Pesan Rahbar

Home » » Imam Mahdi dalam Pandangan Rahbar

Imam Mahdi dalam Pandangan Rahbar

Written By Unknown on Saturday 21 May 2016 | 17:32:00

Ayatollah Seyyed Ali Khamenei

Oleh: IMAM ALI KHAMENEI
Penerbit: NUR ALHUDA

Prinsip mahdawiyah (ke-mahdi-an; keberadaan Imam Mahdi) diyakini kebenarannya oleh seluruh kaum Muslim. Para penganut berbagai agama lain pun memiliki keyakinan menanti kedatangan sang juru selamat yang akan muncul pada akhir zaman. Mereka juga memiliki suatu pemahaman yang sama dalam suatu topik tertentu. Namun, mereka tidak memiliki informasi yang cukup tentang inti perkara ini, yakni mengenal sosok pribadi sang juru selamat. Sedangkan Syi’ah, dengan berdasarkan pada sumber yang dapat dipercaya (musallam) dan jelas (qath’i), mengenal juru selamat tersebut dengan nama, identitas, ciri-ciri khususnya dan tanggal lahirnya.

Menurut keyakinan kita kaum Syi’ah, dan di dalam mazhab tasyayyu’, hakikat yang semula dalam bentuk suatu harapan, suatu bentuk perkara mental (pikiran) murni, diubah menjadi suatu realitas dan wujud nyata. Pada hakikatnya ketika kaum Syi’ah menanti kedatangan Imam Mahdi Mau’ud (yang ditunggu kedatangannya), menanti kedatangan sang juru selamat, mereka itu tidak hanya memikirkan perkara ini dalam benak pikiran, tetapi mereka tengah mencari suatu realitas, suatu keberadaan, suatu wujud nyata yang saat ini benar-benar ada wujudnya di dunia nyata.

Hujah Allah (Imam Mahdi) hidup di tengah manusia; ada di tengah masyarakat; hidup bersama masyarakat; menyaksikan masyarakat; bersama mereka; turut merasakan duka dan derita mereka. Orang-orang mulia dan memiliki potensi, mereka dapat berjumpa dengan beliau, namun tidak mengenalinya. Saat ini, Imam Mahdi ada di dunia ini, dalam bentuk seorang manusia sejati, dengan sifat-sifat yang jelas, dengan nama yang jelas, dengan ayah dan ibu yang jelas, berada di tengah manusia dan hidup bersama mereka. Inilah ciri-ciri khusus keyakinan kita kaum Syi’ah.

Para penganut mazhab lain yang tidak meyakini keyakinan ini, mereka sama sekali tidak dapat mengajukan suatu dalil rasional guna menolak pemikiran dan kenyataan ini. Seluruh dalil mengenai keberadaan manusia agung dan mulia, Hujah Allah, hakikat yang jelas, gamblang, terang, yang juga diterima kebenarannya oleh mayoritas Ahlussunnah — dengan ciri-ciri yang saya dan Anda ketahui— dan kalian dapat menyaksikannya tercantum dalam sumber-sumber selain Syi’ah.

Sejarah kelahiran putra penuh berkah dan suci Imam Hasan Askari-salawat dan salam atasnya adalah cukup jelas, para sahabat setianya cukup jelas, mukjizatnya cukup jelas, dan Allah mengaruniakan umur panjang kepadanya. Inilah wujud nyata dari harapan besar seluruh umat di dunia, seluruh suku, seluruh agama, seluruh ras dan di berbagai kurun masa. Inilah, ciri-ciri khusus mazhab Syi’ah berkaitan dengan masalah penting ini.

Terdapat beberapa poin dalam keyakinan terhadap mahdawiyah, dan saya akan memaparkanya secara garis besar. Poin pertama adalah, keberadaan suci Baginda Baqiyatullah — jiwa kami sebagai tebusan nya — merupakan kelanjutan dari pergerakan kenabian dan dakwah Ilahi sejak hari pertama hingga hari ini. Yakni sebagaimana yang Anda baca dalam doa Nudbah, sejak (maka sebagian dari mereka Engkau tempatkan di surga-Mu), yaitu Nabi Adam, hingga akhirnya (Engkau tutup misi kenabian dan dakwah ini), maka tiba giliran Sang Penutup para nabi — salawat dan salam atasnya dan atas keluarganya— selanjutnya dijelaskan masalah para pengemban wasiat dan keluarga suci beliau, hingga sampai pada Imam Zaman, mereka semua, merupakan suatu rangkaian yang saling bersambung dan berkait di sepanjang sejarah umat manusia. Dengan pengertian ini, maka pergerakan besar kenabian, dakwah Ilahi yang dilakukan oleh para nabi, sama sekali tidak terhenti. Manusia senantiasa membutuhkan nabi, dakwah Ilahi dan para juru dakwah Ilahi. Dan, kebutuhan ini tetap berlangsung hingga hari ini, dan semakin hari manusia semakin dekat dengan ajaran dan tuntunan para nabi.

Pada hari ini, umat manusia dengan perkembangan dan kemajuan pemikiran, pengetahuan dan peradabannya, mampu memahami berbagai ilmu pengetahuan yang disampaikan oleh para nabi yang pada berpuluh-puluh abad yang lalu tidak dapat dimengerti oleh manusia. Misalnya, masalah keadilan, masalah kebebasan, masalah hak asasi manusia, semua ini merupakan kata-kata yang senantiasa dibahas dan dibicarakan di dunia. Semua itu merupakan kata-kata yang disampaikan oleh para nabi. Pada hari itu, pada masa itu, seluruh masyarakat, pemikiran umum masyarakat, tidak mampu memahami dan mencerna pengertian kata-kata tersebut.

Kedatangan para nabi secara silih berganti (estafet), tersebarnya dakwah para nabi, menempatkan pemikiran ini dalam benak masyarakat, dalam fitrah masyarakat, dalam hati masyarakat dari suatu generasi ke generasi yang lain. Para juru dakwah Ilahi ini, hingga hari ini mata rantai mereka tidak terputus dan keberadaan suci Baqiyyatullah al-A’zham (Peninggalan Allah yang Agung) — jiwa kami sebagai tebusannya — merupakan kelanjutan dari para juru dakwah Ilahi, yang dalam doa ziarah Ali Yasin Anda membaca,

اَلسّلاَمُ عَلَيْكَ يَا دَا عِيَ اللّهِ وَرَبَّانِيَّ آيَاتهِ

(Salam atasmu wahai penyeru kepada Allah dan pemilik pengetahuan yang dalam tentang ayat-ayat-Nya). Yakni, pada hari ini Anda menyaksikan bahwa dakwah Ibrahim, dakwah Musa, dakwah Isa, dakwah seluruh para nabi dan seluruh muslih Ilahi, dan dakwah Nabi Penutup, semua ini ada dalam diri Baginda Baqiyatullah. Pribadi agung ini adalah pewaris mereka, dan pemegang panji dakwah mereka, dan memenuhi dunia dengan berbagai ilmu pengetahuan yang dibawa oleh para nabi di berbagai kurun waktu dan telah mereka sampaikan kepada umat manusia.

Poin selanjutnya berkaitan dengan masalah, mahdawiyah, yaitu menanti kelapangan ( إِنْتَظَارُ الْفَرَجِ) . Menanti suatu kelapangan memiliki suatu pengertian yang sangat luas. Sebuah penantian, penantian puncak kelapangan; yakni jika seorang tengah menyaksikan para thaghut dunia tengah melakukan penjarahan, perampokan dan melanggar hak-hak manusia, maka dia tidakboleh berpikir bahwa “semacam inilah yang harus terjadi di dunia.” Tidak boleh terlintas dalam benak pikirannya, “tidak ada cara lain, dan kita terpaksa harus menerima keadaan ini. “Tidak, dia harus mengetahui dan menyadari bahwa keadaan itu merupakan suatu keadaan yang pasti berlalu (batil itu labil).”

Suatu perkara yang berkaitan dengan dunia ini dan bersifat alamiah adalah berdirinya sebuah pemerintahan yang adil; dan pemerintahan ini pasti berdiri. Menanti kelapangan (al-Faraj) pada suatu masa saat kita dan umat manusia menjadi sasaran berbagai macam tindak kejahatan dan kezaliman, ini merupakan suatu bentuk dari menanti kelapangan, tetapi menanti kelapangan juga memiliki bentuk yang lain.

Ketika dikatakan hendaklah kalian senantiasa menanti kelapangan, pengertiannya bukan hanya menanti puncak kelapang الْفَرَجُِ (yakni berdirinya pemerintahan adil di seluruh dunia), tetapi pengertiannya adalah pada setiap jalan buntu, pasti terdapat jalan keluar dan kelapangan. Inilah pengertian dari al-Faraj yakni kelapangan, jalan terbuka. Kaum Muslim belajar menanti kelapangan, sehingga dalam kehidupan manusia ini tidak ada istilah “jalan buntu” dan tidak dapat diselesaikan, sehingga membuat manusia merasa putus asa, diam dan duduk berpangku tangan, seraya berkata, “Tidak ada lagi yang dapat saya lakukan.” Tidak semacam itu. Karena ketika kejahatan dan kezaliman yang menimpa umat manusia telah mencapai puncaknya, maka saat itulah mentari kelapangan (faraj) pasti akan terbit. Oleh karena itu, di setiap jalan buntu yang terjadi dalam kehidupan manusia juga akan terbit kelapangan ini dan patut untuk dinantikan. Ini adalah pelajaran asa dan harapan bagi seluruh umat manusia. Ini adalah pelajaran penantian sejati bagi seluruh umat manusia.

Oleh karena itu, mereka menganggap menanti kelapangan (intizhar al-faraj) adalah suatu perbuatan yang paling utama; jelas penantian ini dengan melakukan suatu perbuatan; bukan tanpa perbuatan. Jangan sampai keliru dalam memaknai penantian, lalu beranggapan bahwa penantian itu adalah kita hanya duduk berpangku tangan dan diam menanti, sehingga terjadi suatu perubahan. Penantian itu dengan melakukan suatu perbuatan, melakukan suatu persiapan, melakukan suatu usaha demi memperkuat semangat di dalam hati dan jiwa, suatu kegiatan dan aktivitas di berbagai bidang. Pada dasarnya penantian semacam ini merupakan penafsiran dari ayat mulia al-Quran:

وَنُرِيدُ أَن نَّمُنَّ عَلَى ٱلَّذِينَ ٱسْتُضْعِفُوا۟ فِى ٱلْأَرْضِ وَنَجْعَلَهُمْ أَئِمَّةً وَنَجْعَلَهُمُ ٱلْوَٰرِثِينَ

Dan Kami hendak memberi karunia kepada orang-orang yang tertindas di bumi itu dan hendak menjadikan mereka pemimpin dan menjadikan mereka orang-orang yang mewarisi (bumi). (QS. al-Qashash [28] : 5), atau ayat:

إِنَّ الأرْضَ لِلَّهِ يُورِثُهَا مَنْ يَشَاءُ مِنْ عِبَادِهِ وَالْعَاقِبَةُ لِلْمُتَّقِينَ

Sesungguhnya bumi (ini) kepunyaan Allah; dipusakakan-Nya kepada siapa yang dihendaki-Nya dan hamba-hamba-Nya. Dan kesudahan yang baik adalah bagi orang-orang yang bertakwa. (QS. aI-A’raf [7] : 128).

Yakni seluruh bangsa dan umat tidak boleh putus asa terhadap datangnya suatu kelapangan dan jalan keluar.

Pada hari itu, bangsa Iran bangkit melakukan perlawanan terhadap rezim thagut Syah; mereka memiliki harapan dan asa, maka mereka pun bangkit melakukan perlawanan. Pada hari ini, ketika harapan dan cita-cita tersebut telah berhasil diraih, berkat kebangkitan tersebut, maka akhirnya diperoleh hasil yang besar. Pada hari ini kita tetap memiliki harapan dan asa terhadap masa depan serta melakukan berbagai aktivitas dengan penuh harapan dan semangat. Inilah cahaya harapan yang mendorong para pemuda untuk bergerak dengan penuh semangat dan mencegah mereka dari putus asa dan patah semangat, dan membangkitkan semangat hidup di tengah masyarakat. Inilah hasil dari menanti kelapangan (intizhar al-faraj).

Oleh karena itu, kita harus menanti puncak kelapangan, dan juga harus menanti kelapangan di seluruh tahap kehidupan individual dan sosial. Jangan biarkan putus asa menguasai hati Anda. Anda harus tetap tegar dalam menanti kelapangan, dan ketahuilah bahwa kelapangan ini pasti akan terjadi. Namun, dengan syarat penantian Anda adalah penantian sejati, yang disertai dengan perbuatan, usaha, semangat dan gerakan.

Hari ini kita menati kelapangan. Yakni menanti kedatangan sebuah kekuatan besar penegak keadilan, dan yang akan mengalahkan kezaliman dan kejahatan yang relatif telah menguasai seluruh umat manusia, melenyapkan kezaliman dan kejahatan dari muka bumi, dan menyebarkan keadilan di dalam kehidupan umat manusia, sehingga umat manusia dapat merasakan keadilan.

Ini merupakan dambaan setiap orang yang jiwanya hidup, setiap orang yang sadar; setiap orang yang tidak egois, setiap orang yang tidak hanya mementingkan kehidupan pribadinya sendiri. Seorang yang memandang kehidupan umum manusia dengan pandangan luas, pasti dia dalam keadaan penantian. Inilah pengertian penantian. Penantian itu adalah tidak merasa puas, tidak merasa puas terhadap situasi dan kondisi kehidupan manusia saat ini, berusaha meraih kehidupan yang lebih baik; jelas kehidupan yang lebih baik ini akan diwujudkan oleh tangan kuat Wali Allah, Baginda al-Hujjah bin al-Hasan, al-Mahdi, sang pemilik zaman ini — salawat Allah atasnya, semoga Allah menyegerakan kemunculannya dan jiwa kita sebagai tebusannya.

Kita harus menjadikan diri kita sebagai tentara, sebagai seorang yang memiliki kesiapan untuk berjuang di tengah situasi dan kondisi tersebut. Menanti kelapangan bukan berarti manusia hanya duduk berpangku tangan dan tidak melakukan usaha apa pun, tidak memiliki semangat untuk berusaha melakukan perbaikan diri dan bukan hanya sekadar merasa senang karena saat ini kita tengah menanti kemunculan Imam Zaman — salawat dan salam atasnya. Ini bukan penantian. Menanti apa? Menanti sang pembawa kekuatan non-materi Ilahi yang pasti datang dan dengan bantuan para pendukungnya akan meruntuhkan kekuatan batil dan memenangkan hak, menerapkan keadilan di tengah masyarakat, meninggikan panji tauhid; menjadikan manusia sebagai hamba sejati Allah.

Harus ada suatu persiapan untuk pekerjaan ini. Pendirian pemerintahan republik Islam, merupakan salah satu dari persiapan pergerakan agung bersejarah ini. Setiap usaha untuk menegakkan keadilan merupakan langkah menuju cita-cita tinggi tersebut. Penantian, adalah gerakan dinamis; penantian itu bukan diam saja (statis-stagnan). Penantian adalah usaha untuk melakukan perubahan dan melepas belenggu, dan bukan duduk menanti perubahan terjadi dengan sendirinya. Penantian adalah gerakan dinamis. Penantian adalah persiapan dan kesiapan. Kita harus senantiasa menjaga kesiapan ini dalam diri kita dan dalam lingkungan di sekitar kita. Allah Swt telah mengaruniakan berbagai kenikmatan kepada bangsa kita, kepada bangsa Iran, sehingga mereka dapat melakukan suatu langkah besar ini, dan menciptakan suasana penantian. Inilah pengertian dari menanti kelapangan (intizhar al-faraj).

Masyarakat mahdawi, yakni masyarakat yang hidup pada masa kehidupan Imam Zaman, pada masa beliau melakuan pembenahan pada seluruh penjuru dunia itu, itulah masyarakat yang hendak diciptakan oleh para nabi. Para nabi mempersiapkan berbagai sarana dan menyusun program demi terwujudnya masyarakat ideal manusiawi ini, selanjutnya Wali Ashr (Pemimpin Masa) dan Mahdi Mau’ud menjadi perantara guna mewujudkan masyarakat tersebut di dunia ini.

Ibarat mendirikan sebuah bangunan yang tinggi, maka ada seorang datang meratakan tanahnya, orang yang datang berikutnya menggali tanah untuk fondasi, orang yang datang berikutnya membina fondasi, orang yang datang berikutnya membina dinding, satu demi satu datang secara silih berganti sehinga berdirilah sebuah bangunan istana yang tingi. Bangunan yang tinggi ini dibangun dan didirikan secara berkala dan bergantian, sehingga akhirnya menjadi sebuah bangunan yang dan megah.

Para nabi Ilahi sejak awal kehidupan manusia, mereka telah datang secara silih berganti untuk mendekatkan masyarakat dan umat manusia kepada masyarakat yang ideal dan puncak tujuan. Seluruh nabi telah meraih hasil, dan tidak ada seorang pun dari para nabi yang gagal dalam usaha ini, suatu beban yang diletakkan di pundak para utusan yang memiliki derajat tinggi ini, mereka membawa beban tersebut menuju tujuan dan mendekatkannya kepada tujuan akhir (destinasi terakhir), mereka berusaha dan bekeija keras, mereka mengerahkan segenap kemampuan mereka.

Ketika mereka meninggal dunia, usia mereka berakhir, maka ada orang lain yang mengambil beban ini dari tangan mereka, dan selanjutnya membawa dan mendekatkan beban kepada tujuan akhir. Wali Ashr (Pemimpin Masa) — salawat Allah atasnya-pewaris para nabi Ilahi, akan datang dan menyelesaikan langkah akhir dalam mewujudkan masyarakat Ilahi.

Saya telah berbicara sekilas tentang sifat-sifat dan ciri-ciri masyarakat tersebut. jika Anda mencermati buku-buku Islam, redaksi asli Islam, maka dapat disaksikan dengan jelas seluruh ciri-ciri masyarakat tersebut. Redaksi yang terdapat dalam doa Nudbah ini, yang insya Allah Anda memiliki kesempatan untuk membacanya pada setiap hari jumat, di dalam doa ini disebutkan ciri-ciri khusus masyarakat tersebut.

Dalam doa ini disebutkan,

أَيْنَ مُعِزُّاْلاٌَوْلِيَاءِ ومُذِلُّ اْلأَعْدَاءِ

(di manakah pribadi yang memuliakan para kawan dan menghinakan para lawan?), masyarakat tersebut adalah suatu masyarakat yang di dalamnya para kawan dimuliakan dan para lawan dihinakan. Inilah tolok ukur di dalam masyarakat tersebut.

أَيْنَ الْمُؤَمَّلُ لِإِحْيَاءِ الْكِتَابِ وَحُدُودِهِ

(di manakah orang yang diharapkan mampu menghidupkan al-Quran dan hukum-hukumnya?)

Masyarakat tersebut adalah masyarakat yang di dalamnya hukum-hukum Ilahi ditegakkan. Yakni seluruh batasan yang telah ditetapkan oleh Allah, dan ditetapkan oleh Islam, pada masa pemerintahan Imam Zaman, semua itu akan diperhatikan dan dilaksanakan. Ketika Imam Zaman muncul, beliau akan membina sebuah masyarakat yang memiliki ciri-ciri tersebut, sebagaimana yang telah saya sebutkan dan Anda sekalian para saudara dan saudari yang mulia, perhatikanlah ayat-ayat dan kalimat yang terdapat dalam doa Nudbah ini, pada saat Anda membacanya, sehingga pemahaman Anda tentang perkara ini semakin luas dan pikiran Anda semakin terbuka. Tidak cukup hanya dengan sekadar membaca doa Nudbah, tetapi yang lebih utama adalah mengambil pelajaran dari doa ini serta memahami isi dan maknanya.

Imam Zaman — salawat dan salam Allah atasnya—membina masyarakatnya berdasarkan pada beberapa perkara sebagai berikut:

Pertama, membinasakan dan mencerabut akar kezaliman dan kejahatan. Yakni, masyarakat yang dibina pada masa Wali Ashr — salawat Allah atasnya — di dalamnya harus tidak terdapat kezaliman dan kejahatan, bukan hanya tidak terdapat di Iran, atau di tengah berbagai masyarakat Islam, tetapi tidak terdapat kezaliman dan kejahatan di seluruhdunia. Tidak ada kezaliman ekonomi, tidak ada kezaliman politik, tidak ada kezaliman kebudayaan, sama sekali tidak ada lagi kezaliman dan kejahatan di tengah masyarakat. Penjajahan, pembeda-bedaan status sosial, diskriminasi ras dan suku, penindasan, sikap sewenang-wenang, semua ini akan dilenyapkan dari muka bumi; inilah ciri-ciri pertama.

Kedua, ciri-ciri masyarakat ideal yang dibina oleh Imam Zaman — salawat Allah atasnya — adalah meningkatnya tingkat pemikiran manusia; baik pemikiran ilmiah manusia dan juga pemikiran islami manusia. Pada masa pemerintahan Wali Ashar, di dunia ini Anda sekalian tidak akan menjumpai tanda-tanda kebodohan, buta huruf, miskin ilmu dan agama. Pada saat itu masyarakat dapat mengetahui agama secara benar, dan ini – sebagaimana yang Anda ketahui – merupakan di antara tujuan besar para nabi yang Amirul Mukminin Ali bin Abi Thalib — salawat dan salam Allah atasnya — menjelaskannya dalam khotbahnya yang tercantum di buku Nahj al-Balaghah

وَيُثْيرُوا لَهُمْ دَفَائِنَ الْعُقُول

(dan membukakan di hadapan mereka kebajikan-kebajikan dan kebijaksaaan yang tersembunyi dan tertutupi oleh debu kekafiran serta terselimuti oleh gelap kesesatan) [Nah al Balaghah, khotbah no 1]

Dalam berbagai riwayat dari Ahlulbait disebutkan bahwa ketika Wali Ashr muncul, maka seorang wanita yang duduk di dalam rumah, dia mampu membaca al-Quran lalu mengeluarkan berbagai hakikat agama dari redaksi al-Quran dan memahaminya. Apakah ini? Yakni, sebegitu tinggi tingkat kebudayaan Islam dan agama sehingga semua orang, seluruh anggota masyarakat, dan kaum wanita yang sekiranya tidak berperan serta di tengah masyarakat dan hanya tinggal di rumah, mereka juga dapat menjadi ahli fikih dan ahli agama.
(berlanjut)

Sumber: MANUSIA 250 TAHUN

(Mahdi-News/Berbagai-Sumber-Lain/ABNS)
Share this post :

Post a Comment

mohon gunakan email

Terkait Berita: