Pesan Rahbar

Home » » Iran Serukan Pembentukan Komite Kebenaran untuk Selidiki Tragedi Mina

Iran Serukan Pembentukan Komite Kebenaran untuk Selidiki Tragedi Mina

Written By Unknown on Saturday 26 September 2015 | 04:52:00

Mansour Haghighatpour wakil presiden Iran di Parlemen

Menurutnya, "pendekatan yang diadopsi harus mengarah untuk memperkenalkan bahwa Mekkah dan Madinah sebagai zona bebas Islam untuk memberikan kenyamanan dan keamanan bagi semua Muslim selama ritual haji."

Wakil presiden di Parlemen untuk Komisi Keamanan Nasional dan Komisi Kebijakan Luar Negeri menyerukan pembentukan Komite Kebenaran untuk menyelidiki insiden haji di Mina, Jumat, 25/09/15.

Mansour Haghighatpour, menyatakan, insiden seperti yang terjadi di Mina saat ini membuktikan bahwa pemerintah Saudi tidak memiliki efisiensi dan kualifikasi untuk menjalankan tempat paling suci dunia Muslimin.

"Hal ini diperlukan untuk menemukan solusi baru dalam mengelola ritual haji, dan langkah pertama akan membentuk Komite Kebenaran atas nama semua negara-negara Islam untuk memeriksa dimensi peristiwa yang mematikan," katanya.

Ditegaskannya, Komite ini juga harus mempertimbangkan isu-isu seperti faktor kesengajaan atau tidak dari insiden tersebut.

Menurutnya, "pendekatan yang diadopsi harus mengarah untuk memperkenalkan bahwa Mekkah dan Madinah sebagai zona bebas Islam untuk memberikan kenyamanan dan keamanan bagi semua Muslim selama ritual haji."

Haghighatpour juga mendesak masyarakat hukum internasional untuk menindaklanjuti kasus tersebut dan melindungi kehidupan umat Islam di Arab Saudi.

Berbagai kritikan diarahkan kepada pemerintah Arab Saudi yang dianggap lalai sehingga terjadi tragedi Mina yang merenggut ribuan nyawa. Saudi diminta mencari solusi yang tepat untuk menangani banyaknya jamaah di Mina, setiap musim haji.

Seperti dilansir New York Times, Jumat (25/9/2015), Direktur Eksekutif Yayasan Penelitian Warisan Islam, Irfan al-Alawi yang juga dikenal sebagai pengkritik keras otoritas Saudi menyebut insiden ini merupakan dampak dari buruknya pengelolaan otoritas Saudi. Terlebih melihat insiden serupa pernah terjadi beberapa kali sebelumnya.

Pada tahun 1990 lalu, sedikitnya 1.426 orang meninggal dalam insiden desak-desakan dan saling injak di Mina. Insiden terbaru yang terjadi pada Kamis (24/9) waktu setempat, tercatat sebagai insiden paling parah dalam 25 tahun terakhir di Saudi.

Kritikan lain datang dari arsitek kelahiran Makkah, Sami Angawi, yang juga dikenal sebagai cendekiawan, yang beberapa dekade terakhir sibuk mempelajari aktivitas haji di Saudi. Angawi menyebut otoritas Saudi menghadapi tantangan logistik terbesar dalam menyambut banyak jamah haji yang bergerak dari satu lokasi ke lokasi lain, dalam jangka waktu tertentu.

Ada sekitar 2 juta jemaah haji dari 180 negara yang menjalankan ibadah haji tahun ini. Menurut Angawi, para jemaah haji ini sangat beragam dan kurangnya bahasa yang umum semakin menambah tantangan bagi otoritas Saudi.

"Dengan jumlah (jamaah haji) sebanyak ini dan segala keragaman yang ada, sangat sulit untuk berkomunikasi dan memberikan orientasi," sebutnya.

Angawi mengkritik keras upaya otoritas Saudi yang memilih untuk terus membangun demi mengatasi masalah di Mina, bukannya meningkatkan kemampuan dalam pengendalian massa.

"Ada banyak uang yang dikeluarkan, tapi solusinya bukan membangun lebih banyak jalan atau jembatan. Melainkan, bagaimana untuk mengatur pengelolaan massa, yang mengalir dari satu area ke area lainnya," tegasnya.

Kritikan lebih keras dilontarkan pakar antropologi dari London School of Economics, Dr Madawi al-Rasheed yang menuding keluarga Kerajaan Saudi mengambil banyak keuntungan dari proyek pengembangan di Makkah dan Madinah.

"Renovasi dan perluasan dilakukan dengan dalih menciptakan ruang lebih besar untuk jemaah haji, tapi sebenarnya hanya kedok untuk menguasai lahan dan banyak uang didapat oleh pangeran-pangeran dan pejabat Saudi lainnya. Tidak ada tanggung jawab," tudingnya.

(Islam-Times/ONH/ASS/ABNS)
Share this post :

Post a Comment

mohon gunakan email

Terkait Berita: