Masa Imam Ja’far Ash-Shadiq as adalah masa berkesinambungannya revolusi kebudayaan yang telah dirintis oleh ayahnya, yaitu Imam Muhammad Al-Baqir as. Ketika itu, perseteruan politik dan konfrontasi berdarah sedang berlangsung dalam puncaknya antara penguasa Bani Umayyah dengan para penentangnya. Maka, keadaan ini telah memberikan kepada Imam Ja’far Ash-Shadiq as kesempatan emas untuk membentuk Universitas Islam yang besar.
Banyak sekali ulama yang lulus di tangannya dalam pelbagai bidang ilmu pengetahuan Islam, bahkan ilmu-ilmu empiris. Dalam naungannya, tersebar guru-guru ilmu kalam, tafsir, fiqih, ilmu-ilmu al-Quran, fllsafat, dan kimia. Demikianlah mengkristal dalam bentuknya yang sempuma keumuman Islam dan perincian-perinciannya.
Begitu besamya pengaruh Imam Ja’far Ash-Shadiq as dalam kehidupan ilmiah sehingga Syi’ah dikenal dengan mazhab AlJa’fari. Sebab, Imam Ja’far Ash-Shadiq as telah memberi ciri mazhab Syi’ah dengan watak khasnya, dan lewat tangan beliau terbentuk pemikiran- pemikiran dan metodenya.
Apakah semua ini berarti bahwa Imam Ja’far Ash-Shadiq as telah berpaling dari sisi politik dalam kehidupan Islam?
Sesungguhnya kita mendapatkan jawaban atas pertanyaan tersebut dalam kekhawatiran Al-Manshur yang dalam. Al-Manshur merasakan bahaya besar yang mengancam pemerintahannya dengan keberadaan sosok yang agung itu. Meskipun reaksi Imam Ja’far Ash-Shadiq as terhadap pemerintahan saat itu adalah pasif, yakni sama sekali tidak mau mengadakan hubungan. Namun, hal yang demikian ini telah menyusahkan penguasa. Bahkan, Imam Ja’far Ash-Shadiq as melarang para pengikutnya untuk bekerja sama dengan penguasa walaupun dalam hal pembangunan masjid.
Imam Ja’far Ash-Shadiq as juga berhadapan dengan aliran Sufi, yang hal ini merupakan kelanjutan dari sikap ayahnya yang agung. Hal ini terlihat jelas dalam perdebatannya dengan lbn Al-Munkadir.
Imam Ja’far Ash-Shadiq as adalah suri teladan dan contoh yang ideal bagi seorang Muslim yang hakiki dan manusia yang sempuma. Pemikiran Imam Ja’far Ash-Shadiq as tidak hanya terbatas pada masa tertentu saja, tetapi dia merencanakan bagi generasi-generasi sesudahnya.
Oleh karena itu, kita mendapatkan bahwa Imam Ja’far AshShadiq as mengambil langkah-langkah perlindungan yang melindungi imam yang akan meneruskan tanggung jawabnya sesudahnya. Maka, kita mendapatkan bahwa Imam Ja’far AshShadiq as mewasiatkan kepada lima orang, yang di dalamnya termasuk Al-Manshur dan Gubemur Al-Madinah.
Ketika kita mengetahui bahwa Al-Manshur telah mengirimkan surat kepada Gubemur Al-Madinah pada malam hari kewafatan Imam Ja’far Ash-Shadiq as, yang isinya adalah perintah untuk membunuh orang yang menerima wasiat dari Imam Ja’far Ash-Shadiq as, maka kita akan memahami kedalaman pemikiran Imam Ja’far Ash-Shadiq as dan bahwasanya dia mengetahui tujuan-tujuan penguasa dan segala rencananya. Maka, dengan wasiatnya yang dia tujukan kepada lima orang itu telah menyelamatkan jiwa penerima wasiatnya yang sebenamya dan pengemban pusakanya berupa ilmu dan bahaya pembunuhan.
Dapat kita katakana bahwa walaupun Imam Ja’far AshShadiq as tidak mengambil posisi yang transparan, tetapi dia mendukung gerakan revolusi yang melawan kedua pemerintahan, yaitu Bani Umayyah dan Abbasiah.
Akan tetapi, Imam Ja’far Ash-Shadiq as tidak serta merta memberikan dukungan kepada sembarang gerakan bersenjata selama belum jelas faktor dan tujuannya serta karakter pimpinannya.
Oleh karena itu, kita melihat posisi Imam Ja’far Ash-Shadiq as yang sangat berhati-hati dalam menghadapi penawaran dan Abu Salamah Al-Khallal yang mengatakan hendak mengalihkan kekuasaan kepada keturunan Imam Ali. Demikian juga posisinya terhadap Abu Muslim Al-Khurasani. Sebab, Imam Ja’far Ash-Shadiq as tidak melihat adanya tujuan yang islami dari maksud gerakan mereka itu.
Disadur dari Imamah – Mujtaba Musawi Lari.
(Hauzah-Maya/ABNS)
Post a Comment
mohon gunakan email