Menyikapi kian maraknya berita bohong alias hoax, Lembaga Bahtsul Masail Pengurus Besar Nahdlatul Ulama menyatakan haram perilaku membuat dan menyebarkannya. Pernyataan tersebut mengemuka pada forum bahtsul masail yang diikuti para kiai NU di kantor PBNU, Jakarta awal Desember tahun lalu.
Bagi LBM PBNU perilaku membuat dan menyebarkan berita hoax banyak sekali mudaratnya, yaitu bisa menyebabkan tersebarnya kebencian dan permusuhan di kalangan masyarakat dan lebih jauhnya bisa menyebabkan disintegrasi nasional. Padahal seharusnya media sosial menjadi sarana sliaturahim dan perekat persatuan, bukan kebencian dan permusuhan. Di sisi lain, dengan makin canggihnya teknologi informasi, seharusnya dibarengi dengan kemampuan menyeleksi dan menyaring berita.
Sementara itu, selain mengaku resah terhadap watak masyarakat yang begitu antusias menyebarkan berita bohong, Mustasyar PBNU KH Ahmad Mustofa Bisri juga mengaku sedih terhadap mereka yang gampang terpengaruh berita bohong yang kadang-kadang bernuansa adu domba tersebut.
Kiai asal Rembang yang akrab disapa Gus Mus itupun membandingkan kondisi masyarakat kita saat ini dengan masa Qabil dan Habil. Keduanya merupakan putra Nabi Adam AS. Qabil adalah orang yang pertama kali melakukan pembunuhan. Orang yang dibunuh Qabil adalah adik kandungnya sendiri, Habil.
“Kita seperti kembali ke zaman Qabil dan Habil, memangsa sesama kita, masing-masing memperlihatkan keganasannya,” kata Gus Mus, di acara Mata Najwa, Jakarta, Rabu (4/1/2017) seperti dirilis metronews.com.
Lebih lanjut Gus Mus menyebut berita bohong atau dikenal dengan hoax yang berisi kebencian biasanya membawa sentimen suku, ras, agama, dan antar golongan (SARA). Mirisnya, ramai masyarakat termakan berita fitnah itu.
Karena itu, Gus Mus meminta masyarakat, terutama Umat Islam agar menjauhi fitnah dan berharap masyarakat Indonesia tetap bersatu dan tak terpengaruh berita bohong.
“Orang Islam yang paling bertanggung jawab karena kita yang mayoritas. Kita tidak memperlihatkan kegagahan kita sebagai mayoritas. Baik buruknya suatu negara tergantung mayoritasnya,” pungkas Gus Mus.
(Islam-Indonesia/Berbagai-Sumber-Lain/ABNS)
Post a Comment
mohon gunakan email