Daftar Isi Nusantara Angkasa News Global

Advertising

Lyngsat Network Intelsat Asia Sat Satbeams

Meluruskan Doa Berbuka Puasa ‘Paling Sahih’

Doa buka puasa apa yang biasanya Anda baca? Jika jawabannya Allâhumma laka shumtu, maka itu sama seperti yang kebanyakan masyarakat baca...

Pesan Rahbar

Showing posts with label Bank Dunia. Show all posts
Showing posts with label Bank Dunia. Show all posts

Resesi Ekonomi, Warga Gaza Alami Ramadhan Tersulit


Organisasi Kamar Dagang di Gaza menyebutkan tingkat pengangguran di wilayah tersebut mencapai 55 persen. Resesi ekonomi ini dialami warga Gaza saat menyambut Ramadhan.
 
Menurut Direktur Humas Kamar Dagang Gaza, Maher Al – Tabbaa, lebih dari satu juta warga Gaza tidak memiliki pekerjaan harian. “Angka kemiskinan di Gaza mencapai 39 persen. Kemiskinan ini berpengaruh besar terhadap masyarakat di Gaza, “ kata Maher, sebagaimana dikutip laman middleeastmonitor, Jumat (19/6).

Menurut Maher, Ramadhan tahun ini menjadi bulan suci tersulit yang pernah dialami warga Gaza. Sebab, resesi ekonomi membuat warga Gaza mengalami penurunan daya beli yang signifikan.

Kondisi ini disebabkan perang dilancarkan oleh Israel terhadap Jalur Gaza tahun lalu . Perang berlangsung selama 51 hari dan berdampak terhadap meningkatnya jumlah pengangguran hingga 200 ribu jiwa.

Untuk meringankan penderitaan ini, Maher mendesak badan-badan internasional agar menekan Israel untuk membuka blokade Gaza. Israel juga perlu membuka semua perlintasan perdagangan dan pelabuhan.

"Sebanyak 80 persen warga Gaza menerima bantuan sementara 40 persen hidup di bawah garis kemiskinan," tambah Maher.

Bulan lalu, Bank Dunia menyatakan pengangguran di Gaza merupakan yang tertinggi di dunia. (Republika)

ISIS ITU APA, SIAPA ISIS, INILAH LATAR BELAKANG TERBENTUKNYA ISIS


Oleh: Zulfikar Dwipa

ISIS (Islamic State Iraq and Syam) atau ISIL (Islamic State Iraq and Levant) adalah sebuah kelompok bersenjata, mengklaim sebagai Mujahidin, menguasai sebagian wilayah Irak dan Suriah. Mereka adalah para penganut sekte Wahabi bertopeng Sunni sempalan dari al Qaeda di Irak yang tak diakui.

Sesungguhnya ISIS menetapkan musuh utamanya adalah Syiah yang dianggap bukan Islam tapi justru ribuan Muslim, baik Sunni ataupun Syiah dibunuh oleh mereka di Suriah dan Irak. Bahkan kelompok-kelompok ‘Mujahidin’ sendiri sesama penganut sekte Wahabi, seperti Jabhah an Nushrah, Jabhah Islamiyah, Ahrar as Syam dan al Qaeda pimpinan Ayman al Zawahiri juga diperangi ISIS.
Latar Belakang Terbentuknya ISIS

18 Maret 2003, AS dan Inggris dengan bantuan perusahaan militer AS di Arab Saudi menyerang Irak dan membunuh presidennya, Saddam Husain dengan tuduhan bahwa Irak punya senjata pemusnah massal. Meski tak pernah bisa membuktikannya, AS tak pernah mendapatkan sanksi tegas dari PBB dan semua negara di dunia. Artinya, PBB berada dicengkeraman AS dan tak peduli terhadap jutaan Muslim yang dianiaya dan dibunuh oleh AS, Myanmar, Wahabi, Israel, Boko Haram, Republik Afrika Tengah, China, dan tempat lainnya.

Sesungguhnya, AS dan Inggris tak akan meninggalkan Irak karena Irak kaya minyak. Oleh karena itu, AS menjadikan orang-orang Syiah sebagai para penguasa boneka di Irak sehingga mendapatkan pemberontakan oleh orang-orang ‘Sunni’. Ketahuilah, Irak, Suriah, Mesir, dan Libya sering berperang melawan Israel tapi justru 4 Negara Muslim tersebut diserang kelompok-kelompok ‘Mujahidin’ dan Israel pun aman.

Hal ini juga disebabkan bahwa Timur dan Afrika Utara kaya minyak sehingga membuat Negara-negara Kapitalis seperti AS, Perancis, Inggris, dan sejumlah negara lainnya tergiur mengingat berbagai kendaraan berbahan bakar minyak dan juga untuk mengamankan Israel. Memang, pasca keruntuhan Khilafah Islamiyah, Kesultanan Turki Utsmaniyah/Ottoman Empire (1299-1923), dunia Islam selalu dilanda konflik berkepanjangan.

ISI (Islamic State Iraq) bersama al Qaeda, Jabhah an Nushra dan kelompok-kelompok ‘Mujahidin’ lainnya terlibat konflik melawan pemerintahan sah Suriah pimpinan Bashar al Asad menyebabkan ratusan ribu Muslim dan non Muslim meninggal. ISI pun berubah nama menjadi ISIS sejak 9 April 2013.

Memasuki tahun ke-3, kelompok-kelompok ‘Mujahidin’ yang awalnya memerangi pemerintahan sah pimpinan Bashar al-Asad menjadi saling bermusuhan dan saling bunuh meski ditutupi oleh mereka dan Media-media Wahabi pendukung mereka dari Indonesia seperti Arrahmah.com, Voa-Islam.com, al-Mustaqbal.net dan shoutussalam.com

ISIS yang terdiri dari orang-orang Wahabi melawan orang-orang Wahabi yang tergabung dalam Jabhah an Nushra, Jabhah Islamiyah, Ahrar as Syam dan lainnya yang menyebabkan ribuan orang sesama penganut sekte Wahabi tewas. Jika mereka Mujahidin asli pastilah mereka bersatu dan melawan Israel bukan Suriah yang menjadi musuh utama Israel di Timur Tengah selain Hamas. Masalah ini seharusnya menjadi renungan umat Islam.

Sejak didirikan, ISIS pimpinan Abu Bakar al Baghdadi yang beranggotakan sekitar 30 ribu orang mengklaim telah merebut wilayah seluas 400 ribu km persegi di Suriah dan Irak atau lebih luas dari beberapa Negara Arab seperti Qatar, Uni Emirat Arab, Bahrain, Yaman, dan Lebanon. Ayman al Zawahiri, pemimpin al Qaeda tak mengakui ISIS karena lebih brutal, kejam, dan tak manusiawi. Begitu pun dengan kelompok-kelompok ‘Mujahidin’ lainnya.


ISIS Memaksakan Klaim Sebagai Khilafah

Pada 1 Ramadhan 1435 Hijriah atau bertepatan dengan 29 Juni 2014 lalu, ISIS mengklaim sebagai Khilafah dan Abu Bakar al Baghdadi sebagai Khalifah setelah merebut Kota Mosul, Irak. Meskipun para Ulama dan Umat Islam seluruh dunia tak mengakuinya begitu pun Umat Islam di Indonesia kecuali para pemuda Muslim yang awam.

Alasan betapa mudahnya ISIS merebut Kota Mosul karena para tentara Irak tak menggubris laporan pejabat lokal sehingga tidak siap dan hanya sedikit tentara Irak yang melawan ISIS. Sungguh sangat aneh tapi nyata, ISIS pun lebih suka membunuh ribuan Muslim di Suriah dan Irak tapi tak akan mau melawan Israel yang tega membunuh Umat Islam Palestina. Seharusnya Umat Islam bertanya, ada apa dengan ISIS ?
ISIS Dibentuk 3 Negara untuk Mengamankan Israel

Edward Snowden, mantan kontraktor Badan Nasional Amerika (NSA) yang mendapat perlindungan dari Rusia mengakui bahwa ISIS dibentuk oleh 3 negara yaitu AS, Inggris, dan Israel untuk memanggil semua ekstrimis di seluruh dunia dengan strategi yang disebut ‘sarang lebah’ sehingga bisa mengacaukan Negara-negara Arab dan menjaga Israel dengan slogan ‘Islam’. Dan, Abu Bakar al Baghdadi pun bernama asli Simon Elliot (Elliot Shimon), seorang Yahudi agen Mossad Zionis bidang spionase yang dilatih dan mendapatkan kursus teologi Islam di Israel. Nama palsu Simon Elliot yang terkenal adalah Ibrahim bin Awad bin Ibrahim bin al Badri Arradoui al Husain.

Hal ini pula diakui oleh istri Bill Clinton (mantan presiden AS), Hillary Clinton yang juga menjadi menteri luar negeri AS periode I pimpinan presiden Obama dalam bukunya ‘Hard Choice’ setelah mengunjungi 112 negara. Awalnya, IS (Islamic State) akan didirikan di Sinai, Mesir sesuai revolusi bergolak di Timur Tengah tapi kandas karena militer Mesir pimpinan Abdul Fatah al Sissi menggulingkan presidennya, Mohammed Mursi dari kalangan Ikhwanul Muslimin pada 3 Juli 2013 dalam Kudeta Mesir (30 Juni-7 Agustus 2013).

ISIS mengklaim sebagai Khilafah terbaru sejak keruntuhan Kesultanan Turki Utsmaniyah pasca Perang Dunia I (1914-1918) dan Abu Bakar al Baghdadi pun muncul pertama kali ketika berkutbah dalam Shalat Jum’at pada 14 Juli lalu di Kota Mosul dengan jenggot abu-abu, bergamis hitam dan bersorban hitam. Sejumlah Media Arab menyebut ISIS sebagai jama’ah Da’isy atau Dawa’sy.
ISIS Dapat Dukungan

Awalnya, kelompok-kelompok ‘Mujahidin’ yang memerangi pemerintahan sah Suriah pimpinan presiden Bashar al-Assad mendapatkan dukungan dari sejumlah negara seperti Arab Saudi dan Qatar tapi karena tidak kunjung berhasil melengserkan atau bahkan membunuh Bashar al-Asad. Kemudian Arab Saudi menyatakan ISIS dan kelompok-kelompok ‘Mujahidin’ lainnya sebagai teroris sejak Februari 2014.

Ada beberapa situs web pendukung ISIS di Indonesia, yang paling jelas dukungannya adalah Al-Mustaqbal.net, Voa-Islam.com, dan Shoutussalam.com . Ketiga situs web Wahabi di Indonesia ini gencar menyuarakan simpati dan dukungan sebagai pendukung dan penyebar propaganda ISIS di internet.
ISIS Dapat Penolakan di Mana-mana

Sebenarnya media-media online mainstream di Indonesia seperti Liputan6.com, Kompas.com, Tempo.co, Detik.com, dan Metronews.com tak memberitakan Konflik Berdarah Suriah secara massive kecuali sejak ISIS merebut Kota Mosul dan menghancurkan gereja dan juga mengancam kehidupan Umat Kristen di Irak. Apalagi ketika seorang anggota ISIS asal Indonesia bernama Abu Muhammad al Indonesy (nama palsu) mengajak Umat Islam untuk bergabung dengan ISIS via Youtube.com .

Para ulama dan Umat Islam khususnya di Indonesia menolak ISIS sebagai Khilafah Islamiyah begitu pun dengan kelompok-kelompok ‘Mujahidin’ di Suriah seperti Jabhah an Nushrah dan Jabhah Islamiyah. Aparat Negara Indonesia akan mencabut kewarganegaraan orang yang mendukung dan tunduk pada ISIS. Para pendukung ISIS pun sedang diselidiki oleh aparat negara.

ISIS dengan para personil berambut gondrong sudah disinggung dalam pernyataan Imam Ali bin Abi Thalib radhiyallahu’anhu kelompok ekstrim ini. Dalam literatur hadits Ahlus Sunnah wal Jama’ah (Aswaja = Sunni), kitab Kanzul Ummal yang terhimpun oleh Ulama Besar Ahlus Sunnah wal Jama’ah bernama al Muttaqi al Hindi riwayat no. 31530, Imam Ali bin Abi Thalib radhiyallahu’anhu berkata:

“Jika kalian melihat bendera-bendera Hitam, tetaplah kalian di tempat kalian berada, jangan beranjak dan jangan pula menggerakkan tangan dan kaki kalian (Artinya, tetap tenang, jangan menyambut seruan mereka, jangan larut dalam euforia mendukung pasukan itu), kemudian akan muncul kaum lemah (lemah akal sehat dan imannya, tiada yang peduli pada mereka, hati mereka seperti besi (hati keras membatu jauh dari cahaya hidayah), mereka mengaku sebagai Ashabul Daulah (Pemilik Negara), mereka tidak pernah menepati janji, mereka berdakwah pada al Haq (kebenaran) tapi mereka bukan Ahlul Haq (Pemegang Kebenaran), namanya dari sebuah julukan, marganya dari nama daerah. Rambut mereka tak pernah dicukur, panjang seperti rambut perempuan. Jangan bertindak apapun sampai nanti terjadi perselisihan di antara mereka sendiri. Kemudian Allah mendatangkan kebenaran kepada siapa yang dikehendaki-Nya”.
Jika ISIS buatan AS, Inggris, dan Israel, lalu mengapa AS menyerang ISIS di Irak ?

Ini pertanyaan mudah untuk dijawab denganbeberapa alasan. Ada 5 Alasan yaitu:

(1). AS sebagai pelindung dam penjaga terkuat dunia Kristen. Hal ini seperti Kekaisaran Romawi Barat (285-480) dan Kekaisaran Romawi Suci (962-1806) yang melindungi Katolik Roma dan Kekaisaran Romawi Timur (330-1453) dan Kekaisaran Rusia (1721-1917) melindungi Kristen Ortodoks. AS dan sekutunya di Eropa akan melindungi Umat Kristen. Hal ini bisa dibuktikan ketika Sudan Selatan lepas dari Negara Sudan dan Timor Leste lepas dari Indonesia atas dukungan AS, Australia, dan Eropa. ISIS telah menghancurkan gereja dan memaksa Umat Kristen untuk masuk Islam di Irak. Ketahuilah, Islam tak memaksa siapapun untuk memeluk Islam [Lihat, QS. Al Baqarah (2) : 256].

(2). Irak termasuk 20 negara kaya minyak di dunia dan pangkalan militer AS ada di Irak pula. Jika AS musuh ISIS pastilah ISIS digempur pula di Suriah oleh AS padahal Umat Islam menjadi korban kebiadaban kelompok-kelompok ‘Mujahidin’ kalangan Wahabi.

(3). Khilafah adalah negara pimpinan Khalifah pelindung Umat Islam yang disegani dunia. Ketika ISIS mengklaim sebagai Khilafah dan Abu Bakar al Baghdadi sebagai Khalifah pada 1 Ramadhan 1435 Hijriah (29 Juni 2014), respon AS dan Eropa terkesan membiarkannya. Israel secara brutal menyerang Palestina. Mengapa ISIS diam ? Karena ISIS adalah kelompok Wahabi yang lebih suka membunuh Umat Islam di Suriah dan Irak dengan segala tuduhan dan fitnah.

(4). AS dan Israel adalah 2 Negara Teroris yang telah membunuh jutaan Muslim di Timur Tengah dan Afrika Utara melalui militer, politik, media, dan Wahabi. Banyak fakta membuktikan bahwa AS sering menciptakan kelompok-kelompok bersenjata dan melepaskannya di Negara-negara Muslim untuk berbuat onar. Ketika Negara-negara Muslim merasa kesulitan maka AS beserta Bank Dunia dan IMF menawarkan bantuan.

(5). AS bercita-cita menjadi Polisi Dunia yang akan membasmi teroris buatannya sendiri agar mendapatkan kedudukan lebih tinggi di dunia.

(Berbagai-Sumber-Lain/ABNS)

Harga BBM dan Bank Dunia


Argumen bahwa pencabutan subsidi BBM memang perlu dilakukan, sudah banyak ditulis. Saya juga pernah menulis bagaimana Iran yang jauh lebih kaya minyak daripada Indonesia juga mencabut subsidi BBM-nya (namun prosesnya sangat panjang, rakyat Iran diberi berbagai fasilitas untuk berpindah ke bahan bakar gas dulu, baru harga bensin naik).

Pertanyaannya, mengapa sekarang? Mengapa baru sebulan setelah dilantik, Presiden Jokowi sudah menaikkan harga BBM (apapun istilahnya: pengurangan subsidi, pengalihan subsidi, dll)? Mengapa tidak dilakukan dulu hal-hal kreatif untuk menambah pundi-pundi APBN (misalnya, menyingkirkan Mafia Migas dulu,  menghentikan subsidi bunga obligasi rekap perbankan sisa “warisan” BLBI era krisis moneter 1997/98 atau melakukan subsidi silang harga BBM)?

Rizal Ramli menulis, keputusan itu diambil karena tekanan Bank Dunia. Berita yang dirilis Antara pada Maret 2014 juga menegaskan bahwa Bank Dunia merekomendasikan kenaikan BBM Rp2000. Soal Bank Dunia ini yang akan saya tulis secara singkat.

Sebenarnya bukan fakta baru bahwa Indonesia ini berada di bawah tekanan berbagai lembaga donor. Ketika Anda berhutang banyak, sangat banyak, pada lembaga-lembaga rente, mau tak mau Anda harus menuruti kemauan mereka. Jadi, siapapun presidennya, opsi pencabutan subsidi BBM pasti diambil (Prabowo pun pernah menyatakan dukungan atas pencabutan subsidi BBM dan menyebut subsidi BBM = membakar uang. Sila tonton rekamannya di youtube).

Ada 10 lembaga donor terbesar Indonesia (=lembaga yang memberi hutang kepada Indonesia), yaitu: Asian Development Bank (jumlah utang: 96T), Bank Dunia (jumlah utang: 122 T) , Japan International Cooperation Agency (jumlah utang: 226T), Australian Agency for International Development, Global Fund to Fight AIDS, Tuberculosis and Malaria, Agence Française de Développement, United States Agency for International Development, United Nations, Millennium Challenge Corp. dan Federal Ministry for Economic Cooperation and Development (data tahun 2012). Total utang pemerintah Indonesia: 123M USD (sekitar 1476T). Total utang swasta kepada asing: 146M USD (1752T).

Lalu, apa yang disarankan oleh Bank Dunia kepada Indonesia? Sama sekali tidak mengagetkan, sama saja dengan yang disarankan oleh IMF yang memberikan ‘pertolongan’ kepada Pak Harto saat Indonesia hampir kolaps diterjang krisis moneter 1998: privatisasi, pencabutan subsidi, deregulasi (demi kenyamanan investor asing). Bukan cuma Bank Dunia, lembaga-lembaga donor (=renternir) lainpun punya resep yang senada-seirama dengan IMF. (Untuk lebih jelasnya, silahkan baca tulisan saya sebelumnya : Kejamnya Liberalisme Ekonomi).

Mari kita baca dokumen STRATEGI KEMITRAAN Bank Dunia untuk  Indonesia tahun fiskal 2013-2015. Minimalnya, ada lima kalimat yang senada “subsidi BBM menyerap sebagian besar anggaran yang sebetulnya dapat digunakan bagi infrastruktur dan perlindungan sosial” (meskipun redaksi tidak persis).
Dalam tabel saya kutip dari dokumen itu, terlihat sekali kemiripan program Bank Dunia dengan program Jokowi:

Tujuan Jangka     Panjang Indonesia Kendala Kelompok Bank Dunia akan Berkontribusi pada: Tonggak Pembangunan Indikatif Jangka Menengah Mode Keterlibatan Kelompok Bank Dunia
Infrastruktur Meningkatkan taraf dan efisiensi investasi publik dan swasta dalam infrastruktur untuk memenuhi kebutuhan dan memperkuat daya saing Kurangnya investasi infrastruktur; tidak mungkin didukung oleh investasi publik saja -Peningkatan kilometer efektif jalan nasional yang akan dipelihara dan dibangun-mengurangi hambatan infrastruktur kelistrikan untuk memenuhi kebutuhan-meningkatkan investasi swasta pada infrastruktur -mengurangi kebutuhan subsidi PLN -dibentuknya mekanisme dana pendamping pemerintah [kartu indonesia sehat, dll?]
-setidaknya satu transaksi Kemitraan Publik Swasta untuk proyek air baku
Pembiayaan untuk: Transportasi kawasan timur Indonesia, Proyek perbaikan jalan kawasan barat Indonesia, pemeliharaan aset jalan, DPL konektivitas, Pembangunan transmisi I&II, Energi terbarukan untuk Listrik, .. investasi oleh IFC pada listrik, air, pelabuhan, perkapalan, dan logistik, telekomunikasi, minyak,dan gasPengetahuan: Kajian Industri Konstruksi Jalan, Layanan Konsultasi mengenai layanan dan subsidi energi, Dana Pendamping Pemerintah, dll


Secara umum, kelihatannya program-program tersebut baik-baik saja. Tentu saja, saat ini masih terlalu pagi untuk menilai bagaimana Jokowi melaksanakan janjinya (bahwa subsidi dialihkan untuk infrastruktur dan peningkatan kesejahteraan rakyat). Meskipun, berdasarkan track record kinerja Bank Dunia selama ini (baik di Indonesia maupun di negara Dunia Ketiga lainnya), bisa diprediksikan bagaimana hasilnya.

Anggoro,  peneliti dari Institute of Global Justice (2008) menulis, kerugian yang diderita Indonesia karena menerima pinjaman dari Bank Dunia antara lain:
-Indonesia kehilangan hasil dari pengilangan minyak dan penambangan mineral (karena diberikan untuk membayar hutang dan karena proses pengilangan dan penambangan itu dilakukan oleh perusahaan-perusahaan transnational partner Bank Dunia).
-Jebakan hutang yang semakin membesar, karena mayoritas hutang diberikan dengan konsesi pembebasan pajak bagi perusahaan-perusahaan AS dan negara donor lainnya.
-Hutang yang diberikan akhirnya kembali dinikmati negara donor karena Indonesia harus membayar “biaya konsultasi” kepada para pakar asing, yang sebenarnya bisa dilakukan oleh para ahli Indonesia sendiri.
-Hutang juga dipakai untuk membiayai penelitian-penelitian yang tidak bermanfaat bagi Indonesia melalui kerjasama-kerjasama dengan lembaga penelitian dan universitas-universitas.
-Bahkan, sebagian hutang dipakai untuk membangun infrastuktur demi kepentingan perusahaan-perusahaan asing, seperti membangun fasilitas pengeboran di ladang minyak Caltex atau Exxon Mobil. Pembangunan infrastruktur itu dilakukan bukan di bawah kontrol pemerintah Indonesia, tetapi langsung dilakukan oleh Caltex dan Exxon. (selengkapnya, baca tulisan saya: Peran Bank Dunia dalam Kemunduran Ekonomi Indonesia)
___________________________
Peran Bank Dunia dalam Kemunduran Perekonomian Indonesia.

©Dina Y. Sulaeman

Sejarah Bank Dunia.
Bank Dunia adalah sebuah lembaga keuangan global yang secara struktural berada di bawah PBB dan diistilahkan sebagai “specialized agency”. Bank Dunia dibentuk tahun 1944 sebagai hasil dari Konferensi Bretton Woods yang berlangsung di AS. Konferensi itu diikuti oleh delegasi dari 44 negara, namun yang paling berperan dalam negosiasi pembentukan Bank Dunia adalah AS dan Inggris. Tujuan awal dari dibentuknya Bank Dunia adalah untuk mengatur keuangan dunia pasca PD II dan membantu negara-negara korban perang untuk membangun kembali perekonomiannya.

Sejak tahun 1960-an, pemberian pinjaman difokuskan kepada negara-negara non-Eropa untuk membiayai proyek-proyek yang bisa menghasilkan uang, supaya negara yang bersangkutan bisa membayar kembali hutangnya, misalnya proyek pembangunan pelabuhan, jalan tol, atau pembangkit listrik. Era 1968-1980, pinjaman Bank Dunia banyak dikucurkan kepada negara-negara Dunia Ketiga, dengan tujuan ideal untuk mengentaskan kemiskinan di negara-negara tersebut. Pada era itu, pinjaman negara-negara Dunia Ketiga kepada Bank Dunia meningkat 20% setiap tahunnya.


Peran Bank Dunia dalam Ekonomi dan Politik Global.
Rittberger dan Zangl (2006: 172) menulis, sejak tahun 1970-an Bank Dunia mengubah konsentrasinya karena situasi semakin meningkatnya jurang perekonomian antara negara berkembang dan negara maju. Pada era itu, seiring dengan merdekanya negara-negara yang semula terjajah, jumlah negara berkembang semakin meningkat. Negara-negara berkembang menuntut distribusi kemakmuran (distribution of welfare) yang lebih merata dan negara-negara maju memenuhi tuntutan ini dengan cara menyuplai dana pembangunan di negara-negara berkembang.

Basis keuangan Bank Dunia adalah modal yang diinvestasikan oleh negara anggota bank ini yang berjumlah 186 negara. Lima pemegang saham terbesar di Bank Dunia adalah AS, Perancis, Jerman, Inggris, dan Jepang. Kelima negara itu berhak menempatkan masing-masing satu Direktur Eksekutif dan merekalah yang akan memilih Presiden Bank Dunia. Secara tradisi, Presiden Bank Dunia adalah orang AS karena AS adalah pemegang saham terbesar.  Sementara itu, 181 negara lain diwakili oleh 19 Direktur Eksekutif (satu Direktur Eksekutif akan menjadi wakil dari beberapa negara).

Bank Dunia berperan besar dalam membangun kembali tatanan ekonomi liberal pasca Perang Dunia II (Rittberger dan Zangl, 2006: 41). Pembangunan kembali tatanan ekonomi liberal itu dipimpin oleh AS dengan rancangan utama mendirikan sebuah tatanan perdagangan dunia liberal. Untuk mencapai tujuan ini, perlu dibentuk tatanan moneter yang berlandaskan mata uang yang bebas untuk dikonversi. Rittberger dan Zangl (2006: 43) menulis, “Perjanjian Bretton Woods mewajibkan negara-negara untuk menjamin kebebasan mata uang mereka untuk dikonversi dan mempertahankan standar pertukaran yang stabil terhadap Dollar AS.”

Lembaga yang bertugas untuk menjaga kestabilan moneter itu adalah IMF (International Monetary Funds) dan IBRD (International Bank for Reconstruction dan Development). IBRD inilah yang kemudian sering disebut “Bank Dunia”. Pendirian Bank Dunia dan IMF tahun 1944 diikuti oleh pembentukan tatanan perdagangan dunia melalui lembaga bernama GATT (General Agreement on Tariffs and Trade) pada tahun 1947. Pada tahun 1995, GATT berevolusi menjadi WTO (World Trade Organization).

Meskipun tugas Bank Dunia adalah mengatur kestabilan moneter, namun dalam prakteknya, Bank Dunia sangat mempengaruhi politik global karena hampir semua negara di dunia menjadi penerima hutang dari Bank Dunia. Sejak awal beroperasinya, Bank Dunia sudah mempengaruhi politik dalam negeri negara yang menjadi penghutangnya. Penerima hutang pertama Bank Dunia adalah Perancis, yaitu pada tahun 1947, dengan pinjaman sebesar $ 987 juta. Pinjaman itu diberikan dengan syarat yang ketat, antara lain staf dari Bank Dunia mengawasi penggunaan dana itu dan menjaga agar Perancis mendahulukan membayar hutang kepada Bank Dunia daripada hutangnya kepada negara lain. AS juga ikut campur dalam proses pencairan hutang ini. Kementerian Dalam Negeri AS meminta Perancis agar mengeluarkan kelompok komunis dari koalisi pemerintahan. Hanya beberapa jam setelah Perancis menuruti permintaan itu, pinjaman pun cair.

Kebijakan yang diterapkan Bank Dunia yang mempengaruhi kebijakan politik dan ekonomi suatu negara, disebut SAP (Structural Adjustment Program). Bila negara-negara ingin meminta tambahan hutang, Bank Dunia memerintahkan agar negera penerima hutang melakukan “perubahan kebijakan” (yang diatur dalam SAP). Bila negara tersebut gagal menerapkan SAP, Bank Dunia akan memberi sanksi fiskal. Perubahan kebijakan yang diatur dalam SAP antara lain, program pasar bebas, privatisasi, dan deregulasi.
Karena adanya SAP ini, tak dapat dipungkiri, pengaruh Bank Dunia terhadap politik dan ekonomi dalam negeri Indonesia juga sangat besar, sebagaimana akan diuraikan berikut ini.

Kinerja Bank Dunia di Indonesia.
Bank Dunia telah aktif di Indonesia sejak 1967. Sejak saat itu hingga saat ini, Bank Dunia telah membiayai lebih dari 280 proyek dan program pembangunan senilai 26,2 milyar dollar atau setara dengan Rp243,725 triliun (dengan kurs Rp9.302 per USD). Menurut Managing Director The World Bank Group, Ngozi Okonjo (30/1/2008), pinjaman tersebut telah digunakan pemerintah Indonesia untuk mendukung pengembangan energi, industri, dan pertanian. Sementara yang sektor yang paling mendominasi selama 20 tahun pertama yakni infrastruktur yang pemberiannya kepada masyarakat miskin. Total hutang Indonesia kepada Bank Dunia adalah 243,7 Trilyun rupiah dan total hutang pemerintah Indonesia kepada berbagai pihak mencapai 1600 Trilyun rupiah.

Anggoro (2008) menulis, ada beberapa tugas Bank Dunia di Indonesia. Pertama, memimpin Forum CGI. Aggota CGI (Consultative Group meeting on Indonesia) adalah 33 negara dan lembaga-lembaga donor yang dikoordinasikan oleh Bank Dunia. CGI  “membantu” pembangunan di Indonesia dengan cara memberikan pinjaman uang serta bantuan teknik untuk menciptakan aturan-aturan pasar dan aktivitas ekonomi liberal. Dalam hal ini, Bank Dunia bertugas menciptakan pasar yang kuat bagi kepentingan negara-negara dan lembaga donor.

Tugas kedua Bank Dunia adalah menyediakan hutang dalam jumlah besar, bekerjasama dengan Jepang dan ADB (Asian Development Bank). Tugas Bank Dunia yang lain adalah mendorong pemerintah Indonesia untuk melakukan privatisasi dan kebijakan yang memihak pada perusahaan-perusahaan besar.
Dana hutang yang diberikan kepada Indonesia, antara lain dalam bentuk hutang proyek dan hutang dana segar.

a. Hutang Proyek
Hutang proyek adalah hutang dalam bentuk fasilitas berbelanja barang dan jasa secara kredit. Namun, sayangnya, hutang ini justru menjadi alat bagi Bank Dunia untuk memasarkan barang dan jasa dari negara-negara pemegang saham utama, seperti Amerika, Inggris, Jepang dan lainnya kepada Indonesia.

b. Hutang Dana Segar
Hutang dana segar bisa dicairkan bila Indonesia menerima Program Penyesuaian Struktural (SAP). SAP mensyaratkan pemerintah untuk melakukan perubahan kebijakan yang bentuknya, antara lain:
1. swastanisasi (Privatisasi) BUMN dan lembaga-lembaga pendidikan
2. deregulasi dan pembukaan peluang bagi investor asing untuk memasuki semua sektor
3. pengurangan subsidi kebutuhan-kebutuhan pokok, seperti: beras, listrik, pupuk dan rokok
4. menaikkan tarif telepon dan pos
5. menaikkan harga bahan bakar (BBM).

Besarnya jumlah hutang (yang terus bertambah) membuat pemerintah juga harus terus mengalokasikan dana APBN untuk membayar hutng dan bunganya. Sebagai illustrasi, dapat kita lihat data APBN 2004 dimana pemerintah mengalokasikan Rp 114.8 trilyun (28% dari total anggaran) untuk belanja daerah, Rp 113.3 trilyun untuk pembayaran utang dalam dan luar negeri (27% dari total anggaran), dan subsidi hanya Rp 23.3 trilyun (5% dari total anggaran). Dari ketiga komponen anggaran belanja tersebut, anggaran belanja daerah dan subsidi masing-masing mengalami penurunan sebesar Rp 2 trilyun dan Rp 2.1 trilyun. Sedangkan alokasi untuk pembayaran utang mengalami kenaikan sebesar Rp 14.1 trilyun.

Komposisi dalam anggaran belanja negara tersebut mencerminkan besarnya beban utang tidak saja menguras sumber-sumber pendapatan negara, tetapi juga mengorbankan kepentingan rakyat berupa pemotongan subsidi dan belanja daerah. Karena itu, meski Bank Dunia memiliki semboyan “working for a world free of  poverty”, namun meski telah lebih dari 60 tahun beroperasi di Indonesia, angka kemiskinan masih tetap tinggi. Data dari Badan Pusat Statistik tahun 2009, ada 31,5 juta penduduk miskin di Indonesia.
Anggoro (2008), peneliti dari Institute of Global Justice, menulis, kerugian yang diderita Indonesia karena menerima pinjaman dari Bank Dunia adalah sebagai berikut.
1.    Kerugian dalam bidang ekonomi
-Indonesia kehilangan hasil dari pengilangan minyak dan penambangan mineral (karena diberikan untuk membayar hutang dan karena proses pengilangan dan penambangan itu dilakukan oleh perusahaan-perusahaan transnational partner Bank Dunia)
-Jebakan hutang yang semakin membesar, karena mayoritas hutang diberikan dengan konsesi pembebasan pajak bagi perusahaan-perusahaan AS dan negara donor lainnya.
-Hutang yang diberikan akhirnya kembali dinikmati negara donor karena Indonesia harus membayar “biaya konsultasi” kepada para pakar asing, yang sebenarnya bisa dilakukan oleh para ahli Indonesia sendiri.
-Hutang juga dipakai untuk membiayai penelitian-penelitian yang tidak bermanfaat bagi Indonesia melalui kerjasama-kerjasama dengan lembaga penelitian dan universitas-universitas.
-Bahkan, sebagian hutang dipakai untuk membangun infrastuktur demi kepentingan perusahaan-perusahaan asing, seperti membangun fasilitas pengeboran di ladang minyak Caltex atau Exxon Mobil. Pembangunan infrastruktur itu dilakukan bukan di bawah kontrol pemerintah Indonesia, tetapi langsung dilakukan oleh Caltex dan Exxon.
2. Kerugian dalam bidang politik
-  Keterikatan pada hutang membuat pemerintah menjadi sangat bergantung kepada Bank Dunia dan mempengaruhi keputusan-keputusan politik  yang dibuat pemerintah. Pemerintah harus berkali-kali membuat reformasi hukum yang sesuai dengan kepentingan Bank Dunia.

Hal ini juga diungkapkan ekonom Rizal Ramli (2009), ”Lembaga-lembaga keuangan internasional, seperti Bank Dunia, IMF, ADB, dan sebagainya dalam memberikan pinjaman, biasanya memesan dan menuntut UU ataupun peraturan pemerintah negara yang menerima pinjaman, tidak hanya dalam bidang ekonomi, tetapi juga di bidang sosial. Misalnya, pinjaman sebesar 300 juta dolar AS dari ADB yang ditukar dengan UU Privatisasi BUMN, sejalan dengan kebijakan Neoliberal. UU Migas ditukar dengan pinjaman 400 juta dolar AS dari Bank Dunia.”

Cara kerja Bank Dunia (dan lembaga-lembaga donor lainnya) dalam menyeret Indonesia (dan negara-negara berkembang lain) ke dalam jebakan hutang, diceritakan secara detil oleh John Perkins dalam bukunya, “Economic Hit Men”. Perkins adalah mantan konsultan keuangan yang bekerja pada perusahaan bernama Chas T. Main, yaitu perusahaan konsultan teknik. Perusahaan ini memberikan konsultasi pembangunan proyek-proyek insfrastruktur di negara-negara berkembang yang dananya berasal dari hutang kepada Bank Dunia, IMF, dll.

Mengenai pekerjaannya itu, Perkins (2004: 13-16) menulis, “…saya mempunyai dua tujuan penting. Pertama, saya harus membenarkan (justify) kredit dari dunia internasional yang sangat besar jumlahnya, yang akan disalurkan melalui Main dan perusahaan-perusahaan Amerika lainnya (seperti Bechtel, Halliburton, Stone & Webster) melalui proyek-proyek engineering dan konstruksi raksasa. Kedua, saya harus bekerja untuk membangkrutkan negara-negara yang menerima pinjaman raksasa tersebut (tentunya setelah mereka membayar Main dan kontraktor Amerika lainnya), sehingga mereka untuk selamanya akan dicengkeram oleh para kreditornya, dan dengan demikian negara-negara penerima utang itu akan menjadi target yang mudah ketika kita memerlukan yang kita kehendaki seperti pangkalan-pangkalan militer, suaranya di PBB, atau akses pada minyak dan sumber daya alam lainnya.”

Dalam wawancaranya dengan Democracy Now! Perkins mengatakan, “Pekerjaan utama saya adalah membuat kesepakatan (deal-making) dalam pemberian hutang kepada negara-negara lain, hutang yang sangat besar, jauh lebih besar daripada kemampuan mereka untuk membayarnya. Salah satu syarat dari hutang itu adalah—contohnya, hutang 1 milyar dolar untuk negara seperti Indonesia atau Ecuador—negara ini harus memberikan 90% dari hutang itu kepada perusahaan AS untuk membangun infrastruktur, misalnya perusahaan Halliburton atau Bechtel. Ini adalah perusahaan-perusahaan besar. Perusahaan ini kemudian akan membangun jaringan listrik, pelabuhan, atau jalan tol, dan ini hanya akan melayani segelintir keluarga kaya di negara-negara itu. Orang-orang miskin di sana akan terjebak dalam hutang yang luar biasa yang tidak mungkin bisa mereka bayar.”

Untuk kasus Ekuador, Perkins menulis, negara itu kini harus memberikan lebih dari 50% pendapatannya untuk membayar hutang. Hal itu tentu tak mungkin dilakukan Ekuador. Sebagai kompensasinya, AS meminta Ekuador agar memberikan ladang-ladang minyaknya kepada perusahaan-perusahaan minyak AS yang kini beroperasi di kawasan Amazon yang kaya minyak.

Tak heran bila kemudian ekonom Joseph Stiglitz pada tahun 2002 mengkritik keras Bank Dunia dan menyebutnya “institusi yang tidak bekerja untuk orang miskin, lingkungan, atau bahkan stabilitas ekonomi”. Dengan demikian, menurut Stiglitz, Bank Dunia pada prakteknya menyalahi tujuan didirikannya bank tersebut, sebagaimana disebutkan di awal tulisan ini, yaitu untuk membantu mengentaskan kemiskinan dan menjaga kestabilan ekonomi.

Melihat kinerja seperti ini, menurut Anggoro (2008), Bank Dunia sesungguhnya telah melanggar Piagam PBB yang menyebutkan, “to employ international machinery for the promotion of the economic and social advancement of all peoples”. Dengan kata lain, Bank Dunia sebagai salah satu organ PBB mendapatkan mandat untuk membantu meningkatkan kesejahteraan bangsa-bangsa. Bank Dunia malah memfokuskan operasinya pada penguatan pasar dan keuangan melalui ekspansi ekonomi perusahaan multinasional, dan membiarkan Indonesia selalu berada dalam jeratan hutang tak berkesudahan.[]
Tulisan terkait:  Tentang Liberalisme Ekonomi (1): Sri Mulyani Itu Orang Baik Kok!
_______________________________
Tentang Liberalisme Ekonomi (1): Sri Mulyani Itu Orang Baik Kok!

Kompas hari ini menurunkan tulisan Sindhunata yang memuji-muji Sri Mulyani. Kebetulan, saat browsing, saya ketemu grup facebook “Kami Percaya Integritas Sri Mulyani”. Di sana, banyak yang memuji2 SMI dengan kata “Saya percaya pada integritas SMI”, “Saya percaya Bu Sri orang baik.”

Sebelum saya komentari, saya mau cerita dulu. Dalam sebuah diskusi di kelas, saya mengkritik liberalisme. Dosen saya, seorang profesor senior, membela liberalisme dan mengatakan bahwa kita tidak bisa lagi menghindar dari liberalisme yang sudah sedemikian mengglobal. Yang harus dilakukan Indonesia adalah menyiasati ‘hidup’ dalam liberalisme yang sudah menjadi keniscayaan. Diskusi kami baik-baik saja, tidak ada yang tersinggung. Kami berbeda pendapat, tapi tidak saling memaksakan. Tapi ada satu hal yang saya catat: pada sebagian orang, bahkan setingkat profesor sekalipun, memang sangat mungkin sedemikian yakinnya pada liberalisme. Bukan berarti orang yang yakin pada kebenaran liberalisme adalah orang jahat; justru saya sangat yakin dosen saya ini hatinya baik. Sikapnya yang santun dan tidak tersinggung saat saya kritik, membuktikan hal itu.

Jadi, melihat begitu banyak orang yang sedemikian percaya bahwa SMI orang baik, saya yang tidak kenal SMI, merasa perlu juga percaya bahwa dia memang baik, tidak korup, punya semangat membenahi Depkeu, dll (seperti kata orang-orang itu). Tapi teman, problemnya BUKAN pada kepribadian SMI, tapi pada keyakinannya (atau bahkan ‘keimanannya’) bahwa liberalisme adalah ideologi yang bisa menyejahterakan manusia. Melalui ekonomi liberal, kata para liberalis, dunia akan makmur dan manusia akan mencapai kemuliaannya. Kalaupun dalam proses liberalisasi ada banyak yang menjadi korban, kata liberalis, itu adalah resiko. Setiap keberhasilan perlu menerjang resiko. Biarlah segelintir orang mati kelaparan asal mayoritas orang bisa terselamatkan dan hidup makmur, begitu prinsip mereka. Percayalah, kata liberalis, setelah semua krisis terlalui, dunia akan mencapai kemakmuran dan perdamaian abadi.

[Sebentar..sebentar.. mungkin ada yang nanya, “Kata siapa SMI liberal?” Jawabannya rada panjang. Jadi, buat yang belum percaya bahwa SMI adalah pendukung ekonomi liberal, silahkan cari sendiri. Saya tidak tuliskan di sini karena terlalu panjang, nanti gak fokus.]

Lanjut. Masalahnya, ideologi liberalisme adalah alat bagi segelintir orang haus darah dan uang untuk menghisap darah dan uang umat manusia, demi menumpuk uang sebanyak-banyaknya (mungkin inilah representasi yang dikatakan Nabi Muhammad SAW, “Seandainya anak Adam memiliki satu lembah emas, niscaya ingin memiliki lembah emas kedua ; seandainya ia memiliki lembah emas kedua, ia ingin memiliki lembah emas yang ketiga. Baru puas nafsu anak Adam kalau sudah masuk tanah. Dan Allah akan menerima taubat orang yang mau kembali kepada-Nya.” –hadis riwayat Bukhori Muslim)

Orang-orang baik pembela liberalisme mungkin tidak menyadari bahwa sesungguhnya mereka diperalat para vampire ini. Mereka (mungkin) dengan keyakinan baik, menyebarkan ideologi liberalisme ke seantero dunia. Bahkan para ahli ekonomi yang (konon) baik hati seperti SMI, yang sudah digembleng habis-habisan dalam lembaga-lembaga pendidikan liberal, mempraktekkan liberalisme untuk menangani perekonomian negara masing-masing.

Ketika liberalisme mengglobal, negara-negara dunia ketiga (Indonesia dan teman-teman senasibnya) terpuruk, kekayaannya habis untuk membayar hutang kepada para renternir berbaju sinterklas (Bank Dunia, IMF, dan geng-nya), mungkin memang bukan orang-orang baik inilah yang mendapat keuntungan (selain gaji bulanan yang lumayan). Mungkin orang-orang baik ini memang tidak korup dan bahkan berusaha memberantas korupsi.

Lalu, kemana perginya uang dalam jumlah giga-raksasa yang dihisap dari negara-negara dunia ketiga itu? Tentu saja, masuk ke rekening para vampire ini.
Sekarang, soal integritas. Apa sih integritas itu sebenarnya? Kalau menurut saya, integritas artinya punya watak baik yang integral, menyatu, tidak setengah-setengah, tidak ambigu. Karena itu, menilai seorang pejabat itu memang harus dari sisi integritasnya. Dia harus baik secara integral. Kita tidak bisa menyebut seorang pejabat itu baik karena dia sederhana, low profile, atau rajin sholat SAJA. Dia harus punya kebaikan yang bisa dirasakan oleh mayoritas rakyat. Kasus SMI, mungkin dia baik, mungkin dia punya semangat memberantas korupsi di Depkeu. Tapi dia berusaha memperbaiki perekonomian di Indonesia dengan percaya pada keampuhan HUTANG dan resep-resep ekonomi liberal. That’s the problem.

Analoginya, kayak seorang dokter di kampung saya, dia baik dan dermawan, tapi dia memberi antibiotika overdosis pada anak kecil yang hanya flu biasa. Akhirnya, anak itu masuk RS.
Pertanyaan selanjutnya, di manakah letak kesalahan liberalisme?
Insya Allah saya tulis lain waktu, mohon doanya.
—–
Daftar Pustaka
Volker Rittberger dan Bernard Zangl, 2006, International Organization, New York:Palgrave MacMillan.
Ponny Anggoro, Why Does World Bank Control Indonesia, dimuat di jurnal Global Justice Update, Volume VI, 1st Edition, May 2008, http://www.globaljust.org/index.php?option=com_content&task=view&id=187&Itemid=133
John Perkins, Economic Hit Man (edisi terjemahan), Jakarta: Abdi Tandur.
http://en.wikipedia.org/wiki/World_Bank
http://en.wikipedia.org/wiki/Structural_adjustment
http://www.antara.co.id/berita/1247296978/pengamat-lipi-data-kemiskinan-bps-jadi-tertawaan
Rizal Ramli, Membangun dengan Lilitan Utang, sebagaimana diberitakan dalam http://www.news.id.finroll.com/articles/75304-____membangun-bangsa-dengan-lilitan-hutang-(2)-oleh-yudhi-mahatma____.html
Transkrip wawancara dengan John Perkins
http://www.democracynow.org/2004/11/9/confessions_of_an_economic_hit_man
Total Utang RI ke World Bank Rp243,7 T
(Liputan diskusi dengan Managing Director World Bank)
http://economy.okezone.com/index.php/ReadStory/2008/01/30/20/79590/20/total-utang-ri-ke-world-bank-rp243-7-t
Website resmi PBB, http://www.un.org/

SIAPA YANG SEBENARNYA BERKUASA DI DUNIA?


To the point saja. Negara-negara di seluruh dunia saat ini menanggung hutang sebesar kira-kira $51 triliun, atau setara kira-kira Rp 500.000 triliun. Lalu kepada siapa negara-negara itu berhutang? Pertanyaan lain bisa diganti: siapa yang memiliki kekayaan sebesar itu?

Jika piutang adalah sebagian kecil saja dari seluruh aset atau kekayaan seseorang atau perusahaan atau lembaga, lalu kekayaan sebenarnya tentu jauh lebih besar dari jumlah itu, mungkin Rp 5 juta triliun atau bahkan jauh lebih besar lagi. Dan berapa pendapatan bunga dari piutang sebesar itu? Jika diasumsikan suku bunga pasar uang internasional adalah 5% (Indonesia mencapai 10% lebih), maka penghasilan dari bunga piutang itu mencapai Rp 25.000 triliun. Lalu, sekali lagi, siapa yang memiliki kekayaan sebesar itu? Bank Dunia atau IMF?

No way! IMF saja baru-baru ini kekurangan uang hingga harus minta pinjaman kepada pemerintah Indonesia sebesar $1 miliar. Keduanya hanyalah "makelar" bisnis hutang piutang antar negara dan hidup dari komisi dari setiap transaksi yang dihasilkan. Atau bank-bank dan lembaga keuangan internasional? Nah ini lebih mendekati meski masih terlalu jauh. Beberapa bank swasta terbesar dunia assetnya mencapai lebih dari $2 triliun atau sekitar Rp 20.000 triliun, jauh lebih besar dari semua perusahaan riel pembuat pesawat, mobil, atau makanan olahan.

(Sekedar gambaran, jika ada satu mesin uang yang bisa mencetak uang senilai Rp 1 miliar setiap detiknya, maka untuk mencetak uang senilai Rp 1 triliun mesin tersebut membutuhkan waktu 1.000 detik, atau setara 17 menit non-stop. Untuk mencetak Rp.1000 triliun membutuhkan waktu 17.000 menit atau setara 11,8 hari nonstop).

Lebih mendekati lagi adalah bank-bank sentral internasional seperti The Fed, Bank of England dll, atau bahkan mungkin termasuk Bank Indonesia.

Jadi kekayaan sebesar itu milik pemerintah juga dhong, khan bank sentral yang katanya miliki pemerintah?

Jika "hari gini" Anda masih mempercayai mitos itu, Anda termasuk dalam kelompok (ma'af) ignorant, atau kasarnya "moron" atau idiot. Bank-bank sentral itu milik swasta, bahkan jika bank-bank itu menggunakan nama seperti "Federal Reserve Bank", tidak beda dengan merek "Federal Express" atau sepeda "Federal". Di Amerika sendiri bank sentral merupakan "konsorsium" dari 12 bank-bank milik swasta di 12 wilayah.

Soal kepemilikan bank sentral ini telah membuat publik Amerika "gempar" akhir-akhir ini. Pemikiran bahwa kekuasaan pencetakan uang dan penetapan nilainya dilakukan oleh lembaga swasta tentu jauh dari pemikiran warga negara Amerika. Konstitusi Amerika bahkan menegaskan bahwa kekuasaan itu ada di tangan lembaga legislatif Congress. Kalau pun Congress mengalihkan kekuasaannya itu, lembaga yang paling tepat tentu saja adalah pemerintah yang dipimpin presiden yang dipilih rakyat, sehingga pengawasan dan pertanggungjawabannya pun menjadi jelas. Namun dengan adanya bank sentral yang dimiliki swasta, pemerintah harus "meminjam" uang kepada swasta dan membayarkan bunga dari tiap sen yang dipinjam untuk membiayai pembangunan dan belanja pemerintah. Selanjutnya, untuk membayar beban bunga dan cicilannya itu pemerintah harus membebani rakyat dengan pajak pendapatan dan lain-lain (pajak pendapatan ditetapkan hanya beberapa bulan setelah ditetapkannya UU bank sentral tahun 1913, sebelumnya tidak dikenal di Amerika). Saat ini beban hutang pemerintah Amerika telah mencapai $15 triliun dengan beban bunganya saja setiap tahun mencapai ratusan miliar dollar atau setara ribuan triliun rupiah.

Untuk menjawab "kegemparan" itu, meski rakyat Amerika umumnya masih terlalu "idiot" untuk mengadakan revolusi seperti di Mesir, bank sentral Amerika baru-baru ini mengeluarkan keterangan resmi tentang hal itu:

"12 bank sentral regional yang didirikan oleh Congress sebagai operator dari sistem perbankan nasional, diorganisir sebagaimana perusahaan swasta -- yang mungkin menimbulkan pertanyaan tentang kepemilikannya. Sebagai contoh, bank sentral menerbitkan saham kepada bank-bank sentral anggota. Namun demikian memiliki saham di bank sentral tidak sama dengan kepemilikan di perusahaan-perusahaan swasta. Bank sentral tidak didirikan untuk mencari keuntungan, dan kepemilikan sejumlah saham, berdasarkan hukum, merupakan prasarat dari sistem kepemilikan bank sentral. Saham-saham tersebut tidak bisa diperjual belikan, atau dijadikan sebagai jaminan. Dan pembagian keuntungan, berdasar hukum ditetapkan sebesar 6% per-tahun".

Akhirnya bank sentral sendiri mengakui bahwa mereka adalah lembaga swasta meski bersembunyi di balik UU yang ditetapkan Congress. Bagaimana pun hal ini, dalam suatu sistem ketatanegaraan yang ideal, merupakan tindakan pengkhianatan yang dilakukan Congress, pemerintah dan bank sentral. Bagaimana mungkin sekelompok bankir diberi kewenangan mencetak uang, menetapkan nilai tukarnya, dan mengedarkannya ke masyarakat. Hal ini tentu saja membuat pemerintah, Congress dan negara berada di bawah kekuasaan para bankir. Para bankir pemilik bank sentral itu tentu saja bisa membuat negara makmur dengan mempermudah peredaran uang, namun juga bisa membuat negara hancur dalam sekejap dengan menarik peredaran uang melalui berbagai instrumen yang dimilikinya. Hal inilah yang terjadi dalam peristiwa "malayse" atau depresi besar tahun 1920-an hingga 1930-an dan berbagai krisis ekonomi lainnya.

Belum lagi jika dipertimbangkan aspek keadilan. Kewenangan mencetak uang dan menetapkan nilainya membuat para pemilik bank sentral itu secara otomatis menjadi orang-orang terkaya di dunia. Seperti sudah disebutkan, penghasilan bunga yang mereka terima mencapai angka yang tidak terbayangkan, dan terus bertambah dan menumpuk seiring berjalan waktu.

Dengan semua keuntungan itu, siapa yang cukup gila untuk menjual saham yang mereka miliki di bank sentral? Maka pernyataan bank sentral Amerika tentang "Saham-saham tersebut tidak bisa diperjual belikan" adalah tidak relevan lagi.

Lalu siapa pemilik sebenarnya konsorsium bank sentral Amerika? Lebih afdol lagi adalah siapa pemilik bank-bank sentral di berbagai belahan dunia?


Menurut sebuah artikel yang dimuat di majalah Newscientist, tentang sebuah studi terhadap lebih dari 40.000 perusahaan transnasional yang dilakukan oleh Institut Teknologi Federal Swiss di Zurich, ditemukan adanya satu kelompok inti dari bank-bank  besar dan perusahaan-perusahaan raksasa yang mendominasi sistem ekonomi di seluruh dunia. Studi itu menemukan kelompok inti itu terdiri dari hanya 147 perusahaan yang bahkan masih saling berkaitan kepemilikannya satu sama lain.

Sebagian besar perusahaan itu adalah bank-bank dan lembaga keuangan bukan bank. Berikut adalah daftar 25 perusahaan terbesar menurut studi tersebut.

1. Barclays plc
2. Capital Group Companies Inc
3. FMR Korporasi
4. AXA
5. State Street Corporation
6. JP Morgan Chase & Co
7. Hukum & General Group plc
8. Vanguard Group Inc
9. UBS AG
10. Merrill Lynch & Co Inc
11. Wellington Manajemen Co LLP
12. Deutsche Bank AG
13. Franklin Resources Inc
14. Credit Suisse Group
15. Walton Enterprises LLC
16. Bank of New York Mellon Corp
17. Natixis
18. Goldman Sachs Group Inc
19. T Rowe Price Group Inc
20. Legg Mason Inc
21. Morgan Stanley
22. Mitsubishi UFJ Financial Group Inc
23. Northern Trust Corporation
24. Société Générale
25. Bank of America Corporation

Para elit ultra-kaya sering bersembunyi di balik lapisan demi lapisan kepemilikan, tetapi kenyataannya adalah bahwa berkat hubungan kepemilikina yang saling terkait itu, elit global pada dasarnya mengontrol hampir seluruh perusahaan raksasa dunia. Jumlah kekayaan dan kekuasaan mereka sulit untuk digambarkan. Sayangnya, kelompok yang sama telah menjalani hal itu sejak masa yang sangat lama. Sebagaimana ditunjukkan oleh pidato yang menarik oleh Walikota New York John F. Hylan pada tahun 1922:

"Ancaman nyata dari Republik kita adalah pemerintah tak terlihat, yang seperti gurita raksasa dengan kaki-kaki berlendir membelit kota-kota, negara bagian, dan seluruh bangsa ini. Untuk tidak sekedar generalisasi belaka, saya katakan bahwa kepala dari gurita itu adalah kepentingan Rockefeller-Standar Oil dan sekelompok kecil bankir internasional. Mereka secara nyata mengendalikan pemerintah Amerika untuk tujuan mereka sendiri."

Mereka praktis mengontrol kedua partai Republik dan Demokrat, menulis platform politik, dan menentukan pejabat-pejabat tinggi yang sejalan dengan kepentingan bisnis korup mereka.

Mereka mengontrol mayoritas surat kabar dan majalah di negeri ini. Mereka menggunakan media-media itu untuk menekan pejabat-pejabat publik hingga menyerah pada kemauan mereka, atau mendepak mereka yang menolak kemauan mereka. Mereka beroperasi di balik layar yang diciptakan mereka dan menguasai semua pejabat publik, lembaga-lembaga legislatif, lembaga-lembaga pendidikan, pengadilan, dan semua lembaga yang dibuat untuk melindungi kepentingan publik.

Mereka menciptakan bank-bank sentral dan memanfaatkannya untuk menjebak pemerintahan negara-negara di dunia masuk dalam jeratan hutang yang tidak berujung. Hutang pemerintah adalah cara yang ampuh untuk merampok uang kita semua, mentransfernya ke pemerintah dan berakhir di kantong orang-orang super kaya."

Juga kecaman pedas yang dilakukan oleh anggota Kongres Louis T. McFadden yang disampaikan di hadapan sidang DPR AS pada tgl 10 Juni 1932:

"Bapak Ketua, di negara ini kita memiliki satu lembaga yang paling korup yang pernah dikenal di dunia. Saya merujuk kepada Bank Sentral (The Federal Reserve Bank) dan Dewan Gubernur Bank Sentral. Mereka telah menipu pemerintah dan seluruh rakyat Amerika untuk membayar hutang nasional yang tidak pernah bisa lunas. Mereka telah menghancurkan dan memiskinkan seluruh rakyat Amerika dan membangkrutkan pemerintah Amerika. Mereka melakukannya melalui aturan yang dibuat untuk memuluskan langkah mereka, melalui kejahatan administrasi yang dilakukan Dewan Gubernur, dan melalui praktik-praktik kotor manusia-manusia rakus yang mengawasinya."

Para pemilik saham dari 12 Bank Sentral Daerah yang membentuk bank sentral adalah para bankir swasta. Menurut penelitian terhadap kepemilikan bank-bank dan lembaga keuangan bukan bank di Wall Street, nama-nama yang sama muncul berulang-ulang dalam daftar kepemilikan bank-bank dan lembaga keuangan itu: Rockefeller, Rothschild, Warburg, Lazard, Schiff, dan juga beberapa keluarga bangsawan Eropa.

Namun orang-orang super kaya itu tidak hanya menguasai Amerika. Cara yang hampir sama juga diterapkan di seluruh dunia. Tujuan mereka adalah untuk menciptakan sebuah sistem keuangan global yang mereka kuasai.

Sejarahwan Georgetown University Prof. Carroll Quigley pernah menulis:

"Para penguasa kapitalisme memiliki tujuan yang lebih jauh lagi, tidak kurang dari menciptakan sistem keuangan global yang dikuasai para penguasa modal yang mendominasi sistem politik dan ekonomi dunia keseluruhan. Sistem ini harus dikontrol dengan model feudalis oleh bank-bank sentral yang bertindak bersama-sama sesuai dengan kesepakatan-kesepakatan rahasia yang dihasilkan melalui pertemuan-pertemuan dan konperensi-konperensi. Bentuk final dari sistem itu nantinya adalah Bank for International Settlements di Basle, Swiss, suatu bank swasta yang dimiliki dan dikendalikan oleh bank-bank sentral di dunia yang karenanya juga menjadi lembaga swasta."

Orang-orang super kaya juga memainkan peran utama dalam membangun lembaga-lembaga internasional penting lainnya seperti PBB, IMF, Bank Dunia dan WTO. Bahkan tanah untuk kantor pusat PBB di New York dibeli dan disumbangkan oleh John D. Rockefeller. Para bankir internasional pun sangat bangga disebut sebagai "internasionalis".

Para elit juga mendominasi sistem pendidikan di banyak negara seperti Amerika Serikat. Selama bertahun-tahun Yayasan Rockefeller dan organisasi elitis lainnya telah menggelontorkan sejumlah besar uang ke universitas-universitas elit "Ivy League". Saat ini Ivy League dianggap sebagai tolak ukur bagi semua perguruan tinggi dan universitas lain di Amerika.

Para elit juga mengarahkan sejumlah besar pengaruh melalui berbagai perkumpulan rahasia (Skull and Bones, Freemason dll), melalui beberapa lembaga think tank dan klub sosial (Council for Foreign Relation, Komisi Trilateral, Bilderberg Group, Bohemian Grove, Chatham House, Klub Roma, dll), dan melalui jaringan luas yayasan amal dan organisasi non-pemerintah (Rockefeller Foundation, Ford Foundation, WWF, (ICW?) dll).

Namun yang perlu menjadi perhatian penting adalah kekuatan media sebagai alat kekuasaan para elit. Mereka meliputi perusahaan surat kabar dan majalah, televisi, studio film, penerbit, label musik, situs internet, PH, dan sebagainnya. Mereka semua hanya dimiliki oleh 6 kelompok bisnis yaitu Time Warner, Walt Disney, Viacom, News Corp., CBS Corp., NBC Universal.

Mengingat fakta bahwa rata-rata manusia modern menghabiskan waktu berjam-jam setiap harinya duduk di depan televisi, atau menonton film dan membaca majalah, koran dan buku, maka pengaruh media massa begitu kuat dalam membentuk persepsi publik terhadap suatu hal atau masalah. Dan berikut adalah media-media raksasa global milik para elit dunia.

Pernahkah kita bertanya-tanya mengapa berbagai hal maupun masalah seperti tidak pernah berubah, tak peduli siapa yang menjadi presiden? Mengapa perang Afghanistan tetap berkecamuk meski Presiden Obama telah menggantikan George W. Bush, bahkan melebar menjadi Perang Pakistan? Mengapa penjara Guantanamo yang dikritik keras masyarakat internasional tetap beroperasi? Atau mengapa pemerintah Indonesia yang terus menerapkan kebijakan defisit APBN dan menutupinya dengan berhutang? Atau mengapa kelompok seperti Ikhwanul Muslimin yang berkuasa di Mesir atau Turki, yang awalnya didirikan untuk membebaskan Palestina, justru bergandengan mesra dengan Israel dan meninggalkan rakyat Palestina seperti orang menjauhi penyakit campak?

Tentu saja karena para super-kaya menguasai nyaris segalanya di dunia.

Jika Tommy Winata yang kekayaannya "hanya" beberapa milyar dolar saja bisa mengorganisir "konvensi" para pemimpin redaksi media-media massa se Indonesia (dengan ketuanya Pemimpin Redaksi Tempo yang kantornya pernah diacak-acak dan para wartawannya dipukuli anak buah Tommy), tentu apa yang bisa dilakukan para bankir internasional pemilik bank-bank raksasa dan bank-bank sentral dunia itu jauh lebih besar lagi: mengorganisir konvensi Partai Demokrat (Amerika), misalnya.



SUMBER:
"Who Runs The World? Solid Proof That A Core Group Of Wealthy Elitists Is Pulling The Strings"; Michael Synder; The Economic Collapse; 29 Januari 2013

"Do the Rothschilds Own all Central Banks?"; Anthony Migchels; henrymakow.com; 15 Juli 2013

Terkait Berita: