Probowo menunjukkan bahwa ia maskulin, ia kuat. Dan ia mendapat kecenderungan didukung beberapa media islam yang cukup konservatif (Pict By Beritagar)
Oleh: Zakky Zulhazmi
Salah satu yang menarik dibaca pada setiap gelaran pemlihan kepala daerah atau pemilihan presiden adalah arah kecenderungan media dalam memberi dukungan. Saat ini, tampaknya lebih mudah membaca kecenderungan media-media itu. Mengingat beberapa bos media juga sekaligus ketua partai. Surya Paloh misalnya, ketua umum Partai Nasdem itu adalah bos Media Group. Sehingga bukan barang aneh jika koran Media Indonesia dan Metro TV memberi “angin surga” untuk Jokowi di setiap pemberitaannya.
Tirto pernah menurunkan sebuah tulisan kritis bertajuk Ramai-ramai Pemilik Media Merapat ke Jokowi Buruk untuk Demokrasi. Tulisan itu menyoal bergabungnya bos-bos media dalam barisan Jokowi. Selain Surya Paloh, terdapat pula nama Hary Tanoesoedibjo (MNC Media) Erick Thohir (Mahaka Group). Tak mengherankan jika sejumlah kalangan mengkhawatirkan adanya ketimpangan dan tidak independennya sebuah media. Hal itu sekaligus adalah hal buruk bagi demokrasi.
Jika bos-bos media mapan berada di belakang Jokowi, lalu siapa yang terang-terangan mendukung Prabowo-Sandi. Pada pilpres 2014 kita melihat TV One sebagai panggung bagi Prabowo. Terutama karena Abu Rizal Bakrie, bos TVOne adalah seorang ketua umum Partai Golkar yang mendukung Prabowo. Kini, Golkar merupakan bagian dari Jokowi dan Abu Rizal Bakrie bukan ketua umum Golkar lagi. TV One kini boleh jadi tak “seganas” dulu dalam memberikan dukungan.
Saya mencermati, justru dari media-media Islam konservatif yang memberi dukungan untuk Prabowo-Sandi. Pada tulisan sebelumnya, saya mendedah bagaimana tabloid Suara Islam menjadi corong propaganda kubu Prabowo. Ketika membaca Suara Islam versi online pun tidak berbeda, sebagaiman sudah ditebak. Di portal suara-islam.com misalnya kita akan bertemu judul-judul: Prabowo Capres Pilihan Ulama, Ijtima Ulama Kedua Resmi Dukung Prabowo-Sandi, Inilah Isi Pakta Integritas Prabowo-Sandi dan Ijtima Ulama II.
Suara-islam.com telah begitu terang benderang dan gamblang memberikan dukungannya. Di balik suara-islam.com terdapat nama-nama yang cukup kondang. Sebut saja Munarman SH yang duduk sebagai legal officer. Kami mencatat, Munarman pernah menyandang gelar jubir FPI dan Panglima Komando Laskar Islam (bagian dari FPI). Ia terlibat Insiden Monas 2008. Kita juga mengingat bagaimana Munarman menyiram Tamrin Amagola dengan teh di sebuah talkshow di TV One.
Hanya saja versi online Suara Islam berbeda dengan versi cetak. Nama-nama pengelola Suara Islam tampil lebih lengkap di edisi cetak. Pada versi cetak (edisi 241) kita mendapati nama-nama seperti KH Ma’ruf Amin sebagai Dewan Redaksi. Menariknya, KH Ma’ruf Amin kini sudah menjadi cawapres Jokowi. Meski sebelumnya beliau memang berada di barisan yang “berseberangan” dengan Ahok, yang di pilgub DKI didukung PDIP, partai asal Jokowi.
Nama KH Ma’ruf Amin di Dewan Redaksi bersanding dengan nama Habib Rizieq Syihab, Irene Handono, Yunahar Ilyas dll. Barangkali, yang patut kita sayangkan adalah terpacaknya nama-nama ulama yang cukup kredibel dalam jajaran pengelola Suara Islam, media propaganda dan media partisan yang mendukung capres tertentu. Jika media tersebut dikelola dengan profesional dan elegan mungkin tidak jadi soal sejumlah nama kredibel berada di sana. Masalahnya, media yang membawa nama Islam itu memiliki konten yang tak jauh berbeda dengan selebaran partai.
Sekilas dengan menjajar nama-nama “besar” membuat Suara Islam tampak menjadi salah satu media yang layak disegani. Namun, jajaran nama ulama tersebut hanya menyialaukan mata di awal membaca. Tulisan-tulisan di dalamnya hanya membaguskan capres-cawapres pilihan mereka. Bahkan, yang lebih merisaukan, mereka menyerang pihak lawan dengan bahasa-bahasa yang tak terpuji.
Benarkah suara Islam yang rahmatan lil alamain seperti itu? Atau jangan-jangan itu hanya gema dari suara hawa nafsu? Wallahu a’lam.
(Islami/Suara-Islam/Berbagai-Sumber-Lain/ABNS)
Post a Comment
mohon gunakan email