Direktur The Wahid Institute, Yenny Wahid. (Foto: Tempo)
Menurut laporan The Wahid Institute, Indonesia masih bermasalah dalam memandang urusan kebebasan beragama dan berkeyakinan. Sepanjang 2015 tercatat 190 peristiwa pelanggaran kebebasan beragama dan berkeyakinan dengan 249 jumlah tindakan.
The Wahid Institute mencatat dari total 190 peristiwa pelanggaran, ada 47 pelanggaran KBB yang terjadi di wilayah Jawa Barat (Jabar) sepanjang 2015. Pelanggaran terbanyak adalah mengenai pelarangan beribadah dan penyegelan tempat ibadah.
Direktur The Wahid Institute Yenny Wahid menuturkan, persoalan tingginya angka pelanggaran KBB di Jawa Barat selalu menjadi tanda tanya besar dalam beberapa tahun terakhir. Pasalnya, dalam lima tahun terakhir selalu menempatkan Jawa Barat dalam posisi pertama provinsi dengan peristiwa pelanggaran terbanyak di Indonesia.
“Selain laporan ini, beberapa laporan dari organisasi masyarakat sipil maupun lembaga negara seperti Komnas HAM pada tahun 2015 juga mengatakan demikian, Jawa Barat provinsi paling rentan terjadinya pelanggaran KBB,” ungkap Yenny di Balai Kartini, Jakarta Selatan, Selasa 23 Februari 2016.
Ketimbang tahun sebelumnya yang merekam 158 peristiwa serta 187 tindakan, persentase pada 2015 meningkat 23 persen. Menurut Yenny kenaikan terjadi karena pola penanganan kasus-kasus pelanggaran kebebasan termaksud tidak mengalami perubahan berarti.
“Faktor pendorong tingginya pelanggaran kebebasan beragama di Jawa Barat adalah masifnya pertumbuhan kelompok-kelompok intoleran, seperti ormas keagamaan garis keras bila dibandingkan wilayah lain,” ujar Yenny.
Kelompok-kelompok intoleran itu, lanjut Yenny, kerap kali menggunakan isu-isu keagamaan sebagai jargon-jargon mereka.
Adapun daerah yang menempati peringkat kedua adalah Aceh (36 peristiwa), dilanjutkan dengan DKI Jakarta (23 peristiwa), Yogyakarta (10 peristiwa), dan Jawa Timur (9 peristiwa).Kelompok-kelompok pelanggar acap kali memanfaatkan pelbagai isu keagamaan seperti penindakan rumah ibadah tak berizin dan pemberantasan aliran sesat.
Sementara, menyinggung lembaga yang kerap melakukan pelanggaran, laporan The Wahid Institute menunjukkan Front Pembela Islam (FPI) dan Majelis Ulama Indonesia (MUI) duduk di tempat teratas. Masing-masing dari keduanya melakukan pelanggaran atas kebebasan beragama dan berkeyakinan sebanyak–berturut-turut–21 dan 13 kasus, yang datanya takberubah selama tiga tahun terakhir.
“Belum ada tindakan tegas aparat yang dapat menimbulkan efek jera kepada pelaku,” katanya.
Berdasar atas dokumentasi The Wahid Institute, MUI kerap menunggangi otoritas keagamaannya sebagai lembaga perilis fatwa mengenai paham keagamaan tertentu. Di lain pihak, FPI sering melakukan tindakan bersifat memaksa atas nama agama.
Yenny merekomendasikan agar ke depannya pemerintah daerah lebih menyadari persoalan keagamaan di wilayahnya masing-masing dengan melakukan pemetaan terhadap faktor-faktor yang mendorong berbagai pelanggaran KBB dan diskriminasi di wilayahnya masing-masing.
“Hal ini sangat penting agar dapat dirumuskan model penanganan yang tepat terhadap pelanggaran KBB dan diskriminasi tersebut,” tuturnya.
Laporan pemantauan The Wahid Institute ini menggunakan pendekatan metode berbasis peristiwa (event-based methodology) untuk memantau dan menggali data. Pengumpulan data dan analisis dalam penyusunan laporan dilakukan dalam beberapa metode.
Pertama, pemantauan terhadap pemberitaan media massa; kedua, berdasarkan informasi yang diberikan jaringan lembaga dan individu, pemantauan melalui saluran pengaduan yang dibangun Wahid Institute, serta analisis kuantitatif dan kualitatif.
(Tempo/Satu-Islam/Berbagai-Sumber-Lain/ABNS)
Post a Comment
mohon gunakan email