Foto: Menlu Retno saat Diwawancara di Belanda, Sabtu (4/6/2016).
Untuk pertama kali dalam sejarah Indonesia terlibat langsung dalam pertemuan para Menteri Luar Negeri negara-negara kunci membahas masalah perdamaian Palestina-Israel. Ini pengakuan dunia atas diplomasi Indonesia.
Pertemuan Paris yang diprakarsai oleh Prancis sekaligus sebagai tuan rumah itu dimaksudkan untuk mencari pijakan bersama sekaligus mendorong Palestina-Israel kembali ke meja perundingan.
Ada 29 negara yang diundang, hanya 3 dari Asia, yakni Indonesia, Jepang dan RRT selaku bagian dari Anggota Tetap Dewan Keamanan PBB, kemudian Kuartet Timur Tengah (Amerika Serikat, Uni Eropa, Rusia dan PBB), dan negara-negara kunci di kawasan seperti Mesir, Saudi Arabia, Yordania.
“Kalau kita melihat perjalanannya mengapa Indonesia bisa duduk dalam pembicaraan itu karena dunia melihat konsistensi Indonesia dalam menciptakan perdamaian dalam hal ini antara Palestina-Israel, dan konsistensi Indonesia dalam mendukung kemerdekaan Palestina,” ujar Menteri Luar Negeri Retno Marsudi seusai Pertemuan Paris ditemui detikcom saat transit di Amsterdam, Jumat (3/6/2016).
Menurut Menlu, tidak hanya dukungan untuk kemerdekaan Palestina, tetapi juga pada saat sama Indonesia sudah melakukan banyak sekali kerja sama dengan Palestina untuk pengembangan kapasitas dan program kerja sama lainnya.
Menjawab pertanyaan, Menlu mengatakan bahwa pesan paling penting dari pertemuan Paris adalah pertama, komunitas internasional memberikan komitmen sekaligus tekanan tinggi agar perundingan damai Palestina-Israel dapat berjalan kembali, karena perundingan ini sudah cukup lama terhenti.
“Oleh karena itu perlu ada dorongan dari masyarakat internasional agar perundingan dapat dimulai lagi,” cetus Menlu.
Kedua, Indonesia sepakat bahwa satu-satunya solusi adalah solusi dua negara. Untuk pihak-pihak yang mengatakan tidak ada solusi dua negara itu adalah gagasan yang tidak akan dapat terwujud.
“Tentu Indonesia akan melihat solusi dua negara itu nanti penafsirannya seperti apa, dan akan didiskusikan kembali,” terang Menlu pertama perempuan dalam sejarah Indonesia ini.
Bagi Indonesia, imbuh Menlu, solusi dua negara itu harus berdasarkan batas 1967, dan menekankan bahwa Indonesia siap berkontribusi dalam perundingan damai Palestina-Israel, karena semua sepakat bahwa konflik kedua pihak sudah terlalu lama tanpa penyelesaian.
Lebih lanjut Menlu menyampaikan bahwa dibicarakan juga mengenai paket insentif ekonomi, dalam hal ini Indonesia juga sudah banyak sekali melakukan kerja sama dengan Palestina.
“Ini adalah konflik terlama dalam sejarah modern, hampir 49 tahun lamanya konflik ini belum juga dapat diselesaikan,” tandas Menlu.
Menlu berpandangan bahwa ini adalah momentum tepat untuk kembali menghidupkan proses perundingan damai Palestina-Israel dan Indonesia telah berkontribusi sangat banyak dalam upaya untuk membangunkan momentum ini.
“Pada Maret tahun ini kita menjadi tuan rumah KTT Luar Biasa OKI mengenai Palestina Al Quds Asy-Syarif, tujuannya untuk menaruh isu Palestina di dalam radar perhatian internasional,” terang Menlu.
Dengan banyaknya konflik dan dinamika di kawasan Timur Tengah orang jadi lupa bahwa ada satu masalah yang sudah 49 tahun belum terselesaikan, dan ini harus diselesaikan segera.
“Karena kalau masalah Palestina-Israel tidak bisa diselesaikan, maka saya tidak yakin bahwa kawasan Timur Tengah bisa mencapai perdamaian berkelanjutan, dan lebih jauh lagi saya khawatir dunia tidak akan bisa mencapai suatu perdamaian dan stabilitas,” demikian Menlu.
(Detik/Mahdi-News/Berbagai-Sumber-Lain/ABNS)
Post a Comment
mohon gunakan email