Oleh: Muhammad Thabari, dalam bukunya yang berjudul “Jawaban Pemuda Syiah atas Pertanyaan-Pertanyaan Wahabi”
Tanya: Menurut pendapat Syiah, para Imam maksum mereka adalah orang-orang yang mengetahui ilmu ghaib. Mereka tahu bagaimana mereka akan mati dan mereka mati dengan ikhtiar dan kehendak sendiri. Lalu apakah seorang Imam yang meminum minuman beracun berarti telah bunuh diri?
Jawab: Terkadang dapat dikata bahwa kematian di jalan Tuhan bagi seoang Imam adalah suatu tugas, bahkan itu merupakan bentuk kepasrahan kepada kehendak Tuhan. Husain bin Ali dengan penuh kesadaran ia memilih untuk menuju Karbala padahal ia tahu dengan jelas ia akan mati di sana. Namun kematian itu baginya merupakan tugas yang harus diselesaikan. Kini terbukti dengan kematian Husain bin Ali kedok tersingkap dan wajah busuk Bani Umayah terpajang jelas. Dengan kematiannya pun beliau telah menjadi motivator untuk para pejuang agar tidak takut mati dan terus berjihad di jalan Tuhan melawan orang-orang yang lalim. Pemerintah seperti Yazid yang telah mengingkari wahyu dan keNabian telah dipertanyakan dengan kematian Al–Husain. Yazid si lelaki bengis sangat dendam atas kematian keluarganya di perang Uhud dan kini ia ingin membalasnya. Dalam sebuah sya’ir disebutkan bahwa ia berkata:
“Bani Hasyim telah bermain-main dengan pemerintahan. Dan atas Muhammad, tidaklah ada wahyu yang turun dan tiada pula kitab suci! Aku bukanlah orang yang rela untuk tidak membalas dendam. Andai kini datuk-datukku yang telah mati di perang Uhud hidup kembali; aku ingin merayakan hari ini bersama mereka. Mereka pasti akan bergembira lalu berterimakasih padaku.”
Di hadapan pemerintah yang zalim, jika memang itu adalah tugas, Imam pasti rela mati di jalan perlawanan. Karena baginya itu adalah tugas yang harus dijalankan sebagai seorang Imam.
Begitu pula dengan seorang Imam yang bersedia meminum minuman beracun padahal ia tahu karenanya ia akan mati. Karena baginya itu adalah bentuk perlawanannya terhadap orang yang harus ia lawan. Itu adalah tugasnya. Imam berkehendak untuk mati tidak boleh disalah artikan. Maksud Imam berkehendak untuk memilih kematian yakni Imam bersedia memilih untuk mengambil sikap melawan yang akhirnya karena perlawanan itu ia harus mati.
Para Imam Syiah tidak hidup menyendiri dan enggan memberikan dampak-dampak positif kepada para pengikutnya. Mereka tetap bersikeras untuk menyampaikan ajaran kakek mereka, Rasulullah Saw. Adanya profesi sedemikian rupa di masa kekhilafahan para pemerintah zalim yang bertentangan dengan mereka, tidak bisa membuat kita heran mengapa para Imam Syiah mati sedemikian rupa. Segala langkah yang diputuskan para Imam tak lain untuk tercapainya tujuan-tujuan luhur mereka, tujuan Islam.
Lagipula perlu saya jelaskan bahwa pengetahuan Imam akan ilmu ghaib itu tidak seperti yang kalian kira. Imam hanyalah makhkluk Tuhan. Apa yang dimiliki Imam adalah pemberian Tuhannya. Kami Syiah meyakini bahwa ilmu ghaib para Imam adalah ilmu yang diberikan oleh Tuhan atas izin-Nya. Dalam riwayat disebutkan bahwa mereka berkata, “Jika kami ingin mengetahui sesuatu (yang ghaib), maka kami pasti diajarkan (diberi pengetahuan tentangnya).”[1]
Dengan demikian, kita tidak bisa dengan yakin berkata bahwa Imam pasti tahu segala hal yang ghaib tanpa terkecuali. Bisa jadi pada saat-saat tertentu seorang Imam tidak mengetahui apakah ada racun dalam minuman yang ia minum atau tidak; lalu ternyata ia mati karena teracuni. Mungkin dalam keadaan seperti itu tidak ada maslahat baginya untuk tahu apakah minuman tersebut beracun atau tidak.
Pengetahuan para Nabi dan Imam akan hal ghaib sama seperti seorang yang membawa sebuah catatan rahasia dan berwewenang untuk membukanya jika ia ingin mengetahui isinya. Namun pasti mereka meminta izin terlebih dahulu dari Tuhan-Nya. Entah mereka tahu akan hal ghaib ataupun tidak tahu, namun jika Tuhan menghendaki mereka untuk melakukan suatu tugas, pasti tugas tersebut akan mereka laksanakan; tidak ada bedanya antara mereka tahu atau tidak. Karena mereka adalah manusia-manusia suci yang selalu pasrah atas kehendak Allah Swt.
Referensi:
[1] Al-Kafi, jld. 1, hlm. 258.
(Hauzah-Maya/ABNS)
Post a Comment
mohon gunakan email