Anak-anak Desa Lay Maing berjalan di sebuah jalan
di Maungdaw, Rakhine utara, Myanmar, September 2013. Sebanyak 800.000
warga Rohingya, disebut PBB sebagai salah satu etnis minoritas yang
paling diabaikan di dunia.[AP]
Jumat, 22 November 2013, [YANGON] Pemerintah Myanmar kembali menegaskan, tidak akan memberikan
status kewarganegaraan bagi warga Rohingya, Kamis (21/11). Pernyataan
itu dilontarkan terkait desakan Perserikatan Bangsa Bangsa (PBB) untuk
memberikan status kewarganegaraan kepada sekitar 800.000 warga Rohingya
yang kini tidak memiliki kewarganegaraan.
Ratusan ribu Rohingya
diperkirakan hidup di Myanmar, terutama di negara bagian Rakhine barat,
yang telah diguncang sejumlah serangan kekerasan sektarian
mematikan.Myanmar memandang Rohingya di Rakhine sebagai imigran ilegal
dan Bangladesh menyangkal kewarganegaraan.
Pada Selasa (19/11),
sebuah resolusi PBB meminta pemerintah Myanmar untuk memberikan akses
penuh kewarganegaraan kepada warga Rohingya dan untuk mengakhiri
kekerasan terhadap mereka. Namun juru bicara presiden menyatakan Myanmar
tidak akan dipaksa mengubah sikapnya atas masalah kewarganegaraan.
“Kami
tidak bisa memberikan hak-hak kewarganegaraan bagi mereka yang tidak
sesuai dengan hukum, apa pun tekanan yang ada. Itu adalah hak berdaulat
kami,” kata Ye Htut dalam sebuah posting di halaman Facebook-nya, yang
sering digunakan untuk mengeluarkan pernyataan resmi.
Pada tahun
lalu, kekerasan di negara bagian Rakhine menimbulkan banyak korban jiwa
dan mengakibatkan 140.000 orang mengungsi, terutama warga Rohingya.
Kekerasan telah memicu kekhawatiran internasional dan kecaman atas
penanganan minoritas pemerintah.
Kaum mayoritas Buddha di Myanmar
memandang warga Rohingya dengan permusuhan. Mereka menyebut kaum
Rohingya sebagai "Bengali" sebuah istilah yang sering digunakan untuk
merendahkan.
Ye Htut mengatakan pemerintah Myanmar benar-benar
membantah penggunaan kata Rohingya. Namun dia menambahkan bahwa hanya
kaum Bengali di negara bagian Rakhine yang sesuai dengan hukum
kewarganegaraan 1982 yang akan mendapatkan kewarganegaraan.
Hukum
kewarganegaraan itu menyatakan bahwa minoritas harus membuktikan bahwa
mereka tinggal di Myanmar sebelum 1823 untuk memperoleh kewarganegaraan.
Aturan tersebut tentu sangat efektif untuk menyangkal hak
kewarganegaraan Rohingya.
Menurut departemen Imigrasi Myanmar,
pada tahun depan, sebuah sensus penduduk yang pertama kali digelar dalam
tiga dekade menjadwalkan untuk tidak menyediakan tempat bagi warga
Rohingya. Penolakan atas warga Rohingya meluas hingga ke luar Rakhine
dan bahkan termasuk tokoh-tokoh kunci dalam gerakan demokrasi Myanmar.
“Muslim
Rohingya tidak ada di bawah hukum Myanmar. Kami sudah mencapai
kesepakatan dengan juru bicara kepresidenan,” kata Nyan Win, juru bicara
partai Liga Nasional untuk Demokrasi pemenang Nobel Aung San Suu Kyi.
Kerusuhan
di Rakhine telah mendorong ribuan warga Rohingya untuk meninggalkan
Myanmar dengan kapal reyot dan penuh sesak untuk mencapai Malaysia dan
negara yang lebih jauh. Tapi sebagian besar telah meninggal atau hilang
ditelan ganasnya laut.
(Source)
Post a Comment
mohon gunakan email