Entah ini kebetulan atau bukan, disaat ada sekelompok orang dengan terang-terangan melakukan aksi intoleran dan memaksakan kehendak ingin menghilangkan simbol agama lain seperti patung yang dibangun atas biaya sendiri, nun jauh di sana tepatnya di Desa Aeramo, masyarakat adat dan umat katholik justru bahu membahu membangun sebuah masjid yang diperuntukkan bagi umat Islam.
Kabar ini menjadi oase bagi makin maraknya gerakan radikalisme dan intoleran belakangan ini. Saling caci maki, saling hina seakan sudah biasa. Mengumpat pejabat, merendahkan presiden sebagai simbol negara hingga menghina azas negara Pancasila mewarnai perjalanan bangsa yang terus berjuang bertahan dengan perbedaan agama, keaneka ragaman budaya, suku dan bahasa.
Bangsa yang baru 72 tahun merasakan kemerdakaan dari belenggu penjajahan jangan sampai kembali terpuruk oleh ketidakmampuan bangsanya sendiri dalam membangun perbedaan yang menjadi warisan Tuhan. Hancurnya negara-negara gagal yang disebabkan oleh fanatisme keagamaan, golongan dan perbedaan keyakinan cukuplah menjadi ibrah atau pelajaran penting bagi segenap bangsa ini untuk terus memupuk kerukunan, menjaga persatuan, membangun kebhinekaan dan toleransi agar perbedaan terus berjalan damai beriringan.
Dan inilah oase itu, kisah nyata yang menjadi harapan akan tumbuhnya semangat persatuan, kebersamaan, saling menjaga, saling menghormati, bahkan saling menguatkan. Sekelompok masyarakat adat dan umat Katholik yang tinggal di desa Aeramo, NTT berinisiatif membangunkan sebuah masjid untuk umat Islam yang tinggal di desanya.
Kelompok mayoritas yang umumnya mengabaikan bahkan meng”injak-injak” minoritas tak berlaku bagi penduduk Desa Aeramo yang mayoritas penduduknya memeluk agama Kristen Katolik. Yang terjadi justru mereka bersatu untuk membangun sebuah masjid, tempat ibadah bagi umat Islam. Bahkan pembangunan masjid yang akan diberi nama Masjid Nurul Jihad itu mendapatkan dukungan dari Pemerintah Desa Aeramo dan Fungsionaris Adat Nataia.
Hingga akhirnya, kamis (10/8/2017) keinginan itu benar-benar terwujud dengan dilaksanakannya peletakan batu pertama pembangunan masjis tersebut. Acara yang menandai akan dimulainya pembangunan masjid tersebut selain disaksikan warga Aeramo, juga dihadiri tokoh, kepala desa Aeramo, Bupati Nagekeo, ketua Majelis Ulama Indonesia (MUI) Kabupaten Nagekeo dan ketua DPRD Nagekeo.
Atas dibangunnya masjid di tengah masyarakat yang penduduknya mayoritas pendududuknya Katholik, membuat Ketua MUI Kabupaten Nagekeo sampai tidak bisa berkata-kata saking terharu karena pembangunan mesjid Nurul Jihad tersebut mendapat dukungan penuh dari Pemerintah dan tokoh adat setempat yang mayoritas beragama non-muslim.
“Luar biasa. Saya tidak bisa berkata-kata. Banyak orang berteriak kerukunan, toleransi, NKRI, Aeramo wujudkan itu dalam tindakan nyata. Umat Islam pelihara suasana ini. Jangan biarkan suasana seperti ini cepat berlalu,” kata Ketua MUI Kabupaten Nagekeo, Muhammad Yunus Manetima dalam sambutannya, seperti dilansir tribunnews.com.
Rasa haru yang dalam juga dirasakan Kepala Desa Aeramo, Serevinus Mena,S.Sos. Ia menyatakan mendukung pembangunan mesjid tersebut.
“Saya bangga menjadi pemimpin di wilayah yang masyarakatnya pluralis. Kami masyarakat Aeramo, terdiri dari berbagai etnis dan agama, tapi kami tetap satu,” kata Serevinus.
Menurur Serevinus, membangun masjid tidak sekedar kebutuhan umat Islam, tapi membangun rumah Tuhan.
“Bagi kami agama penting, tapi lebih penting persaudaraan,” katanya.
Serevinus mengungkapkan masyarakat Aeramo saat ini tengah melaksanakan dua kegiatan besar, pembangunan Gereja Kerahiman Ilahi Aeramo dan Masjid Nurul Jihad Aeramo.
Khusus untuk pembangunan masjid, ungkap Serevinus, sesuai rancangan membutuhkan anggaran sebesar Rp 3.896.000.000. Sedangkan dana yang ada baru Rp 173 juta.
Karena itu, ia berharap dukungan dari semua pihak agar dua pekerjaan besar itu bisa diselesaikan.
Menurut Serevinus, pembangunan masjid yang direncanakan dua lantai dengan luas 18 x 18 meter itu cukup mendesak mengingat bangunan masjid yang ada sudah tidak layak, baik dari fisik bangunan maupun kapasitas daya tampung.
“Masjid yang lama dibangun tahu 1983 atau 34 tahun. Kurang memadai baik untuk sholat Jumat maupun hari besar keagamaan,”demkian Serevinus.
Serevinus mengungkapkan, ketika beberapa tokoh Muslim Aeramo datang padanya menyampaikan niat untuk membangun masjid dan meminta tambahan lahan, dirinya langsung berkomunikasi dengan fungsionaris Nataia.
“Ternyata Suku Nataia melalui Ketua Suku, Bapak Patris Meo merespons positif dan mengatakan lebih cepat lebih baik. Suku memberi tambah tanah 22 x 40 meter.
“Kami masyarakat adat dan fingsionaris adat menjunjung tinggi prinsip Tii mona wiki, pati mona lai, (yang sudah diberikan tidak akan diambil kembali),” tambah Serevinus.
Senada dengam Serevinus, Bupati Nagekeo, Elias Djo mengatakan, pembangunan masjid baru memang mendesak dilakukan karena masjid yang ada sudah tidak mampu menampung jumlah jemaah yang terus bertambah.
Elias berharap, panitia pembangunan masjid segera memulai pembangunan dengan dana yang ada sambil terus berusaha mencari bantuan.
Pada kesempatan itu Elias juga mengimbau masyarakat Aeramo untuk tetap menjaga kerukunan.
Sekali lagi, Masyarakat Desa Aeramo, Kecamatan Aesesa, Kabupaten Nagekeo yang meyoritas menjadi pemeluk Kristen katolik menjadi contoh kerukunan yang sesungguhnya.
(Serambi-Mata/suaraislam/Berbagai-Sumber-Lain/ABNS)
Post a Comment
mohon gunakan email