Pesan Rahbar

Home » » Demokrasi Ala Barat Bela Habib Rizieq dan FPI

Demokrasi Ala Barat Bela Habib Rizieq dan FPI

Written By Unknown on Sunday 3 April 2016 | 20:57:00

Ilustrasi demo pembubaran FPI

Di tengah hiruk pikuk penentangan rencana kedatangan Habib Rizieq Shihab di Banyumas, tampil pembelaan pemikiran demokrasi ala barat yang digelontorkan oleh seorang aktivis sosial pro demokrasi Barid Hardiyanto dan Muhamad Khayat.

Barid Hardiyanto mengatakan siapa saja berhak mendirikan dan mendeklarasikan organisasi, termasuk FPI di Banyumas. “Sesungguhnya siapa saja berhak mendeklarasikan diri sejauh dia tidak melakukan kekerasan.”, belanya terhadap isu rencana kedatangan Rizieq.


Barid lupa, bahwa deklarasi FPI sudah lama berlalu, dan sepak terjang FPI sepanjang aktivitasnya yang destruktif ala cowboy hampir menghiasi berbagai media tanah air sepanjang waktu. Di beberapa tempat, FPI juga ditolak keberadannya.

Pada 2014 lalu ratusan orang yang tergabung dalam Aliansi Masyarakat Tulungagung Cinta Damai (AMTCD) menggelar demo menentang deklarasi dan pendirian FPI ke depan Gedung DPRD. Saat itu massa juga meminta dukungan warga untuk menolak FPI dengan membubuhkan tanda tangan di kain putih yang digelar. Massa juga mendatangi Polres Tulungagung untuk mendesak pihak polres tidak memberikan izin deklarasi pendirian FPI di Tulungagung.


Harap diketahui, mungkin sebagaian lupa, bisa jadi sebagian telah memaafkan atau sebagian lagi malah tidak perduli. Telah banyak terjadi kegiatan yang berujung anarkis telah dilakukan oleh FPI di berbagai daerah. Tidak sedikit telah memakan korban.

Kebebasan berpendapat, berserikat dan berkumpul memang dilindung oleh Undang-undang. Namun sebagian kebebasan tersebut sering disalah tafsirkan praktek dalam berbangsa dan bernegara. Kita setuju, bahwa sebagai warga negara semua punya hak untuk berfikir, berpendapat dan berkiprah di bawah panji-panji hak asasi manusia. Namun tidak semua dari kita lupa, bahwa demokrasi di negeri ini harus berpijak pada roh dan semangat pancasila sebaga landasan berbangsa dan bernegara.

Siapapun boleh mendirikan organisasi kemasyarakatan, termasuk FPI. Namun perlu di tekankan, bahwa negara tidak boleh abai, dan negara harus senantiasa hadir membawa buku catatan raport. Manakala sebuah ormas atau kumpulan orang tertentu dalam kiprahnya secara sosial tidak memberikan banyak aspek positif dan justru memiliki banyak catatan kegiatan yang destruktif, negara harus hadir memberikan sangsi-sangsi atas pelanggaran kompetensi yg disajikan oleh pengurus sebuah organisasi. Ijin organisasi yang banyak melakukan pelanggaran sosial mungkin saja sulit dibekukan dengan dalih melanggar konstitusi, namun tidak menjadikan negara harus abai menindak dan membekukan kegiatan organisasi tersebut.

Aktivis sosial pro demokrasi Barid yang ala Barat, jelas tidak sesuai dengan cita-cita proklamasi kemerdekaan Indonesia; yang memiliki ruh pertanggungjawaban sekaligus bertentangan dengan prinsip demokrasi yang tujuan utamanya menciptakan tatanan bernegara yang tertib dan teratur melalui pastisipasi publik. Demokrasi Pancasila adalah kebebasan yang dipenuhi tanggungjawab, yakni kebebasan yang dibatasi oleh norma prilaku ketimuran, yang memiliki etika malu ketika kebebasannya menciderai orang atau kelompok lain. Pun juga berpegang pada prinsip keteraturan yang lebih luas.

Tuntutan pembebasan teroris Abu Bakar Ba’asyir oleh FPI

Habib Rizieq dan FPI nya mesti sadar dengan rapor merah yang telah mereka peroleh dari tahun ke tahun yang diberikan oleh masyarakat yang cinta damai dan rindu ketentraman. Rapor yang berisi angka-angka merah telah di dapatkan oleh FPI dari guru dan tuan bangsa, yakni masyarakat Indonesia. Di titik inilah seyogyanya negara tidak boleh absen. Negara harus hadir menyikapinya secara arif sesuai dengan amanat konstitusi untuk menghadirkan tatanan masyarakat yang adil dan tentram.

FPI mungkin sulit dibubarkan. Tetapi setidaknya masyarakat Banyumas pernah mencontohkan bagaimana menghadapi Hizbut Tahrir Indonesia yang memiliki rekor sebagai organisasi Intoleran, titipan, multinasional, menolak Pancasila sebagai asas bernegara, mengharamkan hormat bendera merah putih yang oleh bapak-bapak pendiri negara ini dipertahankan dengan darah dan airmata. Masyarakat Banyumas yang manstreem adalah masyarakat yang toleran, ‘terpaksa’ menjadi intoleran terhadap ormas-ormas ‘legal’, namun tidak mampu mengendalikan anggotanya yang cenderung liar; mengkafir-kafirkan dan mensesat-sesatkan kelompok lain bahkan menuding negara sebagai ‘taghut’ atau tuhan bikinan.

Mungkin, sebagai aktivis pro demokrasi, Barid, Muhammad Khayat dan yang lainnya lupa bahwa Intoleran terhadap kelompok Intoleran adalah Toleran. Toleran terhadap Intoleran adalah Intoleran. Dan diam terhadap aksi Intoleran adalah Intoleran pasif.

Habib Rizieq dan FPInya memang telah memiliki sederet aksi brutalnya dalam melakukan adegan-adegan anarkis terhadap penghancuran praktek-praktek diskotik dan penjualan minuman keras/khamr. Dengan gaya tersebut, Gerakan Habib Rizieq dan FPInya pun pada akhirnya pantas mendapat julukan sebagai “gerakan khamr”, yang lebih banyak mudhorotnya daripada manfaatnya.

(Satu-Islam/Berbagai-Sumber-Lain/ABNS)
Share this post :

Post a Comment

mohon gunakan email

Terkait Berita: