Pesan Rahbar

Home » » Menggapai Langit, Masa Depan Anak: Bab VIII: Masalah Pekerjaan Ibu

Menggapai Langit, Masa Depan Anak: Bab VIII: Masalah Pekerjaan Ibu

Written By Unknown on Saturday 8 October 2016 | 21:52:00


Pembahasan kita kali ini berkenaan dengan perkerjaan dan kesibukan kaum wanita, khususnya kaum ibu. Bagaimanapun, pekerjaan merupakan kebutuhan hidup yang terbilang penting. Darinya, kemudian terjadi proses produksi serta mendorong berlangsungnya dinamika perkembangan dalam kehidupan. Namun, dalam hal ini, apakah kaum ibu juga harus ikut aktif dalam dunia pekerjaan? Bila kaum ibu sibuk bekerja dan mencari nafkah, niscaya anak-anaknya tak akan mendapat perawatan dan bimbingan yang semestinya. Ini jelas amat membahayakan kehidupan anak-anak.

Berkenaan dengan keluarga syuhada yang mulia, perkerjaan adakalanya diperlukan guna memenuhi kebutuhan rumah tangga, sekaligus menjaga kemandirian sang ibu beserta anak-anaknya. Namun itu bukan berarti kegiatan bekerja tidak memiliki dampak yang negatif. Dan dampak negatif tersebut akan kian membesar tatkala sang ibu lebih mengutamakan perkerjaannya dan enggan menjalankan tugas rutinnya sebagai ibu, seraya menyerahkan tugas perawatan dan pendidikan anak- anaknya kepada seorang pengasuh (baby sitter). Kalau memang demikian adanya, tentu kita tahu dampak dan kesulitan apa yang bakal menimpa sang anak.

Masyarakat memang membutuhkan tenaga dan jasa kaum wanita. Namun perlu diperhatikan bahwa pekerjaan dan aktivitas wanita jangan sampai berdampak buruk bagi anak-anak serta tidak menghalangi kaum ibu untuk merawat dan mendidik anak-anaknya. Ada baiknya bila kaum ibu, umpama- nya, bekerja hanya setengah hari saja, agar sisa waktunya dapat dimanfaatkan untuk merawat dan memenuhi kebutuhan anak-anaknya di rumah.


Keharusan Bekerja

Pekerjaan merupakan sumber kebahagian umat manusia, serta menjadikan tubuh dan jiwa sehat dan kuat. Berbagai perubahan lahiriah dan batiniah masyarakat, seperti dibangun- nya pabrik-pabrik dan industri, serta terciptanya perasaan bahagia dan nyaman, bahkan terjaganya kelangsungan hidup umat manusia, semata-mata berasal dari kegiatan bekerja dan berusaha.

Pabila tak ada kegiatan bekerja dan berusaha, niscaya umat manusia akan dimusnahkan oleh bencana kelaparan. Dan pada akhirnya, kehidupan di bumi ini akan menjadi beku, kering, dan kosong dari aktivitas apapun. Segenap jalinan hubungan dan keterikatan antara satu sama lain terputus seketika. Dan harapan yang sebelumnya bertumbuh lambat-laun berubah menjadi keputusasaan. Berbagai sarana yang bermanfaat untuk mempertahankan keberadaan umat manusia tak lain dihasilkan oleh kegiatan bekerja dan berusaha.

 Kehidupan serba-kecukupan, terciptanya perasaan aman―baik di rumah maupun di tengah-tengah masyarakat, kemajuan ilmu pengetahuan dan tekhnologi, dan sebagainya, tak lain berkat kegiatan bekerja, berusaha, dan berjerih-payah.

Para nabi sepanjang sejarah mendorong umat manusia untuk selalu giat bekerja dan berusaha. Bahkan Nabi Islam saw yang mulia menganggap pekerjaan merupakan sebuah kewajiban. Sekalipun mengemban amanat kenabian, beliau sendiri tetap giat bekerja dan berusaha.

Para imam suci kita juga giat bekerja dan membanting tulang di ladang-ladang dan di kebun-kebun. Hazrat Fatimah al-Zahra, puteri Rasulullah saww, sekalipun sibuk merawat dan mendidik anak, tetap giat bekerja di waktu senggang dengan memintal kapas, menggiling gandum, dan melaksanakan berbagai pekerjaan lain.


Jenis Pekerjaan Khas Wanita

Dalam kondisi mendesak, tentu tak ada bedanya antara pekerjaan laki-laki dan perempuan. Namun, terdapat beberapa hal yang perlu diperhatikan; apa yang harus dikerjakan kaum wanita dan kaum lelaki; jenis pekerjaan apa yang layak bagi masing-masingnya; serta apa batasan-batasannya?

Islam melimpahkan kepada kaum wanita jenis tugas yang jauh lebih penting ketimbang tugas yang harus diemban kaum lelaki, yaitu mengasuh dan mendidik keturunan serta menjaga kehangatan suasana rumah tangga.

Menurut pandangan kami, pekerjaan rumah merupakan tugas terpenting kaum wanita. Berkenaan dengan itu, Rasul saww menyerahkan tugas merawat rumah dan anak-anak kepada Sayyidah Fatimah al-Zahra (sementara tugas selain itu diserahkan kepada Imam Ali selaku suaminya). Dan dalam menunaikan tugas tersebut, beliau berhasil meletakkan ke- hidupan anak-anaknya di jalur kesempurnaan serta menyedia- kan sarana kebahagiaan bagi mereka.

Islam sangat tidak memperkenankan kaum wanita me- ninggalkan tugas utamanya itu. Kaum wanita yang mengorbankan profesinya sebagai ibu, demi mengejar kedudukan, nama baik, dan ketenaran, pada dasarnya telah mengabaikan tugas dan perasaan kemanusiaannya. Ya, kaum wanita harus terlebih dahulu menunaikan tugas utamanya tersebut. Baru seandainya terdapat waktu luang, mereka dibolehkan melakukan pekerjaan lain. Dalam pembahasan berikut, kami akan memaparkan persoalan ini dengan gamblang.


Pekerjaan Wanita di Barat

Di Barat, kaum wanita bekerja dan berusaha seiring dengan kaum lelaki. Mereka yang berpandangan dangkal mengatakan bahwa semua itu merupakan kemuliaan dan kehormatan bagi kaum wanita. Padahal sebaliknya, itu justru merupakan se- bentuk penghinaan dan pelecehan terhadap kaum wanita. Para isteri dipaksa untuk bekerja. Lebih dari itu, mereka pun dijuluki dengan julukan-julukan yang amat menggoda (seumpama, wanita karir).

Karenanya, mereka pun semakin giat bekerja, sementara suami mereka masing-masing hanya duduk-duduk di rumah seraya menikmati hasil pekerjaan para isterinya itu. Paling minimal, kaum wanita diharuskan mampu memenuhi kebutuhan hidupnya sendiri. Sementara para suaminya terlepas dari beban tugas dan tanggungjawabnya sebagai suami, yakni memenuhi kebutuhan hidup isterinya.

Di dunia Barat, rata-rata para isteri bekerja di luar rumah dan bekerja sama dalam menunjang kebutuhan hidup rumah tangga. Bahkan di antara mereka juga ada yang memikul beban tugas dan tanggungjawab yang seharusnya dipikul suaminya. Dalam keadaan demikian, sang suami pun punya banyak kesempatan untuk mengumbar hawa nafsunya, sehingga isterinya kian hidup menderita.

Wanita Barat tidak memiliki kemulian dan kehormatan sebagaimana yang dimiliki kaum wanita muslimah. Secara syariat (hukum), suami dari seorang wanita muslimah harus memenuhi kebutuhan hidup isterinya itu, serta menjaga dan memelihara kehormatan dan kemuliannya. Wanita di Barat tak mampu merasakan nikmatnya menjadi ibu. Sebab, bayi yang baru dilahirkannya langsung diserahkannya ke tempat penitipan anak. Itu dilakukan agar dirinya dapat terus melanjutkan kesibukan bekerjanya.

Di sore hari, sehabis pulang dari tempat bekerja, di saat tubuhnya sedang kelelahan, dan jiwanya kehabisan semangat, ia juga harus menunaikan segenap pekerjaan rumah seraya menemani buah hatinya itu. Perhatikanlah, betapa berat beban derita yang harus ditanggungnya.


Untung Rugi Pekerjaan Wanita

Kaum wanita memang dapat menghasilkan sejumlah manfaat dengan bekerja. Di antaranya, menghasilkan pen- dapatan yang dapat membantu proses pemeliharaan kehidupan rumah tangga, serta mendatangkan kesenangan dan ke- bahagiaan―dengan syarat, pekerjaan tersebut tidak mem-buatnya terlalu letih sehingga tak mampu menunaikan tugas utamanya sebagai ibu rumah tangga.

Namun, di samping itu terdapat pula kerugian dan dampak negatifnya. Antara lain, sang anak mesti dititipkan kepada seorang pengasuh, pembantu, atau baby sitter. Dalam kondisi demikian, ia tentu mengalami kesulitan untuk menjalankan peran dan tugasnya sebagai seorang ibu yang baik. Sebabnya, ia memiliki tiga jenis kesibukan; dalam kondisi letih dan lelah tersebut ia harus mengurus ankanya sepulang kerja harus menyelesaikan pekerjaan rumahnya; serta mesti menuntaskan pekerjaan kantornya.

Pabila segi keuntungan dan kerugian yang dialami wanita pekerja diperhitungkan dan ditimbang dengan cermat, niscaya ia akan memahami bahwa dengan bekerja sehari penuh, seorang wanita sama sekali tidak akan mendapatkan keuntungan apapun. Baik bagi dirinya, terlebih bagi anaknya.

Dengan bekerja seharian penuh, seorang ibu tidak akan lagi memiliki gairah sebagai seorang wanita. Akibatnya, sang suami tidak akan tertarik lagi kepada isterinya, dan isterinya pun tak lagi bergairah untuk menghias diri (di hadapan suaminya itu). Lebih dari itu, ia sesungguhnya tengah merusak kehangatan rumah tangga serta menciptakan gangguan emosional dalam diri anak- anaknya lantaran tidak mencurahkan kasih-sayang dan perhatiannya kepada mereka. Demikianlah kerugian besar yang bakal menghantam seluruh penghuni rumah pabila seorang ibu sibuk bekerja di luar rumah.


Profesi Kaum Ibu

Profesi kaum ibu adalah sebagai ibu rumah tangga. Ini bukanlah profesi yang kecil dan remeh. Urusan merawat dan mengasuh anak, serta menjadikannya orang yang berguna, merupakan profesi yang amat suci nan rnulia. Bila seorang ibu memiliki tiga orang anak dan hendak menjalankan betul profesi alamiahnya itu, niscaya seluruh waktunya akan tersita untuk itu. Sebab, selain harus rnenjadi ibu bagi anak-anaknya dan isteri bagi suaminya, ia juga harus menata dan melaksanakan pekerjaan rumah.

Hati siapakah yang tidak tersentuh melihat nasib anak- anak―yang kebanyakannya hidup sengsara dan menderita― yang tidak dirawat dan diperhatikan ibunya, atau malah dititip-kan kepada orang lain, lantaran ibunya itu beralasan bahwa dirinya amat sibuk dengan pekerjaannya? Siapakah yang sudi menerima kehadirannya? Padahal, pada saat yang sama, tak satupun yang mengharuskan kaum ibu untuk bekerja. Dalam kondisi semacam ini, siapakah yang mau bertanggung jawab terhadap berbagai penderitaan yang dialami sang anak? Apakah alasan mereka kelak di pengadilan Ilahi?

Kegiatan bekerja tentu diperlukan. Namun itu tidak dengan mengorbankan segalanya. Sekalipun pekerjaan Anda di luar rumah terbilang penting, namun itu tak ada apa-apanya bila dibandingkan dengan kehadiran Anda di rumah saat anak Anda sakit dan mengharapkan kedatangan Anda, atau terus memanggil-manggil Anda yang tidak berada di sampingnya. Anda memang dapat bekerja bila memang sangat terpaksa (mengingat desakan tuntutan yang ada). Namun perlu di- camkan, jangan sampai itu menjadikan anak Anda menderita dan kehilangan hak-haknya.


Tuntutan Kondisi

Dalam sejumlah kasus, kaum wanita mau tak mau harus bekerja. Karenanya, mereka harus memperhatikan betul semboyan, “Mendahulukan yang terpenting dari yang penting”; sambil bekerja di luar rumah, mereka wajib memperhatikan keadaan rumah dan anak-anaknya. Di antara tuntutan bekerja tersebut adalah:

1. Memenuhi kebutuhan ekonomi rumah tangga

Acapkali tuntutan untuk bekerja timbul dari desakan kebutuhan ekonomi keluarga. Dalam kondisi ini, seorang ibu mau tak mau harus bekerja.

Berkenaan dengan para keluarga syuhada, kita semua memahami bahwa pemerintah dengan penuh rasa bangga berusaha keras memperhatikan serta mencukupi kebutuhan mereka. Begitu pula dengan masyarakat umum. Namun, di antara para isteri syuhada, beberapa darinya enggan menerima bantuan orang lain. Mereka ingin hidup lebih merdeka dan terhormat.

Bila Anda benar-benar enggan menerima bantuan tersebut, tentu tak ada salahnya pula bila Anda bekerja. Namun, Anda harus tetap memperhatikan dua hal berikut; pertama, jangan sampai pekerjaan tersebut memeras tenaga dan pikiran Anda, sehingga Anda menjadi terlalu letih, lelah, dan kehabisan tenaga; kedua, tetaplah mencurahkan perhatian kepada anak-anak Anda, sebab, Andalah satu-satunya tumpuan harapan serta tempat bergantung dan berlindung mereka.


2. Menjaga kebebasan dan kemerdekaan

Mungkin saja sanak-saudara Anda siap membantu dan menanggung kebutuhan hidup Anda beserta anak-anak Anda. Namun, tak tertutup kemungkinan pula mereka akan mendidik dan membesarkan anak-anak Anda sesuai dengan corak dan bentuk pemikiran mereka.

Atau bahkan mereka akan menggiring Anda beserta anak-anak Anda di jalan yang tidak Anda inginkan. Dalam kondisi ini, tentu Anda akan lebih suka hidup berdikari, agar kebebasan dan kemerdekaan keluarga kecil Anda tetap terjaga.

Bila demikian alasannya, maka bekerja merupakan pilihan terbaik dan terpuji. Namun, sebaiknya Anda memberitahukan anak-anak Anda tentang pekerjaan Anda. Seraya itu, kenalkan pula mereka kepada orang-orang yang memiliki harga diri dan terhormat, serta tidak merasa malu dalam mencari nafkah.

Dengan cara ini, Anda berserta anak-anak Anda dapat hidup berdikari serta membangun kehidupan dengan selayaknya. Rasul saww bersabda, “Kemuliaan seorang mukmin adalah tidak merasa butuh terhadap manusia, dan merasa cukup dengan apa yang ada merupakan suatu kemerdekaan dan kemuliaan.”


3. Kesibukan bekerja

Sebagian kaum ibu yang memiliki beban pikiran yang amat berat, memiliki banyak waktu senggang. Sebabnya, merawat anak-anak serta mengerjakan pekerjaan rumah tidak terlalu banyak memakan waktu. Karenanya, demi meringankan beban pikirannya itu, seyogianya mereka menyibukkan diri dengan sesuatu yang dapat mendatangkan manfaat.

Namun, kesibukan tersebut tidak harus dialami dengan bekerja di kantor atau di luar lingkungan keluarga. Dengan kata lain, semua itu dapat pula dilakukan di dalam rumah. Antara lain dengan menjahit, menenun, merangkai bunga, dan sejenisnya. Adapun kaum ibu yang berwawasan luas dapat menyibukkan dirinya di rumah dengan melakukan kajian, penulisan, penerjemahan, atau penyuntingan buku-buku ilmiah.
Merupakan anggapan yang keliru pabila seorang ibu diharuskan duduk dan berdiam diri di sudut rumah, seraya memandangi langit-langit rumah, demi menemani anak-anaknya.

Setiap hari dirinya hanya menyaksikan pergantian pagi hari rnenjadi siang dan malam hari, kemudian tidur terlelap. Dan keesokan harinya, ia kembali melakukan hal yang sama. Begitu pula tidak benarkan bila kaum ibu selalu berada di samping anak-anaknya, seraya mengawasi seluruh gerak-gerik sang anak sekecil apapun. Tindakan semacam ini hanya akan membuatnya letih dan jenuh, begitu pula dengan sang anak.


4. Perlunya kemasyarakatan

Pada sebagian keadaan, kaum wanita bekerja lantaran dituntut masyarakatnya. Umpama, seorang wanita yang me- mutuskan untuk berprofesi sebagai dokter lantaran masyarakat di kampungnya memerlukan kehadiran seorang dokter wanita.

Umumnya, para pasien wanita cenderung merujuk kepada dokter wanita. Dengan itu, mereka merasa lebih nyaman dan tidak lagi merasa sungkan (untuk memeriksakan atau mengobati penyakitnya).

Namun, biar begitu, wanita yang memutuskan bekerja lantaran tuntutan sosial ini juga harus memikirkan nasib anak- anaknya. Misal, mempertimbangkan jarak tempatnya bekerja dari rumahnya. Kalau terlalu jauh, sebaiknya ia memikirkan kembali keputusannya itu. Sebab, jika tidak, ia akan mengalami kesulitan untuk sesekali menjenguk dan mengawasi anak- anaknya di rumah. Kalau tetap bersikukuh pada keputusannya (untuk bekerja), ia harus membawa serta sang anak ke tempat kerjanya agar tugas dan tanggung jawabnya sebagai ibu tetap dapat dijalankannya dengan baik.

Begitu pula dengan kaum ibu yang bertugas sebagai guru di sekolah atau universitas khusus wanita. Di situ mereka menyampaikan berbagai pelajaran penting dengan harapan― selain memperluas wawasan dirinya―mampu meringankan beban masyarakat serta mengatasi berbagai persoalan yang timbul di dalamnya.

Dalam segenap kasus tersebut, hal yang harus senantiasa diperhatikan adalah semboyan, “Mendahulukan yang terpenting dari yang penting,” seraya terus mengingat dan menyebut nama Allah Swt. Usia kita terus bertambah, sementara perhitungan serta pengawasan terhadap diri kita masing-masing senantiasa berlangsung. Hendaklah kita beramal demi mengharap keridhaan Allah. Bukan lantaran mengharap kedudukan, jabatan, pangkat, atau hanya demi memenuhi tuntutan hawa nafsu belaka.


Berbagai Dampak Pekerjaan Kaum Ibu

Peran wanita bagi perkembangan atau kehancuran individu dan masyarakat sungguh teramat menentukan. Bila Anda ingin mengetahui sejarah perkembangan dan kemajuan individu atau masyarakat, lihatlah pekerjaan dan aktivitas kaum wanitanya.

Juga, bila Anda ingin mengetahui rahasia keberhasilan atau kegagalan masyarakat, atau berbagai penyimpangan yang terjadi di dalamnya, tanyakanlah kepada kaum wanitanya. Masyarakat hanya menginginkan kaum wanita menjalankan profesinya sebagai ibu rumah tangga. Kalaupun terpaksa harus bekerja, maka jenis pekerjaannya itu harus sesuai dengan pola pemikiran, kejiwaan, dan emosinya.
Bila ingin menghapus, atau minimal mencegah penyebar- luasan pelbagai penyimpangan yang terjadi di tengah-tengah masyarakat, kita harus mendatangi kaum ibu demi menanyakan cara untuk mengatasinya. Begitu pula bila kita berhasrat memajukan kehidupan masyarakat.

Pembelotan kaum wanita dari tugas sejatinya hanya akan menyebabkan ketimpangan dalam masalah pendidikan anak. Dengan menyerahkannya ke tangan pembantu atau pengasuh mungkinkah kita dapat mengharapkan sang anak tumbuh sebagai generasi yang agung dan bertabur kemuliaan? Ya, pekerjaan dan aktivitas di luar rumah memang banyak menimbulkan dampak negatif terhadap anak-anak dan masyarakat.


Luasnya Dampak Pekerjaan

Dampak negatif dan kerugian yang ditimbulkan pekerjaan dan aktivitas ibu di luar rumah sungguh teramat banyak. Sekalipun tak dapat dipungkiri bahwasannya tidak sedikit pula manfaat serta keuntungan yang dihasilkan darinya. Kendati dalam beberapa kondisi, kaum wanita dituntut untuk bekerja dan beraktivitas, namun itu bukan berarti tidak terkandung bahaya yang menyertai:

1. Dampak terhadap sang wanita

Pekerjaan yang terus menerus dan bersifat resmi, akan menimbulkan berbagai kesulitan bagi si wanita (yang bekerja) tersebut. Umumnya adalah hilangnya keceriaan, kegembiraan, serta semangat keibuannya. Ya, dengan bekerja, pada dasamya ia sedang melangkah melawan arus fitrahnya; tubuhnya terasa letih akibat terlalu banyak bekerja, perasaannya terluka akibat berbagai benturan yang dialaminya di tempat kerja, jauh dari rumah yang merupakan tempat dirinya berprofesi sebagai wanita sejati, serta berpisah dari anak-anaknya yang merupakan belahan jiwanya.

Akibat dari semua itu, ia akan kehabisan tenaga dan semangatnya sewaktu pulang ke rumah di sore―bahkan malam―hari. Tentu sah-sah saja bila kemudian ia memaksakan dirinya untuk menjalin hubungan yang baik dab penuh semangat dengan anak-anaknya itu.

Namun, itu tak akan bertahan lama. Selang beberapa hari kemudian, ia pun akan mengalami kejenuhan serta tak mau lagi mempedulikan keadaan rumah dan anak-anaknya.

Coba Anda perhatikan para wanita pekerja di Barat; pagi- pagi sekali, dengan kondisi tubuh yang lesu dan kurang ber- semangat, mereka berangkat ke tempat kerja; di sore hari, mereka kembali ke rumah dengan badan lebih letih dan tidak bertenaga.


2. Dampak terhadap rumah tangga

Sebuah rumah yang tidak terdapat sosok ibu, bukanlah sebuah rumah. Di dalamnya, malapetaka dan kehancuran niscaya akan senantiasa mengintai. Rumah yang dihuni seorang anak yang jarang bertemu ibunya, tak ubahnya rumah yang keropos dan gampang hancur. Kebahagiaan dan kehangatan suasana dalam rumah amat bergantung pasa kehadiran seorang ibu.

Tentu Anda tahu bahwa anak-anak yang jarang didampingi ibunya, cenderung membisu, mengurung diri, dan kehilangan semangat bermain. Namun sewaktu melihat kedatangan ibunya, mereka pun langsung bersuka-cita dan bergembira, serta kembali bersemangat untuk bermain dan melakukan pelbagai aktivitas.

Seraya memperhatikan berbagai hal yang berhubungan dengan rumah dan kehidupan anak-anak, seorang ibu dapat mengubah-ubah dekorasi rumah serta merapikan, mengatur, dan menata letak perabotan rumah. Itu dimaksudkan agar seluruh anggota keluarga merasa betah, nyaman, aman, dan tenteram untuk tinggal di dalamnya. Seorang ibu yang tak punya kesibukan atau pekerjaan di luar rumah, akan mendapatkan ketenangan yang lebih besar; tidak gampang marah, dapat menanti dan menyambut kedatangan anaknya dari sekolah, menciptakan keceriaan dan kegembiraan anaknya, dan sejenisnya.

Sebaliknya, seorang ibu yang sibuk bekerja di luar rumah akan menjadi orang yang gampang tersinggung, tidak punya semangat, serta suka membiarkan rumah berantakan begitu saja sehingga tidak lagi memiliki daya tarik.


3. Dampaknya terhadap anak

Pekerjaan kaum ibu pada umumnya berdampak negatif terhadap anak-anak. Di sini, kami akan mengemukakan beberapa di antaranya:

a. Sisi emosional

Bagi sang anak, pekerjaan kaum ibu hanya memicu terjadinya pendangkalan, yakni pendangkalan rasa cinta kasih sayang dan belaian lembutnya. Sewaktu ibu tidak di rumah, sang anak terpaksa duduk dan tinggal sendirian, dititipkan di rumah sanak-kerabat, dijaga dan diasuh seorang pengasuh, atau dititipkan di tempat penitipan anak. Padahal, kita tahu bahwa semua itu tak akan mampu menggantikan posisi seorang ibu. Selain itu, sang anak juga tak akan merasakan tempat-tempat itu seperti rumahnya sendiri.

Ketika pulang dari sekolah, anak Anda akan membayangkan dirinya duduk di samping Anda sebagai ibunya, demi mereguk ketenangan batin dan menghapus kesedihannya. Namun, sesampainya di rumah, temyata ia tidak menjumpai Anda. Karenanya, ia pun akan semakin bersedih hati. Apa yang dapat diharapkan dari sebuah rumah yang di dalamnya tidak terdapat sosok ibu? Dalam usaha memenuhi kebutuhan emosionalnya, anak Anda itu akan mencari Anda dalam sosok orang lain. Dan hasrat pencariannya ini merupakan sumber berbagai malapetaka, penyimpangan, dan kerusakan.

b. Sisi moralitas

Pekerjaan dan aktivitas di luar rumah acapkali menjadikan kaum ibu tenggelam dalam kesibukan sehingga melalaikan kondisi dan keadaan anak-anaknya. Memang itu tidak dilakukan dengan sengaja dan tidak berlaku umum. Namun, lantaran itu, dapat dikatakan bahwa kaum ibu tak akan mampu mengurus dan merawat anaknya dengan baik dan layak.

Selain itu, pekerjaan dan bentuk hubungan formal mereka di lingkungan kerjanya, acapkali dipraktikkan pula dalam lingkungan rumah tangganya. Dalam berbicara dengan sang anak, misalnya, mereka tidak lagi menggunakan kata-kata lembut dan penuh kasih, melainkan dengan bahasa dan kata- kata formal, tegas, kaku, dan gersang. Semua itu niscaya akan memperlebar jarak antara mereka dengan anak-anaknya sendiri.
Atau juga seorang ibu yang menyadari bahwa lantaran kesibukannya, ia tak sempat merawat dan mengasuh anaknya dengan layak, namun kemudian berusaha membelikan berbagai mainan, pakaian, dan makanan untuk sang anak demi menutupi kekurangannya itu. Padahal, sikap semacam ini justru akan menjadi pelajaran buruk bagi sang anak; menjadi manja dan suka menuntut.

c. Sisi perilaku

Kesibukan ibu dan tidak terpenuhinya keinginan serta kebutuhan anak, dapat menjadikan sang anak berperilaku buruk; suka membantah, menentang, dan gampang marah. Sewaktu sang ibu pulang, setelah lama ditunggunya, ia akan langsung menunjukkan ketidaksenangannya dengan bersikap kasar. Dan sikap semacam ini akan menjadi lahan subur bagi tumbuhnya berbagai kelainan dan penyimpangan kepribadian.

Sejumlah hasil penelitian yang dilakukan di sebagian masyarakat industri menunjukkan bahwa terdapat hubungan yang erat antara banyaknya pelaku tindak kriminal dengan kesibukan kaum ibu. Menurut pemyataan salah seorang dari mereka, anak-anak yang pada tahun pertama kehidupannya tidak memperoleh perawatan dan pengawasan sang ibu secara layak, tak ubahnya seekor anak lembu yang tak pernah dijilati induknya!

Berdasarkan hasil penelitian John Philips, diketahui bahwa perpisahan seorang anak dengan ibunya, khususnya di usia lima tahun pertama, akan menjadikan sang anak memiliki kepribadian seorang penjahat. Begitu pula, kurangnya perhatian Anda terhadap masalah pendidikan dan pembinaan anak Anda, akan menyebabkan anak Anda melarikan diri kepada teman-temannya. Atau, kekecewaan akibat berpisah dengan Anda akan menyebabkan dirinya cenderung menyakiti teman sebayanya.


4. Berbagai dampak lain

Alhasil, pekerjaan dan kesibukan kaum ibu di luar rumah, sehingga tidak memiliki kesempatan yang cukup untuk mengurus anak, akan menimbulkan berbagai dampak negatif pada diri sang anak. Antara lain:
a. Mengganggu pertumbuhan dan perkembangan jasmani serta ruhaninya. Ini mengingat keceriaan dan kegembiraan amat berpengaruh bagi pertumbuhannya.
b. Mengganggu kesehatan dan keselamatan sang anak, lantaran makanan, kebersihan, kegiatan, dan per- mainannya tidak diperhatikan.
c. Sang anak terus berada dalam ancaman bahaya; terkena benda tajam, tersengat listrik, dan lain-lain.
d. Mudah terpengaruh untuk berbuat tidak terpuji. Ini lantaran dirinya merasa memiliki kebebasan penuh, sementara teman-temannya menganggapnya tidak berada di bawah pengawasan. Seorang anak yang tidak memperoleh kepuasan emosional, akan mencari tempat perlindungan dan lingkungan lain yang dianggap menyenangkannya. Dan pada gilirannya, semua itu akan menyebabkan Anda semakin sulit mendidik dan membinanya dengan baik.


Upaya Mengurangi Dampak Negatif

Apa yang harus dilakukan kaum ibu untuk mengurangi pelbagai dampak tersebut? Jelas ini memerlukan pembahasan yang luas dan terperinci. Selain itu, cara untuk menyelesaikan-nya pun berbeda-beda, sesuai dengan tingkat usia sang anak. Dalam usaha membina anak agar menjadi orang yang berguna, kaum ibu harus berusaha keras selama kurang lebih dua puluh tahun lamanya.

Kaum ibu harus lebih memperhatikan sang anak pada usia enam tahun pertamanya (usia antara nol sampai enam tahun). Sebab, sepanjang usia ini, proses pedidikan dan pembinaan berpengaruh cukup besar terhadap pembentukan kepribadian- nya. Usia antara enam sampai 12 tahun juga terbilang penting.

Namun tidak sepenting usia enam tahun pertama. Di sini saya akan mengemukakan sebagian cara untuk mengurangi dampak serta pengaruh negatif dari pekerjaan dan kesibukan kaum ibu terhadap anak-anaknya.
1. Bila anda memang sibuk bekerja kurangilah kebiasaan berlama-lama di kantor atau di tempat kerja.
2. Bila Anda tak dapat melakukannya, janganlah mengambil kerja lembur (over time).
3. Jangan sekali-kali Anda membiarkan anak sendirian di rumah.
4. Sedapat mungkin Anda berusaha pulang ke rumah sebelum anak Anda kembali dari sekolah.
5. Sewaktu pulang dari kerja, janganlah Anda menampakkan wajah kesal dan marah. Sebab, itu akan menjadi pukulan telak bagi jiwa sang anak.
6. Usahakanlah untuk menjalin hubungan yang hangat dan harmonis dengan sang anak. Ciuman, belaian, dan tutur- kata Anda yang manis akan menggantikan ketidakhadiran Anda di rumah.


Ibu Susuan dan Pengasuh Anak (Baby Sitter)

Pabila suami Anda masih hidup, apakah tugas dan tanggung jawab Anda lantas gugur begitu saja? Apakah kemudian Anda tidak mau melaksanakan segenap hal yang telah dibahas dan dibicarakan sekaitan dengan tugas dan tanggung jawab ibu?

Jelas tidak. Sebab Anda juga seorang ibu, sebagaimana yang lain. Anak-anak Anda amat memerlukan bimbingan dan pengarahan Anda. Selain itu, tugas serta tanggung jawab alamiah, syariat, kemanusiaan, dan moral mengharuskan Anda untuk mengurus, merawat, dan membina anak-anak Anda.

Yang kami maksud dengan tugas dan tanggung jawab alamiah adalah dikarenakan keberadaan dan kehidupan Anda sebagai wanita, menuntut Anda untuk mengasuh anak-anak Anda. Itu agar anak-anak Anda dapat hidup sehat dan normal. Dari sejumlah hasil penelitian, diketahui bahwa pengabaian tugas dan tanggungjawab seorang ibu, seperti menyusui anak, tidak hanya merugikan sang anak. Melainkan juga amat merugikan sang ibu (umpama, menderita kanker payudara).

Ya, tanggung jawab Anda cukup banyak dan berat. Tidak di benarkan bilaAnda beranggapan bahwa setelah menjadikan perut anak Anda kenyang dengan berbagai makanan nan lezat, serta memberi pakaian yang bagus dan indah kepadanya, maka ia tidak lagi membutuhkan apa-apa. Tidak! Anda bertanggung jawab terhadap berbagai persoalan yang berkenaan dengan perilaku dan kehidupan sang anak. Anda dituntut untuk menjadikan anak Anda sanggup berdiri sendiri dalam mengarungi kehidupannya. Bagian terpenting dari tanggung jawab sekaligus kebanggaan Anda terhadap anak Anda pada dasarnya berhubungan erat dengan masalah pendidikannya.


Mengabaikan Tugas sebagai Ibu

Sungguh sikap perbuatan yang keliru bila seorang ibu melimpahkan tugas pendidikan dan pembinaan anaknya kepada ibu susuan atau pengasuh bayaran. Namun, persoalan ini adakalanya dapat dibenarkan. Asalkan, pelimpahan tugas tersebut dimaksudkan demi menjaga dan memperhatikan kepentingan sang anak; lantaran desakan ekonomi, kondisi ibu yang sedang sakit, atau tidak keluar air susu.

Sungguh amat disesalkan pabila seorang ibu tanpa alasan dan kendala apapun, tiba-tiba melimpahkan tugas pendidikan dan perawatan anaknya kepada orang lain. Lebih-lebih bila itu didorong oleh kemalasan, egoisme, serta keinginan untuk menghindarkan diri dari perasaan letih. Alhasil, bagaimanapun sang anak tetap akan mengalami pelbagai benturan di kemudian hari.

Juga sungguh teramat keliru pabila perawatan anak Anda yang cacat diserahkan kepada orang lain, hanya lantaran Anda tidak tega merawatnya sendiri. Hanya di bawah perawatan dan pengawasan Anda sajalah, anak Anda dapat bertumbuh dan berkembang dengan sempurna. Dan hanya di bawah naungan kasih dan sayang Anda sajalah, anak Anda dapat memasuki gerbang kehidupan di masa depan dengan selamat dan selayaknya. Paling tidak, si anak akan mampu menyesuaikan diri dengan situasi dan kondisi di mana ia hidup.

Anak-anak yang memperoleh pendidikan di bawah asuhan seorang ibu, dan dalam lingkungan keluarga yang harmonis, akan mampu belajar dan menuntut ilmu dengan lebih baik, memiliki semangat yang besar, serta semakin berpotensi untuk meraih keberhasilan hidup. Sebaliknya, kaum ibu yang ―dengan alasan apapun―menyerahkan perawatan dan pendidikan anaknya kepada orang lain, selain telah melenyapkan kehangatan rumah tangga, juga telah membenihkan berbagai kerugian yang akan menghantam sang anak di masa depan.


Kekurangan Pengaruh dan Ibu Susuan

Tak ada seorang wanita pun―kendati berwawasan luas dan sangat berpengalaman―yang mampu menggantikan posisi ibu. Jangan sampai proses perawatan sang anak digantikan wanita manapun, kecuali tentunya bila sang ibu jatuh sakit, mengidap kelainan jiwa, atau menderita gangguan emosi. Adalah menyesatkan bila Anda membayangkan bahwa orang lain dapat menggantikan posisi Anda (sebagai ibu). Kecuali Anda benar- benar yakin bahwa orang lain jauh lebih sanggup dan lebih layak untuk merawat dan mendidik anak Anda ketimbang diri Anda sendiri.

Sekalipun cerdas dan berwawasan luas, air susu ibu susuan tak akan mampu menyamai air susu ibu (kandung sang anak).

Bahkan, tak ada air susu manapun yang dapat menyamai air susu ibu (kandung). Jadi, pada prinsipnya, sang anak tetap harus meminum air susu ibu kandungnya sendiri. Kecuali bila ibunya itu jatuh sakit, menderita kekurangan darah, atau alasan-alasan sejenis lainnya. Alhasil, bila sang anak tidak diasuh dan dirawat ibunya sendiri, niscaya kepribadiannya tak akan terbentuk dengan sempurna, dan jiwanya menjadi abnormal serta labil.

Para pengasuh, sekalipun cerdas dan terdidik, tetap tak akan mampu bersikap seperti ibu dalam hal mencurahkan kasih-sayang kepada sang anak. Bagaimanapun keadaannya, sang anak yang dirawat dan diasuhnya adalah anak orang lain. Dan dalam merawat serta mengasuhnya, mereka hanya mengharap- kkan upah dan imbalan jasa.

Para pengasuh dan ibu susuan akan menganggap kegiatan mengasuh dan merawat anak Anda sebagai pekerjaan dan profesi belaka. Jelas itu amat berbeda dengan perawatan dan pengasuhan yang dilakukan sang ibu (kandungnya sendiri) yang begitu tulus dan tanpa pamrih apapun. Karena itu, jangan sampai kekayaan, jabatan, dan gemerlap dunia yang begitu mempesona, menjadikan kaum ibu melalaikan tugas perawatan dan pengasuhan anak, atau melimpahkannya kepada orang lain.


Pengaruh Perpisahan Ibu dan Anak

Perpisahan tentu berpengaruh negatif terhadap diri anak- anak. Sewaktu berpisah dengan ibunya, entah mengapa, mereka berusaha keras memikul beban berat perpisahan itu. Namun, bila perpisahan tersebut memakan waktu yang cukup lama, mereka akan segera menangis, melolong, dan memanggil- manggil ibunya. Apalagi bila perpisahan yang berlangsung cukup lama itu terjadi sewaktu sang anak masih kanak-kanak. Misalnya, seorang anak yang masih berumur satu tahun, kemudian tidak melihat ibunya selama dua bulan. Dijamin, sewaktu bertemu kembali dengan ibunya, ia tak akan mengenalinya lagi.

Seorang anak mulai mengetahui dirinya berpisah dengan sang ibu setelah berusia kurang lebih enam bulan. Sejumlah hasil penelitian menunjukan bahwa akibat yang timbul dari perpisahan adalah terjadinya semacam tekanan kejiwaan dalam diri sang anak. Karenanya, kalau memang sang ibu terpaksa harus berpisah dengan anaknya lantaran tuntutan pernikahan yang amat mendesak, misalnya, seyogianya itu dilakukan sebelum sang anak berumur enam bulan. Ya, bagi anak-anak, sungguh teramat berat untuk berpisah dengan ibunya, walaupun hanya sekejap saja.


Pandangan Anak terhadap Ibu

Boleh jadi Anda menganggap diri Anda bebas dan merdeka serta dapat pergi ke manapun dan berbuat apapun sesuka hati. Namun anggapan tersebut berbanding terbalik dengan anggapan di benak sang anak. Ya, ia beranggapan bahwa Anda adalah miliknya dan dirinya merupakan pusat pengendali kehidupan Anda. Ia beranggapan bahwa kedekatannya dengan Anda merupakan haknya yang paling mendasar.

Ia amat ingin selalu berdekatan dengan Anda dan tak sudi melepaskan Anda begitu saja. Bahkan, ia akan langsung ter- singgung dan marah tatkala Anda membelai atau memangku anak-anak lain. Coba bayangkan, apa yang bakal terjadi bila Anda meninggalkannya dalam beberapa saat? Umpama, Anda meninggalkannya sejak pagi hingga petang hari; tahukah Anda, betapa anak Anda itu menangisi perpisahan tersebut?

Sebagian anak-anak, sewaktu melihat kedatangan ibunya, akan langsung murung dan enggan digendong. Sementara sebagian lainnya, di samping merasa senang dan bahagia, juga menumpahkan tangisan seraya mengharapkan belaian serta curahan kasih- sayang ibunya. Ya, semua itu merupakan dampak yang timbul dari perpisahan dengan sang ibu.


Dalam Keadaan Terpaksa

Memisahkan diri dari anak, sama sekali tidak akan memberikan kebaikan, baik bagi sang anak maupun bagi Anda sendiri. Seyogianya selama tiga tahun pertama usia sang anak, Anda berusaha untuk senantiasa berada di sampingnya dan tidak pergi bekerja di luar rumah. Namun, bila Anda memang terpaksa harus bekerja, bawalah anak Anda itu ke tempat kerja Anda agar Anda dapat merawat dan mengasuhnya. Buanglah jauh-jauh anggapan Anda bahwa kehadiran sang anak hanya akan mengganggu pekerjaan Anda saja.

Jika itu mustahil dilakukan, pilihlah seseorang yang dapat dipercaya dan disukai sang anak untuk mengasuh dan menjaganya. Misalnya, ibu atau saudari Anda. Mereka diharapkan mampu menggantikan ketidakhadiran Anda, menyayangi dan mengasihi sang anak sebagaimana diri Anda sendiri, memahami kata-kata sang anak, mengetahui keluhannya, serta mengenal kepribadian dan wataknya.

Namun, Anda juga jangan lupa bahwa penjagaan dan perawatan Anda terhadap sang anak―sekalipun tidak secara penuh dan sempurna―jauh lebih baik ketimbang menyerahkannya kepada orang lain. Sebab, Anda adalah ibunya. Berusahalah untuk berada di samping anak Anda, sekalipun hanya dalam beberapa menit saja. Itu dimaksudkan agar Anda dapat mencurahkan kasih-sayang Anda demi memuaskan kebutuhan emosionalnya.


Syarat-syarat Ibu Susuan dan Pengasuh Anak

Bila Anda benar-benar terpaksa harus menggaji seorang pengasuh atau ibu susuan untuk mengasuh anak Anda, usahakanlah agar ia menaati ketentuan dan disiplin berikut ini:
1. Menjaga dan memperhatikan nilai-nilai agama serta akhlak, sebabnya, mau tak mau sang anak akan meniru dan mencontoh perilaku pengasuhnya.
2. Sehat jasmani dan tidak mengidap penyakit menular.
3. Memiliki kemuliaan, kehormatan, serta kesucian pribadi dan akhlak.
4. Menyukai anak-anak serta mencintai dan menyayangi anak Anda.
5. Memahami dam siap memenuhi kebutuhan sang anak.
6. Tidak berjiwa penakut, tidak gampang panik, serta memiliki kepercayaan diri yang tinggi. Ini mengingat kondisi kejiwaan si pengasuh akan berpengaruh terhadap sang anak.
7. Bukan orang yang suka berbuat amoral, mencari-cari kesalahan orang lain, mengumpat, menggunjing, angkuh, dan sombong.
8. Kalau bisa, pengasuh atau ibu susuan tersebut mengetahui masalah kesehatan dan cara penanganan pertama pada kecelakaan.


Persiapan untuk Berpisah dengan Anak

Terdapat beberapa hal penting yang harus diperhatikan bila Anda hendak memisahkan diri dari sang anak dan menyerahkannya kepada seorang ibu susuan atau pengasuh adalah mengusahakan agar perpisahan tersebut dilakukan secara bertahap, bukan secara mendadak atau sekaligus. Biarkanlah anak Anda berangsur-angsur menyenangi dan mengakrabi ibu susuan atau pengasuhnya. Kelak pada saatnya, ia akan memiliki kesiapan untuk menerima sang pengasuh tersebut sebagai pendampingnya.

Pada awalnya, Anda harus mendampingi ibu susuan atau pengasuh tersebut dalam bergaul dan berteman dengan anak Anda. Mintalah sang pengasuh tersebut tinggal di rumah Anda barang beberapa hari agar sang anak dapat melihat Anda dan calon pengasuhnya sekaligus. Setelah mulai akrab dan asyik bermain dengan pengasuhnya, Anda dapat meninggalkan sang anak―pertama kali―selama satu jam. Baru kemudian Anda dapat meninggalkannya lebih lama lagi.

Berpisah dengan sang anak secara mendadak dan sekaligus, akan menyebabkan jiwa dan perasaan sang anak mengalami pukulan yang telak. Saking telaknya, kepedihan jiwa sang anak menjadi sulit diobati. Namun, dalam hal ini kami tak meng- inginkan sang anak benar-benar bergantung kepada Anda, atau menganggap Anda sebagai orang asing.


Jenis Pekerjaan

Kaum wanita, khususnya Anda kaum ibu yang mulia, memiliki tugas dan tanggung jawab yang amat besar. Tugas ini seiring dengan tuntutan fitrah dan naluri keibuan. Sungguh sangat tidak terpuji bila seorang ibu mengabaikan tugas dan tanggungjawab alamiahnya hanya demi mendapat julukan yang berasal dari kebudayaan Barat. Tugas utama seorang ibu adalah merawat, mengasuh, serta mengajarkan anaknya tentang akhlak, sopan-santun, dan tatacara kehidupan yang baik dan benar.

Dalam pandangan Islam, seorang ibu harus tetap menjadi ibu rumah tangga. Tidak dibenarkan baginya untuk meng- abaikan tugas tersebut, kecuali memang sangat terpaksa dan disertai alasan yang masuk akal. Ya, ia diwajibkan untuk mem-bangun surge bagi anak-anaknya, serta menyediakan berbagai sarana kebahagiaan, kemaslahatan, dan kebaikan bagi mereka. Kaum ibu juga bertugas membangun dan membina anak- anaknya agar menjadi anggota masyarakat yang cerdas, berkualitas, berguna, dan bermanfaat. Tentunya, tugas dan tanggung jawab ini bukanlah perkara yang remeh.

Para pembesar agama, ilmu pengetahuan, akhlak, dan kemanusiaan menyatakan, “Wahai kaum ibu, hari ini rawatlah tunas-tunasmu! Berilah air dan pupuk! Dan jagalah dari berbagai hama yang akan merusak pertumbuhannya! Niscaya, pada suatu hari nanti kalian akan memetik buahnya yang ranum dan lezat. Mulai sekarang, berilah pagar di sekelilingnya agar tak seorang pun yang dapat masuk dan merusak pola pikirnya. Niscaya, nantinya kalian akan menuai panen yang bagus dan berkualitas.” .


Syarat-syarat Pekerjaan

Sekiranya Anda memiliki pekerjaan di luar rumah yang mau tak mau harus Anda laksanakan, perhatikanlah beberapa syarat berikut ini:

1. Tidak mengganggu kondisi Anda

Jangan sampai pekerjaan Anda mengganggu kondisi jasmani dan kejiwaan Anda; tidak menjadikan Anda kehilangan semangat dan kesabaran, serta gampang letih dan lesu. Lebih penting lagi, tidak sampai merusak kondisi tubuh dan jiwa Anda.

Anda amat membutuhkan semangat dan kesabaran untuk bergaul dan bermain bersama anak-anak Anda (mengingat dengan bermain, anak-anak Anda akan mereguk kebahagian). Boleh jadi Anda adalah orang fakir (atau miskin), sehingga secara finansial tak mampu memenuhi segenap kebutuhan anak Anda. Namun, pabila Anda selalu riang-gembira, niscaya anak- anak Anda akan mau menerima kekurangan tersebut.

Karena itu, usahakanlah untuk bekerja (di luar rumah) dalam beberapa jam saja, agar Anda tidak sampai letih dan kehilangan semangat. Sehingga darinya Anda masih memiliki semangat dan energi guna bergaul dan menjalin hubungan baik dengan anak Anda, memuaskan kebutuhan emosionalnya, serta menghidupkan gairah dan semangat hidupnya.


2. Tidak mengabaikan hak anak

Jangan sampai pekerjaan Anda menjadikan hak anak Anda terabaikan. Anak Anda harus diberi kesempatan untuk menjalin hubungan yang dekat dan hangat dengan Anda, serta mendapat curahan kasih dan sayang Anda. Anak Anda amat membutuh- kan dan memiliki hak atas Anda. Karenanya, wajar bila ia ingin selalu dekat dengan Anda dan mengharapkan belaian lembut penuh kasih dari Anda. Ya, ia ingin memuaskan kebutuhan emosionalnya dan mengelak dari kegelisahan jiwanya.

Anak-anak yang kurang mendapat curahan kasih sayang ibunya, akan senantiasa berprasangka buruk dan merasa serba kekurangan. Pada gilirannya, mereka akan berusaha keras menanggulangi problem tersebut.

Sekirannya tidak sanggup menanggulanginya, mereka pun akan menempuh berbagai cara (yang penting maksudnya tercapai). Umpama, berbuat ke- burukan dengan mengganggu dan menyakiti orang lain.

Pada dasarnya, seorang anak berhak mengikuti ibunya ke manapun pergi dan disambut sang ibu sewaktu pulang dari sekolah. Karenanya, Anda berkewajiban untuk membantu dan menolongnya, serta sedapat mungkin memenuhi keinginan dan harapannya.


3. Tidak mengganggu aktivitas rumah

Anda juga diharapkan untuk senantiasa menjaga dan mempertahankan kehangatan suasana rumah tangga. Itu di- maksudkan agar sewaktu bersedih dan merasa resah, sang anak merasa yakin dirinya akan mendapat ketenangan dengan ber- lindung dalam rumah.

Anda adalah kepala rumah tangga sekaligus tumpuan harapan seluruh anggota keluarga. Namun, bila Anda bersikap pasif dan acuh tak acuh, bagaimana mungkin hati anak-anak Anda akan terikat dengan rumah? Ciptakanlah lingkungan keluarga yang hangat dan harmonis. Ya, kunci keberhasilan Anda dalam mendidik anak-anak adalah dengan menciptakan lingkungan keluarga yang hangat dan menyenangkan.


4. Menjaga kewibawaan sebagai pendidik

Di samping mengelola rumah tangga, Anda juga bertugas untuk menegakkan kedisiplinan sang anak. Ketidakhadiran Anda di tengah-tengah lingkungan keluarga, apalagi dalam tempo yang cukup lama, akan menggerogoti kewibawaan Anda (di mata sang anak), sehingga akhirnya tugas pendidikan anak tidak dapat Anda jalankan dengan baik. Kesibukan bekerja juga akan menyebabkan Anda tak punya kesempatan untuk mengawasi dan mengontrol aktivitas serta kegiatan sang anak.

Dalam kondisi semacam ini, sang anak akan selalu berada di bawah bayang-bayang ancaman marabahaya, lantaran dirinya merasa memiliki kebebasan penuh sehingga dapat bergaul dengan siapapun.

Dengan begitu, kemungkinan besar ia akan bergaul dengan anak-anak amoral. Dan sewaktu telah menjalin hubungan yang akrab dengan mereka, niscaya ia tak akan mau lagi mendengarkan nasihat serta ucapan Anda. Pada gilirannya nanti, ia akan tumbuh menjadi seorang penjahat dan pelaku tindak kriminal.


5. Tidak gila popularitas atau jabatan

Pekerjaan pada dasarnya adalah baik. Asalkan bukan dimaksudkan untuk mengejar popularitas dan jabatan, atau untuk saling bersaing. Anda adalah seorang ibu, dan status keibuan merupakan segala-galanya bagi Anda. Anda juga isteri seorang syahid. Sungguh teramat keliru bila Anda menukar posisi Anda yang mulia itu dengan sesuatu yang hina dan tidak berharga.

Menurut pandangan kami, profesi sebagai ibu tidak lebih rendah dari direktur perusahaan atau kepala badan pemerintah- an. Bahkan, tak satupun profesi yang lebih tinggi dan agung dari profesi keibuan. Tentunya Anda merasa senang dengan profesi keibuan yang Anda tekuni selama ini. Sebab, itu amat sesuai dengan insting dan fitrah Anda sebagai wanita.

Ketimbang mengetik surat-surat di kantor atau departemen tertentu, adalah jauh lebih baik bila seorang wanita menanamkan berbagai bentuk pemikiran dan keyakinan yang benar ke dalam jiwa dan pikiran anak-anaknya. Selain pula membimbing dan mengarahkan mereka untuk mengenal hak, tugas, dan tanggung jawab yang harus diemban agar nantinya mereka siap diceburkan ke tengah-tengah kehidupan masyarakat.


6. Pekerjaan setengah hari

Kalau Anda memang terpaksa harus bekerja, usahakanlah agar pekerjaan tersebut hanya dijalankan selama setengah hari saja. Seyogianya Anda bersabar dengan penghasilan seadanya. Hiduplah secara sederhana. Bila di rumah tidak terdapat karpet atau permadani, janganlahAnda mempermasalahkannya. Yang perlu dipersoalkan adalah pabila hati dan jiwa anak-anak Anda tidak merasa tenteram, gembira, dan bahagia.
Dengan anjuran untuk bekerja setengah hari bukan berarti Anda hanya bekerja selama tiga hari saja dalam seminggu. Maksudnya adalah Anda boleh bekerja setiap hari, namun hanya separuh dari jam kerja yang biasa diberlakukan setiap harinya. Usahakanlah dalam sehari untuk bekerja selama dua jam saja, agar sisanya dapat Anda pergunakan untuk men-dampingi anak Anda. Dan bila pekerjaan kantor memakan waktu hingga delapan jam sehari, Anda dapat bekerja dua jam di pagi hari dan dua jam di siang hari.

Seorang anak umumnya masih mampu menanggung beban perpisahan dengan ibunya dalam tempo dua jam. Namun, sungguh tidak dapat dibenarkan bila sang anak ditemani selama tiga hari dan ditinggalkan selama tiga hari oleh ibunya. Usahakanlah sedapat mungkin untuk memikul beban tugas dan tanggungjawab tersebut demi menghantarkan sang anak meraih tujuan kebaikannya. Dan demi menjadikan sang anak tetap sehat jasmani maupun ruhaninya.

Anda harus merenungkan untuk siapa sebenarnya Anda bekerja dan di hadapan siapakah Anda akan mempertangung- jawabkan semua hasil pekerjaan Anda? Bila benar-benar menyadarinya, niscaya Anda akan semakin gigih dan ber- semangat dalam menjalankan tugas dan kewajiban Anda. Di dunia ini, Anda bukan hanya dituntut untuk memikirkan nasib kehidupan Anda sendiri, melainkan juga nasib kehidupan anak- anak Anda. Dengan demikian, Anda harus tetap berada dalam kondisi yang sehat dan penuh semangat. Itu dimaksudkan agar anak-anak Anda juga hidup dalam kondisi yang sama.


7. Usia tiga tahun

Bila ingin bekerja lebih banyak lagi, Anda harus selalu mendampingi anak Anda, minimal selama tiga tahun (maksud- nya, mulai dari usia nol hingga tiga tahun). Tunggulah sampai anak Anda sedikit besar, agar dirinya agak mampu berdiri sendiri dan hubungan emosionalnya dengan Anda sedikit berkurang. Pada umumnya, seorang anak memiliki keterikatan yang kuat dengan ibunya sampai usia tiga tahun. Namun, sewaktu ia mulai memiliki kemampuan untuk berbicara dan mengemukakan keinginannya, keterikatan tersebut niscaya akan semakin berkurang. Sebabnya, ia telah menjalin hubungan yang baik dengan orang lain, yang pada saat bersamaan mampu memenuhi kebutuhan emosionalnya.

Sebagian kaum ibu telah memahami betul persoalan yang satu ini; setelah melahirkan, mereka langsung meminta cuti kerja selama tiga tahun. Bahkan, beberapa dari mereka, sekalipun anaknya telah melewati batas usia tersebut, tetap berusaha bekerja selama setengah hari saja. Di mana sisa waktunya mereka gunakan untuk menyibukkan diri dengan anak-anak mereka.

(Sadeqin/Berbagai-Sumber-Lain/ABNS)
Share this post :

Post a Comment

mohon gunakan email

Terkait Berita: