Saudi Arabia tempat pendidikan teroris.
Benarkah mayoritas umat Islam Indonesia Ahlussunnah Wal Jamaah ?
Mayoritas Muslim Indonesia dan dunia tidak menyadari dan tidak memiliki
identitas kemazhaban. Mayoritas mutlak dari 1,7 milyar Muslim hanya
menyadari dirinya sebagai Muslim dan terikat dengan identitas
keislamannya. Labelisasi Sunni-Syiah dan label-label sekterian lain
diberikan oleh penguasa berkedok agama untuk menggebuk musuh dan meraih
keuntungan-keuntungan politik sesaat. Namun, dalam kenyataannya,
label-label itu tidak dipahami dan diakui oleh individu-individu umat
Muslim sendiri sebagai penanda keislamaan seseorang.
Nahdhatul Ulama (NU) bermazhab Ahlus Sunnah wal Jamaah dan
berakidah sesuai dengan ajaran-ajaran Abul Hasan Al-Asy’ari ? Sebagian
besar tradisi NU seperti ziarah kubur, tahlil, peringatan 4-7-40 dan
haul, penghormatan terhadap ulama, tawasul, tabaruk, dan sebagainya
merupakan tradisi-tradisi khas Syiah yang tidak terdapat dalam
referensi-referensi kitab klasik Ahlus Sunnah wal Jamaah melainkan
semata-mata ada dalam kitab-kitab klasik Syiah seperti Mafatih Al-Jinan
karya Abbas Al-Qummi, Al-Iqbal karya Al-Kaf’ami, Al-Balad Al-Amin karya
Sayyid Ibn Thawus dan sebagainya.
Ahlussunah adalah aliran yang diikuti mayoritas umat Islam dunia
sejak dari dulu hingga saat ini. sementara ada beberapa aliran yang
jelas bukan bagian dari Ahlussunah di antaranya Syiah, Wahabi Khawarij,
dan Mu’tazilah.
Syi’ah mengkritik para sahabat yang kemudia menyebut pihaknya
sebagai Syi’ah Ali dan Ahlul Bait.Bahkan, secara historis, para imam
Ahlus Sunnah wal Jamaah seperti Abu Hanifa dan Imam Malik belajar kepada
Imam Ja’far Ash-Shodiq, imam keenam Syiah, dalam soal-soal agama.
Interaksi ilmiah terus berlangsung secara damai sampai ada ambisi
politik yang menyeret isu mazhab dalam pertarungan profan tersebut.
Syiah adalah mazhab Islam yang terpengaruh dengan tradisi Persia
dan Zoroastrianisme ? Iran baru memeluk mazhab Syiah pada abad 15
Masehi di zaman Safawi. Sebelumnya, Iran adalah pusat perkembangan
mazhab Ahlus Sunnah wal Jamaah yang dapat dilihat dari fakta sebagian
besar kitab rujukan milik Ahlus Sunnah saat ini merupakan karya-karya
ulama Sunni berdarah Persia, seperti Shahih Bukhori dan sebagainya.
Bahkan, Syiah semula merupakan mazhab resmi Mesir di era Daulah
Fathimiyyah yang berhasil membangun pusat kota Kairo dan Universitas
Al-Azhar.
Mazhab Syiah yang dijadikan sebagai mazhab resmi Dinasti Safawi
merupakan reaksi dendam atas penaklukan Muslim Arab atas Persia ?
Dinasti Safawi sebenarnya bukan didirikan oleh elit berdarah Persia
melainkan oleh sekelompok keluarga yang memiliki darah Turki Azeri. Oleh
karena itu, pusat kerajaan Safawi dimulai dari Ardabil yang memiliki
banyak perampuran etnik Turki-Azeri dan Kurdi. Sebaliknya, penganut
Syiah paling awal adalah kelompok Arab Irak yang bertempat di Kufah,
Irak dan sebagian lain berada di wilayah Bahrain (hingga kini mayoritas
penduduknya bermazhab Syiah), Yaman (hingga kini mayoritas penduduk
Yaman Utara bermazhab Syiah Zaidiyyah), Mesir (cikal-bakal dinasti
Fathimiyah), dan sebagainya. Yang jelas, Syiah dianut oleh bangsa dan
suku-suku Arab jauh sebelum bangsa Iran memeluknya.
Salafi-Wahabi adalah sama dengan Ahlu Sunnah wal Jamaah ? Salafi
Wahabi adalah ajaran asing dalam sejarah Islam, yang memiliki banyak
kemiripan dengan ajaran Khawarij. Mereka sama sekali berbeda dengan
Ahlus Sunnah wal Jamaah yang kerap mengedepankan jalan tengah dan
moderasi dalam berbagai prinsipnya. Pertentangan ajaran Wahabi-Salafi
yang membajak Sunni terutama sangat bertentangan dengan ajaran-ajaran
Imam Syafii yang dianut oleh mayoritas Ahlus Sunnah wal Jamaah di
Indonesia.
Rezim-rezim Arab seperti Arab Saudi, Bahrain dan Qatar bermazhab
Ahlus Sunnah wal Jamaah ? Sebagian pemimpin rezim-rezim petrodolar ini
beraliran sekuler ekstrem yang sama sekali tidak terikat dengan syariah
Islam dari mazhab mana pun. Mereka menjalin hubungan bilateral secara
terang-terangan dan terbuka dengan Amerika Serikat dan secara
sembunyi-sembunyi dengan anak kesayangan AS, Israel, yang setiap hari
membunuhi mayoritas Muslim Sunni di Palestina, Afghanistan, Yaman,
Somalia, Sudan, dan sebagainya.
Arab Saudi adalah kerajaan yang menjunjung tinggi Islam ? Dalam
masa kekuasaan rezim Kerajaan Arab Saudi di Jazirah Arab selama 100
tahun terakhir Arab Saudi, dua kota utama umat Muslim, Mekkah dan
Madinah, telah mengalami perusakan yang massif. Jika trend ini dibiarkan
dalam puluhan tahun mendatang maka sejarah Islam tidak akan lagi
meninggalkan jejak-jejak historis dan arkeologis yang berarti. Segalanya
akan berganti wajah menjadi dua kota kosmopilitan yang kehilangan
sakralitas. Dekonstruksi atas situs-situs historis umat Islam yang
dilakukan oleh rezim Arab Saudi ini mirip dengan kelakuan rezim zionis
Israel terhadap situs-situs historis keagamaan milik Kristen dan Muslim
di tanah suci Palestina. Motif kedua rezim itupun sama: menghilangkan
jejak-jejak sakralitas dan historisitas kota-kota suci demi membangun
sebuah pemahamaan keagamaan yang seutuhnya didistorsi.
Jumat, 15 Januari 2010.
Majelis Ulama Indonesia (MUI) menilai
bahwa saat ini tidak banyak kajian-kajian keislaman yang dihasilkan oleh
para pemuka agama Islam, para ulama maupun para da’i di negeri ini. Ini
ditegaskan Ketua MUI KH Cholil Ridwan dalam perbincangan dengan Republika di sela-sela peluncuran Buku Indeks Hadits dan Syarah oleh Buya H. Muhammad Alfis Chaniago di Gedung MUI Jakarta, Kamis (14/1).
”Sebenarnya kajian-kajian keislaman di
negeri ini sudah berlangsung sejak lama, namun belakangan tidak banyak
lagi kajian-kajian keislaman yang dihasilkan.Sayangnya, kajian keislaman
ini belakangan justru banyak dikuasai oleh kalangan liberal. Sehingga
yang banyak berkembang di kalangan umat belakangan ini adalah
paham-paham liberal,” tegas kiai Cholil Ridwan.
Karena banyak dikuasai oleh kalangan
liberal, menurut kiai Ridwan maka praktis masalah-masalah seperti
sekularisasi agama dan hal-hal yang berkait dengan paham liberal dan
yang bertentangan dengan MUI, justru menjadi marak di negeri ini.Menurut
kiai Ridwan, ini karena metode dakwah para ulama dan da’i di Indonesia
belakangan ini cenderung tetap mempertahankan cara-cara konvensional.
”Jadi para da’i dan ulama terjebak pada kegiatan-kegiatan rutin
dakwah yang sifatnya normatif dan konvensional,” papar kiai Ridwan.
Walaupun diakui kiai Ridwan bahwa MUI maupun ormas Islam seperti Muhammadiyah dan NU telah memiliki pusat kajian keislaman. Namun itu tetap dirasa kurang. Karena itu pihaknya berharap agar para ulama, da’i dan pemuka agama Islam juga banyak melakukan kajian-kajian keislaman yang berhubungan langsung dengan persoalan-persoalan keseharian yang dihadapi umat.
Belum Menjawab Persoalan Umat.
Sementara itu, Buya H. Muhammad Alfis Chaniago, mengungkapakan bahwa kajian-kajian keislaman yang dilakukan oleh para ulama, pemuka agama Islam, dan para da’i dirasa sudah cukup banyak. Sayangnya, kajian-kajian keislaman tersebut belum bisa menjawab sepenuhnya persoalan-persoalan yang tengah dihadapi umat dalam kehidupan keseharian.
”Memang sudah banyak kajian-kajian keislaman dilakukan, namun sayangnya belum bisa menjawab sepenuhnya persoalan-persoalan yang dihadapi umat,” kata Alfis. ”Jadi sebenarnya umat sekarang ini masih banyak mengharapkan para ulama, da’i, dan pemuka agama untuk melakukan kajian-kajian keislaman yang bisa menjawab tantangan ke depan,” tambahnya.
Dalam upaya menjawab tantangan tersebut, Alfis meluncurkan buku Indeks Hadits yang terdiri dari dua jilid itu. Buku tersebut ditulis Alfis selama dua tahun dengan menyisihkan waktunya tiga jam setiap hari. Buku Indeks Hadits dan Syarah ini berisi 1.646 Hadits pilihan dari enam kitab Hadits Shaheh.
Sumber: http://syiahali.wordpress.com/2014/07/07/benarkah-mayoritas-umat-islam-indonesia-ahlussunnah-wal-jamaah-ilusi/
Walaupun diakui kiai Ridwan bahwa MUI maupun ormas Islam seperti Muhammadiyah dan NU telah memiliki pusat kajian keislaman. Namun itu tetap dirasa kurang. Karena itu pihaknya berharap agar para ulama, da’i dan pemuka agama Islam juga banyak melakukan kajian-kajian keislaman yang berhubungan langsung dengan persoalan-persoalan keseharian yang dihadapi umat.
Belum Menjawab Persoalan Umat.
Sementara itu, Buya H. Muhammad Alfis Chaniago, mengungkapakan bahwa kajian-kajian keislaman yang dilakukan oleh para ulama, pemuka agama Islam, dan para da’i dirasa sudah cukup banyak. Sayangnya, kajian-kajian keislaman tersebut belum bisa menjawab sepenuhnya persoalan-persoalan yang tengah dihadapi umat dalam kehidupan keseharian.
”Memang sudah banyak kajian-kajian keislaman dilakukan, namun sayangnya belum bisa menjawab sepenuhnya persoalan-persoalan yang dihadapi umat,” kata Alfis. ”Jadi sebenarnya umat sekarang ini masih banyak mengharapkan para ulama, da’i, dan pemuka agama untuk melakukan kajian-kajian keislaman yang bisa menjawab tantangan ke depan,” tambahnya.
Dalam upaya menjawab tantangan tersebut, Alfis meluncurkan buku Indeks Hadits yang terdiri dari dua jilid itu. Buku tersebut ditulis Alfis selama dua tahun dengan menyisihkan waktunya tiga jam setiap hari. Buku Indeks Hadits dan Syarah ini berisi 1.646 Hadits pilihan dari enam kitab Hadits Shaheh.
Sumber: http://syiahali.wordpress.com/2014/07/07/benarkah-mayoritas-umat-islam-indonesia-ahlussunnah-wal-jamaah-ilusi/
Post a Comment
mohon gunakan email