Pedagang beras di Pasar Induk Tanah Tinggi, Tangerang, menunjukkan
contoh beras yang sebenarnya, Kamis (21/5/2015) pagi. Pedagang beras
harus menghadapi berbagai pertanyaan dari pembeli sejak ditemukannya
beras plastik yang meresahkan masyarakat.
Ketua Persatuan Penggilingan Padi dan
Pengusaha Beras Indonesia Nellys Soekidi menilai temuan beras yang
diduga mengandung bahan plastik di Bekasi, Jawa Barat, sebagai bagian
dari persaingan usaha yang tidak sehat. Polemik masalah ini telah
membuat pedagang di pasar tradisional merugi.
Nellys mengatakan, ada beberapa hal yang tidak masuk logika dari
polemik beras sintetis ini. Menurut dia, jika pencampuran beras dengan
plastik disengaja untuk mendapatkan keuntungan, maka hal tersebut
mustahil dilakukan.
"Kalau orang
nyampur itu kan tujuannya keuntungan, sementara
plastik ini lebih mahal dibanding beras,” kata Nellys dalam sebuah
diskusi, Jakarta, Sabtu (23/5/2015).
Ia mengatakan, jaringan pedagang beras biasanya sudah memiliki
pelanggan. Seperti halnya toko milik Sembiring, yang mengaku mendapatkan
pasokan beras dari Karawang. Nelly sangat yakin bahwa Sembiring tidak
tahu bahwa beras yang dijual mengandung bahan plastik.
Jika beras yang didapatkan oleh Dewi Septiani itu merupakan beras
rekondisi, kata Nellys, beras-beras yang sudah hancur biasanya diubah
menjadi tepung beras. Kalaupun kondisinya lebih buruk lagi, maka beras
tersebut akan dijadikan pakan ternak.
Nellys yang sudah berkecimpung dalam perdagangan beras selama 26
tahun mengaku prihatin atas polemik ini. Akibat adanya isu beras
plastik, kepercayaan konsumen terhadap pasar tradisional menurun. Omzet
pedagang beras pun anjlok.
Perpadi mendorong kepolisian mengungkap motif di balik kasus ini.
Menurut dia, mustahil bagi para produsen beras untuk mencampur dengan
bahan yang harganya lebih tinggi dan mendapat risiko ditinggal
pelanggan.
"Mungkin ada pihak-pihak lain yang membuat suasana menjadi seperti ini. Banyak kemungkinan," ujar dia.
Sementara itu, Sekretaris Jenderal Asosiasi Pedagang Pasar Seluruh
Indonesia (APPSI) Ngadiran menyampaikan, dengan adanya kejadian ini,
pedagang maupun konsumen seharusnya lebih berhati-hati dan cerdas dalam
memilih produk yang akan dijual atau dikonsumsi. Namun, ia menyayangkan
karena setiap kali ada kejadian bahan pangan tidak sehat, yang menjadi
sasaran adalah pedagang kecil.
"Setiap ada seperti itu, yang jadi sasaran adalah pedagang kecil di
pasar tradisional. Apakah pernah ada sidak di pasar modern?" kata
Ngadiran.
Penulis | : Estu Suryowati |
Editor
|
: Laksono Hari
Wiwoho |
(
Source)