Pesan Rahbar

Home » » Sebab - Sebab Meletusnya Perang Shiffin dan Nahrawan, Inilah Sumber Jawabannya

Sebab - Sebab Meletusnya Perang Shiffin dan Nahrawan, Inilah Sumber Jawabannya

Written By Unknown on Friday 14 August 2015 | 05:19:00

IMAM ALI DI PERANGI DALAM PERANG SIFFIN

Membawa kisah Perang Siffin, mungkin ramai yang pernah mendengarnya.

Persolan yang timbul:
1. Sebab perang tersebut meletus
2. Apa hukum memerangi Khalifah yang sedia ada?
3. Apa yang membenarkan Muawiyah memerangi Imam Ali sebagai Khalifah yang sah?
4. Siapa di pihak yang benar dan siapa di pihak yang salah
5. Apa kesudahan dari kisah perang ini
6. Kemungkinan persoalan yang satu lagi perlu di fikirkan adalah pernahkan Rasul saw mengkabarkan kepada sahabat akan berlakunya Perang ini.

Perlu di fahami punca berlakunya perang Siffin adalah, Pada anggapan Mu`awiyah, Ali telah mencuaikan tanggungjawabnya melaksanakan hukuman qisas ke atas pembunuh-pembunuh Uthman. Dengan itu, beliau enggan untuk membai`ah Ali dan taat kepadanya kerana beliau berpendapat hukum qisas perlu ditegakkan sebelum khalifah dibai`ahkan. Pada masa yang sama beliau merupakan wali darah kerana kekeluargaannya dengan Uthman.

Kita lihat petikan petikan hadis yang mengisahkan trajedi Ammar bin Yasser yang terlibat dalam Perang Siffin.

1. Abu Ghadiyah, pembunuh Ammar bin Yaser,
ke Syurga atau ke Neraka?

Ibnu Taimiyyah bilang, sama-sama ke Syurga!!
Albani bilang, pembunuhnya ke Neraka!!

Dalam Perang Shiffin, Abu Ghadiyah berperang di pihak pemberontak bersama Muawiyah. Dia telah membunuh Ammar yang berperang di pihak Khalifah Amirul Mukminin Ali bin Abi Thalib as. Pembunuh dan mangsa bunuh kedua-duanya adalah sahabat Rasul saaw.

Menurut Ibnu Taimiyyah, Abu Ghadiyah masuk Syurga. Alasannya, kerana dia ahli Bai'ah Ridhwan. "Kami bersaksi, Ammar tempatnya di Syurga. Demikian juga bagi pembunuhnya, sekiranya ia ahli Bai'ah Ridhwan, baginya Syurga."*

Menurut Al-Albani, Abu Ghadiyah tempatnya di Neraka. "Tidak mungkin untuk mengatakan bahawa Abu Ghadiyah yang membunuh Ammar itu diganjari pahala akibat ia membunuh Ammar sedang ia berijtihad. Rasulullah saaw bersabda: "Pembunuh Ammar, di dalam Neraka." Sebetulnya harus dikatakan bahawa kaedah (ijtihad diganjari) itu benar, melainkan sekiranya dalil qath'ie menunjukkan sebaliknya, maka, hal itu dikecualikan dari kaedah umum, sebagaimana kes ini."**

Sumber:
*Minhajus Sunnah, 
**Ibnu Taimiyyah, Jilid 6, m/s 205.


2. Riwayat ini salah satunya disebutkan dalam Musnad Ahmad 2/161 no 6499:


حدثنا عبد الله حدثني أبي ثنا أبو معاوية ثنا الأعمش عن عبد الرحمن بن زياد عن عبد الله بن الحرث قال اني لأسير مع معاوية في منصرفه من صفين بينه وبين عمرو بن العاص قال فقال عبد الله بن عمرو بن العاصي يا أبت ما سمعت رسول الله صلى الله عليه و سلم يقول لعمار ويحك يا بن سمية تقتلك الفئة الباغية قال فقال عمرو لمعاوية ألا تسمع ما يقول هذا فقال معاوية لا تزال تأتينا بهنة أنحن قتلناه إنما قتله الذين جاؤوا به

Telah menceritakan kepada kami Abdullah yang berkata telah menceritakan kepadaku Ayahku yang berkata telah menceritakan kepada kami Abu Muawiyah yang berkata telah menceritakan kepada kami ‘Amasy dari Abdurrahman bin Ziyad dari Abdullah bin Harits yang berkata “Aku berjalan bersama Muawiyah sepulang dari Shiffin dan juga bersama Amru bin Ash. Abdullah bin Amru bin Ash berkata “wahai ayah tidakkah kau mendengar Rasulullah SAW berkata kepada Ammar “Kasihan engkau Ibnu Sumayyah, engkau akan dibunuh oleh kelompok pembangkang”. Amru berkata kepada Muawiyah “Tidakkah engkau dengar perkataannya”. Muawiyah berkata “Ia selalu bermasalah bagi kita, apakah kita yang membunuh Ammar?. Sesungguhnya yang membunuhnya adalah orang yang membawanya”. 

Syaikh Syuaib Al Arnauth dalam Syarh Musnad Ahmad tahqiqnya berkata tentang hadis ini “sanadnya shahih” . Begitu pula Syaikh Ahmad Syakir dalam Syarh Musnad Ahmad tahqiq Beliau juga menyatakan hadis ini shahih. Siapa sebenarnya orang dalam kelompok Muawiyah yang membunuh Ammar bin Yasir RA?.

Para ulama telah menyebutkan bahwa orang yang membunuh Ammar bin Yasir adalah Abu Ghadiyah Al Juhani dan tahukah anda siapa dia?. Para ulama menyebutnya sebagai Sahabat Nabi SAW.


Ibnu Hajar dalam Al Ishabah 7/311 no 10365 memuat biografi Abu Ghadiyah Al Juhani dan menyebutkan:


وقال الدوري عن بن معين أبو الغادية الجهني قاتل عمار له صحبة

Ad Dawri berkata dari Ibnu Ma’in “Abu Ghadiyah Al Juhani orang yang membunuh Ammar dan dia seorang Sahabat Nabi”.

Al Bukhari berkata dalam Tarikh Al Kabir juz 8 no 3557:
 

أبو غادية الجهني سمع النبي صلى الله عليه وسلم
 
Abu Ghadiyah Al Juhani mendengar langsung dari Nabi SAW.


Ibnu Abdil Barr dalam Al Isti’ab 4/1725 dan Ibnu Atsir dalam Usud Al Ghabah 5/534 juga mengatakan bahwa Abu Ghadiyah seorang sahabat Nabi yang membunuh Ammar bin Yasir RA. Adz Dzahabi dalam Tarikh Al Islam 4/135 menyebutkan biografi Abu Ghadiyah Al Juhani dan menyebutkan:


وقال الدار قطني وغيره هو قاتل عمار بن ياسر يوم صفين

Daruquthni dan yang lainnya berkata “Dia adalah orang yang membunuh Ammar bin Yasir pada perang Shiffin”.


Tahukah anda pahala apa yang akan didapat oleh orang yang membunuh Ammar?.  

Rasulullah SAW pernah bersabda:


قاتل عمار و سالبه في النار
 
Yang membunuh Ammar dan menjarah( harta)nya akan masuk neraka.
 
Hadis ini telah dinyatakan shahih oleh Syaikh Al Albani dalam Silsilah Ahadits As Shahihah no 2008 dan Shahih Jami’ As Shaghir no 4294. Jika memang para Ulama menyebut Abu Ghadiyah sebagai Sahabat Nabi SAW yang membunuh Ammar bin Yasir RA maka tidak salah untuk dikatakan bahwa perbuatan Abu Ghadiyah itu telah mengantarkannya ke neraka.

 

Peperangan

Perang Jamal (Nākitsin)
“Mereka (yang memulai perang Jamal) mengguntur seperti awan dan bersinar seperti kilat. Tetapi, walaupun adanya kedua hal ini, mereka menunjukkan sifat pengecut. Sedang kami tidak mengguntur sampai kami menyerbu musuh dan tidak pula kami menunjukkan mengalirnya (kata-kata) sampai kami benar-benar menghujani.”
Imam Ali, Nahj al-Balāghah, Khutbah 9
Perang Jamal adalah perang yang pertama kali terjadi antara Imam Ali As dan nākitsin (nākits bermakna orang-orang yang melanggar janji). Kelompok ini disebut sebagai nākitsin karena Thalhah dan Zubair serta pengikutnya dikarenakan pada mulanya berbaiat kepada Imam Ali As namun pada akhirnya mereka melanggar janji pada perang Jamal. [89]Perang ini terjadi pada bulan Jumadi Tsani tahun ke-36 H. [90] Thalhah dan Zubair yang pada awalnya menginginkan jabatan khalifah [91] dikarenakan gagal memperolehnya dan khalifah jatuh ke tangan Imam Ali As, maka kedua orang ini berharap bahwa mereka juga diberi jabatan dalam kekhalifahan di Basrah dan Kufah. Keduanya ingin pemerintahan di Basrah dan Kufah diberikan kepada mereka, namun Imam Ali As menilai bahwa keduanya tidak mempunyai kelayakan untuk menerima jabatan itu. [92]Oleh itu, walaupun mereka adalah orang yang terlibat dalam pembunuhan terhadap khalifah Usman, mereka menuntut balas atas darah Usman. [93] Demi memuluskan langkahnya, ia masuk ke dalam barisan Aisyah. Padahal Aisyah sendiri ketika Usman terkepung, tidak hanya tidak menolongnya, namun menilai orang-orang yang protes terhadap Umar dinilai sebagai orang-orang yang mencari kebenaran! Namun karena Aisyah mendengar bahwa masyarakat telah membaiat Imam Ali As, ia menggunakan isu pembunuhan tehadap Usman dan demi membalas darah atas pembunuh Usman. [94] Aisyah sangat menaruh benci dan dendam kepada Imam Ali As. Oleh karenanya ia bekerja sama dengan Thalhah dan Zubair. [95]Oleh itu, mereka membentuk pasukan 3000 orang dan bergerak menuju Basrah. [96] Dalam perang ini Aisyah naik unta bernama Askar dan oleh itu, perang ini dibut sebagai perang Jamal (unta). [97] Atas perintah Imam Ali As, Usman bin Hanif (Gubernur Basrah), berkewajiban untuk mengajak para pemberontak ke jalan yang benar dan jika mereka tidak menerima, supaya bertahan, sambil menunggu Imam Ali sampai (di Basrah). [98] Begitu Imam Ali As sampai Basrah, Imam Ali As memberi nasehat kepada para pelanggar janji dan berusaha untuk mencegah terjadinya perang. Namun usaha itu tidak membuahkan hasil dan mereka mengawali perang itu dengan membunuh salah seorang sahabat Imam Ali As. [99] Dalam perang Jamal, Zubair menyingkir dari pasukan itu sebelum perang dimulai karena adanya hadis dimana Imam Ali mengingatkannya akan sabda Nabi Muhammad Saw ketika pada suatu hari kepada Zubair bersabda, “Kamu akan berperang melawan Ali,” dan di luar Basrah ia dibunuh oleh Amru bin Jurmuz. [100] Pemberontak perang Jamal kalah setelah beberapa jam berperang dan setelah pasukannya banyak yang terbunuh. Dalam perang ini Thalhah tewas. [101] Setelah perang selesai, Aisyah dengan penghormatan yang baik kembali ke Madinah. [102]

Perang Shifin (Qāsithin)
Surat Imam Ali kepada Muawiyah
“Apa yang akan Anda lakukan apabila pakaian duniawi di mana Anda terbungkus ini disingkirkan dari Anda? Dunia menarik Anda dengan perhiasannya dan menipu Anda dengan kesenangannya. la memanggil Anda dan Anda menyambutnya. la menumpin Anda dan Anda mengikutinya. la memerintah Anda dan Anda menaatinya. Tak lama lagi pemberitahu akan memberitahukan kepada Anda tentang hal-hal yang terhadapnya tak akan ada perisai (untuk melindungi Anda).”
Imam Ali, Nahj al-Balāghah, Surat 10

Perang Shiffin adalah perang yang terjadi antara Imam Ali As dan Qāsithin (Muawiyah dan pasukannya) [103]pada bulan Shafar tahun 37 H. Perang ini terjadi di Syam, di dekat sungai Furat pada suatu daerah bernama Shifin. Perang ini selesai dengan suatu hikmah yang terjadi pada bulan Ramadhan 38 H. [104] Muawiyah, ketika Usman terkepung, walaupun ia dapat menolongnya, ia tidak melakukan tindakan apa pun dan bahkan ingin membawanya ke Damaskus sehingga di sana ia mengambil alih urusan Usman. Setelah Usman terbunuh, Muawiyah berusaha sedemikian sehingga menurut warga Syam bahwa Alilah yang membunuh Usman. Pada awal kekhlalifahannya, Imam Ali menulis surat agar Muawiyah membaiatnya. Muawiyah beralasan bahwa pembunuh Usman harus dibawa kehadapannya dan diserahkan kepadanya sehingga ia akan mengkisasnya. Agar Imam Ali As melakukan hal ini, ia akan membaiatnya. Imam Ali setelah menulis surat dan mengutus wakilnya untuk menemui Muawiyah, menggerakkan pasukannya menuju Syam karena mengetahui bahwa Muawiyah sudah dalam kondisi siaga untuk berperang. Muawiyah pun menggerakkan pasukannya. Kedua pasukan itu bertemu di daerah Shiffin. Imam Ali As berusaha sekuat tenaga untuk mencegah supaya perang tidak meletus. Oleh itu, Imam Ali As kembali menulis surat namun usaha itu tidak berhasil dan perang pun berkobar pada tahun 36 H. [105] Pada serangan yang terakhir, jika saja perang itu masih berlanjut, pasukan Imam Ali As yang akan menang. Muawiyah dengan berunding dengan Amr bin Ash dan memerintahkan untuk meletakkan beberapa al-Quran yang ada di perkemahan kemudian ditancapkan di ujung tombak dan untuk sementara waktu pasukan Ali As pergi dan mereka diajak untuk melaksanakan hukum dengan al-Quran (Hakamain Quran). Tipu daya ini berhasil dan sekelompok dari pasukan Ali As yang merupakan pembaca (qāri) al-Quran pergi ke hadapan Imam Ali As dan berkata, “Kami tidak sanggup untuk berperang melawan masyarakat dan apa-apa yang mereka katakan harus kita terima!” Walaupun Imam Ali As telah menjelaskan bahwa hal ini adalah sebuah makar yang diinginkan oleh pihak musuh sehingga mereka memenangkan peperangan ini, namun penjelasan Imam Ali tidak digubris. [106] Imam Ali As terpaksa menerima arbitrase al-Quran dan dengan tetap mengingatkan bahwa kami mengetahui jikalau kalian tidak bersama al-Quran. [107] Telah disepakati bahwa salah seorang dari kalangan pasukan Syam dan salah seorang dari pasukan Irak mengadakan perundingan dan memberikan pendapatnya terkait dengan al-Quran. Orang-orang memilih Amr bin Ash. Asy’ats dan Shumari, dua orang yang kemudian merupakan kelompok Khawarij mengusulkan Abu Musa Asy’ari. Namun Imam Ali mengusulkan Ibnu Abbas atau Malik Asytar meskipun tidak disetujui oleh Asy’ats dan pengikutnya dengan alasan Malik Astar lebih memilih perang dan Ibnu Abbas tidak diperbolehkan karena Amr bin Ash berasal dari Mesir oleh itu, pihak yang lain harus berasal dari Yaman. [108] Pada akhirnya, Amr bin Ash menipu Abu Musa Asy’ari dan arbitrase menguntungkan pihak Muawiyah. [109]

Perang Nahrawan
Peristiwa arbitrase pada Perang Shiffin berbuah dengan kritikan dan perlawanan sebagian pengikut Imam Ali As yang menyatakan mengapa Anda turut campur dalam urusan Tuhan. Padahal Imam Ali As semenjak awal sudah menentang hal ini dan mereka sendiri yang menginginkan adanya arbitrase. Pada akhirnya, mereka mengkafirkan dan melaknat Imam Ali As. [110] Kelompok ini yang dikenal dengan Māriqin atau Khawarij akhirnya membunuhi masyarakat. Abdullah bin Khabab yang merupakan ayah dari sahabat Rasulullah Saw terbunuh dan perut istrinya yang tengah hamil pun dirobek. [111]
Dengan demikian, Imam Ali As terpaksa memerangi mereka. Sebelumnya Imam Ali As mengajak Abdullah bin Abbas untuk melakukan pembicaraan dengan mereka namun tidak membuahkan hasil. Akhirnya Imam Ali As menemui mereka dan berdialog dengan mereka. Sangat banyak dari mereka yang menyesal namun banyak juga yang tetap dengan keyakinannya yang keliru itu. Akhirnya perangpun meletus dan dari pihak tersisa 9 orang sedangkan dari pasukan Imam Ali As 7 atau 9 orang terbunuh. [112]

Referensi:
  1. Jump up Zubaidi, jld, 3, hlm. 273.
  2. Jump up Thabari, jld. 4, hlm. 543.
  3. Jump up Nahj al-Balāgha, terjemahan Syahidi, hlm. 144-148.
  4. Jump up Thabari, jld. 4, hlm. 453.
  5. Jump up Nahj al-Balāghah , terjemah Sayid Ja’far Syahidi, khutbah 175, hlm. 180.
  6. Jump up Thabari, jld. 4, hlm. 3096, sesuai yang disampaikan oleh Syahidi, Ali az Zabāne Ali, hlm. 84-85.
  7. Jump up Thabari, jld. 4, hlm. 451 dan 544; jld. 5, hlm. 150; Syahidi, Ali az Zabāne Ali, hlm. 82-83 dan 108.
  8. Jump up Thabari, jld. 4, hlm. 454.
  9. Jump up Thabari, jld. 4, hlm. 507.
  10. Jump up Iskafi, jld 1, hlm. 6.
  11. Jump up Thabari, jld. 4, hlm. 511, Syahidi, Ali az Zabāne Ali, hlm. 104.
  12. Jump up Syahidi, Ali az Zabāne Ali, hlm. 104.
  13. Jump up Syahidi, Ali az Zabāne Ali, hlm. 108.
  14. Jump up Ibid.
  15. Jump up Jauhari, jld. 3, hlm. 1152.
  16. Jump up Ya’qubi, jld. 2, hlm. 188, Khalifah, hlm. 191.
  17. Jump up Talkhish dari Syahidi, Ali az Zabāne Ali, hlm. 113-121.
  18. Jump up Al-Mi’yār wa al Mawāzanah, hlm. 162, menukil dari Syahidi, Ali az Zabān Ali, hlm. 122.
  19. Jump up Ibnu Muzahim, hlm. 490.
  20. Jump up Ibnu A’tsam, jld. 3, hlm. 163.
  21. Jump up Syahidi, Ali az Zabāne Ali, hlm. 129.
  22. Jump up Al-Syahristani, Al Milal wa al Nihal, Riset oleh: Muhammad bin Fathullah Badran, Qahirah, Al-Thaba’ah al Tsaniyah, jld. 1, hlm. 106-107.
  23. Jump up Syahidi, Ali az Zabāne Ali, hlm. 132.
  24. Jump up Syahidi, Ali az Zabāne Ali, hlm. 133-134.

 
Pertanyaan:
Salam..Beberapa waktu lalu saya sempat liat-liat postingan terdahulu site Islam Quest. Di situ saya dapatkan sebuah artikel atas jawaban pertanyaan sebab-sebab meletusnya perang Jamal. Dapatkah Anda juga menyebutkan sebab-sebab meletusnya perang Shiffin demikian juga perang Nahrawan? Terima kasih..
 
Jawaban Global:
Faktor terpenting meletusnya perang Shiffin adalah penolakan Muawiyah untuk berbaiat kepada Baginda Ali As dengan dalih bahwa Baginda Ali As terlibat dalam kasus pembunuhan Usman. Tatkala perang nyaris berakhir dengan kemenangan sempurna Amirul Mukminin, dengan tipu-daya Amr bin Ash peperangan berakhir dan dengan peristiwa arbitrase (hakamain) yang mengharuskan Amirul Mukminin menarik diri dari beberapa keinginannya sementara waktu dan menghentikan peperangan karena desakan dan tuntutan kemaslahatan. 

Sebagian pasukan Amirul Mukminin As yang sangat berperan dalam mendesak Imam Ali As untuk mengehentikan perang, menyadari kesalahan mereka setelah beberapa waktu dan meminta Amirul Mukminin untuk melupakan perjanjian dengan Muawiyah. Karena Imam Ali As menolak untuk melakukan hal itu maka desakan ini yang menjadi cikal-bakal meletusnya perang Nahrawan. 
Jawaban Detil:
Ali As dalam masa singkat pemerintahannya yang berlangsung selama lima tahun melewati masa tersebut dengan tiga peperangan. Perang pertama yang dikenal sebagai perang Jamal berakhir dengan kemenangan beliau namun kemenangan dan penaklukan ini tidak berlangsung lama karena musuh lainnya seperti Muawiyah bin Abi Sufyan di Syam (Suriah), yang telah memerintah sebagai Gubernur Syam semenjak kekhalifahan Umar, telah lama menaruh perhatian untuk menjadi khalifah dan keinginan ini ia wujudkan hingga akhir usianya memerintah di tempat itu. 

Atas dasar ini, Imam Ali As, karena tugas berat dalam rangka memelihara umat Islam dari penyimpangan, mau-tak-mau harus menumpas rival licik dan para pengikutnya yang dikenal sebagai Qâsithin dalam lembaran sejarah. 

Ali As setelah pemilihannya sebagai khalifah di Madinah berada pada tataran menertibkan dan memersatukan umat Islam dengan menumpas api fitnah orang-orang Syam malah kini harus berhadapan dengan fitnah perang Jamal di Basrah buntut dari pengusiran wakil Imam Ali As di Basrah dan membuat kerusuhan di kota tersebut oleh para pelanggar Baiat. Karena itu, Imam Ali harus melupakan dulu untuk menindak lanjuti keputusan pertamanya dan memutuskan bertolak menuju Basrah. Sebab pengambilan keputusan untuk menumpas api fitnah dengan bergerak ke arah Syam adalah karena Muawiyah dalam jawaban suratnya ke Baginda Ali As tidak hanya mau turut kepada baiat kepada Baginda Ali As malah sebagaimana orang-orang Jamal, Ali As dituding sebagai orang yang terlibat dalam pembunuh Usman. Muawiyah menjadikan keinginannya menuntut darah dari para pembunuh Usman sebagai dalih dan alasannya mengangkat senjata melawan Amirul Mukminin Ali As.[1]
 
Kiranya kita perlu mencermati masalah ini bahwa masalah menuntut darah pembunuhan Usman bagi setiap penjahat telah berubah menjadi dalih dan alasan untuk menyebarkan fitnah. Dan anehnya orang-orang yang terlibat dalam pembunuhan Usman telah berganti peran dan muncul sebagai orang-orang yang menuntut darah Usman. Mereka menuding orang lain sebagai dalang dari pembunuhan ini yang sama sekali tidak ada sangkut pautnya dalam pembunuhan Usman bahkan telah menunjukkan itikad baik kepadanya dengan memberikan wejangan dan nasihat kepadanya. Tatkala rumah Usman dikepung, Imam Hasanlah yang mengirimkan air ke rumah Usman untuk memenuhi persediaan air di rumahnya.[2]

Menanggapi tudingan Muawiyah, Amirul Mukminin Ali As membantah surat Muwaiyah dengan menulis, “Baiatku adalah baiat yang bersifat umum. Dan mencakup seluruh kaum Muslimin baik mereka yang hadir di Madinah tatkala memberikan baiat atau mereka yang berada di Basrah, Syam dan kota-kota lainnya. Dan engkau mengira bahwa dengan melemparkan tuduhan sebagai orang yang terlibat dalam pembunuhan Usman maka engkau dapat menolak untuk berbaiat kepadaku. Dan semua orang tahu bahwa bukan aku yang membunuhnya sehingga aku harus mendapatkan qishas dari perbuatan tersebut. Pewaris Usman lebih layak menuntut darahnya darimu. Engkaulah di antara orang-orang yang menentangnya dan pada masa itu ia meminta pertolongan darimu namun engkau tidak menolongnya sehingga ia terbunuh.”[3] 

Ali As dalam banyak hal memberikan penyuluhan dan pencerahan kepada umat ihwal kelicikan dan kelihaian Muawiyah.
Untuk telaah lebih jauh kami persilahkan Anda untuk merujuk pada kitab-kitab yang memberikan ulasan atas kitab Nahj al-Balaghah dan kitab-kitab yang telah ditulis dalam masalah ini.
Kelompok ketiga yang diperangi oleh Baginda Ali As adalah kaum Khawarij. Mereka adalah kelompok yang tadinya bersama Baginda Ali As pada perang Shiffin. Karena penentangan mereka terhadap Amirul Mukminin pada peristiwa arbitrase mereka berpisah darinnya dan keluar dari ketaatan kepada Baginda Ali As karena mereka keluar (khurûj) memerangi Amirul Mukminin Ali As. Karena itu mereka juga disebut sebagai Mâriqin


Untuk telaah lebih jauh tentang sebab-sebab meletusnya perang Nahrawan (perang melawan Khawarij) kami persilahkan Anda untuk merujuk pada Pertanyaan 7299 (Site: 7555), Indeks: Ali dan Keraguan untuk Menumpas Api Fitnah Muawiyah dan Penyimpangan Khawarij dan Pertanyaan No. 1587 (Site: 2440), Kekafiran Muawiyah dan Perdamaian Imam Hasan.


Referensi:
[1] . Ibnu Abi al-Hadid, Syarh Nahj al-Balâghah, jil. 3, hal. 88, Kitab Khaneh Ayatullah Mar’asyi, Qum, 1404 H.
[2]. Muhammad bin Muhammad Mufid, al-Fushûl al-Mukhtâra, hal. 228, Kongre Syaikh Mufid, Qum, 1413 H.  
[3]. Syarh Nahj al-Balâghah, jil. 3, hal. 89.  


Perpecahan, Sumber Bencana Sosial 


Kepercayaan pada Tauhid adalah satu dari sekian prinsip utama Islam, bahkan prinsip utama bagi seluruh agama. Keyakinan terhadap Tauhid ini merupakan hal fitriah; akarnya terdapat dalam diri manusia. Bahkan menurut keyakinan kami, Tauhid mendominasi semua alam wujud. Tanpa kepercayaan pada monoteisme, maka atom, molekul, sel-sel, benda-benda mati, tumbuh-tumbuhan dan hewan, bintang-bintang, tata surya, galaksi, langit dan alam semesta tidak akan ada. Kehidupan, evolusi dan keteraturan akan menemukan konsep dan maknanya dalam pandangan dunia monoteisme. Kesempurnaan manusia tidak akan berhenti pada batas apa pun dan masyarakat manusia akan sampai pada derajat tinggi kesempurnaan sosial dengan persatuan, kegigihan, semangat dan optimisme. 

Dalam pandangan dunia monoteisme, seluruh alam semesta merupakan ciptaan Allah Swt. yang terpelihara dengan ijin dan kehendak-Nya, dimana kehidupan alam semesta beserta isinya ini akan hancur jika tanpa ijin dan pertolongan Allah Swt. Jelas, efek kuat dari ideologi monoteisme ialah persatuan. Dan manusia merupakan satu-satunya keberadaan yang hidup bermasyarakat sejak awal diciptakan. Mengarah kepada kesempurnaan secara bertahap adalah ciri manusia, dan semakin masyarakat manusia lebih cepat melangkah ke arah kesempurnaan semakin tinggi pula tingkat keyakinannya kepada Tauhid, juga semakin kuat kecendrungannya kepada persatuan dan kemasyarakatan.

Misalnya, Imam Khumaini ra. mengatakan, “Apabila para nabi berkumpul dalam satu tempat atau zaman, maka tidak akan terjadi perselisihan apa pun di antara mereka.” Ini dikukuhkan oleh Al-Quran, “Tidak ada perselisihan di antara para nabi”(QS. Al-Baqarah [2]: 136). Persatuan dapat disaksikan secara jelas pada setiap unsur alam semesta ini; seluruh alam bergerak menuju satu tujuan dengan kerjasama yang sempurna di bawah satu sistem, satu akal (keberadaan) dan satu pengawas. Keteraturan dan pengawasan ini juga mendominasi tubuh manusia. 

Bukan saja tidak terdapat perbedaan dan konflik di antara sel-sel yang paling signifikan dan unik seperti otak hingga satu helai rambut dan kuku, bahkan mereka patuh pada satu nyawa yang mendominasi setiap sel-sel tubuh dengan tetap memelihara mata rantai struktur masing-masing sel. Seluruh sel atau anggota tubuh berusaha senantiasa bersambung dengan nyawa demi kelangsungan hidupnya, sebab mereka percaya bahwa tanpa keterkaitan satu dengan lainnya akan menjadi nanah rusak, infeksi atau serbuk yang bertebaran diterpa angin dan akan hancur. 

Dalam perspektif monoteisme, prosedur dan mekanisme ini harus mengatur masyarakat dimana batasan dan semua segmen non-monoteistik akan runtuh dan masyarakat akan bergerak di bawah satu perintah dan kehendak. Berdasarkan keyakinan monoteistik, dunia dan akhirat adalah sama. Dunia merupakan sebuah lokasi geografis, begitu pula dengan akhirat. Barangsiapa yang berfikir pendek, yakni berfikir untuk kepentingan diri saja, berpandangan negatif, serakah dan egois, maka itulah visi duniawi. Sebaliknya, orang yang mementingkan tujuan yang lebih besar ketimbang kepentingan pribadi, keegoan dan keakuan, maka inilah visi ukhrawi. Karena itu, dalam konteks ini, setiap kelompok masyarakat dengan berbagai macam pekerjaan, bahkan tidurnya, dicatat sebagai ibadah.
Dalam perspektif monoteisme, masyarakat merupakan umat yang satu dimana seluruh individu diarahkan oleh satu sumber. Dalam Al-Quran dikatakan, “Sesungguhnya umatmu adalah umat yang satu dan Aku adalah Tuhanmu, maka sembahlah Aku” QS. (Al-Mukminun [23]: 52). Pandangan dunia ini menanamkan benih kejujuran dan persatuan dalam hati dan akal serta membersihkan manusia dari keakuan, penyimpangan dan perpecahan. 
Dalam sistem monoteisme, persatuan merupakan sebuah prinsip dimana Al-Quran sebagai promotor sistem tersebut yang sangat menentang adanya perpecahan dalam suatu masyarakat. Berdasarkan Al-Quran tugas terpenting bagi para nabi ialah menciptakan persatuan dan keseragaman di tengah umat, sebab hal ini merupakan kehendak Allah Swt. dan sebagai pondasi penciptaan alam semesta.
Al-Quran menjelaskan dalam ayatnya, “Dan berpegang teguhlah kalian dengan tali Allah Swt dan janganlah kalian berpecah belah” (QS. Al Imran [3]: 103). Faktor perpecahan, kemunafikan dan perselisihan adalah menyimpang dari jalan Allah Swt yang lurus. Dalam ayat dinyatakan, “(Hal-hal yang Kuperintahkan) ini adalah jalan-Ku yang lurus, maka ikutilah jalan itu, dan janganlah kamu mengikuti jalan-jalan (yang lain), karena jalan-jalan itu dapat mencerai-beraikanmu dari jalan-Nya”(QS. Al-An`am: [6] 153). Juga dijelaskan bahwa berbagai ayat Al-Quran dengan argumentasi yang kokoh mengajak masyarakat kepada persatuan dan mencegah timbulnya perselisihan dan pertikaian darinya. 

Al-Quran dalam banyak hal mengajak kaum Muslimin untuk menelaah kisah-kisah nasib umat yang bertikai hingga mereka diganjar dengan siksaan yang sangat pedih. Akibat dari perpecahan, perselisihan dan pengkotakan adalah kehinaan. Rasulullah Saw. di akhir usianya yang penuh berkah berkali-kali mengingatkan akan bahaya perselisihan dan perpecahan. Beliau menegaskan bahwa bahaya yang paling besar ialah perselisihan dan perpecahan di tengah umat. Beliau sangat mengkhawatirkan atas terjadinya perselisihan dan perpecahan tersebut, sebab hal ini lebih berbahaya dari keberadaan orang-orang kafir dan hiruk-pikuk perang eksternal. Perselisihan dan kemunafikan akan berakibat pada kehinaan secara langsung. Kita menyaksikan bangsa-bangsa yang menjadi hina karena perselisihan dan kemunafikan dalam sepanjang sejarah kehidupan manusia. Kita melihat bagaimana pilar-pilar kekuatan dan solidaritas bangsa-bangsa yang dihancurkan oleh kapak perpecahan, negara-negara mereka menjadi jajahan negara-negara kolonial, arogan dan tiran. Ini semua merupakan hukuman sosial yang dahsyat. 

Perselisihan dan perpecahan di antara umat begitu fatal dan membinasakan, sampai-sampai Imam Ali bin Abi Thalib as. dengan segala keagungan, keperkasaan dan keilmuannya, baik dalam logika maupun naqli, harus berdiam diri selama dua puluh lima tahun demi membuktikan kebenaran dirinya sebagai pengganti Rasulullah Saw. yang ditetapkan oleh Allah Swt. Begitu pula dengan kondisi Imam Hasan Al-Mujtaba as. yang terpaksa harus berdamai dengan Mu`awiyah. Tentu saja, orang-orang yang telah dihancurkan oleh godam perselisihan dan perpecahan berada dalam kekuasaan nafsu, kesombongan, iblis, dan di luar wilayah tauhid dan Allah Swt. Dalam kondisi perselisihan seperti inilah tugas orang-orang monoteisme, mukmin dan yang berpegang dengan Al-Quran sangatlah berat dan menentukan.
Dalam ayat, “Hai orang-orang yang beriman, bersabarlah kamu dan kuatkanlah kesabaranmu, dan tetaplah bersiap siaga (di perbatasan negerimu) dan bertakwalah kepada Allah supaya kamu beruntung” (QS. Al Imran [3]: 200), Allamah Thabathaba’i menjelaskan tema-tema penting secara detail dalam tafsirnya, Al-Mîzân fî Tafsîr Al-Qur’ân. Seperti penjelasan yang beliau tulis bahwa kata-kata perintah yang terdapat dalam ayat ini adalah mutlak. Arti “صبر” pada ayat ini meliputi kesabaran-kesabaran individu, sedangkan kata “صابروا” yang bentuk asal katanya adalah “مصابره” bermakna kesabaran sosial. Jelas bahwa kesabaran sosial dari sisi kekuatan dan dampaknya melebihi kesabaran individu. Dalam wahana dan kerjasama sosial, kekuatan-kekuatan individu tergabung satu dengan lainnya dan akan menciptakan sebuah kekuatan besar. Makna kata “رابطوا” ialah manusia dalam segala kondisi hendaklah menata kekuatan spiritualnya dan meletakkan seluruh urusan kehidupan dirinya dalam koridor gotong royong dan kerjasama sosial, sebab kebahagiaan yang sempurna jelas tidak akan diraih kecuali dengan kerjasama sosial ini. 

Dengan penafsiran ini, maka kerjasama, kebersamaan, persatuan dan kesepakatan merupakan tugas sosial kaum Muslimin dan kemenangan serta kesuksesan akan diraih dengan bersatunya seluruh kekuatan. Dalam riwayat lain disebutkan bahwa orang-orang yang beragam bertugas agar senantiasa mendendangkan instrumen persatuan, persahabatan dan empati, bukan menabuh genderang permusuhan dan simfoni perpecahan. Dalam seluruh ayat-ayat Al-Quran yang tersirat di dalamnya perintah untuk persatuan dan mencela terjadinya perselisihan dan perpecahan, terdapat poin sublim yang harus diperhatikan. Dan bisa jadi itulah yang menjadi sebab utama terjadinya segala pertikaian sosial dan politik dalam tubuh masyarakat Islam.

Apakah faktor perselisihan besar yang terjadi di awal era Islam pasca wafat Rasulullah Saw.? Apa sumber terjadinya peperangan seperti: Jamal, Shiffin dan Nahrawan? Apa titik kelemahan yang mengakibatkan kemunduran kaum Muslimin di sepanjang pasang surutnya sejarah? Tafsir tentang ayat-ayat yang mengajak kepada persatuan dari para Imam Makshum sangat unik dan menarik kiranya untuk dicermati. 

Allamah Thabathaba’i dalam menafsirkan ayat terakhir dari surah Al Imran, tepatnya berkenaan dengan kata “رابطوا” dari penjelasan Imam Shadiq as., menulis bahwa arti kata رابطوا ialah jalinlah hubungan dengan para pemimpin kalian dan, dalam hadis lain, bermakna hendaklah kalian bersama para pemimpin kalian. Dalam tafsir Nemuneh disebutkan dari Imam Bagir as. bahwa yang dimaksud dengan ayat “Berpegangteguhlah pada tali Allah”, tali Allah di sini adalah Ahlul Bait as. Persatuan dan keseragaman masyarakat Islam pada zaman Rasulullah Saw. bertumpu pada dua subjek berikut:
Pertama, kelembutan dan kasih sayang Rasulullaw Saw. kepada masyarakat sebagaimana yang tertera dalam ayat, “Dan sekiranya kamu bersikap keras lagi berhati kasar, tentulah mereka menjauhkan diri dari sekelilingmu” (QS. Al Imran [3]: 159). 
Kedua, ketaatan mutlak kaum Muslimin kepada Rasulullah Saw.
Maka, yang diharapkan pada saat ini ialah bahwa orang-orang yang mengaku sebagai para pengikut kepemimpinan Wali Faqih, hendaklah tindakan, perilaku, ucapan dan pengambilan sikap mereka berdasarkan prinsip ini. Apakah orang-orang yang mengambil tindakan yang mendahului instruksi Rahbar dalam persoalan pertikaian dan konflik sosial dan meninggikan suara di atas suara pemimpinnya sudah berada di jalur Wilayatul Faqih? Apakah mereka telah menjalankan tugas dengan benar sebagaimana tugas yang tersirat dari makna kata “رابطوا”? Apakah mereka telah berpegang teguh dengan “tali Allah”? Sebenarnya penekanan Al-Quran ini ditujukan kepada siapa?
Bertolak dari ayat Al-Quran, “Janganlah kalian mendahului Allah dan Rasul-Nya … dan janganlah kalian meninggikan suara kalian di atas suara Nabi”, kita percaya bahwa kepemimpinan Wali Faqih adalah kepanjangan dari kepemimpinan Rasulullah Saw. itu sendiri. Apakah pada zaman sekarang, orang-orang yang tidak menjalankan tuntunan Al-Quran disebut sebagai pengikut Wilayatul Faqih?
Dalam tafsir Nemuneh di bawah ayat di atas, dikemukakan, “Apabila orang-orang yang berada di bawah manajemen dan kepemimpinan seorang pemimpin selayak siapa pun berbuat sewenang-wenang, maka tugas-tugas akan menjadi berantakan. Betapa banyak kegagalan dan kekalahan yang dialami kaum Muslimin akibat dari perilaku tersebut. Begitu luasnya konsep ayat tersebut hingga meliputi segala macam bentuk transposisi, tindakan sewenang-wenang yang keluar dari instruksi sang pemimpin.” 

Apakah perintah Al-Quran ini juga masih berlaku pada zaman kita? Allah Swt berfirman, “Sesungguhnya orang-orang mukmin adalah bersaudara, karena itu damaikanlah antara kedua saudaramu dan bertakwalah kepada Allah supaya kamu mendapat rahmat” (QS. Hujurat []: 10). 

Apakah sekarang kita sudah menjalankan tugas-tugas sosial ini? 
Mengingat situasi sosial dan kondisi dunia, khususnya kondisi di Timur Tengah saat ini, adalah hal yang sangat urgen agar kita menjalankan perintah Al-Quran sebagaimana dalam ayat, “Dan taatlah kepada Allah dan rasul-Nya dan janganlah kamu berbantah-bantahan, yang menyebabkan kamu menjadi gentar dan hilang kekuatanmu, dan bersabarlah. Sesungguhnya Allah beserta orang-orang yang sabar” (QS. Al-Anfal [8]: 46). Jika tidak demikian, maka berdasarkan hukum Ilahi, akan sirna semua kemuliaan, kemandirian dan kebesaran yang telah dihadiahkan Imam Khumaini dan para syuhada Revolusi Islam kepada kita. Oleh karenanya, kita semua harus mematuhi pesan-pesan al-Quran dan semua ini merupakan tanggung jawab kita semua sebagai umat Islam.

(Umat-Yang-Satu/Islam-Quest/Jalan-Itrah/Wiki-Shia/ABNS)
Share this post :

Post a Comment

mohon gunakan email

Terkait Berita: