Rombongan pengungsi Myanmar dan Bangladesh mendarat di Langsa, Aceh, Jumat (15/05) WIB. (Foto: BBC-Indonesia)
Minggu, 17 Mei 2015, Ratusan pengungsi Bangladesh dan Myanmar diselamatkan oleh nelayan Aceh, Jumat (15/5/2015) lalu. Proses penyelamatan itu cukup dramatis karena kapal yang ditumpangi para pengungsi hampir saja tenggelam. Terlambat sebentar saja, korban jiwa bisa berjatuhan.
Salah satu nelayan dari Kota Langsa, Ar Rahman atau biasa disapa Pak Do ialah salah satu nelayan Aceh yang turut membantu proses evakuasi para pengungsi Bangladesh dan Myanmar itu.
Ar Rahman, berkisah, informasi mengenai kapal yang hampir tenggelam di perairan Aceh Timur diperoleh dari radio komunikasi. Mendengar hal tersebut, ia dan sesama nelayan yang tengah melaut menuju lokasi untuk menolong mereka.
"Ketika sampai di sana kami melihat ratusan orang, laki-laki dan anak-anak, perempuan, dan orang lanjut usia. Ketika melihat kami. Laki-laki melompat ke laut dan berenang. Sedih kami melihatnya," jelas Ar Rahman yang biasa disapa Pak Do.
Sementara itu, perempuan dan anak-anak bertahan di kapal yang oleng sebelum dievakuasi.
"Laki-laki melompat ke laut sambil histeris dan berteriak Allahu Akbar. Mereka meminta tolong dengan bahasa mereka," jelas Ar Rahman kepada jurnalis BBC Indonesia.
Proses evakuasi para pengungsi ke pelabuhan Kuala Langsa kala itu dilakukan oleh lebih dari enam kapal nelayan dari Langsa.
Sebanyak 421 pengungsi merupakan warga Bangladesh yang semuanya laki-laki. Sementara pengungsi Rohingya berjumlah 256 orang terdiri dari laki-laki, perempuan, dan anak-anak.
Bekal dari Angkatan Laut
Mohamad Rofiq, pengungsi Rohingya dari Myanmar, mengatakan ketika ditolak masuk ke perairan Indonesia dan Malaysia, mereka diberi bekal makanan dan bahan bakar oleh angkatan laut kedua negara.
"Makanan hanya sedikit dan kami berikan untuk bayi terlebih dahulu. Kami sangat kelaparan dan lelah setelah terombang ambing di laut selama empat hari," ungkap pria berusia 21 tahun itu.
Rofiq mengaku sempat mengungsi ke Bangladesh melalui jalan darat yang berbatasan dengan Myanmar.
Di sana, dia bertahan selama beberapa tahun sampai mendapatkan kartu pengungsi dari Badan PBB yang mengurusi masalah pengungsi (UNHCR).
Dua bulan lalu dia memulai perjalanan dari Bangladesh menuju Malaysia melalui laut.
"Kami berada di laut selama dua bulan ke Malaysia, lalu ke Thailand dan bertahan di perairan negara itu selama kurang dari dua bulan. Kemudian kami disatukan ke kapal yang lebih besar menuju Malaysia. Tetapi di perjalanan kapten kapal meninggalkan kami," jelas Rofiq.
Rofiq mengatakan keluarganya masih berada di pengungsian di Bangladesh.
Kaum perempuan dan anak-anak yang mengungsi dari Bangladesh dan Myanmar kini ditampung di Pelabuhan Langsa, Aceh.
Gelombang kedua
Ratusan pengungsi masih ditempatkan di gudang Pelabuhan Kuala Langsa, Kota Langsa. Di antara mereka, puluhan orang dilarikan ke rumah sakit karena kekurangan makanan dan menderita dehidrasi.
Gelombang pengungsi ini merupakan yang kedua tiba di Aceh dalam satu pekan ini. Sebelumnya hampir 600 pengungsi terdampar di Lhoksukon dan kini menempati lokasi pengungsian di Tempat Pelelangan Ikan Kuala Cangkoy, Kecamatan Lapang, Aceh Utara.
Diperkirakan gelombang pengungsi masih akan berdatangan karena ada ribuan pengungsi yang berada di laut.
Belum diketahui secara pasti berapa jumlah kapal yang mengangkut para pengungsi ini. Namun PBB meminta Indonesia dan Malaysia tidak menolak kedatangan mereka.(Sri Lestari)
(BBC-Indonesia/Berbagai-Sumber-Lain/ABNS)
Post a Comment
mohon gunakan email