Raja Jordania Abdullah II sangat murka ketika mengetahui Negara Islam Irak dan Suriah (ISIS) dengan brutal membunuh pilot muda neger itu Maaz al-Kassasbeh yang videonya kemudian disebar beberapa hari lalu.
Saat video ekskusi brutal Al-Kassasbeh beredar, Raja Abdullah sedang melakukan kunjungan kerja ke salah satu sekutu terdekatnya, Amerika Serikat.
Begitu mendengar kabar duka ini, Abdullah mempersingkat kunjungannya di AS dan kembali ke negaranya. Setibanya di Jordania, Abdullah menyempatkan diri menyampaikan bela sungkawa langsung kepada keluarga Al-Kassasbeh.
Selain itu, Abdullah yang nampaknya benar-benar murka langsung memerintahkan angkatan udaranya melakukan serangan balasan terhadap ISIS. Sejak Kamis lalu, kini setiap hari jet-jet tempur Jordania menghantam ISIS di wilayah Suriah yang didudukinya.
Di mata sejumlah pengamat Raja Abdullah yang baru merayakan ulang tahunnya ke-53 pada 30 Januari lalu melakukan respon yang sangat tepat.
"Raja Abdullah sanga realistis saat menghadapi krisis," kata Mohammad Abu Rummaneh, seorang peneliti di Pusat Studi Strategis Universitas Jordania.
Robert Danin, peneliti senior di lembaga Dewan Studi Timur Tengah untuk Hubungan Luar Negeri, sepakat dengan pendapat Abu Rummaneh.
"Raja Abdullah selalu memandang masalah ISIS dengan pemikiran jernih. Dia menganggap ISIS sebagai ancaman baik untuk Jordania maupun kawasan Timur Tengah," ujar Danin.
"Raja Abdullah sangat cepat dalam bertindak. Pertama dia memerintahkan eksekusi dua terpidana teroris lalu meningkatkan kampanye militer melawan ISIS," tambah Danin.
Latar belakang militer
The Royal Hashemite Court/Instagram Raja Abdullah II saat berbicara dengan sejumlah pejabat militer dalam sebuah latihan. Raja Abdullah memiliki lisensi menerbangkan helikopter tempur Cobra dan pernah menjadi komandan pasukan khusus Jordania.
Cepatnya Raja Abdullah mengambil keputusan untuk meningkatkan serangan terhadap ISIS tak lama setelah kematian Al-Kassasbeh bisa dipahami karena Abdullah dikenal memiliki latar belakang militer yang kental.
Di masa mudanya, Abdullah, seperti halnya sang ayah, mendapat pendidikan di Akademi Militer Sandhurst, Inggris yang bergengsi. Dia juga mendapatkan "lisensi" menerbangkan helikopter tempur Cobra.
Tak hanya itu, Abdullah adalah komandan pasukan khusus Jordania sebelum kemudian menjadi raja menggantikan ayahnya, Raja Hussein, yang wafat pada 1999.
Di sisi politik, posisi Abdullah juga sangat kuat. Konstitusi negeri itu memb uat Abdullah benar-benar mengendalikan semua sendi pemerintahan. Dia bisa membentuk dan membubarkan pemerintahan bahkan dalam titik tertentu juga bisa membubarkan parlemen.
Abdullah juga memelihara hubungan baik dengan suku-suku yang menjadi tulang punggung keutuhan kerajaan tersebut.
Di sisi lain, Abdullah menikahi Ratu Rania (44), seorang perempuan Kuwait kelahiran Palestina. Hal ini menjadi penting karena hampir separuh dari tujuh juta penduduk Jordania memiliki darah Palestina.
Sosok Abdullah yang dihormati di kalangan militer sekaligus disegani para politisi menjadi sangat relevan karena Jordania, menurut Abdullah, adalah sebuah negeri yang terjepit di antara "karang dan tempat yang keras", yang merujuk lokasi antara Irak dan Tepi Barat yang diduduki Israel.
(Kompas/Shabestan/ABNS)
Post a Comment
mohon gunakan email