To the point saja. Negara-negara di seluruh dunia saat ini
menanggung hutang sebesar kira-kira $51 triliun, atau setara kira-kira
Rp 500.000 triliun. Lalu kepada siapa negara-negara itu berhutang?
Pertanyaan lain bisa diganti: siapa yang memiliki kekayaan sebesar itu?
Jika piutang adalah sebagian kecil saja dari seluruh aset atau kekayaan
seseorang atau perusahaan atau lembaga, lalu kekayaan sebenarnya tentu
jauh lebih besar dari jumlah itu, mungkin Rp 5 juta triliun atau bahkan
jauh lebih besar lagi. Dan berapa pendapatan bunga dari piutang sebesar
itu? Jika diasumsikan suku bunga pasar uang internasional adalah 5%
(Indonesia mencapai 10% lebih), maka penghasilan dari bunga piutang itu
mencapai Rp 25.000 triliun. Lalu, sekali lagi, siapa yang memiliki
kekayaan sebesar itu? Bank Dunia atau IMF?
No way! IMF saja baru-baru ini kekurangan uang hingga harus minta
pinjaman kepada pemerintah Indonesia sebesar $1 miliar. Keduanya
hanyalah "makelar" bisnis hutang piutang antar negara dan hidup dari
komisi dari setiap transaksi yang dihasilkan. Atau bank-bank dan lembaga
keuangan internasional? Nah ini lebih mendekati meski masih terlalu
jauh. Beberapa bank swasta terbesar dunia assetnya mencapai lebih dari
$2 triliun atau sekitar Rp 20.000 triliun, jauh lebih besar dari semua
perusahaan riel pembuat pesawat, mobil, atau makanan olahan.
(Sekedar gambaran, jika ada satu mesin uang yang bisa mencetak uang
senilai Rp 1 miliar setiap detiknya, maka untuk mencetak uang senilai Rp
1 triliun mesin tersebut membutuhkan waktu 1.000 detik, atau setara 17
menit non-stop. Untuk mencetak Rp.1000 triliun membutuhkan waktu 17.000
menit atau setara 11,8 hari nonstop).
Lebih mendekati lagi adalah bank-bank sentral internasional seperti The
Fed, Bank of England dll, atau bahkan mungkin termasuk Bank Indonesia.
Jadi kekayaan sebesar itu milik pemerintah juga dhong, khan bank sentral yang katanya miliki pemerintah?
Jika "hari gini" Anda masih mempercayai mitos itu, Anda termasuk dalam
kelompok (ma'af) ignorant, atau kasarnya "moron" atau idiot. Bank-bank
sentral itu milik swasta, bahkan jika bank-bank itu menggunakan nama
seperti "Federal Reserve Bank", tidak beda dengan merek "Federal
Express" atau sepeda "Federal". Di Amerika sendiri bank sentral
merupakan "konsorsium" dari 12 bank-bank milik swasta di 12 wilayah.
Soal kepemilikan bank sentral ini telah membuat publik Amerika "gempar"
akhir-akhir ini. Pemikiran bahwa kekuasaan pencetakan uang dan penetapan
nilainya dilakukan oleh lembaga swasta tentu jauh dari pemikiran warga
negara Amerika. Konstitusi Amerika bahkan menegaskan bahwa kekuasaan itu
ada di tangan lembaga legislatif Congress. Kalau pun Congress
mengalihkan kekuasaannya itu, lembaga yang paling tepat tentu saja
adalah pemerintah yang dipimpin presiden yang dipilih rakyat, sehingga
pengawasan dan pertanggungjawabannya pun menjadi jelas. Namun dengan
adanya bank sentral yang dimiliki swasta, pemerintah harus "meminjam"
uang kepada swasta dan membayarkan bunga dari tiap sen yang dipinjam
untuk membiayai pembangunan dan belanja pemerintah. Selanjutnya, untuk
membayar beban bunga dan cicilannya itu pemerintah harus membebani
rakyat dengan pajak pendapatan dan lain-lain (pajak pendapatan
ditetapkan hanya beberapa bulan setelah ditetapkannya UU bank sentral
tahun 1913, sebelumnya tidak dikenal di Amerika). Saat ini beban hutang
pemerintah Amerika telah mencapai $15 triliun dengan beban bunganya saja
setiap tahun mencapai ratusan miliar dollar atau setara ribuan triliun
rupiah.
Untuk menjawab "kegemparan" itu, meski rakyat Amerika umumnya masih
terlalu "idiot" untuk mengadakan revolusi seperti di Mesir, bank sentral
Amerika baru-baru ini mengeluarkan keterangan resmi tentang hal itu:
"12 bank sentral regional yang didirikan oleh Congress sebagai operator
dari sistem perbankan nasional, diorganisir sebagaimana perusahaan
swasta -- yang mungkin menimbulkan pertanyaan tentang kepemilikannya.
Sebagai contoh, bank sentral menerbitkan saham kepada bank-bank sentral
anggota. Namun demikian memiliki saham di bank sentral tidak sama dengan
kepemilikan di perusahaan-perusahaan swasta. Bank sentral tidak
didirikan untuk mencari keuntungan, dan kepemilikan sejumlah saham,
berdasarkan hukum, merupakan prasarat dari sistem kepemilikan bank
sentral. Saham-saham tersebut tidak bisa diperjual belikan, atau
dijadikan sebagai jaminan. Dan pembagian keuntungan, berdasar hukum
ditetapkan sebesar 6% per-tahun".
Akhirnya bank sentral sendiri mengakui bahwa mereka adalah lembaga
swasta meski bersembunyi di balik UU yang ditetapkan Congress. Bagaimana
pun hal ini, dalam suatu sistem ketatanegaraan yang ideal, merupakan
tindakan pengkhianatan yang dilakukan Congress, pemerintah dan bank
sentral. Bagaimana mungkin sekelompok bankir diberi kewenangan mencetak
uang, menetapkan nilai tukarnya, dan mengedarkannya ke masyarakat. Hal
ini tentu saja membuat pemerintah, Congress dan negara berada di bawah
kekuasaan para bankir. Para bankir pemilik bank sentral itu tentu saja
bisa membuat negara makmur dengan mempermudah peredaran uang, namun juga
bisa membuat negara hancur dalam sekejap dengan menarik peredaran uang
melalui berbagai instrumen yang dimilikinya. Hal inilah yang terjadi
dalam peristiwa "malayse" atau depresi besar tahun 1920-an hingga
1930-an dan berbagai krisis ekonomi lainnya.
Belum lagi jika dipertimbangkan aspek keadilan. Kewenangan mencetak uang
dan menetapkan nilainya membuat para pemilik bank sentral itu secara
otomatis menjadi orang-orang terkaya di dunia. Seperti sudah disebutkan,
penghasilan bunga yang mereka terima mencapai angka yang tidak
terbayangkan, dan terus bertambah dan menumpuk seiring berjalan waktu.
Dengan semua keuntungan itu, siapa yang cukup gila untuk menjual saham
yang mereka miliki di bank sentral? Maka pernyataan bank sentral Amerika
tentang "Saham-saham tersebut tidak bisa diperjual belikan" adalah
tidak relevan lagi.
Lalu siapa pemilik sebenarnya konsorsium bank sentral Amerika? Lebih
afdol lagi adalah siapa pemilik bank-bank sentral di berbagai belahan
dunia?
Menurut sebuah artikel yang dimuat di majalah
Newscientist,
tentang sebuah studi terhadap lebih dari 40.000 perusahaan transnasional
yang dilakukan oleh Institut Teknologi Federal Swiss di Zurich,
ditemukan adanya satu kelompok inti dari bank-bank besar dan
perusahaan-perusahaan raksasa yang mendominasi sistem ekonomi di seluruh
dunia. Studi itu menemukan kelompok inti itu terdiri dari hanya 147
perusahaan yang bahkan masih saling berkaitan kepemilikannya satu sama
lain.
Sebagian besar perusahaan itu adalah bank-bank dan lembaga
keuangan bukan bank. Berikut adalah daftar 25 perusahaan terbesar
menurut studi tersebut.
1. Barclays plc
2. Capital Group Companies Inc
3. FMR Korporasi
4. AXA
5. State Street Corporation
6. JP Morgan Chase & Co
7. Hukum & General Group plc
8. Vanguard Group Inc
9. UBS AG
10. Merrill Lynch & Co Inc
11. Wellington Manajemen Co LLP
12. Deutsche Bank AG
13. Franklin Resources Inc
14. Credit Suisse Group
15. Walton Enterprises LLC
16. Bank of New York Mellon Corp
17. Natixis
18. Goldman Sachs Group Inc
19. T Rowe Price Group Inc
20. Legg Mason Inc
21. Morgan Stanley
22. Mitsubishi UFJ Financial Group Inc
23. Northern Trust Corporation
24. Société Générale
25. Bank of America Corporation
Para
elit ultra-kaya sering bersembunyi di balik lapisan demi lapisan
kepemilikan, tetapi kenyataannya adalah bahwa berkat hubungan
kepemilikina yang saling terkait itu, elit global pada dasarnya
mengontrol hampir seluruh perusahaan raksasa dunia. Jumlah kekayaan dan
kekuasaan mereka sulit untuk digambarkan. Sayangnya, kelompok yang sama
telah menjalani hal itu sejak masa yang sangat lama. Sebagaimana
ditunjukkan oleh pidato yang menarik oleh Walikota New York John F.
Hylan pada tahun 1922:
"
Ancaman nyata dari Republik kita
adalah pemerintah tak terlihat, yang seperti gurita raksasa dengan
kaki-kaki berlendir membelit kota-kota, negara bagian, dan seluruh
bangsa ini. Untuk tidak sekedar generalisasi belaka, saya katakan bahwa
kepala dari gurita itu adalah kepentingan Rockefeller-Standar Oil dan
sekelompok kecil bankir internasional. Mereka secara nyata mengendalikan
pemerintah Amerika untuk tujuan mereka sendiri."
Mereka
praktis mengontrol kedua partai Republik dan Demokrat, menulis platform
politik, dan menentukan pejabat-pejabat tinggi yang sejalan dengan
kepentingan bisnis korup mereka.
Mereka mengontrol mayoritas
surat kabar dan majalah di negeri ini. Mereka menggunakan media-media
itu untuk menekan pejabat-pejabat publik hingga menyerah pada kemauan
mereka, atau mendepak mereka yang menolak kemauan mereka. Mereka
beroperasi di balik layar yang diciptakan mereka dan menguasai semua
pejabat publik, lembaga-lembaga legislatif, lembaga-lembaga pendidikan,
pengadilan, dan semua lembaga yang dibuat untuk melindungi kepentingan
publik.
Mereka menciptakan bank-bank sentral dan memanfaatkannya
untuk menjebak pemerintahan negara-negara di dunia masuk dalam jeratan
hutang yang tidak berujung. Hutang pemerintah adalah cara yang ampuh
untuk merampok uang kita semua, mentransfernya ke pemerintah dan
berakhir di kantong orang-orang super kaya."
Juga kecaman pedas
yang dilakukan oleh anggota Kongres Louis T. McFadden yang disampaikan
di hadapan sidang DPR AS pada tgl 10 Juni 1932:
"
Bapak Ketua,
di negara ini kita memiliki satu lembaga yang paling korup yang pernah
dikenal di dunia. Saya merujuk kepada Bank Sentral (The Federal Reserve
Bank) dan Dewan Gubernur Bank Sentral. Mereka telah menipu pemerintah
dan seluruh rakyat Amerika untuk membayar hutang nasional yang tidak
pernah bisa lunas. Mereka telah menghancurkan dan memiskinkan seluruh
rakyat Amerika dan membangkrutkan pemerintah Amerika. Mereka
melakukannya melalui aturan yang dibuat untuk memuluskan langkah mereka,
melalui kejahatan administrasi yang dilakukan Dewan Gubernur, dan
melalui praktik-praktik kotor manusia-manusia rakus yang mengawasinya."
Para pemilik saham dari 12 Bank Sentral Daerah
yang membentuk bank sentral adalah para bankir swasta. Menurut
penelitian terhadap kepemilikan bank-bank dan lembaga keuangan bukan
bank di Wall Street, nama-nama yang sama muncul berulang-ulang dalam
daftar kepemilikan bank-bank dan lembaga keuangan itu: Rockefeller,
Rothschild, Warburg, Lazard, Schiff, dan juga beberapa keluarga
bangsawan Eropa.
Namun orang-orang super kaya itu tidak hanya
menguasai Amerika. Cara yang hampir sama juga diterapkan di seluruh
dunia. Tujuan mereka adalah untuk menciptakan sebuah sistem keuangan
global yang mereka kuasai.
Sejarahwan Georgetown University Prof. Carroll Quigley pernah menulis:
"
Para
penguasa kapitalisme memiliki tujuan yang lebih jauh lagi, tidak kurang
dari menciptakan sistem keuangan global yang dikuasai para penguasa
modal yang mendominasi sistem politik dan ekonomi dunia keseluruhan.
Sistem ini harus dikontrol dengan model feudalis oleh bank-bank sentral
yang bertindak bersama-sama sesuai dengan kesepakatan-kesepakatan
rahasia yang dihasilkan melalui pertemuan-pertemuan dan
konperensi-konperensi. Bentuk final dari sistem itu nantinya adalah Bank
for International Settlements di Basle, Swiss, suatu bank swasta yang
dimiliki dan dikendalikan oleh bank-bank sentral di dunia yang karenanya
juga menjadi lembaga swasta."
Orang-orang super kaya juga
memainkan peran utama dalam membangun lembaga-lembaga internasional
penting lainnya seperti PBB, IMF, Bank Dunia dan WTO. Bahkan tanah untuk
kantor pusat PBB di New York dibeli dan disumbangkan oleh John D.
Rockefeller. Para bankir internasional pun sangat bangga disebut sebagai
"internasionalis".
Para elit juga mendominasi sistem pendidikan
di banyak negara seperti Amerika Serikat. Selama bertahun-tahun Yayasan
Rockefeller dan organisasi elitis lainnya telah menggelontorkan sejumlah
besar uang ke universitas-universitas elit "Ivy League". Saat ini Ivy
League dianggap sebagai tolak ukur bagi semua perguruan tinggi dan
universitas lain di Amerika.
Para elit juga mengarahkan sejumlah
besar pengaruh melalui berbagai perkumpulan rahasia (Skull and Bones,
Freemason dll), melalui beberapa lembaga think tank dan klub sosial
(Council for Foreign Relation, Komisi Trilateral, Bilderberg Group,
Bohemian Grove, Chatham House, Klub Roma, dll), dan melalui jaringan
luas yayasan amal dan organisasi non-pemerintah (Rockefeller Foundation,
Ford Foundation, WWF, (ICW?) dll).
Namun yang perlu menjadi
perhatian penting adalah kekuatan media sebagai alat kekuasaan para
elit. Mereka meliputi perusahaan surat kabar dan majalah, televisi,
studio film, penerbit, label musik, situs internet, PH, dan sebagainnya.
Mereka semua hanya dimiliki oleh 6 kelompok bisnis yaitu Time Warner,
Walt Disney, Viacom, News Corp., CBS Corp., NBC Universal.
Mengingat
fakta bahwa rata-rata manusia modern menghabiskan waktu berjam-jam
setiap harinya duduk di depan televisi, atau menonton film dan membaca
majalah, koran dan buku, maka pengaruh media massa begitu kuat dalam
membentuk persepsi publik terhadap suatu hal atau masalah. Dan berikut
adalah media-media raksasa global milik para elit dunia.
Pernahkah
kita bertanya-tanya mengapa berbagai hal maupun masalah seperti tidak
pernah berubah, tak peduli siapa yang menjadi presiden? Mengapa perang
Afghanistan tetap berkecamuk meski Presiden Obama telah menggantikan
George W. Bush, bahkan melebar menjadi Perang Pakistan? Mengapa penjara
Guantanamo yang dikritik keras masyarakat internasional tetap
beroperasi? Atau mengapa pemerintah Indonesia yang terus menerapkan
kebijakan defisit APBN dan menutupinya dengan berhutang? Atau mengapa
kelompok seperti Ikhwanul Muslimin yang berkuasa di Mesir atau Turki,
yang awalnya didirikan untuk membebaskan Palestina, justru bergandengan
mesra dengan Israel dan meninggalkan rakyat Palestina seperti orang
menjauhi penyakit campak?
Tentu saja karena para super-kaya menguasai nyaris segalanya di dunia.
Jika
Tommy Winata yang kekayaannya "hanya" beberapa milyar dolar saja bisa
mengorganisir "konvensi" para pemimpin redaksi media-media massa se
Indonesia (dengan ketuanya Pemimpin Redaksi
Tempo yang kantornya
pernah diacak-acak dan para wartawannya dipukuli anak buah Tommy), tentu
apa yang bisa dilakukan para bankir internasional pemilik bank-bank
raksasa dan bank-bank sentral dunia itu jauh lebih besar lagi:
mengorganisir konvensi Partai Demokrat (Amerika), misalnya.
SUMBER:
"Who Runs The World? Solid Proof That A Core Group Of Wealthy Elitists Is Pulling The Strings"; Michael Synder;
The Economic Collapse; 29 Januari 2013
"Do the Rothschilds Own all Central Banks?"; Anthony Migchels;
henrymakow.com; 15 Juli 2013