Dokumentasi pejuang Unit Perlindungan Rakyat Kurdi (YPG) berjaga di sebelah truk pikap dilengkapi senjata anti pesawat tempur di depan sebuah gereja di desa Suriah Tel Jumaa, utara kota Tel Tamr, Rabu (25/2). Milisi Kurdi melakukan tekanan serangan kepada ISIS, di timur laut Suriah, Rabu. Ini memotong salah satu jalur persediaan dari Irak, saat ketakutan melanda puluhan umat Kristen yang diculik kelompok garis keras itu. Kristen Suriah diculik dari desa mereka dekat kota Tel Tamr, sekira 20 km barat daya kota Hasaka. (Foto: Reuters)
Tentara Turki, Minggu, menyerang wilayah-wilayah yang dikuasai milisi dukungan kelompok Kurdi, di bagian utara Suriah, selama dua hari berturut-turut dan menewaskan dua petempur, sebagaimana dinyatakan kelompok Pemantau HAM Suriah.
Turki pada Sabtu, 13 Februari 2016 menuntut kelompok milisi kuat Kurdi Suriah, YPG, untuk mundur dari sejumlah wilayah di bagian utara Aleppo yang direbutnya dari pemberontak beberapa hari terakhir di Suriah, termasuk pangkalan udara Menagh. Serangan itu menyasar wilayah-wilayah tersebut.
Turki telah mewaspadai meluasnya kekuasaan kelompok Kurdi di bagian utara Suriah sejak awal konflik 2011 lalu. Pihak YPG menguasai hampir seluruh bagian utara Suriah dekat perbatasan dengan Turki, serta menjadi salah satu sekutu yang dekat dengan Amerika Serikat dalam usaha mereka melawan kelompok bersenjata ISIS di Suriah.
Namun Ankara memandang kelompok tersebut sebagai perpanjangan tangan dari Partai Pekerja Kurdistan (PKK), yang memberontak untuk menuntut otonomi di bagian tenggara Turki selama tiga dasawarsa.
Perdana Menteri Turki, Ahmet Davotuglu, Sabtu ,13 Februari 2016 menyatakan, penyerangan itu telah dilakukan berdasarkan ketentuan penyerangan terhadap pasukan yang menimbulkan ancaman di Azaz dan wilayah sekitarnya.
Dia menuntut Pangkalan Menagh dipindahkan dan mengatakan, dia telah berbicara dengan Wakil presiden Amerika Serikat, Joe Biden, untuk mengutarakan pernyataannya dan menekankan, YPG perpanjangan tangan pihak PKK dan dianggap sebagai ancaman langsung terhadap Turki.
Penyerangan itu digencarkan pada 02.00 waktu setempat (07.00 WIB) sebelum mereda namun tidak berhenti, kata lembaga pengawas yang melaporkan perang itu dengan menggunakan jaringan sumber informasi di lapangan.
Pasukan Demokratis Suriah yang didukung pihak Kurdi juga sedang bertempur melawan pihak pemberontak Suriah dekat kota Tel Rifaat, lembaga pengawas melaporkan.
Pasukan militer Suriah yang didukung oleh serangan udara Rusia, bertempur melawan pemberontak Suriah di wilayah yang sama dan mencoba untuk menutup garis depan dengan Turki serta merebut kembali sejumlah wilayah kota Aleppo yang saat ini dikuasai para pemberontak.
Pihak YPG menyangkal mereka bekerja sama dengan Presiden Suriah, Bashar al Assad, yang pasukannya telah memerangi para pemberontak yang ingin menggulingkannya selama lima tahun.
Arab Saudi Dukung
Turki menginformasikan bahwa Arab Saudi telah mengirim personil dan jet tempurnya di Pangkalan Udara Turki, Incirlik, untuk mendukung koalisi internasional pimpinan Amerika Serikat menyerang kelompok Islamic State (IS) di Suriah.
Seperti diberitakan situs Russia Today, Minggu, 14 Februari 2016, Menteri Luar Negeri Turki, Mevlut Cavusoglu mengatakan, kesepakatan ini disetujui setelah berbicara dalam konferensi keamanan di Munchen, Jerman, di mana krisis Suriah adalah salah satu isu utama dalam pertemuan itu.
“Kita memiliki strategi yang sama. Turki dan Arab Saudi akan meluncurkan operasi darat ke Suriah memerangi kelompok teroris Daesh,” kata Cavusoglu.
Sementara Perdana Menteri Rusia, Dmitry Medvedev, menyerukan Barat untuk tidak mengancam Suriah melalui operasi darat. Ia menekankan bahwa Moskow adalah melakukan yang terbaik untuk membuka jalan bagi perdamaian di negara yang dilanda perang sipil itu.
“Setiap intervensi militer hanya akan memperpanjang perang di Suriah,” ungkap Medvedev. Senada, pengamat politik Marwa Osman mengklaim bahwa Turki dan Arab Saudi bertekad ‘mengambil’ Presiden Suriah, Bashar Al-Assad sebagai prasyarat mengalahkan IS yang menurutnya tindakan itu ‘munafik’ dan ‘omong kosong’.
Osman juga menilai bahwa potensi invasi tambahan ini akan menjadi bencana bagi masyarakat Suriah dan kesalahan besar bagi Turki dan Arab Saudi karena akan menjadi pertarungan yang tidak akan berakhir.
“Saya mempertanyakan tekad Arab Saudi untuk melawan IS. Mereka itu penyebar aliran ‘Wahhabisme’ dan IS datang dengan ideologi yang sebenarnya berasal dari Arab Saudi,” katanya, terheran-heran.
Sebelumnya, Arab Saudi, Bahrain dan UEA menyuarakan kesiapan mereka untuk berkontribusi mengirim pasukan untuk operasi darat di Suriah. Mendengar kabar itu, Presiden Assad, yang merupakan sekutu regional utama Iran, memperingatkan bahwa keterlibatan pasukan asing itu justru semakin memperburuk situasi keamanan di sana.
(Reuters/Satu-Islam/Berbagai-Sumber-Lain/ABNS)
Post a Comment
mohon gunakan email