Direktur Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Universalia (YLBHU), Hertasning Ichlas (Tengah) (Foto: ylbhu.org)
Direktur Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Universalia (YLBHU), Hertasning Ichlas menilai penggusuran paksa yang dilakukan pemerintahan Gubernur Ahok selama ini sebagai pemiskinan warga DKI Jakarta sekaligus penindasan.
Menurutnya, dalam kajian socio-legal dan antropologi, perubahan lanskap mempengaruhi perubahan mobilitas livelihood dan survival mode of living manusia.
“Korban penggusuran pindah ke tempat bagus sekalipun tapi fundamental ekonominya tidak berubah, ya itu pemiskinan sekaligus penindasan. Gubernur Ahok perlu mendengar lebih banyak soal itu,” kata laki-laki yang biasa dipanggil Herta kepada Satu Islam, Rabu 13 April 2016.
Ia menilai Ahok tak bisa mendikte warga DKI secara sepihak atas persepsinya sendiri mana yang lebih baik, lebih manusiawi dan tidak kumuh. Pendiktean itu pun tidak menghalalkan pemerintah mengirim pasukan buser, buldozer, tentara dan senjata.
“Kampung seperti apa yang lebih baik dan manusiawi biarlah hasil rumusan dua arah karena standar kemanusiaan pendikte juga layak dipertanyakan jika kita sepakat kemanusiaan bukan hanya soal ukuran gaya hidup,” terangnya.
Ia melanjutkan, menolak penggusuran paksa dengan buldozer, dan pasukan bersenjata yang melukai martabat tidak berarti ingin melanggengkan kemiskinan. Sama halnya mengirim korban penggusuran ke rusun tak berarti telah pasti memanusiakan dan membuat mereka sejahtera.
“Itu jenis keyakinan yang arogan,” tegasnya.
Senada dengan Herta, Direktur Lembaga Bantuan Hukum Jakarta Alghiffari Aqsa mengatakan penggusuran paksa yang dilakukan pemerintah DKI sebagai pelanggaran berat HAM, selain genosida dan kejahatan terhadap kemanusiaan.
Penggusuran paksa menyebabkan orang menjadi tunawisma, kehilangan rasa aman, terisolasi dari komunitasnya, kerugian ekonomi, materi, psikologis, bahkan hilangnya nyawa manusia.
Menurutnya, sesuai Konferensi Pemukiman Manusia Perserikatan Bangsa-Bangsa, komunitas internasional telah mengakui penggusuran paksa sebagai persoalan serius.
Dari catatan lembaganya, Alghiffari menyebutkan Ahok telah melakukan penggusuran paksa sebanyak 113 kasus sepanjang 2015. Penggusuran itu merugikan 8315 kepala keluarga dan 6000 unit usaha. Sementara, data penggusuran tahun 2016 ini belum bisa dirilis LBH.
Dari jumlah tersebut, kata Alkhiffari sebanyak 84 persen penggusuran dilakukan secara sepihak. Sedangkan 76 persen penggusuran paksa dilakukan tanpa solusi yang layak. Rumah susun yang disediakan pemerintah malah menambah masalah baru.
“Warga keberatan dalam membayar uang bulanan di Rusun, seperti uang air, listrik, sewa Rusun, akhirnya kebutuhan hidup semakin bertambah dan mereka terancam diusir,” kata Alghiffari.
(Satu-Islam/Berbagai-Sumber-Lain/ABNS)
Post a Comment
mohon gunakan email