Pesan Rahbar

Home » » Menggapai Langit, Masa Depan Anak: Bab X: Kedisiplinan Anak-Anak

Menggapai Langit, Masa Depan Anak: Bab X: Kedisiplinan Anak-Anak

Written By Unknown on Saturday 8 October 2016 | 22:03:00


Pembahasan kali ini berkenaan dengan masalah kedisiplinan. Kedisiplinan merupakan sebuah keharusan bagi pertumbuhan dan kelangsungan hidup umat manusia. Tanpa adanya kedisiplinan, mungkinkah akan terwujud kehidupan yang tertib, teratur, dan sempurna? Tanpa menjaga dan memelihara kedisiplinan hidup dalam rumah tangga, dapatkah kehidupan yang jauh dari hiruk-pikuk dan keributan diwujudkan?

Masalah kedisiplinan anak harus diperhatikan kaum ibu sejak bulan-bulan pertama kelahiran sang anak. Sudah semestinya para orang tua, khususnya ibu, tidak menunda- nunda masalah pembinaan dan perbaikan anak-anaknya. Sewaktu masih hidup, sang ayahlah yang memegang kendali penegakan kedisiplinan dalam rumah tangga. Namun, setelah ia tiada, maka tugas menjaga dan memperhatikan kedisiplinan tersebut berpindah ke pundak ibu.

Dalam menghadapi anaknya, seorang ibu harus mem- perhatikan sejumlah hal mendasar. Di antaranya, rasa cinta dan kasih, berbaik sangka dan mau mengerti, memberi pujian dan dorongan, serta menjaga kestabilan emosi dan kehormatan sang anak. Tentunya, dalam hal ini, seorang ibu jangan sampai menekan sang anak lewat kekuatan dan kekuasaannya. Selain pula jangan sampai gampang takluk dan patuh terhadap rengekan serta rongrongan sang anak.


Disiplin dalam Rumah Tangga

Istilah kedisiplinan memiliki makna yang beragam. Antara lain, penertiban dan pengawasan diri, penyesuaian diri terhadap aturan, kepatuhan terhadap perintah pimpinan, penyesuaian diri terhadap norma-norma kemasyarakatan, dan lain-lain. Biar begitu, seluruh maksud kedisplinan tersebut, pada praktiknya, harus dilaksanakan secara proporsional.

Adapun dalam lingkungan keluarga dan masyarakat, kedisiplinan bermakna penyesuaian sikap dan tingkah laku terhadap suatu bentuk undang-undang dan kaidah-kaidah kehidupan bersama tertentu. Kehidupan sebuah masyarakat, baik besar maupun kecil, mustahil akan terus berlangsung kecuali segenap individu di dalamnya mengikuti dan me- laksanakan undang-undang atau aturan sosial yang telah dipilih dan disepakati bersama. Ya, masyarakat manapun, entah berperadaban terbelakang maupun maju, tak akan sanggup melangsungkan kehidupannya bila tidak melaksanakan dan memperhatikan kedisiplinan serta undang-undang yang diberlakukan.


Kedisiplinan dalam Lingkup Keluarga

Institusi keluarga merupakan unit masyarakat terkecil dan amat terbatas. Di dalamnya, masing-masing individu menjalankan peran dan tugasnya, sesuai dengan batas usia, kemampuan, dan tingkat pemikiran masing-masing. Keberadaan sebagian anggota keluarga teramat lemah, sementara sebagian lainnya teramat kuat. Dan bila setiap individu dibenarkan untuk berbuat sesuai dengan pendapat dan kehendaknya masing-masing, niscaya tak akan pernah diperoleh ketenangan dan ketenteraman apapun dalam kehidupan keluarga. Sebab, sewaktu terjadi persaingan dan perselisihan, sudah barang tentu pihak yang lemah yang bakal kalah dan tersingkir.

Di sisi lain, seorang anak yang masih lemah perlu mengikuti aturan dan ketentuan tertentu, agar kebodohan, kelalaian, dan kelemahannya tidak sampai menyesatkan dirinya serta menghilangkan kepribadiannya. Ingat, anak-anak Anda adalah pribadi-pribadi yang mulia dan terhormat. Demi menjaga kehormatan dan kemuliaan mereka, pengawasan Anda terhadap perbuatan mereka harus didasari oleh ketentuan dan aturan yang layak, sekaligus perasaan kasih yang benar-benar tulus.

Seorang anak membutuhkan sistem pemerintahan dan nilai-nilai keadilan sebab dalam kehidupan di dunia ini dirinya tak lebih dari sesosok makhluk asing yang tidak memahami ketentuan serta aturan yang diberlakukan. Ia tidak memiliki kemampuan untuk mengelola kehidupannya sendiri. Sebegitu lemahnya, sampai-sampai ia tidak mampu membuat aturan dan undang-undang tertentu demi mempertahankan kehidupan pribadinya. Ya, ia amat membutuhkan keberadaan seseorang yang dapat mengenalkannya pada aturan, undang-undang, serta tata-tertib kehidupan. Dalam hal ini, pihak ayah dan ibu bertanggung jawab untuk menjalankan peran tersebut.

Sementara di sisi lain, seorang anak adalah makhluk yang tertindas dan tak berdaya. Karenanya, orang yang pantas menjalankan program yang layak bagi kehidupan anak-anak, harus memiliki sikap yang adil, bijak, serta berkeinginan untuk memberikan yang terbaik bagi sang anak.

Dalam mendidik anak agar disiplin, para pendidik sedapat mungkin menjauhkan diri dari keinginan untuk melampiaskan kejengkelan atau unjuk kekuatan dan kekuasaan. Dalam hal ini, kaum ibu harus membiasakan anak-anaknya hidup di bawah aturan dan kedisiplinan, agar kelak tidak tumbuh menjadi orang yang rusak dan suka membebani orang lain.


Beda antara Kedisiplinan dan Tata Tertib

Menurut hemat kami, tatatertib lebih dimaksudkan sebagai sarana untuk membentuk kehidupan yang didasari oleh ide-ide tertentu. Sementara maksud kedisiplinan adalah bentuk pen- jagaan dan pelanggengan tatatertib tersebut. Dalam pada itu, orang yang selalu menjaga dan memelihara aturan yang berlaku dalam kehidupan di rumah atau tempat kerjanya, tak lain adalah orang yang disiplin.

Tatatertib merupakan sebuah medium bagi proses pendidikan, sekaligus penyebab tumbuhnya kedisiplinan dalam berperilaku. Pada gilirannya, semua itu akan membuahkan manfaat dalam pelbagai perkara dalam kehidupan ini. Selain pula membebaskan pelakunya dari kekeliruan dan penyimpang- an apapun. Misalnya, kita berusaha agar dalam rumah atau kantor, masing-masing perkakas dan benda-benda selalu ditaruh di tempatnya masing-masing. Atau juga makan, tidur, aktivitas, serta istirahat kita selalu dilaksanakan secara teratur, sesuai dengan program dan waktu tertentu. Ya, untuk menyesuaikan diri dengan situasi dankondisi tersebut, kita amat memerlukan kedisiplinan. Berdasarkan itu, kita mengetahui bahwa kedisiplinan merupakan buah dari pendidikan.

Tatatertib tidak bersifat permanen dan langgeng. Besar kemungkinan, Anda akan mengubah-ubah atau mengotak-atik bentuk tata-tertib tersebut agar sesuai dengan usia, tingkat pemahaman, situasi, dan kondisi yang ada. Umpama, yang berkenaan dengan waktu tidur, istirahat, makan, bekerja, dan lain-lain. Dalam hal ini, jelas bahwasanya Anda harus menjalankan tatatertib dan aturan yang serbabaru.

Ala kulli hal, anak-anak Anda perlu memperhatikan aturan, tatatertib, dan kedisiplinan, agar tidak menyia-nyiakan setiap kesempatan, serta menjadi orang yang berguna, mampu mengemban tugas kehidupannya, dan hidup berdikari di tengah-tengah masyarakat. Mereka harus selalu hidup tertib dan teratur agar aktivitas dan pekerjaan mereka menjadi jelas, dan Anda pun dapat dengan mudah mengontrol dan mengawasi mereka.
Dan pada akhirnya, Anda pun dapat menyusun program kehidupan yang benar-benar matang (bagi si anak pada khususnya, dan keluarga pada umumnya).


Maksud dan Manfaat Kedisiplinan

Sebenarnya, apa manfaat dan maksud dari proses pen- disiplinan anak? Maksud pendisiplinan anak adalah untuk menghantarkan sang anak meraih kehidupan yang sehat dan bermanfaat. Dengan berpegang teguh pada aturan dan tatatertib, sang anak akan dapat memanfaatkan tenaga serta kemampuan- nya dalam proses penumbuhan dan perkembangan dirinya. Dengan kata lain, kita mengurungnya dengan aturan dan tata- tenib agar kebebasannya tidak terbuang percuma. Selain pula agar dirinya tidak sampai jatuh dan terpelanting ke jurang keburukan (sikap maupun perilaku).

Dengan menjadikan anak disiplin, pada dasarnya kita hendak mengusahakan agar sang anak dapat lebih banyak merasakan kenikmatan hidup dan mampu melenyapkan guncangan jiwa serta kesedihan hatinya lantaran kematian sang ayah. Dalam hal ini, kita harus memberlakukan undang-undang yang berorientasi untuk membimbing sang anak dalam mengarungi lautan kehidupannya, agar tidak sampai tergelincir ke jurang kesengsaraan, tetap berada di jalur kebaikan dan kesucian, mampu mengontrol emosinya, serta senantiasa berada dalam koridor aturan dan tatatertib.

Dengan mendisplinkan anak, bukan berarti menjadikannya sebagai penerima dan pelaksana perintah semata. Janganlah kita menginginkan sang anak hanya cenderung mendengarkan perintah kita atau orang lain. Namun, seyogianya kita memberikan pelajaran tentang kehidupan agar nantinya ia mampu menyusun sendiri berbagai program kehidupannya serta sanggup hidup berdikari di tengah-tengah masyarakat. Dengan cara itu, niscaya ia akan mampu menyusuri jalan kesempurnaan dirinya.


Lingkup Kedisiplinan

Lingkup kedisiplinan anak-anak amatlah luas. Meliputi seluruh ucapan, perbuatan, dan perilaku yang harus senantiasa diawasi dan didisiplinkan. Sekalipun begitu, pelaksanaannya tetap harus dilaksanakan secara bertahap. Dalam arti, peraturan dan undang-undang kedisiplinan itu tidak boleh diterapkan kepadanya secara sekaligus, apalagi bila dibarengi dengan paksaan.

Di awal kehidupannya, seorang anak berada dalam kondisi yang bebas. Sewaktu menginginkan sesuatu, dirinya langsung saja merengek dan menjerit seraya menghentak-hentakkan tangan dan kakinya. Ia bebas untuk tidur dan bangun, atau buang air besar dan kecil, semaunya. Ya, ia sama sekali tak (mau) terikat aturan atau undang-undang apapun.

Kewudian, tatkala sudah mulai mampu berbicara, ia akan selalu mengucapkan kata-kata apapun yang diketahuinya; tatkala sudah mampu berjalan, akan berusaha berjalan dan berlatih melangkah kapan saja; tatkala sesuatu merintangi jalannya, akan berusaha menyingkirkannya dengan sekuat tenaga dan kemampuannya―paling tidak meminta bantuan sang ibu. Namun, amat disayangkan, betapa sering kita menyaksikan anak yang masih dalam tingkat usia ini malah menerima bentakan, cacian, perlakuan kasar, dan sejenisnya. Tentu Anda tahu bahwa perlakuan semacam itu, selain ditentang masyarakat, juga tidak akan menimbulkan maslahat apapun bagi sang anak.

Jika demikian, maka sang anak mesti senantiasa berada di bawah pengawasan, seraya membatasi kebebasannya. Namun, itu bukan berarti bahwa seharian, kita memaksanya sekehendak hati kita untuk menaati berbagai peraturan yang diberlakukan kepadanya. Kita harus menerapkan peraturan tersebut secara bertahap dan periahan-lahan, sambil mengawasi dan mem- benahi tingkah buruk sang anak. Pada usia tujuh tahun pertama, kurang lebih sang anak tengah berada dalam keadaan bebas. Namun, pada usia tujuh tahun kedua, kehidupannya harus benar-benar berada di bawah pengawasan kita―tentunya dengan menyesuaikan tingkat pertumbuhan, pemahaman, kecerdasan, dan kemampuannya dalam membedakan mana yang baik dan mana yang buruk―untuk kemudian menjadikannya berdisiplin terhadap peraturan. Usaha semacam ini pada dasarnya dimaksudkan untuk berkhidmat kepadanya (anak), selain pula kepada masyarakat, baik di masa sekarang, maupun di masa yang akan datang.


Ragam Kedisiplinan

Kedisiplinan itu beragam bentuknya. Namun, perlu diperhatikan, mana di antara bentuk kedisiplinan tersebut yang memang sesuai dengan nilai-nilai Islam. Itu dimaksudkan agar sang anak dapat dididik dan dibina dengan selayaknya.

Jenis kedisiplinan tertentu lebih didasarkan pada bentuk kehidupanyang bebas dari ikatan dan kekangan. Dalam hal ini, si anak dibenarkan untuk melakukan berbagai hal yang diinginkannya. Anda tentu tahu bahwa hal itu tak akan me- nimbulkan maslahat bagi si anak, keluarga, dan masyarakat. Sebabnya, kebebasannya itu akan membahayakan dirinya sendiri, juga orang lain. Seorang anak masih belum memahami hal-hal yang dapat mendatangkan manfaat bagi dirinya. Karena itu, alih-alih ingin memberikan manfaat kepada dirinya sendiri dan orang lain, tindakannya itu malah mendatangkan kerugian.

Jenis kedisiplinan lain bercorak pengawasan yang ketat dan keras. Akibatnya, si anak sama sekali tak punya pilihan dan keinginan lain, kecuali mengikuti perintah dan aturan orang lain secara membabi-buta. Menurut hemat kami, cara semacam ini juga tidak layak untuk diterapkan. Sebab, dalam keadaan ini, sang anak sama sekali tidak memiliki peluang untuk tumbuh dan berkembang. Kepribadian, emosi, akhlak, dan rasa kemanusiaannya niscaya tak akan terbentuk dengan baik dan purna dalam jiwanya. Selain itu, segenap bakat dan potensinya juga tidak dapat tumbuh dan berkembang secara wajar. Betapa banyak anak yang menjadi korban jenis kedisiplinan semacam ini. Saking ketat dan kakunya, sampai-sampai mereka menderita tekanan jiwa. Dan, sewaktu menganggap bahwa tak ada lagi orang yang menekannya, mereka pun hidup tanpa mem- perhatikan aturan serta nilai-nilai kemanusiaan.

Menurut ajaran kita, sebaik-baik jenis kedisiplinan adalah yang ketiga, yakni yang berada di titik tengah antara keduanya. Dalam hal ini, sang anak tidak lagi dipaksa untuk mematuhi aturan secara buta atau dibatasi kebebasannya dalam me- netukan pilihannya. Dan, pada saat yang sama, ia juga tidak diberi kebebasan absolut sehingga merasa bebas melakukan apapun yang diinginkannya. Namun, kita memberinya ke- bebasan sebatas kemampuan dan kebutuhannya. Seraya itu, kita juga dapat membimbingnya tentang cara menggunakan kebebasan secara wajar.

Peraturan yang bersifat kaku dan tidak dapat diganggu gugat, merupakan faktor pemicu terjadinya penyimpangan perilaku. Sang anak menjadi cenderung ingin melepaskan diri dari belenggu peraturan dan tatatertib tersebut. Akhirnya, ia akan tumbuh menjadi seorang pembangkang serta suka menentang perintah dan menabrak rambu-rambu larangan. Kalau sudah demikian, niscaya seluruh program dan usaha Anda akan sia-sia belaka.


Penyediaan dan Penanaman Dasar-dasar Kedisiplinan

Syariat suci Islam memiliki berbagai tuntunan dan ajaran yang dapat kita jadikan sebagai kerangka untuk mewujudkan kedisiplinan anak, atau menjadikannya―sejak masa kelahiran―memiliki jenis kedisiplinan yang khas. Tuntunan- tuntun tersebut termaktub dalam kitab-kitab hadis kita. Misalnya, bab nikah, bab talak, hak-hak anak, hukum-hukum pergaulan, serta berbagai persoalan yang berhubungan dengan akhlak dan moral. Dari semua itu, kita dapat menyimpulkan:
a. Kedisiplinan harus disesuaikan dengan usia dan tingkat pemahaman anak-anak. Itu dimaksudkan agar mereka tidak sampai merasa berat dan terbebani.
b. Kedisiplinan harus rasional dan dilandasi logika yang kuat, sehingga sedikit banyak dapat dipahami oleh sang anak.
c. Kedisiplinan harus sesuai dengan pertumbuhan sang anak. Itu dimaksudkan agar kedisiplinan yang hendak diterapkan tidak menghambat serta mengganggu pertumbuhan jasmani, ruhani, dan emosinya.
d. Kedisiplinan harus berorientasi pada (hak-hak anak), bukan malah melenyapkan atau mengabaikannya.
e. Dasar-dasar kedisiplinan harus terang, jelas, dan stabil. Itu dimaksudkan agar sang anak mengetahui cara mengambil sikap dan mempraktikkannya dalam kehidupan.
f. Isi peraturan yang berkenaan dengan kedisiplinan jangan sampai terlalu berlebihan (ifrath) atau terlalu berkurangan (tafrith). Sebab, itu akan membuat sang anak kebingungan dan dan tidak mengetahui apa yang semestinya dikerjakan.
g. Perintah kedisiplinan dalam lingkungan rumah harus terpusat di tangan satu orang. Dalam hal ini, sang anak hanya wajib menjalankan perintah ayah atau ibunya saja. Adapun sanak saudara, saudari, serta anggota keluarga lainnya, tidak dibenarkan untuk mengeluarkan perintah dan larangan apapun kepadanya.


Awal Kedisiplinan dan Tanggung Jawabnya

Dasar-dasar kedisiplinan sudah harus ditanamkan kepada sang anak sejak bulan-bulan pertama kehidupannya, tentunya secara berangsur-angsur. Terlebih pada bulan keempat. Sewaktu mulai mengadakan pertukaran emosi dengan ibunya, sang anak harus sudah diajarkan berbagai aturan yang sesuai dengan daya tangkapnya. Umpama, mencegah agar jangan sampai sang anak menjadikan tangis dan jeritnya sebagai sarana untuk meraih keberhasilan.

Sejak mampu berkata-kata, dirinya tidak dibenarkan untuk mengucapkan kata-kata kotor yang didengar dari orang-orang di sekelilingnya. Selain pula tidak dibenarkan untuk berbicara kasar kepada ibunya, terlalu bergantung pada orang lain, dan memiliki anggapan bahwa ibunyalah yang harus mengerjakan seluruh tugasnya (si anak). Dalam pada itu, sang anak mesti dilatih agar mau memenuhi segenap kebutuhannya sendiri, tentunya sebatas kemampuannya. Dengan demikian, secara berangsur-angsur, akan terbentuk keteraturan dalam hal waktu tidur, bangun, dan makannya. Begitu pula dengan pergaulannya di luar rumah (yang selalu berpijak di atas aturan dan tatanan tertentu).

Berkenaan dengan itu, para ibu memiliki tanggung jawab yang amat besar. Namun, jangan sekali-kali seorang ibu membiarkan anaknya bergelimang dalam kesalahan dan keburukan hanya lantaran perasaan cinta dan sayang. Sebabnya, itu akan menentukan apakah sang anak di masa datang akan hidup berbahagia atau malah terpuruk dalam kesengsaraan Janganlah kaum ibu tidak menegur atau menangguhkan (teguran) pada kesempatan yang lain, sewaktu sang anak melakukan suatu kekeliruan atau kesalahan. Tegurlah dan ingatkanlah dirinya akan kesalahan yang telah diperbuatnya itu, seraya menentukan sanksi yang mesti diterimanya.


Pelaksanaan Dasar-dasar Kedisiplinan

Dalam proses pelaksanaan dasar-dasar kedisiplinan dan berbagai program pendidikan, diperlukan suatu cara dan teknik yang jitu. Tanpanya, niscaya proses pendidikan anak tak akan memperoleh hasil yang memuaskan―kalau bukan malah bertolak belakang dengan tujuan yang dicita-citakan. Kaum ibu harus tahu tentang dalam hal apa si anak mesti didukung dan dalam hal apa mesti dicela serta diperingatkan. Umpama, dengan mendiamkan (tidak mengajak bicara) sang anak. Keputusan tersebut harus diiringi pengetahuan yang benar tentang sampai kapan dirinya akan mendiamkan anaknya dan kapan mesti berbaikan serta mengajaknya kembali berbicara.

Mengetahui dan mendalami cara-cara yang berkaitan dengan pendidikan tentunya sangat membantu usaha pendidikan dan semakin memperjelas tanggung jawab kaum ibu terhadap anaknya. Lagipula, sang anak akan sanggup memahami apa yang semestinya dikerjakan serta mampu menentukan sikap dalam menghadapi berbagai persoalan. Kalau, misalnya, mengetahui ibunya tidak akan mempedulikan tangis dan rengekannya, lambat laun sang anak akan meninggalkan kebiasaan lersebut dan akan menggunakan cara yang diajarkan ibunya itu. Dalam hal ini, sang ibu harus memilih dan me- nentukan cara yang terbaik untuk diterapkan kepada sang anak. Suatu cara yang dapat membangun kepribadian anak sekaligus menjauhkannya dari berbagai faktor yang dapat men- jerumuskannya ke jurang kesengsaraan.


Dasar-dasar Pelaksanaan

Pelaksanaan dasar-dasar kedisiplinan seyogianya dimaksudkan demi kebaikan dan kemaslahatan sang anak karena itu, dalam usaha mengawasi dan membentuk anak agar menjunjung kedisiplinan serta mampu bertumbuh dan ber- kembang dengan baik, setiap ibu harus memahami dasar-dasar pelaksanaan pendidikan yang diperlukan, di antaranya:

1. Membimbing dan mengarahkan.

Tujuan kita menjalankan kedisiplinan adalah demi membimbing dan mengarahkan anak agar mengetahui alasan tentang keharusan untuk berbuat ini dan itu. Pelaksanaan program kedisiplinan amat bermanfaat dalam menjadikan sang anak tertib, teratur, serta terus berpegang teguh kepada aturan. Dengan demikian, si anak akan mampu memanfaatkan usia dan kesempatannya secara lebih baik.

Anda memang harus mengasihi dan menyayangi anak-anak Anda. Namun, kasih sayang tersebut harus dimaksudkan untuk membimbing dan mengarahkannya. Bila tidak, besar ke- mungkinan kasih dan sayang Anda itu dalam beberapa keadaan, justru akan merugikan dan membahayakan sang anak.

2. Ketegasan.

Dalam menegakkan kedisiplinan, selain dengan bersikap lemah-lembut, Anda juga dituntut untuk bersikap tegas. Kaum ibu tidak boleh sampai merasa kasihan dan iba, atau bersikap lemah-lembut, secara amat berlebihan sewaktu hendak menegakkan kedisiplinan. Tidak adanya ketegasan dalam menjalankan program dan rasa belas-kasihan yang berlebihan, jelas akan menimbulkan berbagai ketidakteraturan.

Namun, mereka adalah anak-anak; janganlah Anda memperlakukan mereka seperti orang dewasa. Sebabnya, mereka belum memasuki fase pengetahuan dan pemahaman terhadap berbagai perkara. Jelas, sikap dan perbuatan Anda itu, sedikit demi sedikit, akan membuat mereka mengerti dan memahami, sehingga akhirnya memiliki kesiapan untuk menerima perintah dan larangan. Anda harus bersikap tegas dalam mengeluarkan keputusan. Selain agar segenap ketidak- teraturan mereka terhapuskan, itu juga dimaksudkan agar mereka menerima pelajaran ketegasan dari Anda. Di samping tegas dan pasti, keputusa Anda itu juga harus jelas agar anak- anak mampu memahami tentang apa yang harus ia kerjakan dan bagaimana cara menyesuaikan diri dengan peraturan yang berlaku.

3. Menjaga perasaan.

Anda adalah seorang ibu, dan anak Anda amat mengharapkan curahan kasih dan sayang Anda. Karenanya, janganlah Anda senantiasa bersikap keras dalam menghadapinya. Itu akan membuat mereka merasa jenuh dengan kehidupan ini, serta selalu merasa berada di bawah tekanan yang berat. Hendaklah Anda bersabar. Janganlah ingin menyelesaikan berbagai kesulitan sekarang juga dan secara sekaligus.

Sosok ibu identik dengan perasaan cinta, kasih, dan sayang. Bila sang anak menangis dalam tempo yang cukup lama, janganlah Anda membentaknya. Tanyakanlah kepadanya tentang sebab-sebab dirinya menangis dan meneteskan air mata begitu lama. Sebab, mungkin saja tangisan sang anak itu benar- benar memiliki alasan yang kuat, sementara Anda tidak menyadarinya. Kemudian, berusahalah untuk segera meng- hapus sebab-sebab kesedihan tersebut dari hatinya.

4. Memperhatikan akhlak dan sopan santun.

Program kedisiplinan seyogianya dijalankan dengan memperhatikan masalah-masalah akhlak dan sopan santun. Kata-kata dan kalimat yang Anda gunakan hendaklah santun dan tidak melanggar batasan akhlak. Kata-kata kotor dan tidak sopan, yang terlontar dari mulut seorang ibu lantaran merasa jengkel terhadap sikap dan perbuatan anaknya, boleh jadi akan me- nenangkan diri sang ibu dalam sesaat. Atau bahkan sang ibu mendapatkan apa yang diinginkannya. Namun, perlu diingat bahwa sang anak akan mengambil pelajaran serta meniru ucapan tersehut. Ya, kata-kata tersebut akan tertanam dalam ingatannya sehingga pada kesempatan yang lain, ia pun akan mengucapkannya.

Anda juga harus memperhatikan sanksi yang Anda jatuhkan kepada anak Anda yang telah melakukan kesalahan. Selain pula, jangan sampai berlebih-lebihan dalam menjatuhkannya lantaran itu akan memberi pelajaran buruk bagi sang anak. Dalam pada itu, janganlah Anda mencampuradukkan kesalahan tersebut dengan masalah yang lain atau mengungkit-ungkit kesalahannya di masa lalu. Rumusnya adalah satu kesalahan, satu sanksi, bukan beberapa sanksi. Dan rumus lainnya adalah beratnya sanksi harus sesuai dengan beratnya kesalahan yang dilakukan. Kalau sanksi yang Anda jatuhkan melebihi takaran kesalahan yang dilakukan sang anak, maka Anda telah bersikap zalim kepadanya.

5. Melecehkan perbuatan buruk.

Dalam melatih kedisiplinan anak terhadap aturan yang berlaku, janganlah kita mencela atau melecehkan sang anak yang telah berbuat salah. Namun, cela dan hinalah perbuatan buruknya itu (bukannya sang anak). Dengan begitu, niscaya sang anak akan memahami dan me- rasakan bahwa perbuatannya itu adalah buruk dan tercela serta tidak mau lagi mengulanginya. Berilah penjelasan kepadanya tentang keburukan dan ketidaksenonohan kata-kata yang diucapkannya atau perbuatan yang dilakukannya, agar di benaknya tidak lagi terlintas keinginan untuk kembali melakukannya. Bila sang anak telah terlanjur dihina atau dilecehkan, kita harus segera menyadarkannya bahwa penyebab semua itu adalah lantaran dirinya telah mengucapkan kata-kata kotor dan tidak senonoh, atau melakukan perbuatan keji dan tercela.

Seorang anak mesti diyakinkan bahwa berbohong me- rupakan perbuatan keji; mencuri dan mengambil hak orang lain merupakan perbuatan tercela; dan berkhianat merupakan tindakan yang hina. Dengan cara itu, niscaya ia tak akan pernah berpikir untuk melakukan semua perbuatan tersebut.


Hal-hal yang Mesti Dihindari

Dalam melaksanakan program kedisiplinan, diperlukan adanya kesadaran yang penuh dan pengetahuan yang luas. Sebab, semua itu akan menyumbangkan pengaruh yang cukup besar bagi proses pernbentukan kedisiplinan sang anak. Menurut pendapat sebagian kalangan, pelaksanaan program kedisiplinan harus disertai dengan kemarahan dan kekerasan. Boleh dibilang, nyaris sebanyak 80 persen dari keseluruhan jumlah masyarakat bersikap keras dan kaku sewaktu menjalankan proses pendidikan serta penanaman nilai-nilai akhlak dan kedisiplinan kepada anak-anaknya. Padahal sesungguhnya mereka lupa bahwa usaha semacam itu sama dengan memberikan pelajaran buruk bagi anak-anaknya.

Pelaksanaan program kedisiplinan, serta pembinaan dan pendidikan anak-anak, harus dilandaskan pada cinta kasih yang berbaur dengan ketegasan, ancaman, dan dukungan. Dalam ucapan Sa’di (seorang penyair Persia, ―peny.), “Kekerasan berbaur dengan kelembutan.” Sayang, pada kenyataannya, banyak orang tua yang tidak mengetahui cara melaksanakan program kedisiplinan yang benar. Akibatnya, usaha (pendidikan) mereka pun menjadi kabur dan tak tentu arah. Untuk menghindari itu, kita perlu memperhatikan hal-hal ini:

1. Melontarkan sindiran yang jelas

Isyarat atau sindiran kiranya dapat juga mendatangkan manfaat. Syaratnya, sang anak memahami dan mengetahui tujuan serta harapan Anda dalam mengungkapkan isyarat atau sindiran tersebut. Dengan cara itu, niscaya Anda akan memperoleh hasil yang baik dalam proses mendidik dan membina sang anak. Memang, sedapat mungkin masalah yang Anda sampaikan bersifat jelas dan dilakukan dengan cara terang-terangan (bukan lewat sindiran atau isyarat tertentu). Sebab dengan itu sang anak akan lebih mengetahui dan memahami duduk persoalannya.

Patut diperhatikan bahwa sindiran dan isyarat tertentu dalam beberapa kasus amat diperlukan. Khususnya sewaktu permasalahan tersebut tidak layak, atau bahkan akan bertambah parah, bila dijelaskan dengan cara terang-terangan. Umpama dengan mengatakan, “Saya sudak tahu soal penyimpangan seksual yang kamu lakukan.” Dalarn kasus ini, seyogianya Anda tidak memberitahukan bentuk penyimpangan tersebut secara jelas dan rinci. Sebab, itu akan menjadikan dirinya tidak lagi memiliki rasa malu.

2. Perintah dan larangan berlebihan.

Proses pendidikan dikatakan keliru bila terlalu banyak terdapat perintah dan larangan. Anda harus memperhatikan kondisi emosional anak dan memberinya kesempatan untuk melangkahkan kakinya di jalur kehidupan tertentu. Tcntu tak ada salahnya bila sesekali Anda menegur dan memperingatkan dirinya. Namun, janganlah selalu memerintah dan melarangnya.

Seorang anak yang selalu mendapat tekanan keras atau perintah dan larangan dari berbagai penjuru, niscaya tak akan menemukan jalan demi menyelamatkan dirinya kecuali dengan membangkang serta melanggar semua perintah dan larangan tersebut. Atau bahkan dengan tidak mempedulikan omongan Anda sama sekali. Karenanya, bila Anda terlalu banyak mengeluarkan perintah dan larangan, itu sama halnya Anda tengah memaksa sang anak untuk melanggar dan tidak mengindahkannya. Kalau Anda memilih sebuah program pendidikan yang banyak mengandung perintah dan larangan, niscaya Anda akan menghadapi jalan buntu. Untuk itu, sesegera mungkin Anda harus menggantinya dengan program yang lain.

3. Sering mencemooh dan memaki.

Dalam beberapa hal, anak Anda perlu ditegur dan dimarahi. Umpama, sewaktu ia tetap bandel untuk menempuh langkah dan melaksanakan perbuatan yang dapat merugikan dirinya, padahal sebelumnya Anda telah menasihati dan memberi petunjuk kepadanya. Dalam kondisi semacam ini, layak bagi Anda untuk memarahi dan menegur- nya. Namun, jangan sampai Anda menjadikan hatinya terluka dan jiwanya resah. Tentunya sewaktu menegur kesalahannya, Anda harus berusaha untuk menjelaskan serta mengevaluasi kembali perbuatan yang telah dilakukannya. Itu ditujukan agar sang anak senantiasa mengingat kesalahannya itu.

Adapun yang sangat dilarang dalam proses mendidik anak adalah banyak memaki dan mencemooh sang anak. Itu hanya akan mendorong sang anak untuk berani melangar bahkan melawan perintah. Kemarahan yang diulang-ulang atau mengungkit-ungkit kesalahan yang pernah diperbuat sang anak, jelas akan merusak jiwanya. Seusai menegur dan memarahi anak, Anda harus menarik hatinya dan membimbingnya lagi dengan lembut.

4. Pukulan berulang-ulang.

Boleh jadi kesalahan anak Anda itu menjadikannya layak untuk dipukul. Ini adakalanya memang sesuai dengan ketentuan syariat dan pendidikan. Namun, sewaktu sang anak telah mendapatkan peringatan dan hukuman namun tetap saja mengulangi perbuatannya itu, janganlah Anda memukulnya lagi. Carilah penyebab tentang mengapa ia cenderung mengulangi perbuatannya itu. Patut dicamkan bahwa pukulan tersebut sampai kapanpun tak akan mampu memperbaiki perilaku buruknya. Malah, dengan memukulnya kembali, Anda telah mengajarkan kepadanya pelajaran yang keliru dan kebiasaan yang buruk; yaitu suka memukul dan mendera anak.

Pada dasarnya, deraan dan pukulan tak akan menimbulkan pengaruh yang positif terhadap usaha pembinaan anak. Sebaliknya justru akan menghambat pertumbuhan dan perkembangannya. Namun itu bukan berarti kemudian kita memanjakan dan membiarkan sang anak berbuat semaunya; bebas dan tidak terikat aturan apapun. Kalau Anda telah terbiasa memukul dan mendera sang anak, niscaya usaha apapun yang Anda tempuh demi membenahi perilaku dan perbuatannya itu akan sia-sia belaka dan tidak berarti sama sekali. Sewaktu masih kecil, sang anak akan diam dan menahan diri dalam menghadapi pukulan dan deraan Anda. Namun, setelah beranjak dewasa, apa yang dapat Anda lakukan terhadapnya? .

5. Kekerasan.

Sebuah pukulan tak ubahnya sebutir obat; harus diperhatikan betul kadar dan ketentuan meminumnya. Karenanya, janganlah terlalu berlebihan dalam meminum obat. Minumlah obat-obatan sesuai dengan keperluannya. Demikian pula dalam hal memukul dan mendera sang anak. Umpama, tidak sampai mencederai sang anak, tidak menjadikan warna kulitnya memerah atau menghitam, juga tidak sampai membuat tubuhnya mengalami cacat. Ingat, perbuatan (memukul dan mendera) itu, selain harus diganjar hukuman duniawi, juga harus diganjar hukuman Ilahi.

Betapa kelirunya seorang ibu yang lantaran merasa kesal dan pikirannya kalut, menjadi gusar lalu memukul serta mendera anaknya, seraya menjadikannya obyek pelampiasan kejengkelannya. Jangan Anda lupa bahwa Anda adalah seorang ibu, bukan seorang kuli kasar! Benahilah kesalahan anak Anda dengan cara lain, bukan dengan cara kekerasan. Ya, Anda harus menempuh cara yang konstruktif. Coba Anda pikirkan, kesulitan macam apa yang bisa Anda selesaikan lewat kekerasan? Sebaliknya, kekerasan justru akan merusak jiwa sang anak. Dalam keadaan demikian, mereka merasa tidak memiliki lagi tempat untuk berlindung dan akhirnya terpaksa berbohong serta menipu.


Poin-poin Pelaksanaan Program Kedisiplinan

Perbuatan dan tingkah-laku anak yang tidak selayaknya tentu harus diteliti dengan seksama, dan kemudian dihilangkan dengan menggunakan metode dan cara yang tepat. Memberi dukungan dan pujian kepada sang anak merupakan salah satu langkah untuk menanamkan kedisiplinan, sekaligus sebagai sarana untuk mendorong sang anak agar lebih cenderung melakukan perbuatan terpuji. Dengannya, sang anak akan me- miliki keberanian dan senantiasa menjaga kehormatan serta harga dirinya.

Ya, seorang anak akan tumbuh dan berkembang melalui pujian dan dukungan. Semua itu merupakan tuntutan alamiah dirinya. Namun, bila suatu ketika Anda menganggap sang anak perlu dipukul atau didera, maka Anda boleh melakukannya dengan syarat, memukul tangannya dengan pelan dan tidak sampai menjadikan warna kulitnya memerah atau menghitam.

Kegemaran memukul dan mendera anak yang suka berbuat buruk tak akan rnengubah apapun. Karena itu, untuk mem- perbaiki perilaku buruk sang anak, cabutlah akar penyebabnya. Perlu diingat bahwa ada kemungkinan anak Anda itu mem- butuhkan dokter dan obat. Terutama bila anak Anda merasa senang sewaktu melakukan perbuatan buruk.

Dalam hal ini, usahakanlah agar pukulan dan deraan Anda itu dilakukan sewajarnya agar sang anak masih memiliki rasa ketergantungan kepada Anda dan keluarga, serta tidak ingin menjauh darinya. Apalagi bila pukulan itu sampai menjadikan- nya merasa sebagai orang yang hina dan tercela. Perlu Anda perhatikan pula bahwa cukup sulit untuk merawat dan mendidik kedisiplinan sang anak dalam rumah yang sempit dan kumuh. Namun itu bukan berarti Anda mustahil melakukannya.

Janganlah Anda terlalu memaksakan diri serta meng- haruskan segenap keinginan Anda terwujud. Jelas, itu mustahil terjadi. Perintah dan larangan yang terus-menerus, jeritan dan pekikan, kemarahan dan kegusaran, sama sekali tak akan membuahkan hasil yang baik. Cobalah Anda sedikit bersabar! Kuasailah diri Anda serta berbuatlah dengan benar dan rasional!


Hubungan Ibu dan Anak

Ibu adalah sosok teramat mulia dan namanya akan mengingatkan kita pada perasaan cinta, kasih, dan sayang. Setiap kali seseorang mendengar nama ibu, ingatan tersebut akan langsung terbayang dalam benaknya. Ya, ibu adalah sosok yang rela dan siap mengorbankan apapun yang dimilikinya, agar anak-anaknya tetap bertahan hidup. Ia rela kelaparan, asalkan anaknya kenyang; rela tidak berbusana (indah) asalkan anaknya tidak telanjang; bahkan rela mati asalkan anaknya tetap hidup.

Anak-anak masih belum mampu memahami perasaan tersebut secara sempurna. Sebabnya, mereka cenderung mementingkan diri sendiri, selalu menuntut, dan masa bodoh. Lebih dari itu, beberapa di antaranya malah menganggap sosok ibu sebagai musuhanya dan penyebab kesengsaraannya namun sebagian besar anak-anak, sedikit banyak telah mengetahui bahwa ibu mereka amat mencintai dan menyayangi mereka.

Karena itu, seorang anak amat mengharapkan kasih saying, persahabatan, dan kedekatan ibu kepadanya. Umpama. sewaktu dipukul atau diusir sang ayah, ia mengharapkan betul pembelaan dan perlindungan ibunya; dan bila orang lain menghinanya, ia berharap ibunya akan membalaskan untuknya.


Kaum Ibu yang Keras

Sebagian kaum ibu sungguh keliru dalam menentukan sikap. Tindakan mereka benar-benar tidak sesuai dengan peran sebagai ibu serta suka melakukan perbuatan yang sama sekali tidak layak. Boleh jadi, itu dikarenakan mereka tidak memiliki kecerdasan yang memadai, mengidap kelainan syaraf tertentu yang mendorong mereka berbuat keras dan kasar, atau meng- alami berbagai benturan dan persoalan dalam hidupnya sementara dirinya tidak mampu menemukan cara untuk mem- bebaskan diri dari belenggu-belenggu tersebut. Akhirnya ia pun menjadikan anak-anaknya sebagai sasaran pelampiasan derita yang dirasakannya. Dalam hal ini, ia tidak mampu mengemban tugas serta tanggung jawab sebagai ibu yang baik di hadapan anak-anaknya

Ya, mereka selalu bersikap kasar terhadap anak-anaknya. Dengan harapan agar―dalam istilah mereka―sang anak lebih menjaga sopan-santun, mereka lalu mengeluarkan perintah dan larangan keras. Sungguh, mereka mengira bahwa cara yang demikian itu jauh lebih efektif dalam mengontrol dan mengawasi anak-anak, yang pada gilirannya akan tumbuh menjadi orang-orang yang berguna.

Pada dasarnya, kekerasan tak dapat dijadikan sarana untuk mendidik dan membina anak. Kekerasan juga tak dapat di- gunakan sebagai cara untuk membenahi kesalahan anak. Semestinya kaum ibu mengobati dirinya terlebih dahulu, baru kemudian membenahi anak-anaknya. Ingat, anak-anak adalah amanat Tuhan, serta tidak dibenarkan untuk menyakiti dan menyiksanya. Para ibu yang memiliki anak-anak yang ber- perilaku buruk, harus menggunakan cara-cara yang sehat dan rasional dalam usaha membina dan membenahi mereka.


Dasar-dasar Hubungan dan Pergaulan

Persoalan ini harus benar-benar diperhatikan. Sebabnya, bentuk hubungan dan pergaulan Anda dengan anak-anak boleh jadi akan memperjauh jarak Anda dengan mereka, dan kian memperburuk kondisi mereka. Karena itu, dalam berhubungan dan bergaul dengan sang anak, usahakanlah sedemikian rupa agar ia terdidik dan terbina dengan baik. Selain bermanfaat bagi sang anak, Anda pun akan meraih kesempurnaan, pahala, serta kemuliaan diri.

Tatkala dikatakan binalah anak-anak Anda, dalam hal ini perlu diperhatikan bagaimanakah cara membina mereka? Dan jika dalam usaha pembinaan tersebut Anda sampai mesti memukul dan mendera anak, hal apakah yang mesti dijaga dan diperhatikan? Dan yang perlu diperhatikan lagi apakah pembinaan tersebut lebih diutamakan dengan menggunakan cara lemah lembut ataukah dengan kekerasan?
Dalam berhubungan dan bergaul dengan sang anak, selain menjaga dan memperhatikan dasar-dasar kedisiplinan, Anda juga mesti melandaskan diri pada poin-poin penting berikut ini:

1. Belas-kasih dan murah-hati. Sebagaimana telah disebutkan, yang diharapkan dari sosok ibu adalah sikap belas-kasih dan murah-hati. Dalam usaha membina dan mendidik anak, sikap belas-kasih dan murah-hati amat sesuai bagi kepribadian Anda, di samping sang anak juga amat mendambakannya. Tidakkah Anda berpikir tentang betapa besar pengaruh kata-kata lembut penuh kasih, pelukan hangat, dan belaian lembut Anda bagi sang anak?

Belaian lembut seorang ibu akan membuat anak merasa senang dan bahagia, sekaligus meredakan amarah dan tangisnya. Kelembutan dan kasih-sayang mampu menyelesaikan berbagai kesulitan sang anak serta menambah kecintaan dan mewujudkan rasa saling pengertian di antara ibu dan anak. Dan pada akhirnya, sang anak akan memperoleh pembinaan yang lebih baik dan sempurna.

2. Menutupi dan memaafkan. Bila anak Anda melakukan kesalahan, janganlah Anda berusaha menyingkap dan mencari- cari kesalahan yang telah diperbuatnya. Apalagi kalau sampai menjatuhkan hukuman terhadap masing-masing kesalahan yang diperbuatnya itu.

Tentu dibenarkan bila Anda berusaha menyelidiki dan mengawasi segenap perbuatan sang anak, agar diketahui dengan jelas berbagai segi dan jenis kesalahannya. Namun, dalam membuat perhitungan terhadap kesalahan tersebut, Anda juga harus sudi memaafkan, menutupi, dan tidak membesar- besarkannya. Cobalah untuk sedikit mengasihinya.

Tatkala Anda mengetahui kesalahan yang dilakukan sang anak, tegur dan peringatkanlah dirinya atas kesalahan yang telah dilakukannya itu. Namun, janganlah Anda menghukumnya. Sikap semacam ini akan membuatnya merasa malu dan menumbuhkan perasaan saling pengertian. Dan momen tersebut dapat Anda manfaatkan untuk mendidik dan membinanya lebih jauh. Sikap semacam ini, selain tidak merugikan Anda, justru amat bermanfaat bagi anak-anak Anda. Menjatuhkan hukuman secara langsung begitu Anda melihat sang anak berbuat kesalahan, memang akan membuatnya berhenti melakukan kesalahan. Namun, itu bukan cara untuk mengobati dan mem- perbaikinya.

3. Berbaik-sangka dun saling pengertian. Anda harus mau mengerti dan bertukarpikiran dengan anak-anak Anda. Terutama anak Anda yang sudah berusia remaja dan dewasa. Seyogianya Anda berbaik sangka terhadap mereka. Sebab, itu akan mendorong mereka untuk senantiasa berperilaku baik serta mematuhi berbagai aturan yang berlaku. Bila anak Anda mengerjakan sesuatu dengan benar, namun tidak sesuai dengan Keinginan Anda, maka Anda harus tetap berbaik sangka kepadanya serta tidak buru-buru menyalahkannya. Sebab jika tidak, dirinya akan menganggap bahwa pekerjaannya itu remeh dan hina. Lebih dari itu, ia―semoga Allah menjauhkan―akan merendahkan atau bahkan melecehkan Anda. Katakanlah kepadanya bahwa Anda kurang berkenan dengan apa yang ia kerjakan setelah dirinya menyelesaikan pekerjaannya itu.

Sikap saling pengertian niscaya mampu menyelesaikan berbagai kesulitan dan menjadikan sang anak cenderung mematuhi perintah pimpinan. Dalam kondisi semacam itu, ia akan merasa senang bergaul dengan Anda, serta senantiasa menyertai dan mengikuti langkah Anda. Anak-anak amat membutuhkan prasangka-baik dan pengertian Anda. Toh, mereka juga tidak selalu berbuat kesalahan. Karena itu, janganlah Anda merasa risau. Tetaplah berbaik-sangka dan bersikap penuh pengertian. Kalaupun dalam upaya berbaik- sangka ternyata Anda dirugikan, maka itu masih lebih baik ketimbang Anda berburuk-sangka kepadanya.

4. Memuji dun mendukung. Anda seyogianya meletakkan hubungan Anda dengan sang anak di atas fondasi pujian dan dukungan. Berusahalah untuk mengetahui hal-hal positif yang dilakukan sang anak Anda. Kemudian, puji dan dukunglah dirinya. Usaha semacam ini akan menenangkan jiwanya serta menumbuhkan kepercayaan diri, ketegaran, kekuatan, dan kesiapannya dalam menghadapi berbagai kesulitan yang meng-hadang.

Pada galibnya, dukungan dan hubungan-baik dapat menjadi sarana pertumbuban serta kian mempermudah usaha untuk mendisiplinkan sang anak. Sekalipun anak-anak Anda memiliki perilaku yang buruk, Anda tetap harus berusaha mencari hal- hal positif yang terdapat dalam kehidupannya, untuk kemudian mendukung dan memujinya. Berkat pujian dan dukungan Anda itu, niscaya sang anak akan memiliki keterikatan emosional dengan Anda, selain pula akan mencegahnya dari melakukan sesuatu yang tidak Anda sukai.

5. Membangkitkan semangat dan perasaan bangga. Anda harus berusaha mernbangkitkan semangat dan perasaan bangga sang anak. Sebab, itu akan menjadikan jiwanya semakin tegar dan stabil. Dalam membangkitkan semangat dan perasaan bangga tersebut, Anda dapat mengatakan, “Ayahmu memiliki kedudukan yang amat tinggi dan mulia. Engkau harus mengikuti jejaknya, menjaga kehormatannya di mata masyarakat, serta mampu bertahan dan berjiwa besar dalam menghadapi berbagai penderitaan.”
Begitupula, Anda dapat membangkitkan semangat dan perasaan bangganya dengan menggunakan bahasa emosional. Misalnya, “Bukankah engkau mencintai ayahmu? Bukankah engkau mencintai ibumu ini? Tidakkah engkau menginginkan ibu berbangga memiliki seorang anak baik sepertimu?”

6. Menjaga kehormatan. Bentuk hubungan dan pergaulan Anda (dengan sang anak) seyogianya berpijak di atas pilar-pilar sikap saling menghormati. Itu agar sang anak merasa bahwa di mata Anda, dirinya adalah orang yang terhormat dan mulia. Namun jangan sampai penghormatan Anda kepadanya itu hanya lantaran terpaksa atau asal-asalan saja. Tidak! Anda harus benar-benar menghormatinya. Sebab, ia memang benar-benar terhormat, mulia, dan merupakan amanat Ilahi. Memang benar bila dikatakan bahwa adakalanya sang anak bersikap keras kepala dan melakukan pelanggaran. Namun ketahuilah bahwa semua itu bukanlah keadaan yang bersifat permanen dan tidak dapat berubah. Dengan sikap lemah-lembut dan penuh kasih, niscaya Anda akan mampu membuatnya menyesali perbuatan buruknya itu dan mengembalikannya ke jalan yang benar.

Tatkala mengetahui dirinya terhormat, seseorang akan selalu berusaha menjaga kehormatannya itu. Sebaliknya, orang yang merasa dirinya tidak dihormati masyarakat adalah orang yang tidak dapat diharapkan untuk berbuat baik. Ini merupakan peringatan bagi para orang tua. Imam Muhammad al-Jawad berkata, “Barangsiapa yang merasa dirinya hina, maka engkau tidak akan selamat dari kejahatannya.” Janganlah Anda lupa bahwa sebagian besar para penjahat dan pelaku tindak kriminal adalah orang-orang yang merasa dirinya rendah dan hina.


Hal-hal yang Harus Dihindari

Berkenaan dengan hubungan ibu dengan anak-anak, terdapat hal-hal yang harus dihindari, di antaranya:

1. Unjuk kekuatan. Sungguh teramat keliru pabila seorang ibu memukul dan mendera anaknya dengan tujuan hendak menunjukkan dirinya memiliki kekuatan dan kekuasaan. Hal ini amat tidak layak dilakukan semua orang. Apalagi bila dilakukan oleh seorang ibu dari anak-anak yang telah menginjak remaja atau dewasa.
Kekerasan perlakuan akan menjadikan seorang anak yang masih kecil mengalami lesu, lemah, dan hilang semangat. Sedangkan anak yang lebih besar dan lebih kuat akan cenderung mengadakan perlawanan terhadap Anda, atau paling tidak menjaga jarak dengan Anda. Kalau sudah begitu, Anda akan mengalami kesulitan dalam mendidik dan membina mereka. Sebabnya, mereka akan berusaha menjauh dari jangkauan Anda.

2. Besar kepala. Setelah kematian suami, Andalah yang menjadi kepala rumah tangga. Namun, itu jangan sampai membuat Anda besar kepala dan merusak citra Anda sebagai seorang ibu. Misal, selalu mengeluarkan perintah dan larangan, berlebihan dalam membuat aturan, serta acapkali berbicara dengan Dada angkuh dan sombong. Ya, semua itu akan merusak citra dan keperibadian Anda sebagai ibu. Dan pada gilirannya, sikap- sikap tersebut akan menjadikan Anda tak ubahnya seorang pemimpin perusahaan yang berhadapan dengan bawahannya. Padahal, semua itu akan menjadikan anak-anak Anda cenderung melanggar, atau bahkan mempermainkan, perintah dan larangan Anda.

Janganlah Anda menekan anak-anak Anda untuk menaati perintah dan larangan Anda. Usahakanlah agar mereka mau menaati perintah Anda dengan sepenuh hati, bukan lantaran merasa tertekan atau terpaksa. Sikap keras dan kaku Anda boleh jadi akan menyebabkan mereka menderita tekanan jiwa atau merasa resah dan gelisah. Dari hasil penelitian, diketahui bahwa sebagian besar kaum ibu menjadi besar kepala setelah ditinggal mati suami. Lantaran sewaktu masa kanak-kanak atau remaja, memiliki keinginan yang tidak tercapai. Kekecewaan atau kejengkelannya itu kemudian mereka lampiaskan kepada anak-anaknya.

3. Menyerah pada paksaan. Dalam hal ini, kami tidak memaksudkan Anda untuk menyerah di hadapan permintaan buruk sang anak, atau wajib memenuhi segenap keinginan mereka. Sekalipun itu disertai rengekan dan tangisan tanpa henti.

Janganlah Anda menyerah sewaktu menghadapi tangisan dan rengekan sang anak. Sebab, ia nantinya akan memanfaatkan rengekan dan tangisannya itu sebagai alat ampuh untuk meraih berbagai keinginannya. Dalam kondisi semacam ini, tentu Anda tak akan mampu lagi menjadi pembimbing dan penunjuk jalan baginya.
Perlu dicamkan bahwa sekalipun Anda memiliki insting keibuan, namun hati Anda jangan sampai gampang tersentuh oleh kondisi dan suasana yang sengaja diciptakan sang anak. Misalnya, sewaktu menerima hukuman Anda berupa pukulan, ia sekonyong-konyong mengatakan, “Kalau ayah masih hidup, tentu aku tidak akan menerima pukulan!!” Kami tidak hendak mengatakan bahwa Anda harus memukulnya. Namun, tatkala akal sehat menuntut agar sang anak dihukum dengan setimpal, maka dalam menjalankan hukuman tersebut, Anda jangan sampai digalau kebimbangan dan keraguan. Anda juga jangan sampai mengungkapkan perasaan menyesal di hadapan sang anak atas hukuman yang telah Anda jatuhkan itu.

4. Lepas kendali. Saya amat berharap agar Anda dapat menguasai dan mengendalikan diri Anda. Janganlah Anda sampai dikuasai perasaan marah, sehingga Anda membalas kemarahan dengan kemarahan pula.
Peringatan ini harus benar-benar diperhatikan, terutama oleh kaum ibu dari anak-anak yang lemah dan masih kecil. Anak-anak semacam ini tidak memiliki tempat perlindungan lain selain diri Anda. Akibatnya, dalam menghadapi kemarahan Anda, mereka tak punya cara lain kecuali bersabar dan menahan siksa. Adapun anak-anak yang telah berusia remaja atau dewasa lebih cenderung memberi reaksi perlawanan yang tidak terpuji terhadap sikap Anda itu.

Penuh kasih sayang, memiliki hati serta jiwa yang tenang dan tenteram, merupakan ciri-ciri khusus para ibu yang matang dan bijak. Seyogianya Anda mengambil pelajaran dari pengalaman orang lain, seraya melihat apa yang mereka hasilkan dari bersikap semacam itu. Pasti Anda akan menyadari bahwa Anda harus berusaha menguasai diri sendiri serta membina hubungan yang baik dan akrab dengan anak-anak Anda.

(Sadeqin/Berbagai-Sumber-Lain/ABNS)
Share this post :

Post a Comment

mohon gunakan email

Terkait Berita: