Wahabi: “Mengapa orang-orang Syiah begitu dahsyat mengungkapkan kesedihan akan terbunuhnya Imam Husain as? Karena orang-orang Syiah menyesali apa yang telah dilakukan oleh ayah-ayah mereka yang telah membunuh Imam Husain as dan sahabat-sahabatnya. Oleh karena itu kini mereka bertaubat dan sebegitu mengagungkan Imam Husain as demi membalas kesalahan mereka.”
Syiah: “Apa dasar ucapanmu ini?”
Wahabi: “Mereka yang datang ke Karbala dan membantai Imam Husain as bukanlah orang-orang Syam, Hijaz, dan Bashrah; mereka adalah penduduk Kufah. Sedang penduduk Kufah di saat itu kebanyakan adalah orang-orang Syiah. Ya mereka itu lah (orang-orang Syiah sendiri) yang datang ke Karbala lalu membunuh Imamnya sendiri.”
Syiah: “Pertama, meskipun hal ini tidak mungkin, andai saja memang benar ada sekelompok orang yang mengaku Syiah lalu karena takut terhadap Yazid mereka datang ke Karbala dan memiliki andil dalam tragedi itu, bukan berarti ‘ mazhab Syiah’ itu sendiri secara keseluruhan adalah pengikut Yazid. Adalah hal yang wajar dan di manapun memang begitu jika ada sebagian orang dari suatu kaum termasuk orang-orang yang tidak benar dan menyeleweng.
Kedua, tuduha itu tidak benar, karena aku punya dalil yang kuat untuk menjawabnya.”
Wahabi: “Apa dalilmu?”
Syiah: “Pasukan Yazid terdiri dari orang-orang Khawarij, antek-antek Bani Umayah, orang-orang Munafik yang pernah diusir oleh Imam Ali as dari wewenang kepemerintahan, yang kemudian menjadi para penyimpan dendam terhadap keluarga nabi, lalu Ibnu Ziyad memanfaatkan mereka untuk membantai Imam Husain as. Mereka adalah orang-orang bayaran Bani Umayah, yang misalnya sebagian dari mereka ditugaskan oleh Yazid untuk memadamkan setiap api revolusi yang bermunculan. Oleh karena itu tidak ada orang Syiah di antara mereka.
Oleh karena itu di hari Asyura Imam Husain as menyebut mereka sebagai Syiah (pengikut) Abu Sufyan. Saat mereka mendekati kemah keluarga Imam Husain as, Imam berteriak, “Celakalah kalian wahai pengikut Abu Sufyan! Kalau memang kalian tidak punya agama, tidak takut akan hari pembalasan, paling tidak jadilah orang-orang yang bebas di dunia ini!”
Perlu sedikit kujelaskan tentang masyarakat di masa kekhalifahan Imam Ali bin Abi Thalib as. Mereka kebanyakan adalah penduduk Kufah. Namun sepeninggal beliau, setelah Muawiyah datang, lambat laun mereka berpencar dan pergi dari Kufah. Antek-antek Muawiyah seringkali mencari dan membasmi mereka. Terbukti saat Ziyad bin Abih menjadi gubernur Muawiyah di Kufah, orang-orang Syiah kalau tidak terbunuh ya pasti dipenjara. Atau kalau tidak, mereka pasti kabur dari Kufah dan berlindung di tempat lain.
Di jaman Muawiyah, jika ada orang yang dituduh kafir, mulhid atau musyrik, sama sekali tidak ada yang membahas darahnya. Namun jika ada yang ketahuan sebagai Syiah, mereka pasti dibunuh, harta bendanya dihalalkan, dan rumahnya diobrak-abrik.
Muawiyah pernah menulis kepada Ziyad bin Abih: “Wahai Ziyad, bunuhlah orang-orang yang mengikuti ajaran Ali.” Lalu Ziyad pergi ke masjid dan mengumpulkan masyarakat, lalu memerintahkan mereka untuk selalu melaknat Ali bin Abi Thalib. Namun jika ada yang menolak, kepalanya akan dipenggal.”[1]
Diriwayatkan bahwa Ziyad bin Abih mencari orang yang bernama Sa’ad bin Sarh untuk dibunuh. Imam Hasan as menulis surat kepada Ziyad berkaitan dengan hal itu: “…Sa’ad bin Sarh adalah Muslim tak berdosa…” Ziyad bin Abih menjawab surat beliau dengan berkata, “Aku akan menemukannya dan membunuhuhnya karena ia mencintai ayahmu yang fasik!”[2]
Salah satu kejahatan Ziyad yang lain adalah ia telah menjadikan Samrah bin Jundab sebagai penggantinya di Kufah dan Bashrah, lalu sepeninggal Ziyad pun Muawiyah tetap menjadikannya sejabagi pejabat Kufah, dan dia adalah orang yang mendalangi pembantain masal 80 ribu orang tak berdosa.[3]
Abu Sawwar Adwi berkata, “Samrah bin Jundab telah membanti 47 orang dari kaumku secara tragis padahal mereka adalah para penghafal Al Qur’an.”[4]
Tokoh-tokoh sejarah seperti Hajar bin Udaiy, Malik Asytar, Muhammad bin Abu Bakar, Amr bin Hamq, dan… pernah disiksa oleh antek-antek Muawiyah hingga mati. Begitu kejamnya Muawiyah hingga ia pernah memerintahkan agar kepala terpenggal Amr bin Hamq diberikan kepada istrinya yang dipenjara.”[5]
Pengitu penatnya suasana pemerintahan Muawiyah sampai-sampai setiap orang tidak berani mempercayai orang terdekatnya karena bisa jadi termasuk mata-mata Muawiyah.
Allamah Amini menulis, “Ziyad bin Abih sangat mengenal masyarakat Kufah. Karena di masa pemerintahan Imam Ali as, ia termasuk warga Kufah. Ia sangat kejam, dan di manapun orang Syiah bersembunyi pasti ditemukannya, lalu dibunuh, atau dipotong tangan, kaki, dibutakan matanya, diasingkan, dipenjarakan atau disiksa. Ia sama sekali tidak membiarkan ada seorang pun Syiah yang tinggal di Kufah.”[6]
Kebengisan terhadap Syiah terus berlangsung hingga masa Imam Husain as menjadi pemimpin mereka. Oleh karena itu sangat sedikit orang Syiah yang ada di Kufah; dan Ibnu Ziyad telah memenjarakan mereka sebelum keberangkatan Imam Husain as menuju Karbala.
Kurang lebih empat tahun sepeninggal Imam Husain as, setelah kematian Yazid dan kepergian Ibnu Ziyad ke Bashrah, orang-orang Syiah bangkit menjebol pintu-pintu penjara, dan sebelum Kebangkitan Mukhtar dimulai, mereka melakukan perjuangan gerilya yang dipimpin oleh Sulaiman bin Shurad Khuza’i selama 93 tahun, lalu akhirnya mereka semua terbunuh dalam peperangan melawan tentara Syam.
Allamah Amini menulis, “Sebelum Imam Husain as datang ke Iraq, Ibnu Ziyad memenjarakan 4.500 orang Syiah. Di antara mereka ada Sulaiman bin Shurad. Mereka hidup di dalam penjara selama empat tahun. Oleh karena itu apa yang telah ditukil oleh Ibnu Katsir tidak benar sama sekali tentang orang-orang Syiah saat itu takut dibunuh dan tidak mau membela Imam Husain as, lalu sepeninggal Imam Husain mereka menyesal dan dikenal dengan sebutan “orang-orang yang bertaubat” yang dipimpin oleh Sulaiman bin Shurad, lalu beraksi membayar kesalahan mereka.”[7]
Dengan demikian, pembunuh Imam Husain as bukanlah pecintanya sendiri. Mereka benar-benar musuh keluarga nabi yang telah membantai beliau.[8]
Referensi:
[1] Luhuf, Sayid Ibnu Thawus, halaman 12.
[1] Luhuf, Sayid Ibnu Thawus, halaman 12.
[2] Syarh Nahj Hadidi, jilid 4, halaman 720.
[3] Tarikh Thabari, jilid 6, halaman 132; Kamil, Ibnu Atsir, jilid 3, halaman 183.
[4] Ibid.
[5] Al Ghadir, jilid 11, halaman 44.
[6] Ibid, halaman 28.
[7] Tanqihul Maqal, jilid 2, halaman 63.
[8] Seratus Satu Dialog, Muhammad Muhammadi Isytihardi, halaman 413.
(Hauzah-Maya/ABNS)
(Hauzah-Maya/ABNS)
Post a Comment
mohon gunakan email