhâbi dalam banyak sisi adalah sebuah keniscayaan setelah mereka membuang jauh-jauh peran akal sehat yang Allah anegerahkan dan hanya menelan mentah-mentah semua riwayat yang dipasarkan atas nama Nabi saw.

Tidak hanya dalam sisi Tauhid dalam Rubûbiyyah dan Ulûhiyyah saja mereka terjebak dalam penyimpangan, tetapi penyimpangan mereka dalam penyifatan Allah SWT dengan sifat-sifat yang biasanya hanya dimuat dalam-dalam sebagian riwayat/Tauhid fi ash Shifât (demikian yang biasa mereka istilahkan), seperti bahwa:
  • Allah berlari-lari kecil…
  • Allah naik turun… Allah berpindah dari satu tempat ke tempat lain
  • Allah bereda/terpenjara di sebuah tempat yang kedap udara di atas/luar alam semesta ini.
  • Dll
Semua itu, seperti telah disinggung adalah akibat menon-fungsikan akal sehat dalam memahami konsep Tauhid dan hanya menelan riwayat-riwayat yang tidak jarang adalah RIWAYAT PALSU atau riwayat yang tidak mampu mereka fahami maksudnya dengan baik di bawah cahaya Al Qur’an dengan ayat-ayat muhkamât-nya dan dengan bimbingan akal sehat.
Kini Anda kami ajak untuk menyaksikan penyimpangan yang niscaya itu dari seorang “Tuan Gede”nya kaum Wahhâbi (yang kata mereka meskipun Allah mencabut darinya nikmat mata sehat dan melek, Allah telah menggantikannya dengan mata batin yang tajam). Dia adalah Syeikh Abdul Aziz bin al Bâz.

Perhatikan bagaimana Bin Bâz menegaskan bahwa Tuhan sesembahannya (dan tentunya demikianlah yang diyakini kaum Wahhâbi) memiliki bayang-bayang! Subhanallah! Maha Suci Allah dari pensifatan kaum jahil dan zalim.

Dan untuk menyingkat waktu Anda, kami langsung menyebutkan teks “Akidah Lucu Ala Bin Bâz” yang ia nyatakan dalam fatwanya. Ben Bâz berfatwa dalam Majm Fatâwa,28 tentang masalah Sifat ketika menjelaskan hadis yang menyebutkan bahwa kelak di hari kiamat ada tujuh orang yang akan dinaungi dengan naungan Allah:

في حديث السبعة الذين يظلهم الله في ظله يوم لا ظل إلا ظله، فهل يوصف الله تعالى بأن له ظلاً؟

الجواب

نعم كما جاء في الحديث، وفي بعض الروايات: ((في ظل عرشه)) لكن الصحيحين ((في ظله))، فهو له ظل يليق به سبحانه لا نعلم كيفيته مثل سائر الصفات، الباب واحد عند أهل السنة والجماعة. والله ولي التوفيق.))

Pertanyaan: Tentang hadis tujuh orang yang akan dinaungi di bawah bayang-bayang/naungan Allah di hari di mana tiada naungan selain naungan-Nya. Dan apakah Allah disifati bahwa Dia memiliki bayang-bayang?
Jawab: Ya, seperti telah datang dalam hadis. Dan dalam sebagian riwayat: Di bawah bayang-bayang Arsy-Nya. Akan tetapi dalam Shahihain (Bukhari & Muslim): Di bawah bayang-bayang-Nya.

Maka Dia (Allah) punya bayang-bayang yang pantas dengan kehama sucian-Nya. Kita tidak mengetahui bagaina ia itu, seperti seluruh sifat. Pintunya menurut Ahlusunnah wal jamâ’ah adalah satu. Allah waly/pemberi taufiq. ((http://www.binbaz.org.sa/mat/4234))

Penjelasan Kami:
Maha Suci Allah dari pensifatan seperti itu. Sebab bayang-bayang adalah untuk sesuatu yang bersifat bendawi, ketika cahaya terhalang darinya maka muncullah bayang-bayang.

Jika apa yang diyakini oleh Bin Bâz dan kaum Wahhâbi ini menifestasi dari faham Tajsîm/memposturisasi Allah, lalu seperti apa Tajsîm itu?

Adapun kata-kata yang selalu disebutkan kaum Mujassim setelah mereka mensifati Allah dengan sifat-sifat makhluk-Nya yang mustahil disematkan unatk Allah Dzat Yang Maha Suci…
maka kata-kata seperti tidak sedikitpun untuk mengelakkan bukti bahwa akidah mereka itu adalah Tajsîm. Sebab setelah mereka mensifati Allah dengan sifat muhadts/makhluk, apa kira-kira pengaruh kata-kata seperti itu?!


Pada poin ini, kita akan membahas tentang ungkapan-ungkapan kaum Salafi & Wahabi yang mengandung tipu daya dan telah banyak meyakinkan orang-orang awam agar mengikuti ajaran mereka. Ungkapan-ungkapan itu memang bukan ayat al-Qur’an maupun hadis, tetapi secara logika semata, ungkapan tersebut tidak bisa ditolak begitu saja, padahal bila dikaitkan dengan pembahasan-pembahasan sebelum ini maka semuanya akan tertolak mentah-mentah

Persembahan Untuk Ustadz Firanda Dan Para Salafi Wahhâbi.

Pengafiran kaum Muslim hanya karena berpeda pendapat dalam memahami teks-teks keagamaan adalah sikap berbahaya yang dapat merusak agama itu sendiri. Apalagi ketika pengafiran itu justru didasarkan kepada syubhat-syubhat atau anggapan-anggapan yang tidak berdasar! Atau peruncingan kesimpulan yang dipaksakan! Seperti misalnya, dengan tudahan bahwa jika kamu tidak sependapat dengan kami maka kamu telah menentang ijma’ umat Islam! Menyalahi kesepakatan ulama! Menentang Sunnah Nabi saw.! dan akhirnya tuduhan mengkafiri ayat-ayat Al Qur’an pun sering dijadikan senjata!

Dalam masalah keyakinan bahwa apakah Allah bertempat di atas langit sana atau keyakinan sebaliknya yaitu bahwa Allah tidak butuh kepada tempat apapun namanya; Arsy, Kusri, Langit Ke Tujuh atau Ruang Hampa Udara/Amâ’ atau dipikul oleh kambing hutan/atau malaikat yang menyerupai bentuk kambing hutan atau apapun lainnya… dalam masalah ini telah berjadi perbadaan yang sangat tajam antara di antara ulama Islam. Para ulama Ahlusunnah meyakini bahwa Allah SWT tidak butuh kepada ruang/lokasi untuk Dia bertempat, sementara sekelompok umat Islam yang tergabung dalam kelompok Mujassimah Musyabbihah meyakininya!
Dalam masalah, ini kaum Mujassimah Musyabbihah yang sekarang diwarisi akidahnya oleh Salafi Wahhâbi ‘ngotot’ mengatakan bahwa Allah bertempat di atas langit tujuh, bersemayam di atas Arsy-Nya dan Arsy-Nya dipikul oleh tujuh kembing hutan jantan (atau yang dalam menafsiran kaum Salafi Wahhâbi, bukan kambing hutan jantang tetapi para malaikta yang menyerupa kambing hutan jantan)…
Dalam mempropagandakan akidah aneh bin nyelenehnya ini, kaum Mujassimah Musyabbihah tidak segan-segan mengatas-namakan ijma’ atau kesepakatan umat Islam, bahkan kesapakatan umat manusia… bahkan lebih ‘gila’ lagi sikap binatang pun, seperti keledai dungu, sapi, kerbau, macam, keca dkk  mereka jadikan bukti  bahwa Allah itu benar-benar bertempat di atas langit ke tujuh!
Untuk sementara saya tidak sedang menyoroti dalil (baca anggapan) mereka dalam akidah itu!
Sebab artikel saya telah banyak menyajikannya berikut kritikan para ulama Ahlusunnah atasnya. Hanya saja yang perlu kita waspadai adalah bahwa kelompok ini dalam mempropagandakan akidahnya selalu diringi dengan menebar teror dan ancaman yang benar-benar mengancam umat Islam! Mereka selalu menteror dengan PENGAFIRAN setiap umat Islam yang menyalahi akidah mereka yang menyimpang ini…

di sini letak habayanya….

sehingga para ulama kelompok ini menjadi Bapak Para Teroris yang dengan dorongan semangat amar ma’ruf nahi munkar selalu siap menghabisi jiwa-jiwa tidak berdosa!

Fatwa-fatwa horor para ulama mereka itu telah memotivasi semangat menjadi eksekutor pengafiran dan akhirnya pembantaian! Dan inilah yang sering terjadi sejak zaman kemunculan fatwa-fatwa itu hingga  zaman sekarang!

Al Maqdisi berkata:

فإنّ الله تعالى وصف نفسه بالعلو في السماء ، ووصفه بذلك رسوله محمد (ص) خاتم الأنبياء (ع) ، وأجمع على ذلك جميع العلماء الأتقياء ، والأئمة من الفقهاء ، وتواترت الأخبار بذلك على وجه حصل به اليقين ، وجمع الله تعالى عليه قلوب المسلمين …. لا  ينكر ذلك إلا مبتدع غال في بدعته ، أو مفتون بتقليد وأتباعه على ضلالته .

“Sesungguhnya Allah –Ta’âlâ- telah mensifati dirinya dengan ketinggian di atas langit. Muhammad, Rasulullah saw. dan penutup para nabi pun mensifatinya demikian. Dan para ulama yang bbertaqwa dan para imam yang fakih telah bersepakat akan hal itu serta berita-berita (riwayat) telah mutawatir tentangnya sehingga diperoleh keyakinan, Allah telah menyatukan hati kaum Muslimin atasnya….. Tidak mengingkari hal ini selain seorang pembid’ah yang keterlaluan dalam bid’ahnya atau tertipu dengan taklid butanya dalam kesesatannya.”[1]

Fatwa Sadis Haus Darah Lain!
Coba Anda perhatikan fatwa sadis bin bengis ala Salafi Mujassimah Musyabbihah di bawah ini!
Ibnu Khuzaimah berfatwa:

 من لم يقر بأنّ الله على عرشه قد استوى فوق سبع سماوات فهو كافر ، يُستتاب ، فإنْ تاب ، وإلا ضربت عنقه ، وألقي على بعض المزابل ، حتى لا يتأذى المسلمون ولا المعاهدون بنتن ريح جيفته وكان ماله فيئاً لا يرثه أحدٌ من المسلمين ، إذْ المسلم لا يرث من الكافر كما قال النبي (ص) .

“Sesiapa yang tidak mengakui bahwa Allah di atas Arsy-Nya di atas langit lapis tujuh maka ia adalah KAFIR. Ia harus diminta bertaubat, jika menolak maka harus dipenggal patang lehernya dn jasadnya dilempar di sampah agar umat Islam dan kaum kafir dzimmi tidak terganggu dengan hau busuk bangkainya. Harta dibagi sebagai fai’ dan tidak diwarisi oleh seorang pun dari umat Islam. Sebab seorang Muslim tidak boleh mewarisi dari seorang yang KAFIR,  sebagaimana disabdakan Nabi saw.”[2]

Penjelasan Kami:
Setelah pengafiran serampangan itu yang dikeluarkan oleh seorang yang mereka gelari dengan al hafidz, al hujjah, al faqîh, Syeikhul Islam dan imamul aimmah/imamnya para imam, (dan Ustadz Firanda juga ikut membanggakan Ibnu Khuzaimah dengan menukil pujian adz Dzahabi atasnya seperti yang saya sebutkan di atas![3]) setelah itu semua maka pastilah para Salafi Wahhâbi akan dengan berani dan percaya diri untuk mengafirkan para ulama Ahlusunnah, seperti Imam ar Râzi, Imam Ghazzâli, al Hâfidz Ibnu Hajar al Asqallâni dan ratusan kalau bukan ribuan ulama Asya’riyah (apalagi Mu’tazilah dan Syi’ah)!

Dan tentunya juga para pengikut mereka juga akan dikafirkan! Dan di antara konsekuensi syari’at atasnya adalah dipisahkannya istri-istri mereka, dirampasnya harta-harta mereka untuk dikembalikan ke baitul mal atau menjadi milik bersama umat Islam….
dan masih banyak lainnya dan utamanya adalah mereka HARUS DIBUNUH!

Nah, setelah dikafirkan dan dihalalkan darahnya, apa yang mesti ditunggu oleh para pemuda berjenggot terjulur, bercelana setengah cingkrang dan kerap kali dilengkapi dengan dahi hitam akibat sering sujud serta diilhami semangat jihad fi sabilillah…
apa yang mereka tunggu selain mengeksekusi kaum Muslimin yang berbeda pendapat dengan mereka?! ….
Demi Allah menjatuhkan vonis KAFIR atas orang Muslim/umat Islam adalah sebuah kejahatan yang tak terbayangkan bahaya dan akibatnya!  Innâ Lillâhi wa innâ ilaihi râji’ûn.

Selain dua fatwa di atas masih banyak fatwa lain yang tidak kalah sadis dan haus darahnya… semuanya dialamatkan kepada sesama Muslim yang berbeda pendapat dengan mereka!


Referensi:
[1] Itsbât Shifatil ‘Uluw; al Maqdisi:43.
[2] Baca Itsbât Shifatil ‘Uluw; al Maqdisi: 138-139 dan vonis sadis Ibnu Khuzaimah juga dimuat oleh adz Dzahabi sebagaimana disebutkan dalam kitab Mukhtashar al ‘Uluw; Syeikh al Albâni:225, sebagaimana Ibnu Taimiyah tidak mau ketinggalan menukilnya. Baca Majmû’ Fatawa,5/52.
[3] Baca: Ketinggian Allah Di Aas Makhluk-Nya; Firanda Andirrja Abidin:6.


Tanggapan Atas Ustadz Firanda  dalam buku: Ketinggian Allah Di Atas Makhluk-Nya.
Ketika akal sehat diabaikan dalam mengkaji masalah-masalah akidah, maka yang terjadi adalah hidup kebingungan tak tentu arah!

Ketika asal sembarang hadis (yang kadang-kadang juga secara sanad shahih) dijadikan pijakan dalam berakidah maka yang terjadi adalah kita dibuat tidak pasti arah dengan akidah kita! Mau atau tidak mau kita akan terjatuh dalam mengimani berbagai hal yang saling kontradiktif!

Itu kira-kira nasib kaum yang menelantarkan akal sehatnya yang Allah anugerahkan untuk memikirkan dan mencari kebenaran ajaran-Nya.

Karena mabok riwayat atau atsar dan membuang jauh-jauh akal sebagai pemandu menuju akidah kebenaran, maka kaum Salafi Wahhâbi hidup memprihatinkan dalam berakidah!

Dalam dakwahnya yang tak kenal lelah para Misionaris Salafi Wahhâbi berusaha mayakinkan kita semua bahwa Allah berada di atas langit ke tujuh/ di arah atas….

dengan satu alasan karena ada nash-nash, khususnya riwayat yang diatas-namakan Nabi Muhammad saw. di sampinh beberapa ayat yang mereka tak pandai memahaminya secara tepat…

sebagai contoh Sarjana kita yang satu ini; Ustadz Firanda yang menulis buku dengan judul: KETINGGIAN ALLAH SWT DI ATAS MAKHLUK-NYA…

Dalam hampir seratus halaman pertama ia berusaha meyakinkan kita semua bahwa akidah Islam sejati adalah akidah yang mengatakan bahwa Allah berada di atas langit ke tujuh/di arah atas!
Ada empat bahasan mendasar yang ia sajikan kepada kita dalam bukunya itu, di antaranya adalah:
A. DALIL BAHWASANYA ALLAH SWT BERADA DI ATAS.
Di bawah sub judul itu ia menyebutkan delapan belas dalil… yang keseluruhannya tidak mengena, sementara sebagian lainnya menggelikan, seperti akan saya buktikan secara bersendiri dalam blog kesayangan Anda ini.
Tetapi, di sini, saya hanya ingin menyajikan sebuah kenyataan yang mungkin tidak pernah terlintas dalam pikiran sebagian orang. Bahwa ternyata dalil-dalil yang mereka anggap menunjukkan secara akurat ketinggian Allah di atas makhluk-Nya dan bahwa Allah berada di atas.. tenyata dalil-dalil itu dibosbardir oleh beberapa riwayat shahih yang menentangnya dengan tajam…

bahkan mengatakan bahwa:
Ternyata Allah-nya Kaum Salafi Wahhâbi Berada Di Dasar Perut Bumi Lapis Ke Tujuh!
Inilah kenyataan yang perlu segera mereka carikan jalan keluarnya agar mereka tidak kelihatan sedang kebingunan dan terbongkar karancuan akidahnya!

Hadis/atsar tentangnya telah diriwayatkan oleh Abdurrazzâq ash Shan’âni dalam tafsirnya dengan sanad sebagai berikut:

عن معمر ، عن قتـادة قال : بينا النبي (ص) جالس مع أصحابه ، إذْ مرت سحاب ، فقال النبي (ص) : أتدرون ما هـذه ؟ هذه العنان ، هذه روايا أهل الأرض يسوقها الله إلى قوم لا يعبدونه ثم قال : أتدرون ما هذه السماء ؟ قالوا : الله ورسوله أعلم . قال : هذه السماء موج مكفوف وسقف محفوظ ، ثم قال : أتدرون ما فوق ذلك ؟ قالوا : الله ورسوله أعلم . قال : فوق ذلك سماء أخرى ، حتى عد سبع سماوات ، ويقـول: أتدرون ما بينها ؟ ثم يقول : ما بينها خمس مائة عام ثم قال : أتدرون ما فوق ذلك ؟ قال : فوق ذلك العرش ، ثم قال : أتدرون ما بينهما ؟ قالوا : الله ورسوله أعلم . قال : بينهما خمسمائة سنة ، ثم قال : أتدرون ما تحت ذلك ؟ قالوا : الله ورسوله أعلم . قال : تحت ذلك أرض أخرى ، ثم قـال : أتدرون كم بينهما ؟ قالوا : الله ورسـوله أعلم ، قال : بينهما مسيرة خمسمائة سنة حتى عد سبع أرضين ، ثم قال : والذي نفسي بيده لو دلى رجل بحبل حتى يبلغ أسفل الأرض السابعة لهبط على الله ، ثم قال : ( هُـوَ الأَوَّلُ وَالآخِـرُ وَالظَّـاهِرُ وَالْبَـاطِـنُ وَهُـوَ بِكُـلِّ شَيْءٍ عَلِيمٌ.

“Dari Ma’mar dari Qatadah, ia berkata, ‘Ketika Nabi saw. duduk bersama para sahabatnya, lalu berlalulah awan, maka Nabi saw. bersabda:….. (karena terlalu panjang dan tidak terkait langsung dengan tema kita kali ini, maka saya sengaja terjemahkan langsung bagian intinya saja, dengan menetapkan teks asli riwayatnya agar diterjemahkan bagi yang berminat)….:
Kemudian beliau bersabda, ”Demi Dzat yang jiwaku di tangan-Nya, andai seorang mengulurkan tali tamparnya ke perut bumi sehingga sampai ke bagian terbawah dari bumi lapis ke tujuh pastilah ia turun atas Allah. Setelahnya beliau membacakan ayat:

هُوَ الْأَوَّلُ وَ الْآخِرُ وَ الظَّاهِرُ وَ الْباطِنُ وَ هُوَ بِكُلِّ شَيْ‏ءٍ عَليمٌ

Dialah Yang Awal dan Yang Akhir, Yang Lahir dan Yang Batin; dan Dia Maha Mengetahui segala sesuatu. (QS. Al Hadid [57];3)

Sanad Hadis.
Mungkin sebagian sarjana Salafi Wahhâbi yang gemar meneliti sanad hadis seakan ahli hadis yang munpuni berusaha meragukan sanad dan keshahihan riwayat di atas, maka saya katakan bahwa dengan sedikit memperhatikan nama-nama para parawinya dan menyimak komentar para ulama dan pakar ilmu hadis kita pasti sampai kepada sebuah kesimpulan akan keshahihannya. Hadis ini telah diriwayatkan oleh al baihaqi dalam al Asmâ’ wa ash Shifâf (sebuah kitab yang juga diandalkan Ustadz Firanda dalam membangun akidah bahwa Allah berada di atas).[1]

Hadis dengan kandungan serupa juga telah diriwayatkan oleh para ulama di antara mereka adalah: Imam Ahmad dalam Musnad-nya, at Turmudzi dalam Sunan-nya, Abu Syeikh al Ishbahâni dalam kitab al ‘Adhamah-nya dan ath Thabarani dalam al Mu’jam al Kabîr-nya[2]. Dan Majma’ az Zawâid-nya, al Haitsami mengomentarinya demikian:

رواه الطبراني في الكبير ، ورجاله رجال الصحيح .

“Hadis ini telah diriwayatkan oleh ath Thabarani dalam Mu’jam al Kabîr-nya dan para parawinya adalah para perawi shahih.”[3]

Jadi ringkas kata hadis ini adalah shahih!

Penjelasan Kami:
Adapun dari sisi matan dan kandungannya tidak samar bagi semua orang bahwa ia menunjukkan bahwa Allah berlokasi di bawah perut bumi lapis ke tujuh. Karenanya, para tokoh Mujassimah Musyabbihah terpaksa menakwailkannya, bahwa yang dimaksud dengannya adalah ia akan bertemu/mendapati kekuasaan dan kerajaan Allah ada di perut bumi lapis tujuh itu…
bukan Allah yang berlokasi di sana!

Aneh, ketika para ulama NU dan syi’ah  menakwilkan sebuah ayat atau hadis yang terkesan secara dzahir menyalahi kemaha-sucian Allah SWT mereka segera mengecamnya habis-habisan dan menuduhnya sebagai Mu’aththilah! Tetapi kini mereka melakukan apa yang selama ini mereka haramkan atas orang lain! Itulah ciri kaum yang menjadikan hawa nafsunya sebagai tuhan sesembahan!

Seperti imam panutan mereka; Abu Ya’la al Farrâ’ yang menulis sebuah buku khusus membantah habis-habisan seorang ulama Ahlusunnah bernama Abu Bakar bin Faurak al Asy’ari.

Ibnu Taimiyah Dan Ibnu Qayyim Membela Dan Berusaha lari dari Hadis Ini Dengan Menakwilnya!
Ibnu Taimiyah dan Ibnu qayyim telah membala hadis ini. Akan tetapi Ibnu Taimiyah kemudian memelesetkannya dengan menakwilkan hadis ini agar tetap sesuai dengan akidah menyimpangnya bahwa Allah di atas!

كما في الحديث > لو أدلى أحدكم دلوه لهبط على الله < ومن المعلوم أن إدلاء شيء إلى تلك الناحية ممتنع فهبوط ، شيء على الله ممتنع فكون الله تحت شيء ممتنع وإنما الغرض بهذا التقدير الممتنع بيان إحاطته من جميع الجهات وهذا توكيد لكونه فوق السموات على العرش لا مناف لذلك .

“Sebagaimana dalam hadis, ‘Andai seorang dari kamu menurunkan tali tamparnya pastilah ia turun ke atas Allah.” Dan yang diketahui bahwa menurunkan sesuatu ke arah itu adalah mustahill, maka turunnya sesuatu ke atas Allah juga mustahil dan keberadaan Allah di bawah sesuatu juga mustahil. Akan tetapi maksud dari pemerkiraan yang mustahil ini adalah penjelasan akan kemaha-meliputinya Allah terhadap semua arah. Dan ini pengukuhan bahwa keberadaan Allah di atas langit-langit di atas Arsy, bukan malah menyalahinya.”[4]

Penjelasan Kami:
Saya akan serahkan kepada kecerdasan untuk menilai permainan Ibnu Taimiyah yang menyulap hadis di atas sehingga menjadi penguat bahwa Allah berada di langit-langit di atas Arsy-Nya!
Sementara hadis tersebut ganblang sekali maknanya, bahwa jika ada seorang menurunkan tali tamparnya ke berut bumu lapis tujuh pasti ia menjumpai Allah SWT di sana!

Jika Allah berlokasi di bawah perut bumi lapis ke tujuh lalu Arsy-Nya ditempati siapa? Apakah Arsy Allah berada di perut bumi lapis ke tujuh? Atau bagaimana sebenarnya?

Inilah jadinya jika seseorang membangun akidahnya tanpa menggunakan akal… dan hanya mengandalkan hadis-hadis/atsar-atsar yang sering kali bermasalah walaupun boleh jadi sanadnya rapi dan shahih… akidah kita saling berbenturan akibat percaya kepada asal riwayat!

Tetapi bagi kaum Mujassimah Musyabbihah semua itu dapat diatasi dengan tanpa masalah.. sebab mereka bak bajing lompat…

yang jika diperlukan mereka akan menompat ke taman takwil untuk menyelamatkan kehormatan muka mereka!

Sekali lagi, saya tidak mengklaim bahwa apa yang saya tulis di sini tentang hadis di aas adalah benar…

tetapi paling tidak saya menanti penjelasan dari agen-agen aliran Mujassimah Musyabbihah dan para perawis akidah mereka seperti saudara saua Ustadz Firanda yang saya hormati…

karenannya tolong bantu saya memehami masalah ini….
saya akan sabar menanti…


Referensi:
[1] Al Asmâ’ wa ash Shifâf:503-504. Cet. Dâr al Kotob al Ilmiah. Beirut.
[2] Musnad Ahmad,2/370, Sunan at Turemudzi,5/356-337 Cet. Dâr al Kotob al Ilmiah. Beirut, Abu al ‘Adhamah; Syeikh al Ishbahâni,2/560,561 dan 662. Cet. Dâr al Ashimah. Riyadh. Thn.1408 H dan ath Thabarani dalam al Mu’jam al Kabîr
[3] Majma’ az Zawâid 1/86.
[4] Bayân Talbîs al Jahmiyah,2/226. Buku ini seperti telah saya singgung ditulis Ibnu Taimiyah untuk membantah Imam ar Râzi yang beraliran Ahlusunnah Asya’ari. Jadi jangan haren jika kaum Salafi Wahhâbi menyebut Ahlusunnah sebagai Jahmiyah dan kemudian mereka memopoli gelar Ahlusunnah hanya untuk kaum Wahhâbi yang pendahulu mereka dari kalangan Mujassimah Musyabbihah. Ingat ini!!

(Al-Shia/Syiahali/Abu-Salafi/ABNS)
Share this post :

Post a Comment

mohon gunakan email

Terkait Berita: